TEKNIK MENULIS PUISI
Menulis Puisi
Menurut Jabrohim, dkk.
(2009: 31) Dalam menulis puisi seorang penulis puisi, lebih sering disebut
penyair. Seorang penyair tidak akan meremehkan pengalaman-pengalamannya. Segala
sesuatu yang dilihat dan dialaminya selalu tidak luput dari perhatian. Penyair
menjadikan semua itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia, manusia yang
memiliki kesadaran eksistensial. Ujud perhatian dan usaha menjadikan
pengalaman-pengalaman itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia
diantaranya adalah menuangkan atau menuliskan apa yang dialami dan dilihatnya
ke dalam bentuk puisi.
Menurut Suyanto
(2014:21) beberapa orang mengatakan bahwa menulis puisi lebih sulit dibanding
menulis prosa, beberapa yang lain menyebutkan bahwa menulis puisi lebih mudah
dari pada menulis prosa.
Menurut Suyanto (2014:
33) menulis puisi sebagaimana menulis karya sastra yang lain memerlukan
ketelitian, kesabarann dan kekuatan imajinasi yang baik. Jika seseorang akan
menulis puisi, maka ia tentu akan mengingat peristiwa yang telah dialaminya,
dilihat, dipikirkan, dan direnungkan kemudian dalam perjalanan, dan ngelamun,
dan dalam tidurnya dimalam hari.
Ada beberapa langkah-langkah
dalam proses menulis atau penciptaan puisi, diantaranya adalah pengalaman,
penafsiran, penilaian, penghayatan, memutuskan, pencurahan. Dari beberapa langkah-langkah
proses menulis atau penciptaan puisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
Proses Menulis Puisi
Proses menulis puisi
sesuai dengan pekembangannya secara teoritis apabila diperhatikan serta
dipelajari hal-hal dibawah ini secara bertahap (Jalil. 1985:18).
1)
Pengalaman
Pengalaman adalah suatu
yang sangat penting bagi seorang pernyair ataupun calon penyair untuk
mengetahui secara aktual setiap peristiwa yang berkaitan dengan apa yang akan
dituangkan dalam sebuah karya puisi.
2)
Penafsiran
Penafsiran yaitu suatu
kebulatan pikiran yang sementara dan pandangan sementara pula terhadap suatu
peristiwa atau terhadap suatu pengalaman yang mampu untuk diungkapkan secara
tertulis. Dalam hal ini tidak dapat dengan mudah menafsirkan atau menyimpulkan
suatu peristiwa, tanpa kita terlebih dahulu benar-benar memahami segala
pengalaman sendiri, yang setara atau serupa dengan peristiwa yang hendak
ditafsirkan.
3)
Penilaian
Dalam proses pembuatan
sebuah puisi, masalah penilaian sangatlah penting, karena disini secara tegas
dapat menentukan kemana sipenulis puisi berpihak terhadap suatu peristiwa dan
kemana jalur yang ditempuhnya atas dampak dari peristiwa yang bersangkutan.
4)
Pengahayatan
Sejak semula seseorang
yang mempunyai hasrat atau minat untuk membuat puisi, sebetulnya sampai pada
penilaian terhadap suatu peristiwa sudah dapat untuk mencurahkan segala ide
atau inspirasi dalam sebuah karya puisi
5)
Memutuskan
Seorang penyair,
sebetulnya dalam memutuskan gagasan atau idenya dari suatu peristiwa terhadap
karya puisi, terletak pada pertimbangan atas peristiwa yang dihadapinya.
6)
Pencurahan
Yang dimaksud dengan
pencurahan disini, yaitu bersatunya segala aspek dan terekrutnya segala proses
yang telah bulat, sehingga segala inspirasi itu sudah jelas dapat ditunagkan ke
dalam bentuk karya puisi
Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Menulis Puisi
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menulis puisi yang baik, akan dijelaskan sebagai
berikut:
1)
Menulis
Puisi dengan Memperhatikan Diksi (
pilihan kata)
Diksi mempunyai peranan
penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya
sastra. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara
lebih baik masalah kata dan maknanya harus, harus tau memperluas dan
mengaktifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai
dengan situasi yang dihadapi, dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya
bahasa sesuai dengan tujuan penulisan. (Jabrohim dkk., 2009:36). Menurut
Suyanto (2014:76) kata yang dipilih harus mengandung keindahan, baik dari sisi
bunyi, irama, tekanan dari setiap kata yang dipilih.
Contoh puisi:
DARI
PLUNG SAMPAI KUKURUYUK
Sebongkah
batu tergelincir di tebing, masuk sungai dan berbunyi plung
Ada anjing hitam larut
malam menggonggong guk guk guk
Tetangga sebelah bilang
ada baong kelaparan
Di jawa setiap pagi dan
membuka pagi , ayam jantan berkokok kukuruyuk
(Suyanto,
2013:67)
Pilihan kata yang tepat
dapat dilihat dari kata “sebongkah” kata ini terdengar berbeda dihadapan
pembaca apabila diganti dengan kata sebuah. Begitu juga dengan kata “baong”
pada baris ketiga, kata tersebut terdengar biasa saja jika diganti dengan kata
hantu. Diksi yang tepat dapat membantu pembaca dalam memahami makna suatu
puisi.
2)
Menulis
Puisi dengan Memperhatikan Pengimajian (citraan)
Menurut (Jabrohim dkk.,
2009:36) pengimajian diberi peran untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan
memperkaya pikiran. Imaji yang tepat akan lebih hidup, lebih segar terasakan,
lebih ekonomis, dan dekat dengan hidup kita sehingga diharapkan pembaca atau
pendengar turut merasakan dan hidup dalam pengalaman batin penyair.
Menurut (Jabrohim dkk.,
2009:39) pengimajian (citraan) dapat dikelompokkan atas tujuh macam. Pertama,
citraan penglihatan. Kedua, citraan pendengaran, ketiga citraan penciuman,
keempat citraan pencecapan, kelima citraan rabaan keenam citraan pikiran
ketujuh citraan gerak. Ketujuh hal tersebut (penglihatan, pendengaran,
penciuman, rabaan, pikiran, gerak) akan dipaparkan sebagai berikut.
a)
Citra
Penglihatan
Citra penglihatan,
jenis yang paling sering dipergunakan oleh penyair dibandingkan dengan citraan
yang lain. Citra penglihatan memberi rangsangan kepada inderaan penglihatan,
hingga sering hal-hal yang tak terlihat jadi seolah-olah terlihat. Misalnya
banyak kita lihat dalam sajak-sajak W.S Rendra, Seperti ini:
Contoh puisi 1. :
Ruang diributi jerit
dada
Sambal
tomat pada mata
Meleleh air racun dosa
(W.S Rendra 2012:81)
Contoh
Puisi 2. :
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku
bertudung sutra senja
Dihitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu
mengalun bergelut senja (Chairil Anwar 2012:81)
b) Citra Pendengaran
Citra pendengaran (Auditory Imagery)juga sangat sering
digunakan oleh penyair. Citraan itu dihasilkan dengan menyebutkan atau
menguraikan bunyi suara, pembaca atau pendengar seolah-olah mendengar suara
dari bait puisi yang di tuliskan. Altenbernd (dalam Pradopo, 2012:82).
Contoh Puisi:
KARENA
KASIHMU
Sunyi
sepi pitunang poyang
Tidak
meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada
melangsing
Haram gemerencing genta
rebana
(Amir Hamzah 2012:82)
c)
Citra
Penciuman
Citra Penciuman
merupakan jenis yang tak begitu sering digunakan oleh penyair. Citra penciuman
dihasilkan dengan menyebutkan hasil penciuman seperti bau atau wangi,
Contoh Puisi:
NYANYIAN
SUTO UNTUK FATIMA
Dua puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguapkan bau tanah
(W.S Rendra 2012:85)
d) Citra Pencecapan
Citra Pencecapan
merupakan jenis yang tak begitu sering digunakan oleh penyair sama seperti
citra penciuman. Citra pencecapan dihasilkan dengan menyebutkan hasil dari
kecapan yaitu rasa yang dihasilkan oleh lidah.
Contoh Puisi:
PUTERI
GUNUNG NAGA
Puteri
manis! di daerah asing
Udara berbau tembaga,
dan di awan putih
Berkuasa ular naga
Bermata bengis
(Subagio Sastrawardojo 2012:85)
e) Citra Perabaan
Meskipun tak sering
dipakai seperti citra penglihatan dan pendengaran, citra perabaan (tactile/thermal imagery)banyak dipakai
oleh penyair juga. Citraan itu dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan
hasil rabaan dan perasaan penyair.
Contoh Puisi:
Hari
Natal
Ketika Keristos lahir
Dunia jadi putih
Juga langit yang semula gelap oleh darah
dan jinah
Jadi
lembut seperti tangan bayi sepuluh hari
Manusia
berdiri dingin sebagai patung-patung mesir
Dengan mata termangu ke satu arah.
(Subagio
Sastrawaedojo 2012:84)
f) Citra Pikiran
Citraan dapat
dihasilkan dengan asosiasi-asosiasi intelektual menurut Altenbernd (dalam Pradopo,
2012:86). Misalnya: The music, yearing
like a God in pain.
Contoh Puisi:
FRAGMENT
Aku sudah saksikan
Senja
kekecewaan dan putus asa yang bikin tuhan
Juga
turut bersedu
Membekukan berpuluh nabi, hilang mimpi
dalam kuburnya.
g)
Citra
Gerak
Citra gerak (movement imagery atau kinaesthetic imagery).
Imagery ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak, tetapi
dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya. Citraan
gerak ini membuat hidup dan gambaran jadi dinamis.
Contoh
Puisi:
PRELUDE
I
Di atas laut. Bulan
perak bergetar
Suhu pun melompat
Di
bandar kecil itu. Aku pun dapat
Menerka.
Seorang pelaut mengurusi jangkar
(Abdulhadi
2012:87)
3)
Menulis
Puisi dengan Memperhatikan Majas (Kata Kiasan)
Bahasa figuratif oleh
Waluyo (dalam Jabrohim dkk., 2009:42) disebut pula sebagai majas. Bahasa
figuratif dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak
makna atau kaya makna. Dalam bukunya Kamus
Istilah Sastra, Panuti Sujiman (dalam Jabrohim dkk., 2009:42) menyebutkan:
kiasan adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai
pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran
makna di antara.
Bahasa kiasan ada
bermacam-macam, namun meskipun bermacam-macam mempunyai sesuatu hal (sifat)
yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan
cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain menurut Altenbernd (dalam
Pradopo. 2012:62).Jenis-jenis bahasa kiasan tersebut adalah
a) Perbandingan (Simile)
Perbandingan atau
perumpamaan atau simile ialah bahasa
kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata
pembanding seperti : bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana,
sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain.
Contoh puisi:
PERASAAN
SENI
Bagaikan
banjir gulung-menggulung
Bagaikan
topan seruh-menderuh,
Demikian rasa
Datang semasa,
Mengalir, menimbu,
mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma, menawan
tubuh.
Serasa manis sejuknya
embun,
Selagu merdu dersiknya
angin,
Demikian rasa
Datang semasa,
Membisik, mengajak, aku
berpantun,
Mengayung jiwa ketempat
dingin.
Jika kau datang sekuat
raksasa
Atau kau menjelma
secantik juita,
Kusedia hati
Akan berbakti.
Dalam tubuh kau
berkuasa,
J.E. Tatengkeng (2012:63)
b) Metafora
Metafora ini bahasa
kiasan seperti perbandingan hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding,
seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora itu melihat sesuatu
dengan perantaraan benda yang lain menurut Becker (dalam Pradopo, 2012:66)
Metafora ini menyatakan
sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain, yang sesungguhnya
tidak sama menurut Altenbernd (dalam Pradopo, 2012:66).
Contoh puisi:
Bumi ini
perempuan jalang
Yang
menarik laki-laki jantan dan pertapa
Ke
rawa-rawa mesum ini
(“Dewa Telah Mati” 2012:76)
c)
Perumpamaan
Epos
Perumpamaan atau
perbandingan epos (epic simile) ialah
perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara
melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau
frase-frase yang berturut-turut. Kadang-kadang lanjutan ini sangat panjang
(Pradopo, 2012:69).
Contoh
Puisi:
DI
TENGAH SUNYI
Di tengah sunyi menderu
rinduku,
Seperti
topan. Meranggutkan dahan,
Mencabutkan
akar, meranggutkan kembang kalbuku.
Rustam
Effendi (2012:69)
d) Allegori
Menurut
Pradopo (2012:71) Allegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan
atau lukisan kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Allegori ini
banyak terdapat dalam sajak-sajak Pujangga Baru. Namun pada waktu sekarang
banyak juga terdapat dalam sajak-sajak Indonesia modern yang kemudian, allegori
ini sesungguhnya metafora yang dilanjutkan. Misalnya “Teratai”, sajak Sanusi
Pane yang menyimbolkan Kihajar Dewantara sebagai teratai, yang menjaga bumi
indonesia dengan ajaran yang bersifat kebangsaan, dengan semangat ke
Indonesiaan asli.
Contoh Puisi:
TERATAI
Dalam
kebun di tanah airku
Tumbuh
sekuntum bunga teratai;
Tersembunyi
kembang indah permai.
Tidak
terlihat orang yang lalu.
Akarnya
tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi Laksmi mengarang,
Biarkan ia diabaikan orang,
Serodja
kembang gemilang mulia.
.............................................................
(Jassin,
2012:73)
e)
Personifikasi
Kiasan ini
mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat,
berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo, 2012:75)
Contoh
Puisi:
PADAMU JUA
Kaulah kandil kemerlap
Pelita
jendela di malam gelap
Melambai pulang
perlahan
Sabar,
setia selalu.
f)
Metonimia
Bahasa kiasan yang
lebih jarang dijumpai pemakaiannya dibanding metafora, perbandingan, dan
personifikasi ialah metonimia dan sinekdoki
Menurut Pradopo
(2012:77) Metomini ini dalam bahasa indonesia sering disebut kiasan pengganti
nama. Bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan
sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek
tersebut menurut Altenbernd (dalam Pradopo, 2012:77).
Contoh puisi:
Tongkat kerajaan dan mahkota
Harus runtuh
Dan di debu disamaratakan
Dengan sabit dan sekop miskin bengkok
(Pradopo,
2012:78)
Tongkat kerajaan dan
mahkota untuk menggantikan pemerintah (raja-raja),sedang sabit dan sekop untuk
menggantikan (menggambarkan) orang kebanyakan.
g)
Sinekdoki
Sinekdoki adalah bahasa
kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda
itu sendiri menurut Altenbernd (dalam Pradopo 2012:78)
Sinekdoki
ini ada dua macam:
a.
Pars pro toto:
sebagian untuk keseluruhan
b.
Totum pro parte: keseluruhan
untuk sebagian
Contoh:
Kujelajah bumi dan alis kekasih
Sitor
Situmorang (2012:79)
Bumi itu totum pro parte, sedang alis kekasih itu pas pro toto.
4)
Menulis
Puisi dengan Memperhatikan Rima
Menurut Suyanto
(2014:72) Tugas rima adalah menggemakan suara, dan kalau berulang-ulang,
kedengaran indah dan musical. Kalau susunan kata-katanya tidak diduga-duga oleh
pembaca atau pendengar, maka rima akan memberi kesan pintar (pada puisi
pikiran) atau kesan kocak (pada puisi humor). Rima mempermudah orang mengingat
dan menghafal puisi. Persamaan bunyi pada rima tidak hanya terbatas pada suku
akhir, seperti pada sampiran dan isi pantun, tetapi juga ditengah larik puisi.
Contoh Puisi:
Sesudah
marah, ayah terengah-engah bertambah payah
Kata-kata
para duta ternyata amat tertata
Di
Wonogiri babi dan biri-biri berdiri di atas kaki kiri
Ketika
iblis menitis belibis, gerimis pun menangis
Di
siang bolong king kong bermain ping pong di hongkong
Sumber
(Suyanto, 2014:72)
5)
Menulis
Puisi dengan Memperhatikan Tipografi
Menurut Jabrohim dkk
(2009:53) Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam
membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Karena itu merupakan pembeda
yang sangat penting. Baris-baris puisi tidak diawali dari tepi kiri dan
berakhir ditepi kanan. Tepi sebelah kiri maupun kanan sebuah baris puisi tidak
harus dipenuhi oleh tulisan, tidak seperti halnya jika kita menulis prosa.
Contoh Puisi:
MARI
Mari pecahkan botol-botol
Ambil lukanya
Jadikan
bunga
Mari pecahkan tik-tok jam
Ambil jarumnya
Jadikan
diam
Mari pecahkan pelita
Ambil apinya
Jadikan
terang
Mari patahkan roda
Kembalikan asalnya:
Jadikan
jalan
..................................................
(O,Amuk,
Kapak, 2012:44)
DAFTAR RUJUKAN
Tarigan, G. H . 2008. Menulis. Bandung: Angkasa Bandung
Ulfah, dkk. 2013. Teknik Peer Correction untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil
Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Siswa Sekolah
Menengah Atas: 1-12
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT Bumi Aksar
No comments:
Post a Comment