Aliran Realisme Magis dalam Sastra
Dalam
dunia kesusastraan ada banyak gerakan dan aliran sastra yang berkembang di
dalamnya. Baik sebagai hasil dari saripati yang diperas dari karakteristik
karya yang berkembang maupun sebagai karakter yang sengaja dimunculkan dalam sebuah
karya sastra sastra sebagai pengokoh keberadaan sebuah garakan atau aliran
kesusastraan tertentu.
Secara
sederhana aliran besar yang terdapat dalam kesusatraan dunia adalah romantisme,
realism, modernism, dan pascamodernisme. Sementara gerakan-gerakan yang
dianggap sebagai aliran kecil yang mempengaruhi aliran besar di atas adalah
klasisisme, neoklasisme, praromantisme, ghotik, dadaisme, naturalism,
impresionisme, dekaden, absurdisme, dan eksistensialiesme.
Setiap
gerakan maupun aliran memiliki karakteristik yang khas yang sedikit banyak
menampakkan kondisi zaman di mana aliran tersebut berkembang. Aliran yang
dinobatkan berasal dari Eropa dan Inggris tersebut tentunya mangalami migrasi.
Mengalir dan berkembanng ke penjuru dunia termasuk di Indonesia.
1. Penemu
Realisme Magis
Penggunaan
istilah realisme magis dimunculkan oleh kritikus seni Frans Roh pada tahun 1925
untuk melihat kembalinya pelukis pada realisme suseudah banyak sekali yang
berkarya dengan lukisan-lukisan abstrak. Roh melihat pada karya-karya pelukis
seperti Dix Otto dan Giorgio di Chirio, realisme tidak tampil sebagai realisme
semata, tetapi terdapat elemen magis di dalamnya, elemen magis ini intuisif dan
tidak terjelaskan.
Dalam
perjalanan seni, sampai tahun 1955 istilah realisme magis tidak diperkenankan,
hingga kemudian kritikus sastra meminjam isrilah ini untuk melihat karya
sastrawan Amerika Latin seperti Marquez, Borges, yang pada dasarnya mirip karya
realis, tetapi mengandung elemen-elemen magis yang intuitif., pada penulis ini
melihat kenyataa sehari-hari sebagaimana
kenyataan sehari-hari yang biasa terlihat dan sesuatu yang sangat luar biasa di
balik kenataan itu. Realisme magis ini diterjemahkan dari Lo Real Maravilosso
yang artinya Kenyataan yang Ajaib.
2 Pengertian Realisme Magis
Realisme magis
didefinisikan sebagai gaya estetika atau mode di mana elemen magis ini dicampur
ke dalam suasanan relaistik untuk mengakses pemahaman yang lebih dalam
kenyataan. Unsur-unsur magis tersebut dijelaskan seperti kejadian normal yang
disajikan secara langsung dan unemblellished yang memungkinkan ‘rela’ dan
‘fantasi’ untuk dapat diterima dalam aliran pemikiran yang sama. Telah banyak
digunakan dalam kaitannya dengan sastra, seni dan film.
Realisme
magis juga mendakukan kenyataan. Namun, realisme magis mengajukan sebuah dunia
magis, dunia penuh keajaiban yang tak bisa dicerna akal sehat yang mendahului
pengalaman sehari-hari manusia. Manusia luput melihatnya. Realisme magis
berusaha memunculkan hal magis itu atau melihat kenyataan secara magis atau
ajaib. Dunia magis, ini tidak terlepas dari kenyataan dan terpantulkan dalam
kenyataan sehari-hari. Itu sebabnya, dalam karya-karya para sastrawan realisme
magis seperti Borges, Marques, Okri atau Allende kerap mencul peristiwa,
makhluk, lokasi, dan situasi yang ajaib dan magis. Semua keajaiban itu terjadi
dalam kenyataan, bukan mistik yang mengingkari kenyataan.
Kata
mempunyai beberapa fungsi. Fungsi secara bahasa dan fungsi secara keindahan
sastra. Penempatan serta penyuntikan pemaparan tentang kekuatan yang dimiliki
oleh sebuah kata seperti ini terkadang tidak diperhatikan. Penyair dalam
kacamata awam hanya memiliki konsep tersendiri tentang pengamatan karanter
serta watak dari setiap kata yang dijajarkannya. Jika seperti ini, maka
bagaimana jika kodrat dari kata tersebut hanya sebuah konjungsi, penghubung,
atau kata yang harus didongkrak maupun mendongkrak kawan kata lainnya untuk
menimbulkan sebuah pengertian.
Dari
segi keindahan sastra, kadang kata-kata melalui komunitasnya yng naratif dapat
menghadirkan sebuah keajaiban dan pemaknaan baru tentang ketidakmungkinan,
kadang berifat mistik, tetapi tetap bergerak pada gambaran kenyataan bahkan
dalam wacana keseharian. Ketikan terkemas dalam wilayah sastra konkret tersebut
lazim disebut dengan realisme magis atau magis-realis.
3 Ciri-Ciri Realisme Magis
Dari
literature yang penulis baca, adapun ciri-ciri dari realisme magis yang dapat
disimpulkan, antara lain:
- Terdapat elemen magis yang dicampur ke dalam suasana realistic untuk mengakses pemahaman yang lebih dalam kenyataan.
- Realisme Magis berusaha memunculkan hal magi situ atau meihat dalam kenyataan sehari-hari.
- Semua keajaiban itu terjadi dalam kenyataan, bukan mistik yang mengingkari kenyataan .
- Aliran ini memandang dunis penuh kejaiban yang tak bisa dicerna akal sehat yang mendahului pengalaman sehari-hari manusia namun manusia luput untuk melihatnya. Realisme magis berusaha memunculkan hal magi situ atau melihat dalam kenyataan sehari-hari.
4
Unsur-Unsur Realisme Magis
Terdapat
dua unsur yang sangat menjadi corak dari aliran realisme magis ini, dua unsur
itu sebagai berikut.
- Realisme/Kenyataan
Unsur
realisme dalam suatu karya sastra yang berusaha menggambarkan/memaparkan
sesuatu keadaan sebagaimana mestinya. Unsure ini umumnya lebih objektif
memandang segala sesuatu (tanpa mengikutsertakan perasan). Sebagaimana kita
tahu, Plato dalam teorinya mimetiknya pernah menyatakan bahsa sastra adalah
tiruan kenyataan/realitas.
Di
kehidupan nyata banyak terdapat kenyataan yang dapat ditangkap oleh indra
manusia, banyak aktifitas, dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia, hewan
ataupun tumbuhan yang semuan itu dapat mengilhami sasatrawan untuk menciptakan
karya sastra meskipun dengan atau tanpa melibatkan perasaan
- Magis/Keajaiban
Tidak
hanya semua yang ada di dunia, di alam sadar manusia adalah kenyataan yang
riil. Serta apa yang dilihat mata, adalah Cuma kenyataan tanpa arti. Namun
realisme magis mengungkap bahwa dibalik kenyataan yang terjadi terdapat
kenyataan yang tidak kasat mata, dan tidak bisa dicerna dengan akal sehat. Dan manusia
menganggap hal yang megis adalah suatun keanehan. Sebenarnya keanehan itu
mempunyai makna atau arti untuk manusia.
Ketika beribicara
tentang kekhasan dan keunikan dari relisme-magis adalah tentang keunggulannya
untuk mengajukan sebuah dunia magis, dunia penuh keajaiban yang tak bisa
dicerna akal sehat yang mendahului pengalaman sehari-hari manusia namun manusia
luput untuk melihatnya. Realisme-magis berusaha memunculkan hal magis itu atau
melihat dalam kenyataan sehari-hari. Itu sebabnya, dalam karya-karya para
sastrawan realisme-magis seperti Borges, Marquez, Okri, atau Allende kerap
muncul peristiwa, tokoh, makhluk, lokasi, dan situasi yang ajaib dan magis.
Semua keajaiban itu terjadi dalam kenyataan, bukan mistik yang mengingkari
kenyataan.
5
Sinopsis Cantik Itu Luka
Novel Cantik Itu Luka
(2004) karya Eka Kurniawan bercerita mengenai keluarga besar Ted Stamler,
seorang Belanda yang malang-melintang bekerja sebagai pejabat di akhir masa
kolonial Belanda di Halimunda. Tempat itu adalah sebuah kota yang dilukiskan
pengarang sebagai tempat menarik, penuh mitos dan begitu penting di ujung masa
kolonial.
Tokoh sentral dalam
novel ini adalah Dewi Ayu, anak Aneu Stamler atau cucu Ted Stamler. Dewi Ayu
adalah anak perkawinan luar nikah dari dua bersaudara lain ibu. Namun kedua
orang tua Dewi Ayu, Henri Stamler dan Anue Stamler meninggalkan Dewi Ayu begitu
saja di depan pintu rumahnya dan mereka pergi angkat kaki ke negeri Belanda.
Inilah awal kisahnya.
Di zaman Jepang
sebagian besar penduduk ditangkapi oleh Jepang, terutama yang dianggap pro
Belanda, termasuk Dewi Ayu. Ia diasingkan ke sebuah pulau kecil yang seram dan
terpencil. Pulau ini, Bloedenkamp, adalah sebuah tempat yang mengerikan dan
menjijikkan. Selain dkenal angker, di sana juga tak ada makanan disediakan .
Karena itu para tawanan umumnya memakan apa yang ada di sekitar mereka termasuk
cacing, ular ataupun tikus. Kekejaman dan kehausan seksual Jepang di
Bloedenkamp telah memanggil nurani Dewi Ayu untuk memberikan dirinya kepada
seorang tentara Jepang untuk disetubuhi.
Dewi Ayu sendiri,
sebagaimana kenyataan di ujung Pemerintahan Kolonial Belanda, berada dalam
kesulitan sosial dan ekonomi. Setelah mengalami kegetiran bersama penduduk di
Bloedenkamp, Dewi Ayu bersama gadis-gadis lainnya dibawa diam-diam oleh Jepang
ke tempat pelacuran Mama Kalong di Halimunda. Mereka dipaksa menjadi pelacur.
Mama Kalong adalah germo yang paling terkenal dan profesional di sana. Namun
pada masa berikutnya rumah pelacuran Mama Kalong menjadi terkenal dan identik
dengan Dewi Ayu, ia menjadi selebriti di kota tersebut. Ketenarannya menyamai
nama-nama penguasa di kota tersebut. Bahkan Halimunda sendiri menjadi identik
dengan kecantikan pelacur Dewi Ayu.
Dewi Ayu melahirkan
empat anak yang tidak dikehendakinya, tiga di antaranya sangat cantik dan
diminati banyak lelaki di kota Halimunda. Ketiga putrinya yang cantik itu
adalah Alamanda, Adinda dan Maya Dewi. Kecantikan tiga putri itu juga menjadi
malapetaka bagi keluarganya sendiri. Karena itu, saat ia hamil pada keempat kalinya,
ia berdoa agar anaknya dialahirkan buruk rupa. Sebab kecantikan akan membawa
mereka ke dalam petaka. Anaknya yang keempat ini benar lahir dengan menjijikkan
namun punya keajaiban, ia diberi nama Cantik. Namun si buruk rupa akhirnya juga
terjebak dalam perselingkuhan dengan sepupunya, Krisan.
Alamanda dikawini paksa
oleh seorang komandan tentara, Shodanco, setelah diperkosa. Perkwinan itu
sungguh tidak dengan rasa cinta, melainkan kebencian yang begitu bergelora.
Karena itu 5 tahun perkawinan mereka tak melahirkan anak sebab Alamanda selalu
memakai celana besi dan azimat. Dari perkawinan mereka melahirkan anak Nuraini.
Adinda menikah dengan Kamerad Kliwon, seorang pemuda genteng, tokoh politik dan
terkenal di kota itu. Kamerad Kliwon adalah mantan pacar sejati Alamanda.
Perkawinan mereka melahirkan anak Krisan. Maya Dewi menikah dengan seorang
tokoh preman dan penguasa terminal, namanya Maman Gendeng. Mereka menikah saat
Maya Dewi berumur dua belas tahun tetapi baru disetubuhi saat umur 17 tahun.
Kemudian mereka dikaruniai anak, Rengganis Si Cantik.
Si Cantik, anak Dewi
Ayu keempat, si bungsu buruk rupa, hidup bersama pembantu yang bisu, Rosina. Ia
bercinta-buta dengan Krisan setelah kematian Rengganis Si Cantik. Cantik dan
Krisan melahirkan seorang anak yang meninggal sebelum diberi nama. Sebelumnya
Krisan juga bercinta buta dengan anak tantenya, Rengganis Si Cantik. Rengganis
Si Cantik melahirkan juga seorang anak tak bernama, kemudian diserahkan pada
ajak-ajak liar. Krisan membunuh Rengganis Si Cantik di tengah laut untuk
menutupi perbuatan zinanya itu. Kinkin adalah anak penggali kuburan yang bisa
berhubungan dengan roh orang mati dengan permainan jelangkung. Ia satu kelas
dengan Rengganis Si Cantik. Walaupun penampilannya kumal dan pendiam namun diam-diam
ia mencintai Rengganis Si Cantik. Ketika Rengganis Si Cantik diketahui hamil
dengan isu bahwa seekor anjing telah memperkosanya, ia sangat kecewa.
Kinkin tetap tak
percaya bahwa Anjing telah memperkosa Rengganis Si Cantik. Namun ia mau menjadi
bapak anak yang dikandung Rengganis tetapi tidak kesampaian. Setelah kematian
Rengganis Si Cantik, Kinkin selalu mencari siapa pembunuh orang yang
dicintainya itu. Roh Rengganis pun tidak mau mengatakan pembunuh dirinya, sebab
ia sangat mencintai orang yang membunuhnya. Akhirnya, lewat susah-payah ia
menemukan juga pembunuh Rengganis dari roh yang tidak dikenal. Pembunuhnya
adalah Krisan, sepupunya, sekaligus kekasih yang sangat dicintai Rengganis.
Setelah itu Kinkin mencari Krisan, dan membunuhnya di rumah Cantik si buruk
rupa.
Paragraf pembuka novel
ini sungguh menakjubkan, kalimatnya lancar dan puitik. Ada jalinan keindahan
logika yang teratur. Pengarang memulai cerita dengan sesuatu yang menyentak,
membuat pembaca tertarik. Kalimat-kalimat awal membawa pembaca mulai
bertyanya-tanya tentang peristiwa apa yang akan terjadi berikutnya. Novel yang
terkesan mendekonstruksi dunia sosial-budaya dan pikiran ini sengaja diantarkan
oleh pengarang dengan kekacauan suasana pada awal cerita. Kebangkitan Dewi Ayu,
seorang pelacur terkenal di Halimunda, membuat orang kampung heboh; orang-orang
dan benda-benda tunggang-langgang ketakutan dan takjub. Dewi Ayu meninggal 21
tahun lalu, setelah 12 hari klelahiran Cantik si buruk rupa. Dewi Ayu sendiri
mati dengan keanehan; ia sendiri tahu jam kematiannya, sehingga ia memandikan
badannya sendiri serta mengkafani dengan kain putih.
Sebagaimana tergambar
dalam awal cerita, buku ini ditulis dengan “menunggang-langgangkan” cara
berpikir pembaca, mengedepankan dekonstruksi bentuk dan ide. Lembaran pertama
dari buku ini sesungguhnya lembaran kehidupan baru, cerita hari ini. Kemudian,
halaman 3-10 adalah episode terakhir dari kehidupan Dewi Ayu. Namun lompatan
dari “kini” dan masa “lampau” tidak begitu susah bagi pengarang, ia hadir bagai
angin menelusup ke jeruji-jeruji besi, atau mengibas ke dalam pakaian dalam
kita. Tak terasa, menyegarkan, sehingga pembaca menginginkan bersamanya lebih
lama. Pembaca tergoda untuk menelusuri kisahnya. Pengarang tampaknya meniru
model penulisan sejarah kritis, mulai dari akibat (masa kini) terus mencari ke
sebab dengan menerangkan struktur-struktur sosial-budaya yang ada di dalamnya.
Novel ini berada dalam bingkai diakronik, atau prosesual sejarah. Unsur waktu
dalam novel ini bergerak dari zaman akhir kolonial, zaman Jepang, pergolakan
politik tahun 1960-an dan sesudahnya. Dewi Ayu sendiri adalah keturunan “nyai”
zaman kolonial. Putri-putrinya walaupun tidak menjadi pelacur tetapi mengalami
tragedi-tragedi seksual dan keperempuanan. Keturunan Dewi Ayu, sebagaimana Dewi
Ayu tidak mengalami cinta sebagaimana dikehendaki, cinta mereka penuh hambatan,
tantangan dan siksaan. Tragedi cinta itulah yang diolah oleh pengarang, dengan
memberinya latar sosio-politik dan kultural yang kuat.
6 Analisis Realisme Magis pada Novel
Cantik itu Luka
Adapun
hal-hal yang terdapat dalam novel Cantik itu Luka yang bisa penulis nilai
sebagai realisme magis, antara lain:
- Kekejaman dan kehausan seksual Jepang di Bloedenkamp (pulau pengasingan bagi tentara belanda) telah memanggil nurani Dewi Ayu untuk memberikan dirinya kepada seorang tentara Jepang untuk disetubuhi.
- Ma Gedik tidak pernah bisa mencintai perempuan lain selain Ma Iyang. Cinta sejatinya hanya tertuju pada Ma Iyang. Salah satu buktinya adalah penyakit gilanya berangsur-angsur sembuh bersama semakin dekatnya pertemuan keduanya. Ma Gedik dan Ma Iyang mengikrarkan pertemuan setelah enam belas tahun perpisahan yang menyedihkan.
- Dewi Ayu melahirkan empat anak yang tidak dikehendakinya, tiga di antaranya sangat cantik dan diminati banyak lelaki di kota Halimunda. Ketiga putrinya yang cantik itu adalah Alamanda, Adinda dan Maya Dewi. Kecantikan tiga putri itu juga menjadi malapetaka bagi keluarganya sendiri. Karena itu, saat ia hamil pada keempat kalinya, ia berdoa agar anaknya dialahirkan buruk rupa. Sebab kecantikan akan membawa mereka ke dalam petaka. Anaknya yang keempat ini benar lahir dengan menjijikkan namun punya keajaiban, ia diberi nama Cantik.
- Alamanda dikawini paksa oleh seorang komandan tentara, Shodanco, setelah diperkosa. Perkwinan itu sungguh tidak dengan rasa cinta, melainkan kebencian yang begitu bergelora. Karena itu 5 tahun perkawinan mereka tak melahirkan anak sebab Alamanda selalu memakai celana besi dan azimat.
- Si Cantik, anak Dewi Ayu keempat, si bungsu buruk rupa, hidup bersama pembantu yang bisu, Rosina. Ia bercinta-buta dengan Krisan setelah kematian Rengganis Si Cantik. Cantik dan Krisan melahirkan seorang anak yang meninggal sebelum diberi nama. Sebelumnya Krisan juga bercinta buta dengan anak tantenya, Rengganis Si Cantik. Rengganis Si Cantik melahirkan juga seorang anak tak bernama, kemudian diserahkan pada ajak-ajak liar.
- Ma Gedik tidak pernah bisa memaafkan keluarga Stammler sampai kapan pun setelah hidupnya hancur karena perlakuan Ted Stammler kepadanya. Ia menghancurkan keluarga Stammler meski ia sendiri sudah meninggal. Rohnya menyusup dalam kehidupan anak cucu Stammler, dan mengobrak-abrik kehidupan mereka.
- Ia (Dewi Ayu) merelakan tubuhnya diperkosa tentara Jepang untuk menebus obat dan dokter bagi temannya yang sedang sakit di penjara tersebut. Ia menjadi pelacur untuk petinggi-petinggi Jepang. Dan ia kemudian memilih pelacur sebagai profesi seumur hidupnya setelah Jepang tidak lagi berada di Halimunda.
Daftar Pustaka
Fananic, Zainunndin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta:
Muhammadiyah University Press
Kurniawan, Eka. Novel Cantik itu Luka. (diakses pada 11,24,2010)
No comments:
Post a Comment