Wednesday, June 1, 2016

Perbedaan Tes objektif dan Subjektif



JENIS TES OBJEKTIF DAN SUBJEKTIF


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixTNtV32oG7SmPCjkWwOWiWpjkoebz2nRJdzTFWauK9_T425QCJ_993GCkQSt5ymjfu27Hb6HBCOX_Hg346XtUZTdBGfccCbKE0NewqMIBE05Gjkkmv70DvPXco8NYkkSKOpU3TW6nHg-M/s1600/30550599Cara+Belajar+Efektif+Saat+Mau+Ujian.png






Tugas utama seorang Guru adalah mendidik, di dalam mendidik terdapat kriteria-kriteria menentukan apakah siswa atau siswi yang dididik tersebut berhasil dalam mencapai kompetensi mata pelajaran yang di pelajari.  Dalam menentukan keberhasilan tersebut guru harus bisa memberi penskoran dan penilaian yang adil dan obyektif kepada siswa dan siswinya.
Guru harus pandai menentukan teknik-teknik dalam sistem pemberian skor untuk menilai sejauh mana keberhasilan siswa dan siswi dalam mengikuti pelajaran. Hasil-hasil tersebut menjadi tolak ukur bagaimana siswa dan siswi memahami materi pelajaran yang di ajarkan. Dalam memberikan penilaian pun seorang guru harus memahami apa saja yang menjadi acuan dan prinsip-prinsip dalam memberikan penilaian secara objektif kepada siswa dan siswi .Dalam makalah ini akan dibahas tentang jenis tes berdasarkan pensekorannya.
TES OBJEKTIF
Tes objektif bisa disebut juga sebagai tes jawaban singkat (short answer test). Sesuai dengan namanya, tes jawab singkat menuntut peserta didik hanya dengan memberikan jawaban singkat, bahkan hanya dengan memilih kode-kode tertentu yang mewakili alternatif jawaban yang telah disediakan, misalnya dengan memberikan tanda silang, melingkari, atau menghitamkan opsi jawaban yang dipilih.
Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti dan dikhotomis, hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar. Jika peserta didik tidak menjawab ’’seperti itu” (opsi atau jawaban yang dinyatakan benar) dinyatakan salah, dan tidak ada bobot atau skala terhadap jawaban suatu butir soal seperti halnya pada tes uraian. Oleh karena jawabannya bersifat pasti, jawaban peserta didik yang benar terhadap suatu butir soal, akan dinyatakan benar oleh korektor, entah siapa pun korektornya. Dengan demikian, dengan mudah dan pasti terjadi kesepakatan di antara para korektor tentang jawaban yang benar. Hasil pekerjaan peserta didik diperiksa oleh siapa pun dan kapan pun akan menghasilkan skor yang kurang lebih sama. Itulah sebabnya, tes ini disebut sebagai tes objektif: dijawab oleh siapa pun dan dikoreksi oleh siapa pun jawaban yang benar tetap sama.
Sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, tes objektif mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan yang dimaksud antara lain akan dikemukakan berikut dan kemudian dikemukakan juga usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, serta macam-macam bentuk-bentuk tes objektif.
Kelebihan Tes Objektif
a.      Bentuk tes objektif memungkinkan kita untuk mengambil indikator dan bahan yang akan diteskan secara lebih menyeluruh daripada tes uraian. Pembuatan tes objektif bisa relatif banyak karena dapat dikerjakan secara cepat, dan itu berarti dapat mencakup bahan yang lebih banyak pula. Hal itu akan menjamin meningkatkan validitas isi alat tes yang bersangkutan.
b.      Bentuk tes objektif hanya memungkinkan adanya satu jawaban yang benar. Hal itu akan menimbulkan adanyasifatobjektivitas bagipeserta didik yang menjawab pertanyaan dan guru atau korektor yang memeriksa pekerjaan peserta didik. Keadaan ini memungkinkan teijadinya sifat reliabilitas penilaian yang tinggi- suatu hal yang justru menjadi kelemahan bentuk tes uraian.
c.       Bentuk tes objektif sangat mudah dikoreksi karena tinggal mencocokkan jawaban peserta didik dengan kunci jawaban yang telah dipersiapkan. Jika guru tidak sempat memeriksa sendiri, pekerjaan itu dapat diwakilkan kepada orang lain. Dewasa ini, orang bahkan minta jasa komputer untuk melakukan kegiatan koreksi tersebut, seperti yang terjadi pada tes calon mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri atau ujian nasional.
d.      Hasil pekerjaan bentuk tes objektif dapat dikoreksi secara cepat dengan hasil yang dapat dipercaya
Kelemahan Tes Objektif
a.      Penyusunan bentuk tes objektif membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, di samping membutuhkan ketelitian, kecermatan, dan kemampuan khusus dari pihak guru. Berdasarkan pengalaman, menyusun tes objektif sering tidak semudah yang diduga orang. Begitu kompleks faktor yang perlu dipertimbangkan, misalnya dalam menyusun altematif jawaban dengan distraktor yang tepat (misalnya harus homogen, gramatikal dengan pokok soal, tam¬paknya benar tetapi salah, dan lain-lain) sehingga membutuhkan kecermatan dan kesabaran yang lebih banyak.
b.      Ada kecendrungan guru yang hanya menekankan perhatiannya pada indikator-indikator dan atau bahan ajar tertentu saja sehingga tes tidak bersifat komprehensif. Di samping itu, jika dilihat dari sisi jenjang kompetensi berpikir, yang dibuat pada umumnya hanya berupa jenjang-jenjang dasar: ingatan dan pemahaman, atau sedikit penerapan. Misalnya, seorang guru bahasa Indonesia yang kebetulan tertarik pada standar kompetensi (kompetensi-kompetensi dasar) membaca, lebih dari separuh soal yang disusunnya hanya menyangkut soal-soal di sekitar membaca, sedang kompetensi dasar dan indikator-indikator yang lain dengan bahan ajar yanglain cenderung terkesampingkan.
c.       Pihak peserta didik yang mengerjakan tes mungkin sekali melakukan hal-hal yang bersifat untung-untungan. Seorang peserta didik mungkin tidak mengerti sama sekali jawaban yang benar terhadap suatu butir soal. Walau ia hanya asai menjawab pertanyaan itu, jawabannya mungkin betul. Di samping itu, kerja sama antarpeserta didik sangat mudah terjadi. Jika hal ini teijadi, skor yang dicapai peserta didik belum tentu mencerminkan kompetensi atau capaian belajar yang sebenarnya.
d.      Bentuk tes objektif biasanya panjang sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk pengadaannya. Pengadaan tes objektif juga memerlukan waktu yang lama, misalnya dalam penyusunan, pemerbanyakan, dan pengurutan nomor halaman.

Usaha Untuk Mengurangi Kelemahan Bentuk Tes Objektif
a.      Penyusunan butir-butir soal bentuk tes objektif hendaknya men¬dasarkan diri pada kisi-kisi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan cara itu akan dapat diatasi kecendrungan guru yang terpusat pada kompetensi dasar, indikator, atau bahan ajar tertentu dan kurang memperhatikan kompetensi dasar, indikator, atau bahan ajar yang lain.
b.      Kesulitan penyusunan tes objektif antara lain dapat diatasi dengan berlatih secara berkesinambungan, memelajari tes-bentuk tes objektif susunan orang lain yang baik, dan lain-lain bahkan harus memahami kompetensi dasar dan indikator serta menguasai bahan ajar terkait yang akan disusun alat tesnya.
c.       Kemungkinan adanya peserta didik yang bersikap untung- untungan atau bekerja sama dapat diatasi dengan mengenakan rumus tebakan dalam penyekoran hasil pekerjaan peserta didik, pengawasan yang ketat ketika pelaksanaan ujian. Akan tetapi, penggunaan rumus tebakan itu kadang-kadang berakibat sangat tidak menguntungkan peserta didik (akan dicontohkan di belakang).
d.      Besamya dana yang dibutuhkan dalam pengadaan tes objektif kiranya antara lain dapat diatasi dengan memergunakan alat tes itu lebih dari hanya satu kali. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan jika alat tes itu dapat dipertanggungjawabkan dari segi validitas, reliabilitas, dan efektivitas butir-butir soalnya. Dengan kata, ujian yang terdahulu harus dianalisis untuk memastikan hal- hal tersebut.
e.      Mengingat bahwa baik bentuk tes uraian maupun bentuk objektif masing-masing memunyai kelebihan dan kelemahan, kiranya akan lebih bijaksana jika kita menerapkan keduanya, mungkin sekaligus mungkin berbeda waktu. Untuk yang tidak bersamaan waktu misalnya, tes uraian dilaksanakan dalam tes-tes formatif dengan pertimbangan bahwa waktu lebih longgar dan cakupan bahan ajar belum terlalu luas, sedang tes objektif dilakukan pada tes sumatif.

Macam-Macam Bentuk Tes Objektif
Jenis tes objektif yang banyak dipergunakan orang adalah tes jawaban benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple choise), isian (compietion), dan penjodohan ('matching). Keempat macam tes objektif tersebut berikut akan dibahas dengan contoh-contoh tes bahasa sastra Indonesia.
a.      Tes Benar Salah
Tes benar salah adalah bentuk tes terdiri dari sebuah pernyataan yang memunyai dua kemungkinan: benar atau salah. Peserta didik sebagai pihak yang dites harus memahami betul pernyataan-pernyataan yang dihadapkan kepadanya. Jika peserta didik menganggap sebuah pernyataan benar, ia diminta untuk manjawab B (benar) atau ya. Sebaliknya, jika menganggap bahwa pernyataan itu salah, mereka diminta menjawab S (salah) atau tidak.
Ada beberapa pertimbangan tentang dipergunakannya tes bentuk benar salah sebagai alat ukur hasil belajar peserta didik. Pertimbangan- pertimbangan yang dimaksud mendasarkan diri pada alasan-alasan (Ebel, 1979:111) bahwa: (1) pencapaian hasil belajar yang esensial adalah penguasaan pengetahuan verbal, (2) semua pengetahuan verbal dapat diekspresikan dalam bentuk proposisi, (3) proposisi adalah sebentuk pernyataan (kalimat) yang dapat dinyatakan secara benar atau salah, dan (4) pengetahuan peserta didik dalam suatu bidang dapat diukur dengan kemampuannya menilai proposisi yang berkaitan dengan bidang yang bersangkutan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut tes benar salah tentunya juga dapat dipakai untuk mengukur hasil belajar yang meliputi kompetensi dasar, indikator, atau bahan ajar tertentu. Berikut dikemukakan beberapa contoh.
1)      B – S    Bahasa Indonesia termasuk rumpun Austronesia.
2)      B – S    WS Rendra dikenal sebagai seorang penyair dan dramawan yang kritis dan suka mengritik berbagai penyimpangan terhadap kebenaran.
3)      B – S    Kalimat “Disebabkan oleh karena belum menyelesaikan tugas, ia tidak berani masuk sekolah’’ mengandung gejala pleonasme.
4)      B – S    Salah satu jenis puisi lama yang terdiri dari empat baris dengan baris pertama kedua sampiran, sedang baris ketiga dan keempat isi adalah syair.

Penggunaan tes benar-salah memunyai beberapa keuntungan, namun sebaliknya, juga memunyai beberapa kelemahan. Kelebihan dan kelemahan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
Kelebihan. (1) Berhubung pertanyaan singkat, tes benar salah dapat mencakup bahan yang luas; (2) Penyusunan tes benar salah mudah dilakukan; (3) Peserta didik dengan cepat dapat memahami petunjuk pengerjaan soal; dan (4) Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik dengan cepat dan objektif.

Kelemahan. (1) Pernyataan yang kurang tepat akan membingungkan peserta didik; (2) Jawaban yang benar atau salah kadang-kadang mudah ditebak; (3) Kemungkinan adanya peserta didik yang bersikap untung- untungan cukup besar; (4) Penyusunan butir soal yang mengukur kompetensi berpikir proses dan jenjang tinggi tidak mudah dilakukan.

Saran Penyusunan Tes Benar Salah. Jika kita bermaksud menulis soal tes yang berbentuk benar salah, beberapa saran di bawah ini perludiperhatikan. Saran-Saran yang dimaksudkanantara lain sebagai berikut.

1)      Pernyataan jangan terlalu kompleks dengan berisi beberapa konsep sekaligus yang mungkin kurang berkaitan. Pernyataan yang kompleks bisa saja dipergunakan asai kaitan antara konsep-konsep yang ada jelas dan mudah diikuti.

Contoh :Karena sajak-sajaknya menunjukkan adanya perloncatan isi dan bentuk, baik yang mencakup ketepatan bentuk, arti, bunyikan gaya bahasa, serta imaji-imaji yang ditimbulkannya dari sajak para penyair sebelumnya, Khairil Anwar diakui sebagai pelopor angkatan’45.
Salah

Karena penulisan sajak-sajaknya baik yang menyangkut bentuk maupun isi menunjukkan adanya penolakan dari penyair sebelumnya, Khairil Anwar diakui sebagai pelopor angkatan’45.
Benar.

2)      Pernyataan hendaknya tidak mempergunakan kata-kata tertentu yang memungkinkan untuk mudah ditebak atau yang dapat menimbulkan perdebatan. Misalnya, kata-kata seperti semua, selalu, tidak pernah, tidak mungkin, dan sebagainya. Penggunaan dua tanda negatif juga perlu dihindarkan.
Contoh :
Semua roman angkatan Balai Pustaka tidak ada yang beralur flash back.
Salah
Roman karya angkatan Balai Pustaka pada umumnya beralur progresif.
Benar

3)      Pernyataan jangan mengutip apa adanya (kutipan secara verbatim) dari buku. Penggunaan pernyataan yang dikutip secara verbatim akan menimbulkan kecenderungan peserta didik menghafalkan buku secara verbalistis.
4)      Jumlah pernyataan yang benar dan yang salah harus seimbang, separuh benar dan separuh salah. Hal itu dimaksudkan untuk mengatasi adanya kemungkinan peserta didik yang hanya menjawab benar atau salah semua secara asai.
5)      Kemungkinan jawaban benar dengan pola-pola tertentu harus dihindari, misalnya B-S-B-S-B-S, BB-SS-BB-SS, atau B semua kemudian S semua atau sebaliknya.
6)      Penentuan Skor.Penentuan skor peserta didik dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu dengan rumus tanpa tebakan dan rumus dengan tebakan. Penggunaan rumus tebakan dilakukan jika kita ingin “mendenda”, yaitu berdasarkan asumsibahwa dari sekian jumlah jawaban yang benar itu ada yang hanya dijawab secara untung-untungan.

Rumus tanpa tebakan:
Rumus : S=R
S: skor, dan R (right): jumlah jawaban betul. Jadi untuk memeroleh skor peserta didik kita hanya menghitung jumlah jawaban yang betul.

Rumus Tebakan Rumus: S=R-W
W (Wrong): jumlah jawaban salah. Jadi, kita menghitung jawaban betul kemudian dikurangi jawaban yang salah.

Contoh:Seorang peserta didik mengerjakan dengan betul 18 butir soal dari 20 butir yang ada, berarti ada 2 yang salah. Skor anak itu adalah 18- 2=16.
Penggunaan rumus tebakan ini bisa menghasilkan skor negatif bagi peserta didik yang jumlah betulnya kurang dari jumlah separuh soal.

b.      Tes Pilihan Ganda
Tes pilihan ganda merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak dipergunakan dalam dunia pendidikan. Pada hakikatnya, tes pilihan ganda tidak berbeda dengan tes benar salah. Tes pilihan ganda juga memberikan pernyataan benar dan salah pada setiap alternatif jawaban, hanya yang ilah lebih dari sebuah. Jadi, peserta didik juga terlibat dalam aktivitas menilai pernyataan-pernyataan (baca: alternatif jawaban) benar dan salah. Akan tetapi, karena pernyataan yang salah lebih banyak, kemungkinan untuk berspekulasi untuk mendapatkan jawaban benar lebih kecil daripada tes benar-salah.
Tes pilihan ganda terdiri dari sebuah pernyataan atau kalimat (stem) yang belum lengkap yang kemudian diikuti oleh sejumlah pernyataan atau bentuk yang dapat untuk melengkapinya. Dari sejumlah "pelengkap" tersebut, hanya sebuah yang tepat sedang yang lain merupakan pengecoh (distractors) atau jawaban salah.
                       
Contoh :
Buyung, Wak Katok, dan Pak Haji adalah para pelaku dalam novel….
A.         Maui dan Cinta
B.         Harimau! Harimau!*)
C.         Pada Sebuah Kapal
D.         Tanah Gersang

Pernyataan yang belum lengkap tersebut tidak harus berada di akhir pernyataan, melainkan bisa juga berada di tengah. Akan tetapi, disarankan sebaiknya tidak ditempatkan pada posisi awal pernyataan yang perlu dijawab.

Contoh :
Ia tidak menyadari... gerak-geriknya diawasi polisi.
A.         karena
B.         asai
C.         bahwa*)
D.         supaya

Pernyataan yang diajukan dapat juga berupa sebuah pernyataan yang lengkap, bahkan mungkin sebuah wacana. Dalam hal pernyataan seperti ini, altematif jawaban yang disediakan mungkin berupa komentar terhadap pernyataan itu, pernyataan lain yang isinya sesuai, inti masalah pernyataan itu, atau yang lain. Tes pilihan ganda jenis ini sudah melibatkan aktivitas berpikir yang lebih tinggi daripada dua contoh yang di atas.

Contoh:
Mungkin salah satu pelajaran yang bisa ditarik dari musibah ini
ialah pada saat-saat tertentu kita memang harus tergugah dari yang
serba rutin, dan kembali menggugat, apakah yang kita lakukan
selama ini memang tidak bisa diperbaiki lagi.
a.    Suatu bentuk kerutinan haruslah ditinjau lagi untuk, kalau masih bisa, ditingkatkan lagi.
b.    Suatu bentuk kerutinan pada saat-saat tertentu akan menggugah kita untuk kembali menggugat.
c.    Suatu bentuk kerutinan dapat memberi pelajaran kepada kita untuk berusaha memperbaikinya.
d.    Suatu bentuk kerutinan akan menggugah dan menggugat kita untuk berusaha memperbaikinya.

Tentang banyaknya altematif jawaban (opsi) yang harus disedia¬kan, tidak ada ketentuan yang pasti. Namun, yang sering dilakukan orang adalah berkisar 3, 4, atau 5 buah, dan paling banyak ditemukan adalah 4 buah. Semakin banyak altematif jawaban yang disediakan, semakin sulit suatu butir soal dan semakin kecil kemungkinan tepatnya jawaban peserta didik yang hanya berspekulasi. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan bahwa membuat lima altematif jawaban dengan baik juga tidak mudah dilakukan.

Kelebihan dan Kelemahan.Bentuk tes pilihan ganda tepat untuk mengukur hasil belajar dalam kompetensi berpikir jenjang sederhana seperti ingatan, pemahaman, dan penerapan. Untuk mengukur jenjang berpikir yang lebih kompleks, bukannya tidak bisa dilakukan, hanya hal itu tidak mudah disusun butir-butir tesnya dalam bentuk pilihan ganda. Barangkali hal inilah yang perlu dipertegas lagi tentang kelemahan tes pilihan ganda. Namun, selain itu, sebenarnya tes bentuk apa pun yang diutamakan harus secara tepat mengukur kompetensi dasar dan indikator hasil pembelajaran.

Untuk mengatasi kelemahan di atas, kita dapat menyusun tes bentuk pilihan ganda secara bervariasi, misalnya tes yang berupa tinjauan kasus, analisis hubungan sebab akibat, melengkapi berganda, dan membaca diagram atau tabel. Butir soal yang berupa tinjauan kasus menuntut peserta didik untuk mampu menilai, tingkatan evaluasi, sedang analisis hubungan sebab akibat menuntut peserta didik untuk menghubungkan antara dua hal, ting¬katan sintesis.

Ketiga contoh yang diberikan berikut adalah: (1) model tinjauan kasus, (2) hubungan sebab akibat, dan (3) melengkapi berganda.

Contoh.
Hari-hari berkabung menekan jiwa anak-anakku semua. Tetapi segera aku menyadari, jika aku pun hanyut dalam dukana yang tak habis-habisnya, bukan saja aku menjerumuskan anak-anakku sendiri ke dalam jurang dan lembah pesimisme. Bukan itu saja. Bahkan, yang paling hakiki, jika aku berkabung tanpa batas, berarti aku telah berdosa. Aku telah berburuk sangka pada Tuhan.
(Motinggo Busye, Rindu Ibu adalah Rinduku)
a.      Tokoh “aku” bersifat keras, sederhana, bertanggung jawab, dan sayang kepada anak-anak.
b.      Tokoh “aku” bersifat lemah lembut, bertanggung jawab, sentimental, takwa pada Tuhan.
c.      Tokoh “aku” berwatak keras, selalu optimis, tidak mudah mencurigai orang, tidak berburuk sangka pada Tuhan.
d.      Tokoh “aku” bersifat bertanggung jawab, sadar pada kenyataan, dan sangat taqwa kepada Tuhan.

(Kalimat ”Ia tidak menyadari bahwa gerak-geriknya ada yang memperhatikan” adalah kalimat gabung bertingkat. Sebabkalimat itu memiliki klosa induk dan klosa anak.
Petunjuk pengerjaan soal model ini biasanya berbunyi :
Pilihlah A jika benar (seterusnya B,C, dan D):
a.      Jika pernyataan benar , alasan benar, dan ada hubungan sebab akibat
b.      Jika pernyataan benar, alasan benar, dan tidak ada hubungan sebab akibat
c.      Jika pernyataan benar dan alasan salah
d.      Jika pernyataan salah dan alasan benar
e.      Jika pernyataan dan alasan sama-sama salah

Novel Belenggupada waktu itu ditolak oleh penerbit Balai Pustaka untuk diterbitkan karena alasan-alasan sebagai berikut
1.         Menampilkan pertentangan antara suami dan istri.
2.         Menampilkan tokoh teladan yang tak dapat diteladani
3.         Mengandung unsur politik yang membahayakan pemerintah.
4.         Cerita meloncat-loncat dan karenanya sulit untuk diikuti.

Petunjuk pengerjaan soal model ini biasanya berpola, pilihlah:
a.         Jika (1), (2), dan (3) benar
b.         Jika (1) dan (3) benar
c.         Jika (2) dan (4) benar
d.         Jika (4) saja yang benar
e.         Jika (1), (2), (3), dan (4) benar

Petunjuk pengerjaan soal biasanya diletakkan di bagian depan atau sebelum butir-butir soal model itu diberikan. Saran Penyusunan Tes Pilihan Ganda. Tes bentuk pilihan ganda adalah tes yang paling populer dan banyak dipergunakan orang dalam berbagai jenis ujian. Jika bermaksud menyusun tes hasil belajar dalam bentuk ini, saran-saran berikut perlu diperhatikan. Beberapa saran yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
1)      Pernyataan pokok (stem)hendaknya hanya berisi satu permasalahan. Permasalahan mungkin kompleks, tetapi penyajiannya harus jelas dan tidak membingungkan.
2)      Tiap satu butir soal hanya ada satu altematif jawaban yang (paling) tepat. Altematifjawaban yang lain yang berlaku sebagai pengecoh harus menunjukkan unsur tertentu yang memang salah. Selain itu, harus pula dihindari adanya butir pengecoh yang memunyai kemung- kin benar sehingga “menyaingi” atau masih dapat diperdebatkan dengan jawaban yang benar.
Contoh:
Kalimat ’’Semua organisasi-organisasi di Indonesia harus berazaskan Pancasila” mengandung gejala....
A.         Pleonasme
B.         Kontaminasi
C.         Analogi
D.         Hiperkorek

Altematif A dimaksudkan oleh penyusun sebagai jawaban yang benar dengan mendasarkan diri pada frase “semua organisasi- organisasi” yang jelas pleonastis. Akan tetapi, altematif D juga bisa benar karena ada bentuk “azas” yang semestinya ”asas” yang berarti mengandung gejala hiperkorek.

3)      Semua altematif jawaban yang disediakan harus memunyai hubungan gramatikal yang benar atau sesuai dengan pernyataan. Altematif yang tidak dapat dirangkaikan dengan pernyataan akan mudah ditebak sebagai jawaban yang salah. Dalam kaitan ini, penyusun alat tes harus sabar sekali lagi meneliti kesesuaian semua opsi tersebut dengan stem.
4)      Panjang tiap opsi hendaknya kurang lebih sama. Adanya opsi yang jauh lebih panjang atau pendek daripada opsi-opsi yang lain akan mudah ditebak sebagai jawaban yang benar atau salah. Selain itu, ia juga akan mengurangi kadar face validitysoal tes yang bersangkutan.
5)      Kita harus menghindari pemberitahuan jawaban yang benar secara tidak langsung yang mungkin terlihat pada butir-butir soal barikutnya, oleh karena itu, antara soal yang satu dengan yang lain hendaknya tidak ada saling kaitan.

Contoh:
“Sampai sekarang ia belum juga menyadari kesalahannya”, predikat kalimat ini berupa ....
a.         Kata kerja
b.         Kata kerja aktif
c.         Kata kerja aktif transitif
d.         Kata kerja aktif intransitif

Objekkalimat nomor 1 di atas ialah:
a.         Ia
b.         Kesalahan
c.         Kesalahannya
d.         -nya

Karena butir soal nomor 2 menanyakan objek, secara tidak langsung hal itu memberitahukan jawaban yang betul untuk nomor 1 adalah C. Kita boleh saja mengambil kalimat yang sama untuk butir soal berikutnya, tetapi harus lengkap dan menyangkut pertanyaan yang lain sama sekali.
6)      (Jumlah jawaban benar untuk masing-masing opsi hendaknya kurang lebih sama dan hindari adanya jawaban benar yang berpola tertentu. Jika jumlah butir soal ada 60 buah, jawaban yang benar untuk opsi A, B, C, dan D masing-masing 15 buah, dan jangan, misalnya, aa, bb, cc, dd„ atau yang lain yang membentuk pola tertentu.

Penentuan Skor. Cara menentukan skor peserta didik dapat dilakukan dengan memergunakan rumus tanpa tebakan dan dengan tebakan.
Rumus tanpa tebakan Rumus: S = R
S: skor, R (right): jumlah jawaban betul; jadi, untuk memeroleh skor seorang peserta didik, kita hanya menghitung jumlah jawaban yang benar saja.

Rumus tebakan
W
Rumus: S = R _____
                                                n-1
W (wrong): jumlah jawaban yang salah, n jumlah alternatif jawaban(opsi)

Contoh:
Seorang peserta didik mengerjakan dengan betul 42 butir dari 60 buah soal yang ada, dengan altematif jawaban 4. Itu berarti jawaban salah ada 18 buah.
                     Skor peserta didik ituadalah: 42 - (18:3) = 36       

 c. Tes Isian


Tes isian melengkapi atau menyempurnakan merupakan suatu bentuk tes objektif yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang sengaja dihilangkan sebagian unsumya, atau yang sengaja dibuat tidak lengkap. Unsur yang dihilangkan atau belum ada itu merupakan hal penting yang ada pada diri peserta didik. Untuk mengerjakan bentuk soal tersebut, peserta didik harus mengisi bentuk kata atau pernyataan tertentu yang tepat. Isian jawaban itu hanya berisi satu atau beberapa kata saja.
Berbeda halnya dengan kedua bentuk tes objektif di atas, dalam bentuk tes isian ini peserta didik dituntut untuk menemukan sendiri isi jawaban yang benar karena belum disediakan dalam tes. Untuk menghindari jawaban peserta didik bisa bervariasi, sebaiknya dibuat pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah pasti. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan butir- butir soal ini relatif lebih panjang daripada kedua bentuk tes objektif di atas. Berikut dikemukakan beberapa contoh tes melengkapi.
·         Sebuah alinea yang dimulai dengan paparan gagasan dan diikuti gagasan penjelas disebut alenia ....
·         Sebuah alinea yang diakhiri dengan gagasan pokok yang merupakan penyimpulan gagasan sebelumnya disebut alenia ..
·         Novel ... karya Mochtar Lubis bercerita tentang masalah takut yang begitu menghantui salah seorang tokoh utamanya, yaitu Guru Isa.
Bentuk tes melengkapi tidak harus disusun kalimat per kalimat seperti dicontohkan di atas, melainkan dapat terdiri dari sebuah wacanayang kemudian dihilangkan sejumlah bagiannya. Tes seperti yang dikemukakan terakhir ini dalam tes kebahasaan disebut sebagai close test (akan dibicarakan di bab lain). Berikut dicontohkan tes yang dimaksud, tetapi agak berbeda dengan close test.
            Tokoh dalam cerita fiksi yang hanya ditampilkan dengan karakter
yang tidak pernah berubah dari awai hingga akhir cerita disebut tokoh (1)..., sedang tokoh yang karakternya bervariasi dan sering ada kejutan-kejutan disebut tokoh (2) .... Dilihat dari segi alur, alur fiksi yang dimulai urut dari tahap awai, pertikaian, dan pelaraian disebut alur (3) ..., sedang alur yang dimulai dengan cerita masa kini dan kemudian ke masa lalu disebut alur (4) .... dan seterusnya.
Saran Penyusunan Tes Isian. Ada beberapa hal yang perlu dipertim­bangkan dalam penyusunan tes melengkapi. Berikut dikemukakan beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan yang dimaksud.
(1)            Tiap satu pernyataan yang berisi tempat kosong yang harus dijawab peserta didik harus hanya berisi satu kemungkinan jawaban yang benar. Adanya kemungkinan jawaban yang benar yang lebih dari sebuah, disamping membingungkan peserta didik juga akan mempersulit kita untuk memeriksanya.
(2)            Kutipan dari buku yang bersifat verbatim hendaknya dihindari karena hal itu akan menimbulkan sikap menghafal peserta didik tanpa disertai pengertian.
(3)            Pemberian tempat kososng atau titik-titik hendaknya sama panjang agar tidak menimbulkan penafsiran tertentu pada pihak peserta didik. Titik-titik di tengah kalimat sebaiknya berjumlah tiga, sedang di akhir kalimat empat buah karena yang sebuah berlaku sebagai titik akhir kalimat.
(4)            Tempat kosong sebaiknya tidak ditempatkan di awai kalimat karena hal itu kurang mendorong lancamya pemikiran peserta didik.
Penentuan Skor. Cara untuk menentukan skor peserta didik untuk tes jenis isian ini tidak mengenal adanya rumus tebakan, melainkan dilakukan dengan menghitung jumlah jawaban betul saja. Dengandemikian, rumus tes isian berupa:
Rumus : S = R
S: skor, dan R (right): jumlah jawaban betul
Dalam bentuk tes penjodohan peserta didik dituntut untuk men­jodohkan, mencocokkan, menyesuaikan, atau menghubungkan antara dua pernyataan yang disediakan. Pernyataan biasanya diletakkan dalam dua lajur, lajur kiri dan lajur kanan, lajur kiri berupa pernyataan pokok (stem) atau pertanyaan, sedang lajur kanan merupakan “jawaban” atas pernya­taan di lajur kiri.
Pernyataan di lajur kiri mungkin berupa pernyataan atau kalimat yang belum lengkap, dan pelengkapnya diletakkan di lajur kanan. Jadi, tes penjodohan tidak ubahnya dengan tes isian atau pilihan berganda. Perbedaannya, dalam tes penjodohan semua alternatif jawaban telah disediakan walau disusun secara acak, dan peserta didik tinggal memilih atau menjodohkan jawaban-jawaban yang sesuai. Pernyataan di lajur kiri mungkin berupa pernyataan-pernyataan lengkap, sedang pernyataan di lajur kanan berupa tanggapan atau responnya.
Jumlah alternatif pernyataan di lajur kanan dapat sama dengan jumlah pernyataan di lajur kiri atau lebih. Jika jumlah alternatif di lajur kanan lebih banyak daripada di lajur kiri, soal penjodohan itu akan lebih sulit berhubung ada jawaban yang tidak terpakai. Sebaliknya, jika jumlah pernyataan di kedua lajur itu sama, ada juga kemungkinan jawaban yang benar yang terjadi secara kebetulan. Misalnya, seorang peserta didik mampu mengerjakan butir-butir soal penjodohan sebanyak STbuah dari 10 buah soal yang ada, dan tinggal 2 butir yang belum mampu dijawab. Kedua butir yang tersisa itu walau dimasukkan secara asai, ada kemungkinan betul. Oleh karena itu, penambahan butir pernyataan di lajur kanan akan, memerkecil kemungkinan yang bersifat kebetulan tersebut. Di bawah ini dicontohkan tes penjodohan seperti dibicarakan di atas.
Tabel
Contoh Soal Tes Penjodohan
No.
Pernyataan
Jawaban
1.
Partai-partai yang ada diberi hak berkam­

a. paralelisme

panye memperebutkan kursi DPR
b. makna
2.
Bangsa Indonesia wajib memahami meng­
Denotatif

hayati, dan mengamalkan Pancasila.
c. makna
3
Penampilannya malam itu benar-benar
Konotatif

Rembulan.
d. paradoks

S ampai habis nafasku menasehatimu
E. metafora
4.
juga kau perhatikan
f. hiperbola
5.
Di tengah bisingnya kota Metropolitan ini
g. asindenton
aku tidak mampu menghibur hatiku

Saran Penyusunan Tes Penjodohan. Jika ingin menyusun soal tes yang berbentuk penjodohan, hal-hal yang disarankan berikut perlu diperhatikan.
(1)           Lingkup bahan yang akan diteskan dalam satu unit tes penjodohan hendaknya bahan yang sejenis. Misalnya, kita bermaksud membuat tes untuk bahan ajar kesastraan, struktur dan kosakata, atau kemampuan menulis, sebaiknya masing-masing bahan ajar tersebut dijadikan saatu unit tersendiri, misalnya dengan delapan butir soal sehingga jumlah keseluruhan 24 butir soal.
(2)           Butir-butir jawaban di lajur sebelah kanan harus pendek, tidak bersifat tumpang tindih, satu butir jawaban hanya tepat dihubungkan dengan satu pernyataan yang ada di lajur kiri. Jadi, ada perbedaan yang pilah di antara tiap butir pernyataan dan jawabannya, karena kemampuan peserta didik untuk dapat membedakan ini pulalah yang menjadi tujuan tes penjodohan.
(3)           Jumlah butir jawaban di lajur kanan hendaknya lebih banyak daripada jumlah pernyataan di lajur kiri. Misalnya, jika ada 8 buah pertanyaan, jawabanya ada 10 buah. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan adanya jawaban peserta didik yang bersifat kebetulan.
(4)            Jumlah butir soal untuk satu unit tes penjodohan jangan terlalu banyak atau sedikit karena hal itu akan menyebabkan tes menjadi terlalu sulit atau terlalu mudah. Jumlah per unit sebaiknya berkisar antara 6-10 butir.
Penentuan Skor. Skor peserta didik ditentukan berdasarkan jumlah jawaban betul karena untuk tes penjodohan tidak dipergunakan rumus dengan tebakan.
Rumus : S = R
S: skor, R (right): jumlah jawaban betul.



 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcSkHFvL2jSo2ySghtWgHJMEscRx5P1V4KCDNj700RFZ8yBcea3tYCd7_my7iV8gx9Z-FvSobB5PvFUo2FIPOrVelB_7x4QKpLRx0BWYDwbiNABQFuSWFrJ9F50SFlyjqtHrAX2G3dov3S/s1600/hasil+belajar.jpeg



TES SUBJEKTIF
            Tes dikategorikan sebagai tes subjektif apabila penskoran pekerjaan peserta tes tidak mungkin dilakukan secara objektif dan hanya dapat dilakukan secara subjektif. Pertanyaan dan tugas yang diberikan dalam tes itu dirumuskan sedemikian rupa sehingga mengundang jawaban dan pelaksanaan tugas peserta tes yang beragam dalam fokus, isi, susunan kata-kata, dan panjang sedemikian rupa sehingga mengundang jawaban dan pelaksanaan tugas peserta tes yang beragam dalam fokus, isi, susunan kata-kata, dan panjang - pendeknya jawaban.
Sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik, tes subjektif mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan yang dimaksud antara lain akan dikemukakan berikut dan kemudian dikemukakan macam-macam bentuk-bentuk tes subjektif, dalam penyelenggaraan tes subjektif pada umumnya, pertanyaan- pertanyaan dapat disusun dalam bentuk (a) Tes Esei, (b) Tes Dengan Pertanyaan Menggunakan Kata Tanya, (c) Tes Dengan Pertanyaan Jawaban Pendek,dan (d) Tes Melengkapi, yang akan diuraikan di bawah ini.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrM-rn9I-z5kJQ9GWAjHskF-LolGTQznl6jSKMYkvF2P6p3S-BPoIrcxAQ8KmAPN6hVhyUA4RQ1Xpu0qs-4F7JIlqycy9jT8NHdZ3ii_ybqOmg1oPj2o-awN7B-2Eq50zG2Z-TeFCh0og/s1600/Tes+GRE+dan+SAT+akan+diterapkan.JPG


Kelebihan Tes Subjektif
            kelebihan yang dimiliki tes subjektif adalah sebagai berikut:
1)      Tes ini mudah dipersiapkan dan disusun.
2)      Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3)      Mendorong peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat serta menysun dalam bentuk kalimat yang bagus
4)      Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan carannya sendiri.
5)      Dapat mengetahui sejauhmana peserta didik mendalami suatu masalah yang diujikan/dites.

Kekurangan Tes Subjektif
            kekurangan dalam tes subjektif adalah sebagai berikut:
1)      Terbatasnya lingkup bahan pelajaran yang dinilai dan sulitnya mengoreksi jawaban dengan objektif (Sudjana, 2001:262)
2)      Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-mana dai pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
3)      Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas)
4)      Cara pemeriksaannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif
5)      Pemeriksaaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
6)      Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.

 https://ageungrayi.files.wordpress.com/2015/12/testing.jpg?w=300&h=200
Macam Tes Subjektif
1) Tes Essay
            Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.
a.    Kelebihan Test Esei yaitu:
1)      Peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pendapatnya sendiri.
2)      Murid tidak dapat menerka- nerka jawaban soal.
3)      Test ini sangat cocok untuk mengukur dan mengevaluasi hasil suatu proses belajar yang kompleks yang sukar diukur dengan mempergunakan test objektif.
4)      Derajad ketepatan dan kebenaran murid dapat dilihat dari kalimat- kalimatnya.
5)      Jawaban diungkapakan dalam kata- kata dan kalimat sendiri, sehingga test ini dapat digunakan untuk melatih penyusunan kalimat dengan bahasa yang baik, benar, dan cepat.
6)      Test ini digunakan dapat melatih peserta didik untuk memilih fakta yang relevan dengan persoalan, dan Sukar dinilai secara tepat mengorganisasikannya sehingga dapat mengungkapkan satu hasil pemikiran yang terintegrasi secara utuh.
b. Kelemahan Test Essay yaitu:
1)      Sukar dinilai secara tepat.
2)      Bahan yang diukur terlalu sedikit, sehingga agak sulit untuk mengukur penguasaan siswa terhadap keseluruhan kurikulum.
3)      Sulit mendapatkan soal yang memiliki standar nasional maupun internasional.
4)      Membutuhkan waktu memeriksa hasilnya.
c. cara pensekoran
            Penskoran tes subjektif dalam bentuk esei tidak dilakukan dengan menggunakan bentuk kunci jawaban seperti yang digunakan pada penskoran tes objektif, seperti telah diuraikan sebelumnya, melainkan atas dasar rambu-rambu penskoran (scoring guide). Rambu-rambu penskoran ini tidak memuat bentuk dan wujud jawaban yang pasti untuk masing-masing butir tes seperti halnya kunci jawaban pada tes objektif. Rambu-rambu penskoran tes subjektif sekadar memuat pedoman, kadang-kadang sekadar kriteria, yang menyebutkan jawaban yang diharapkan dalam hal relevansi isi, susunan, bahasa yang digunakan termasuk ejaan, bahkan panjang dan pendeknya jawaban, dan lain-lain. Kadang-kadang disertakan pula proporsi skor yang disediakan bagi masing-masing unsur berdasarkan tingkat pentingnya suatu unsur yang diskor. Penilaian tes esei berdasarkan rincian unsur jawaban semacam itu dikenal sebagai penilaian analitik
Penskoran jawaban peserta tes terhadap masing-masing butir tes berdasarkan sejumlah kriteria, yaitu aspek-aspek yang dianggap penting
1)      Relevansi isi jawaban peserta tes dengan jawaban yang diharapkan
2)      Kecukupan isi jawaban peserta tes tentang masalah yang ditanyakan
3)      Kerapian dan kejelasan penyusunan isi jawaban peserta tes
4)      Lain-lain yang perlu dan relevan dengan bidang kajian dan titik berat sasaran tes (dengan uraian dan rinciannya), misalnya penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti.
1)      Tes Pertanyaan Menggunakan Kata Tanya
Tes subjektif jenis ini terdiri dari butir-butir tes yang dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya yang diawali denga kata tanya. Dalam bahasa Inggris kalimat tanya semacam itu dikenal sebagai wh-questions karena susunan kalimat yang menggunakan dan diawali dengan kata-kata yang ditulis dengan wh (wh-question words), seperti who, what, why, where, when, which. Kata tanya how dengan berbagai bentuk gabungannya seperti how much, how many, how often, juga termasuk ke dalam kata-kata wh-question words. Meskipun tidak diawali dengan wh, kalimat tanya yang diawali dengan gabungan kata-kata dengan how itu termasuk jenis wh-questions karena memiliki susunan kalimat yang serupa. Lagi pula berbeda dengan pertanyaan jenis ya-tidak (yes-no questions) yang dapat dijawab dengan "ya" atau "tidak" dengan atau tanpa penjelasan pendek, jawaban terhadap kalimat tanya jenis ini tidak semestinya diawali dengan "ya" atau "tidak". Jawaban terhadap pertanyaan semacam itu seharusnya berupa wacana yang lebih lengkap. Berbeda pula dengan jawaban tes esei yang biasanya lebih panjang, jawaban tes jenis ini biasanya berupa kalimat, paragraf, atau paparan yang tidak sepanjang esei, meskipun lebih panjang daripada sekadar "ya" atau "tidak".
Dalam bahasa Indonesia tentu saja pertanyaan jenis ini tidak dapat secara sederhana disebut dengan menggunakan singkatan wh seperti halnya dalam bahasa Inggris. Hal ini disebabkan oLeh kenyataan bahwa kata-kata tanya yang digunakan dengan maksud yang sama untuk memulai suatu kalimat tanya tidak secara seragam berawal dengan huruf yang sama seperti halnya wh. Meskipun demikian ciri pokoknya sama dengan wh-questions, yaitu kalimat tanya yang diawali dengan kata tanya yang harus dijawab secara lengkap, dan tidak sekadar dengan menjawab "ya" atau "tidak". Dalam bahasa Indonesia kata tanya yang digunakan untuk mengawali suatu kalimat tanya dapat berupa salah satu dari kata-kata seperti siapa, apa, kapan, mengapa, di mana, bagaimana dan lain-lain. Jawaban terhadap kalimat tanya yang diawali dengan kata-kata tersebut berupa kalimat utuh, paragraf, atau paparan yang lebih panjang darpada kata-kata lepas atau sekadar "ya" atau "tidak". Untuk itu perlu disediakan rambu-rambu penskoran yang memuat daftar alternatif jawaban benar. Rambu-rambu ini perlu dibuat secara terbuka untuk mengantisipasi kemungkinan adanya jawaban benar yang belum termuat dalam daftar.
Penskoran tes subjektif yang dirumuskan dengan menggunakan kata tanya lebih sederhana dari pada penskoran tes esei karena tuntutan isi dan penggungkapan yang lebih sederhana. Berbeda dengan tes esei yang mengharapkan jawaban yang lebih lengkap isinya, lebih kaya rinciannya, serta lebih tertata susunannya, dan bahkan lebih baik dan benar penggunaan bahasanya, jawaban terhadap pertanyaan dengan kata tanya lebih terfokus pada isi jawaban yang sesuai dengan isi pokok pertanyaan. Dalam perumusan jawaban semacam itu unsur penyusunan isi, serta susunan kata-kata yang digunakan menjadi kurang penting untuk diperhatikan dan diskor secara khusus. Demikian pula halnya dengan penggunaan bahasa, kecuali bila penggunaan bahasanya secara mencolok menimbulkan ketidak jelasan isi jawaban. Meskipun demikian, sebagai suatu bentuk tes subjektif masih saja terdapat peluang adanya perbedaan-perbedaan jawaban yang tidak sepenuhnya dapat diduga dan dipastikan sebelumnya. Perbedaan-perbedaan itu dapat ditemukan dalam bentuk kesesuaian isi jawaban, di samping ketepatan dan kejelasan rumusan dalam bentuk pilihan kata dan penyusunan kalimat yang membantu kejelasan. Semua itu harus disikapi dan dinilai secara subjektif dalam penskoran, termasuk kemungkinan pemberian skor yang berbeda berdasarkan tingkat ketepatan dan kejelasan perumusannya. Pendek kata meskipun dalam bentuk yang lebih sederhana dibandingkan tes esei, unsur subjektivitas penskoran tes dengan kata tanya merupakan unsur yang tidak dapat dikesampingkan, dan dapat diperhitungkan seperlunya. Rambu- rambu penskoran tes yang menggunakan kata tanya itu dapat disusun dalam bantuk daftar alternatif jawaban benar yang lebih sederhana. Dengan menetapkan dua unsur penilaian, misalnya Kesesuaian Isi dan Kejelasan Rumusan, dan masing-masing unsur dengan tiga tingkatan benar dengan skor 2, 1, atau 0, maka skor yang diperoleh untuk masing-masing jawaban berkisar antara (2+2) atau 4, (2+1 atau 1+2) atau 3, (1+1) atau 2, (1+0 atau 0+1) atau 1, dan (0+0) atau 0 seperti dirinci pada Contoh  di bawah ini.
CONTOH
Rincian Kriteria Penskoran Tes Menggunakan Kata Tanya

NO.
KRITERIA
RINCIAN KRITERIA
SKOR
1.
KESESUAIAN ISI
Isi jawaban sesuai
2
Isi jawaban kurang sesuai
1
Isi jawaban tidak sesuai
0
2.
KEJELASAN RUMUSAN
Rumusan jawaban jelas
2
Rumusan jawaban kurang jelas
1
Rumusan jawaban tidak jelas
0

3. Tes Pertanyaan Jawaban Pendek
Seperti halnya tes dengan pertanyaan yang diawali dengan kata tanya, jenis tes subjektif tes pertanyaan jawaban pendek ini terdiri dari butir-butir tes yang masing-masing berupa pertanyaan yang dirumuskan dengan menggunakan kata tanya, umumnya salah satu dari wh-question-words. Jawaban terhadap pertanyaan jenis ini diharapkan diberikan secara singkat dan pendek, tanpa bertele-tele dan basa-basi dalam bentuk kalimat yang utuh dan lengkap. Pada prinsipnya jawaban jenis tes ini semakin pendek dan semakin tepat sasaran, semakin baik.
Apabila jawaban yang tepat terhadap suatu pertanyaan cukup diberikan dalam bentuk satu kata, dianjurkan untuk menggunakan satu kata, bukan dua kata. Bahkan bila jawaban suatu pertanyaan dapat diungkapn dengan satu huruf atau satu angka, diharapkan jawabannya ditulis dengan satu huruf atau satu angka, bukan satu kata, apalagi satu kalimat. Pendeknya jawaban diharapkan sesingkat mungkin, tentu saja juga setepat mungkin. Hal ini dimaksudkan agar dalam menjawab pertanyaan tes jenis ini peserta tes benar-benar berusaha menampilkan kemampuannya untuk memahami masalah dan pertanyaan yang diungkapkan dalam suatu butir tes, dan berusaha untuk memeras jawaban yang dianggapnya tepat dalam bentuk sesingkat mungkin. Semua itu menggaris bawahi betapa bervariasinya jawaban peserta tes yang mungkin diberikan dan dihadapi dan harus diputuskan oleh korektor, untuk nenentukan benar-salah atau dapat-tidaknya diterima jawaban peserta. Karena bentuk dan isi jawaban tes jawaban pendek yang singkat dan padat ini, maka penskorannya tidak perlu diberikan dalam bentuk rentangan skor. Bila jawaban sesuai dengan rambu-rambu penskoran, diberikan skor 1, bila tidak benar 0.
4. Tes Melengkapi
Tes melengkapi terdiri dari butir-butir tes yang masing-masing berbentuk wacana pendek seperti kalimat, yang harus dilengkapi oleh peserta tes pada bagian-bagian yang dikosongkan dari teks aslinya, baik di tengah, di awai, atau pada akhir kalimat. Kemampuan untuk melengkapi bagian-bagian teks yang telah dikosongkan dengan benar dianggap sebagai indikasi bahwa peserta tes memahami isi teksnya.
Penalarannya adalah bahwa meskipun tidak dalam bentuk jawaban terhadap suatu pertanyaan, kemampuan untuk melengkapi dengan benar bagian-bagian yang telah dihilangkan dari teks aslinya itu mengindikasikan pemahaman tentang keseluruhan wacana asli. Oleh karena itu, tes melengkapi ini pada hakikatnya mempersyaratkan kemampuan yang sama dengan jenis pertanyaan menggunakan kata tanya, yaitu pemahaman yang lebih luas dari pada sekadar bagian kosong yang harus dilengkapi itu. Memang benar bahwa tes melengkapi lebih sederhana cara menjawabnya dripada tes esei karena jawabannya cukup dituangkan dalam bentuk kata-kata yang tidak harus dikemas dalam bentuk kalimat, atau bentuk wacana yang lebih lengkap dan lebih panjang.
Berikut adalah contoh butir tes melengkapi.
Contoh Tes Melengkapi
Lengkapilah masing-masing kalimat berikut dengan satu kata sesuai dengan isi kalimatnya:
1.                     Satu..... terdiri dari tujuh hari.
2.                     Setiap..... tahun sekali, bulan Februari terdiri dari 29 hari.
3.                     Jam 24.00 bertepatan dengan waktu ....  malam.
4.                     Tahun 2001 adalah awai dari ..... ke-3.
5.                     Satu minggu diawaLi dengan hari ...
* Alternatif jawaban:
(1)                   minggu ...
(2)                  empat....
(3)                  tengah ....
(4)                   milenium ...
(5)                  senin .... 

                Sebagaimana halnya tes jawaban pendek, tes melengkapi pada dasarnya juga merupakan tes subjektif karena jawaban peserta tes tidak dapat sepenuhnya diduga dan dipastikan sebelumnya. Oleh karena itu pula maka penskorannya perlu juga didasarkan atas rambu-rambu penskoran yang berisi daftar kata atau ungkapan yang sama atau sesuai dengan kata yang telah dilesapkan. Daftar kata itu disusun sebagai daftar kata yang terbuka yang masih membuka peluang untuk kata lain di luar daftar yang arti dan fungsinya sama dan dapat menggantikan kata aslinya. Tugas untuk memastikan keberterimaan kata di luar daftar kata yang tersedia semacam itulah yang membuat tes melengkapi termasuk ke dalam tes subjektif.




DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis
Kompetensi.Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA

Basuki, ismet.2015.asesmen pembelajaran. Bandung:  PT REMAJA ROSDA KARYA


















    

1 comment: