Wednesday, August 3, 2016

TEKNIK MENULIS PUISI

TEKNIK MENULIS PUISI



 Menulis Puisi
Menurut Jabrohim, dkk. (2009: 31) Dalam menulis puisi seorang penulis puisi, lebih sering disebut penyair. Seorang penyair tidak akan meremehkan pengalaman-pengalamannya. Segala sesuatu yang dilihat dan dialaminya selalu tidak luput dari perhatian. Penyair menjadikan semua itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia, manusia yang memiliki kesadaran eksistensial. Ujud perhatian dan usaha menjadikan pengalaman-pengalaman itu sebagai sesuatu yang bermakna bagi manusia diantaranya adalah menuangkan atau menuliskan apa yang dialami dan dilihatnya ke dalam bentuk puisi.
Menurut Suyanto (2014:21) beberapa orang mengatakan bahwa menulis puisi lebih sulit dibanding menulis prosa, beberapa yang lain menyebutkan bahwa menulis puisi lebih mudah dari pada menulis prosa.
Menurut Suyanto (2014: 33) menulis puisi sebagaimana menulis karya sastra yang lain memerlukan ketelitian, kesabarann dan kekuatan imajinasi yang baik. Jika seseorang akan menulis puisi, maka ia tentu akan mengingat peristiwa yang telah dialaminya, dilihat, dipikirkan, dan direnungkan kemudian dalam perjalanan, dan ngelamun, dan dalam tidurnya dimalam hari.
Ada beberapa langkah-langkah dalam proses menulis atau penciptaan puisi, diantaranya adalah pengalaman, penafsiran, penilaian, penghayatan, memutuskan, pencurahan. Dari beberapa langkah-langkah proses menulis atau penciptaan puisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Proses Menulis Puisi
Proses menulis puisi sesuai dengan pekembangannya secara teoritis apabila diperhatikan serta dipelajari hal-hal dibawah ini secara bertahap (Jalil. 1985:18).
1)        Pengalaman
Pengalaman adalah suatu yang sangat penting bagi seorang pernyair ataupun calon penyair untuk mengetahui secara aktual setiap peristiwa yang berkaitan dengan apa yang akan dituangkan dalam sebuah karya puisi.
2)        Penafsiran
Penafsiran yaitu suatu kebulatan pikiran yang sementara dan pandangan sementara pula terhadap suatu peristiwa atau terhadap suatu pengalaman yang mampu untuk diungkapkan secara tertulis. Dalam hal ini tidak dapat dengan mudah menafsirkan atau menyimpulkan suatu peristiwa, tanpa kita terlebih dahulu benar-benar memahami segala pengalaman sendiri, yang setara atau serupa dengan peristiwa yang hendak ditafsirkan.
3)             Penilaian
Dalam proses pembuatan sebuah puisi, masalah penilaian sangatlah penting, karena disini secara tegas dapat menentukan kemana sipenulis puisi berpihak terhadap suatu peristiwa dan kemana jalur yang ditempuhnya atas dampak dari peristiwa yang bersangkutan.
4)             Pengahayatan
Sejak semula seseorang yang mempunyai hasrat atau minat untuk membuat puisi, sebetulnya sampai pada penilaian terhadap suatu peristiwa sudah dapat untuk mencurahkan segala ide atau inspirasi dalam sebuah karya puisi
5)             Memutuskan
Seorang penyair, sebetulnya dalam memutuskan gagasan atau idenya dari suatu peristiwa terhadap karya puisi, terletak pada pertimbangan atas peristiwa yang dihadapinya.
6)             Pencurahan
Yang dimaksud dengan pencurahan disini, yaitu bersatunya segala aspek dan terekrutnya segala proses yang telah bulat, sehingga segala inspirasi itu sudah jelas dapat ditunagkan ke dalam bentuk karya puisi

Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Menulis Puisi
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis puisi yang baik, akan dijelaskan sebagai berikut:
1)        Menulis Puisi  dengan Memperhatikan Diksi ( pilihan kata)
Diksi mempunyai peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara lebih baik masalah kata dan maknanya harus, harus tau memperluas dan mengaktifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, dan harus mengenali dengan baik macam corak gaya bahasa sesuai dengan tujuan penulisan. (Jabrohim dkk., 2009:36). Menurut Suyanto (2014:76) kata yang dipilih harus mengandung keindahan, baik dari sisi bunyi, irama, tekanan dari setiap kata yang dipilih.
Contoh puisi:

DARI PLUNG SAMPAI KUKURUYUK
Sebongkah batu tergelincir di tebing, masuk sungai dan berbunyi plung
Ada anjing hitam larut malam menggonggong guk guk guk
Tetangga sebelah bilang ada baong kelaparan
Di jawa setiap pagi dan membuka pagi , ayam jantan berkokok kukuruyuk
(Suyanto, 2013:67)
Pilihan kata yang tepat dapat dilihat dari kata “sebongkah” kata ini terdengar berbeda dihadapan pembaca apabila diganti dengan kata sebuah. Begitu juga dengan kata “baong” pada baris ketiga, kata tersebut terdengar biasa saja jika diganti dengan kata hantu. Diksi yang tepat dapat membantu pembaca dalam memahami makna suatu puisi.
2)        Menulis Puisi dengan Memperhatikan Pengimajian (citraan)
Menurut (Jabrohim dkk., 2009:36) pengimajian diberi peran untuk mengintensifkan, menjernihkan, dan memperkaya pikiran. Imaji yang tepat akan lebih hidup, lebih segar terasakan, lebih ekonomis, dan dekat dengan hidup kita sehingga diharapkan pembaca atau pendengar turut merasakan dan hidup dalam pengalaman batin penyair.
Menurut (Jabrohim dkk., 2009:39) pengimajian (citraan) dapat dikelompokkan atas tujuh macam. Pertama, citraan penglihatan. Kedua, citraan pendengaran, ketiga citraan penciuman, keempat citraan pencecapan, kelima citraan rabaan keenam citraan pikiran ketujuh citraan gerak. Ketujuh hal tersebut (penglihatan, pendengaran, penciuman, rabaan, pikiran, gerak) akan dipaparkan sebagai berikut.
a)        Citra Penglihatan
Citra penglihatan, jenis yang paling sering dipergunakan oleh penyair dibandingkan dengan citraan yang lain. Citra penglihatan memberi rangsangan kepada inderaan penglihatan, hingga sering hal-hal yang tak terlihat jadi seolah-olah terlihat. Misalnya banyak kita lihat dalam sajak-sajak W.S Rendra, Seperti ini:
Contoh puisi 1. :
Ruang diributi jerit dada
Sambal tomat pada mata
Meleleh air racun dosa
      (W.S Rendra 2012:81)
            Contoh Puisi 2. :
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Dihitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senja                                                                                                                             (Chairil Anwar 2012:81)

b)   Citra Pendengaran
Citra pendengaran (Auditory Imagery)juga sangat sering digunakan oleh penyair. Citraan itu dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, pembaca atau pendengar seolah-olah mendengar suara dari bait puisi yang di tuliskan. Altenbernd (dalam Pradopo, 2012:82).
Contoh Puisi:
KARENA KASIHMU
Sunyi sepi pitunang poyang
Tidak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melangsing
Haram gemerencing genta rebana
(Amir Hamzah 2012:82)
c)        Citra Penciuman
Citra Penciuman merupakan jenis yang tak begitu sering digunakan oleh penyair. Citra penciuman dihasilkan dengan menyebutkan hasil penciuman seperti bau atau wangi,
Contoh Puisi:
NYANYIAN SUTO UNTUK FATIMA
Dua puluh tiga matahari
Bangkit dari pundakmu
Tubuhmu menguapkan bau tanah
                                            (W.S Rendra 2012:85)

d)       Citra Pencecapan
Citra Pencecapan merupakan jenis yang tak begitu sering digunakan oleh penyair sama seperti citra penciuman. Citra pencecapan dihasilkan dengan menyebutkan hasil dari kecapan yaitu rasa yang dihasilkan oleh lidah.
Contoh Puisi:
PUTERI GUNUNG NAGA
Puteri manis! di daerah asing
Udara berbau tembaga, dan di awan putih
Berkuasa ular naga
Bermata bengis
                                (Subagio Sastrawardojo 2012:85)
e)    Citra Perabaan
Meskipun tak sering dipakai seperti citra penglihatan dan pendengaran, citra perabaan (tactile/thermal imagery)banyak dipakai oleh penyair juga. Citraan itu dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan hasil rabaan dan perasaan penyair.
Contoh Puisi:

Hari Natal
Ketika Keristos lahir
Dunia jadi putih
Juga langit yang semula gelap oleh darah dan jinah
Jadi lembut seperti tangan bayi sepuluh hari
Manusia berdiri dingin sebagai patung-patung mesir
Dengan mata termangu ke satu arah.
                                                        (Subagio Sastrawaedojo 2012:84)

f)    Citra Pikiran
Citraan dapat dihasilkan dengan asosiasi-asosiasi intelektual menurut Altenbernd (dalam Pradopo, 2012:86). Misalnya: The music, yearing like a God in pain.
Contoh Puisi:
FRAGMENT
Aku sudah saksikan
Senja kekecewaan dan putus asa yang bikin tuhan
                                            Juga turut bersedu
Membekukan berpuluh nabi, hilang mimpi dalam kuburnya.
g)        Citra Gerak
Citra gerak (movement imagery atau kinaesthetic imagery). Imagery ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya. Citraan gerak ini membuat hidup dan gambaran jadi dinamis.

Contoh Puisi:
PRELUDE
        I
Di atas laut. Bulan perak bergetar
Suhu pun melompat
Di bandar kecil itu. Aku pun dapat
Menerka. Seorang pelaut mengurusi jangkar
                                    (Abdulhadi 2012:87)

3)        Menulis Puisi dengan Memperhatikan Majas (Kata Kiasan)
Bahasa figuratif oleh Waluyo (dalam Jabrohim dkk., 2009:42) disebut pula sebagai majas. Bahasa figuratif dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya makna. Dalam bukunya Kamus Istilah Sastra, Panuti Sujiman (dalam Jabrohim dkk., 2009:42) menyebutkan: kiasan adalah majas yang mengandung perbandingan yang tersirat sebagai pengganti kata atau ungkapan lain untuk melukiskan kesamaan atau kesejajaran makna di antara.
Bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun meskipun bermacam-macam mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain menurut Altenbernd (dalam Pradopo. 2012:62).Jenis-jenis bahasa kiasan tersebut adalah
a)    Perbandingan (Simile)
Perbandingan atau perumpamaan atau simile ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti : bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain.
Contoh puisi:
PERASAAN SENI
Bagaikan banjir gulung-menggulung
Bagaikan topan seruh-menderuh,
            Demikian rasa
            Datang semasa,
Mengalir, menimbu, mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma, menawan tubuh.
Serasa manis sejuknya embun,
Selagu merdu dersiknya angin,
            Demikian rasa
            Datang semasa,
Membisik, mengajak, aku berpantun,
Mengayung jiwa ketempat dingin.
Jika kau datang sekuat raksasa
Atau kau menjelma secantik juita,
            Kusedia hati
            Akan berbakti.
Dalam tubuh kau berkuasa,
                                    J.E. Tatengkeng (2012:63)
b)   Metafora
Metafora ini bahasa kiasan seperti perbandingan hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain menurut Becker (dalam Pradopo, 2012:66)
Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama menurut Altenbernd (dalam Pradopo, 2012:66).
Contoh puisi:
Bumi ini perempuan jalang
Yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
Ke rawa-rawa mesum ini
                              (“Dewa Telah Mati” 2012:76)
c)        Perumpamaan Epos
Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut. Kadang-kadang lanjutan ini sangat panjang (Pradopo, 2012:69).
Contoh Puisi:
DI TENGAH SUNYI
Di tengah sunyi menderu rinduku,
Seperti topan. Meranggutkan dahan,
Mencabutkan akar, meranggutkan kembang kalbuku.
                                                        Rustam Effendi (2012:69)
d)       Allegori
Menurut Pradopo (2012:71) Allegori ialah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Allegori ini banyak terdapat dalam sajak-sajak Pujangga Baru. Namun pada waktu sekarang banyak juga terdapat dalam sajak-sajak Indonesia modern yang kemudian, allegori ini sesungguhnya metafora yang dilanjutkan. Misalnya “Teratai”, sajak Sanusi Pane yang menyimbolkan Kihajar Dewantara sebagai teratai, yang menjaga bumi indonesia dengan ajaran yang bersifat kebangsaan, dengan semangat ke Indonesiaan asli.
Contoh Puisi:
TERATAI
Dalam kebun di tanah airku
      Tumbuh sekuntum bunga teratai;
      Tersembunyi kembang indah permai.
Tidak terlihat orang yang lalu.
Akarnya tumbuh di hati dunia,
      Daun bersemi Laksmi mengarang,
      Biarkan ia diabaikan orang,
Serodja kembang gemilang mulia.
.............................................................
                                          (Jassin, 2012:73)
e)        Personifikasi
Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia (Pradopo, 2012:75)
Contoh Puisi:
PADAMU JUA
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu.
f)         Metonimia
Bahasa kiasan yang lebih jarang dijumpai pemakaiannya dibanding metafora, perbandingan, dan personifikasi ialah metonimia dan sinekdoki
Menurut Pradopo (2012:77) Metomini ini dalam bahasa indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut menurut Altenbernd (dalam Pradopo, 2012:77).
Contoh puisi:
Tongkat kerajaan dan mahkota
Harus runtuh
Dan di debu disamaratakan
Dengan sabit dan sekop miskin bengkok
                                       (Pradopo, 2012:78)
Tongkat kerajaan dan mahkota untuk menggantikan pemerintah (raja-raja),sedang sabit dan sekop untuk menggantikan (menggambarkan) orang kebanyakan.
g)        Sinekdoki
Sinekdoki adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda itu sendiri menurut Altenbernd (dalam Pradopo 2012:78)
Sinekdoki ini ada dua macam:
a.      Pars pro toto: sebagian untuk keseluruhan
b.      Totum pro parte: keseluruhan untuk sebagian
Contoh:
Kujelajah bumi dan alis kekasih
                                   Sitor Situmorang (2012:79)
Bumi itu totum pro parte, sedang alis kekasih itu pas pro toto.

4)             Menulis Puisi dengan Memperhatikan Rima
Menurut Suyanto (2014:72) Tugas rima adalah menggemakan suara, dan kalau berulang-ulang, kedengaran indah dan musical. Kalau susunan kata-katanya tidak diduga-duga oleh pembaca atau pendengar, maka rima akan memberi kesan pintar (pada puisi pikiran) atau kesan kocak (pada puisi humor). Rima mempermudah orang mengingat dan menghafal puisi. Persamaan bunyi pada rima tidak hanya terbatas pada suku akhir, seperti pada sampiran dan isi pantun, tetapi juga ditengah larik puisi.
Contoh Puisi:
Sesudah marah, ayah terengah-engah bertambah payah
Kata-kata para duta ternyata amat tertata
Di Wonogiri babi dan biri-biri berdiri di atas kaki kiri
Ketika iblis menitis belibis, gerimis pun menangis
Di siang bolong king kong bermain ping pong di hongkong
                                                                                    Sumber (Suyanto, 2014:72)
5)             Menulis Puisi dengan Memperhatikan Tipografi
Menurut Jabrohim dkk (2009:53) Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat dilihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Karena itu merupakan pembeda yang sangat penting. Baris-baris puisi tidak diawali dari tepi kiri dan berakhir ditepi kanan. Tepi sebelah kiri maupun kanan sebuah baris puisi tidak harus dipenuhi oleh tulisan, tidak seperti halnya jika kita menulis prosa.
Contoh Puisi:
MARI
Mari pecahkan botol-botol
Ambil lukanya
                           Jadikan bunga
Mari pecahkan tik-tok jam
Ambil jarumnya
                           Jadikan diam
Mari pecahkan pelita
Ambil apinya
                           Jadikan terang
Mari patahkan roda
Kembalikan asalnya:
                           Jadikan jalan
..................................................
                                       (O,Amuk, Kapak, 2012:44)



DAFTAR RUJUKAN
Tarigan, G. H . 2008. Menulis. Bandung: Angkasa Bandung
Ulfah, dkk. 2013. Teknik Peer Correction untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil
Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah Siswa Sekolah Menengah Atas: 1-12
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2014. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT Bumi Aksar
 

No comments:

Post a Comment