JENIS TES OBJEKTIF DAN SUBJEKTIF
Tugas utama seorang Guru
adalah mendidik, di dalam mendidik terdapat kriteria-kriteria menentukan apakah
siswa atau siswi yang dididik tersebut berhasil dalam mencapai kompetensi mata
pelajaran yang di pelajari. Dalam
menentukan keberhasilan tersebut guru harus bisa memberi penskoran dan
penilaian yang adil dan obyektif kepada siswa dan siswinya.
Guru harus pandai
menentukan teknik-teknik dalam sistem pemberian skor untuk menilai sejauh mana
keberhasilan siswa dan siswi dalam mengikuti pelajaran. Hasil-hasil tersebut
menjadi tolak ukur bagaimana siswa dan siswi memahami materi pelajaran yang di
ajarkan. Dalam memberikan penilaian pun seorang guru harus memahami apa saja
yang menjadi acuan dan prinsip-prinsip dalam memberikan penilaian secara
objektif kepada siswa dan siswi .Dalam makalah ini akan dibahas tentang jenis
tes berdasarkan pensekorannya.
TES OBJEKTIF
Tes objektif bisa
disebut juga sebagai tes jawaban singkat (short answer test). Sesuai dengan
namanya, tes jawab singkat menuntut peserta didik hanya dengan memberikan
jawaban singkat, bahkan hanya dengan memilih kode-kode tertentu yang mewakili
alternatif jawaban yang telah disediakan, misalnya dengan memberikan tanda
silang, melingkari, atau menghitamkan opsi jawaban yang dipilih.
Jawaban terhadap tes
objektif bersifat pasti dan dikhotomis, hanya ada satu kemungkinan jawaban yang
benar. Jika peserta didik tidak menjawab ’’seperti itu” (opsi atau jawaban yang
dinyatakan benar) dinyatakan salah, dan tidak ada bobot atau skala terhadap
jawaban suatu butir soal seperti halnya pada tes uraian. Oleh karena jawabannya
bersifat pasti, jawaban peserta didik yang benar terhadap suatu butir soal,
akan dinyatakan benar oleh korektor, entah siapa pun korektornya. Dengan
demikian, dengan mudah dan pasti terjadi kesepakatan di antara para korektor
tentang jawaban yang benar. Hasil pekerjaan peserta didik diperiksa oleh siapa
pun dan kapan pun akan menghasilkan skor yang kurang lebih sama. Itulah
sebabnya, tes ini disebut sebagai tes objektif: dijawab oleh siapa pun dan
dikoreksi oleh siapa pun jawaban yang benar tetap sama.
Sebagai alat pengukur
hasil belajar peserta didik, tes objektif mempunyai beberapa kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan dan kelemahan yang dimaksud antara lain akan dikemukakan
berikut dan kemudian dikemukakan juga usaha yang dapat dilakukan untuk
mengatasinya, serta macam-macam bentuk-bentuk tes objektif.
Kelebihan Tes Objektif
a.
Bentuk
tes objektif memungkinkan kita untuk mengambil indikator dan bahan yang akan
diteskan secara lebih menyeluruh daripada tes uraian. Pembuatan tes objektif
bisa relatif banyak karena dapat dikerjakan secara cepat, dan itu berarti dapat
mencakup bahan yang lebih banyak pula. Hal itu akan menjamin meningkatkan
validitas isi alat tes yang bersangkutan.
b.
Bentuk
tes objektif hanya memungkinkan adanya satu jawaban yang benar. Hal itu akan
menimbulkan adanyasifatobjektivitas bagipeserta didik yang menjawab pertanyaan
dan guru atau korektor yang memeriksa pekerjaan peserta didik. Keadaan ini
memungkinkan teijadinya sifat reliabilitas penilaian yang tinggi- suatu hal
yang justru menjadi kelemahan bentuk tes uraian.
c.
Bentuk
tes objektif sangat mudah dikoreksi karena tinggal mencocokkan jawaban peserta
didik dengan kunci jawaban yang telah dipersiapkan. Jika guru tidak sempat
memeriksa sendiri, pekerjaan itu dapat diwakilkan kepada orang lain. Dewasa
ini, orang bahkan minta jasa komputer untuk melakukan kegiatan koreksi
tersebut, seperti yang terjadi pada tes calon mahasiswa baru di perguruan
tinggi negeri atau ujian nasional.
d.
Hasil
pekerjaan bentuk tes objektif dapat dikoreksi secara cepat dengan hasil yang
dapat dipercaya
Kelemahan Tes Objektif
a.
Penyusunan
bentuk tes objektif membutuhkan waktu yang relatif lebih lama, di samping
membutuhkan ketelitian, kecermatan, dan kemampuan khusus dari pihak guru.
Berdasarkan pengalaman, menyusun tes objektif sering tidak semudah yang diduga
orang. Begitu kompleks faktor yang perlu dipertimbangkan, misalnya dalam
menyusun altematif jawaban dengan distraktor yang tepat (misalnya harus
homogen, gramatikal dengan pokok soal, tam¬paknya benar tetapi salah, dan
lain-lain) sehingga membutuhkan kecermatan dan kesabaran yang lebih banyak.
b.
Ada
kecendrungan guru yang hanya menekankan perhatiannya pada indikator-indikator
dan atau bahan ajar tertentu saja sehingga tes tidak bersifat komprehensif. Di
samping itu, jika dilihat dari sisi jenjang kompetensi berpikir, yang dibuat
pada umumnya hanya berupa jenjang-jenjang dasar: ingatan dan pemahaman, atau
sedikit penerapan. Misalnya, seorang guru bahasa Indonesia yang kebetulan
tertarik pada standar kompetensi (kompetensi-kompetensi dasar) membaca, lebih
dari separuh soal yang disusunnya hanya menyangkut soal-soal di sekitar
membaca, sedang kompetensi dasar dan indikator-indikator yang lain dengan bahan
ajar yanglain cenderung terkesampingkan.
c.
Pihak
peserta didik yang mengerjakan tes mungkin sekali melakukan hal-hal yang
bersifat untung-untungan. Seorang peserta didik mungkin tidak mengerti sama
sekali jawaban yang benar terhadap suatu butir soal. Walau ia hanya asai menjawab
pertanyaan itu, jawabannya mungkin betul. Di samping itu, kerja sama
antarpeserta didik sangat mudah terjadi. Jika hal ini teijadi, skor yang
dicapai peserta didik belum tentu mencerminkan kompetensi atau capaian belajar
yang sebenarnya.
d.
Bentuk
tes objektif biasanya panjang sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk
pengadaannya. Pengadaan tes objektif juga memerlukan waktu yang lama, misalnya
dalam penyusunan, pemerbanyakan, dan pengurutan nomor halaman.
Usaha Untuk Mengurangi
Kelemahan Bentuk Tes Objektif
a. Penyusunan butir-butir soal bentuk tes objektif hendaknya
men¬dasarkan diri pada kisi-kisi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan
cara itu akan dapat diatasi kecendrungan guru yang terpusat pada kompetensi
dasar, indikator, atau bahan ajar tertentu dan kurang memperhatikan kompetensi
dasar, indikator, atau bahan ajar yang lain.
b. Kesulitan penyusunan tes objektif antara lain dapat
diatasi dengan berlatih secara berkesinambungan, memelajari tes-bentuk tes
objektif susunan orang lain yang baik, dan lain-lain bahkan harus memahami
kompetensi dasar dan indikator serta menguasai bahan ajar terkait yang akan
disusun alat tesnya.
c. Kemungkinan adanya peserta didik yang bersikap untung-
untungan atau bekerja sama dapat diatasi dengan mengenakan rumus tebakan dalam
penyekoran hasil pekerjaan peserta didik, pengawasan yang ketat ketika
pelaksanaan ujian. Akan tetapi, penggunaan rumus tebakan itu kadang-kadang
berakibat sangat tidak menguntungkan peserta didik (akan dicontohkan di
belakang).
d. Besamya dana yang dibutuhkan dalam pengadaan tes objektif
kiranya antara lain dapat diatasi dengan memergunakan alat tes itu lebih dari
hanya satu kali. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan jika alat tes itu
dapat dipertanggungjawabkan dari segi validitas, reliabilitas, dan efektivitas
butir-butir soalnya. Dengan kata, ujian yang terdahulu harus dianalisis untuk
memastikan hal- hal tersebut.
e. Mengingat bahwa baik bentuk tes uraian maupun bentuk
objektif masing-masing memunyai kelebihan dan kelemahan, kiranya akan lebih
bijaksana jika kita menerapkan keduanya, mungkin sekaligus mungkin berbeda
waktu. Untuk yang tidak bersamaan waktu misalnya, tes uraian dilaksanakan dalam
tes-tes formatif dengan pertimbangan bahwa waktu lebih longgar dan cakupan
bahan ajar belum terlalu luas, sedang tes objektif dilakukan pada tes sumatif.
Macam-Macam Bentuk Tes Objektif
Jenis tes objektif yang
banyak dipergunakan orang adalah tes jawaban benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple
choise), isian (compietion), dan
penjodohan ('matching). Keempat macam
tes objektif tersebut berikut akan dibahas dengan contoh-contoh tes bahasa
sastra Indonesia.
a. Tes Benar Salah
Tes benar salah adalah bentuk tes terdiri dari
sebuah pernyataan yang memunyai dua kemungkinan: benar atau salah. Peserta
didik sebagai pihak yang dites harus memahami betul pernyataan-pernyataan yang
dihadapkan kepadanya. Jika peserta didik menganggap sebuah pernyataan benar, ia
diminta untuk manjawab B (benar) atau ya. Sebaliknya, jika menganggap bahwa
pernyataan itu salah, mereka diminta menjawab S (salah) atau tidak.
Ada beberapa pertimbangan tentang dipergunakannya
tes bentuk benar salah sebagai alat ukur hasil belajar peserta didik.
Pertimbangan- pertimbangan yang dimaksud mendasarkan diri pada alasan-alasan
(Ebel, 1979:111) bahwa: (1) pencapaian hasil belajar yang esensial adalah
penguasaan pengetahuan verbal, (2) semua pengetahuan verbal dapat diekspresikan
dalam bentuk proposisi, (3) proposisi adalah sebentuk pernyataan (kalimat) yang
dapat dinyatakan secara benar atau salah, dan (4) pengetahuan peserta didik
dalam suatu bidang dapat diukur dengan kemampuannya menilai proposisi yang
berkaitan dengan bidang yang bersangkutan.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut tes benar salah
tentunya juga dapat dipakai untuk mengukur hasil belajar yang meliputi
kompetensi dasar, indikator, atau bahan ajar tertentu. Berikut dikemukakan
beberapa contoh.
1) B – S Bahasa
Indonesia termasuk rumpun Austronesia.
2) B – S WS Rendra
dikenal sebagai seorang penyair dan dramawan yang kritis dan suka mengritik berbagai
penyimpangan terhadap kebenaran.
3) B – S Kalimat
“Disebabkan oleh karena belum menyelesaikan tugas, ia tidak berani masuk
sekolah’’ mengandung gejala pleonasme.
4) B – S Salah satu
jenis puisi lama yang terdiri dari empat baris dengan baris pertama kedua sampiran,
sedang baris ketiga dan keempat isi adalah syair.
Penggunaan tes benar-salah memunyai beberapa
keuntungan, namun sebaliknya, juga memunyai beberapa kelemahan. Kelebihan dan
kelemahan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
Kelebihan. (1) Berhubung
pertanyaan singkat, tes benar salah dapat mencakup bahan yang luas; (2)
Penyusunan tes benar salah mudah dilakukan; (3) Peserta didik dengan cepat
dapat memahami petunjuk pengerjaan soal; dan (4) Guru dapat memeriksa pekerjaan
peserta didik dengan cepat dan objektif.
Kelemahan. (1) Pernyataan yang
kurang tepat akan membingungkan peserta didik; (2) Jawaban yang benar atau
salah kadang-kadang mudah ditebak; (3) Kemungkinan adanya peserta didik yang
bersikap untung- untungan cukup besar; (4) Penyusunan butir soal yang mengukur
kompetensi berpikir proses dan jenjang tinggi tidak mudah dilakukan.
Saran Penyusunan Tes Benar
Salah. Jika kita bermaksud menulis soal tes yang berbentuk benar salah,
beberapa saran di bawah ini perludiperhatikan. Saran-Saran yang
dimaksudkanantara lain sebagai berikut.
1) Pernyataan jangan terlalu kompleks dengan berisi beberapa
konsep sekaligus yang mungkin kurang berkaitan. Pernyataan yang kompleks bisa
saja dipergunakan asai kaitan antara konsep-konsep yang ada jelas dan mudah diikuti.
Contoh :Karena sajak-sajaknya
menunjukkan adanya perloncatan isi dan bentuk, baik yang mencakup ketepatan
bentuk, arti, bunyikan gaya bahasa, serta imaji-imaji yang ditimbulkannya dari
sajak para penyair sebelumnya, Khairil Anwar diakui sebagai pelopor
angkatan’45.
Salah
Karena penulisan sajak-sajaknya
baik yang menyangkut bentuk maupun isi menunjukkan adanya penolakan dari
penyair sebelumnya, Khairil Anwar diakui sebagai pelopor angkatan’45.
Benar.
2) Pernyataan hendaknya tidak mempergunakan kata-kata
tertentu yang memungkinkan untuk mudah ditebak atau yang dapat menimbulkan
perdebatan. Misalnya, kata-kata seperti semua, selalu, tidak pernah, tidak
mungkin, dan sebagainya. Penggunaan dua tanda negatif juga perlu dihindarkan.
Contoh :
Semua roman angkatan Balai Pustaka tidak ada yang
beralur flash back.
Salah
Roman karya angkatan Balai
Pustaka pada umumnya beralur progresif.
Benar
3) Pernyataan jangan mengutip apa adanya (kutipan secara
verbatim) dari buku. Penggunaan pernyataan yang dikutip secara verbatim akan
menimbulkan kecenderungan peserta didik menghafalkan buku secara verbalistis.
4) Jumlah pernyataan yang benar dan yang salah harus
seimbang, separuh benar dan separuh salah. Hal itu dimaksudkan untuk mengatasi
adanya kemungkinan peserta didik yang hanya menjawab benar atau salah semua
secara asai.
5) Kemungkinan jawaban benar dengan pola-pola tertentu harus
dihindari, misalnya B-S-B-S-B-S, BB-SS-BB-SS, atau B semua kemudian S semua
atau sebaliknya.
6) Penentuan Skor.Penentuan skor peserta didik dapat dilakukan
dengan dua macam cara, yaitu dengan rumus tanpa tebakan dan rumus dengan
tebakan. Penggunaan rumus tebakan dilakukan jika kita ingin “mendenda”, yaitu
berdasarkan asumsibahwa dari sekian jumlah jawaban yang benar itu ada yang
hanya dijawab secara untung-untungan.
Rumus
tanpa tebakan:
Rumus :
S=R
S: skor, dan R (right): jumlah
jawaban betul. Jadi untuk memeroleh skor peserta didik kita hanya menghitung
jumlah jawaban yang betul.
Rumus
Tebakan Rumus: S=R-W
W (Wrong): jumlah jawaban
salah. Jadi, kita menghitung jawaban betul kemudian dikurangi jawaban yang
salah.
Contoh:Seorang peserta didik
mengerjakan dengan betul 18 butir soal dari 20 butir yang ada, berarti ada 2
yang salah. Skor anak itu adalah 18- 2=16.
Penggunaan rumus tebakan ini
bisa menghasilkan skor negatif bagi peserta didik yang jumlah betulnya kurang
dari jumlah separuh soal.
b. Tes Pilihan Ganda
Tes
pilihan ganda merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak dipergunakan dalam dunia
pendidikan. Pada hakikatnya, tes pilihan ganda tidak berbeda dengan tes benar
salah. Tes pilihan ganda juga memberikan pernyataan benar dan salah pada setiap
alternatif jawaban, hanya yang ilah lebih dari sebuah. Jadi, peserta didik juga
terlibat dalam aktivitas menilai pernyataan-pernyataan (baca: alternatif jawaban)
benar dan salah. Akan tetapi, karena pernyataan yang salah lebih banyak,
kemungkinan untuk berspekulasi untuk mendapatkan jawaban benar lebih kecil
daripada tes benar-salah.
Tes
pilihan ganda terdiri dari sebuah pernyataan atau kalimat (stem) yang belum
lengkap yang kemudian diikuti oleh sejumlah pernyataan atau bentuk yang dapat
untuk melengkapinya. Dari sejumlah "pelengkap" tersebut, hanya sebuah
yang tepat sedang yang lain merupakan pengecoh (distractors) atau jawaban salah.
Contoh :
Buyung, Wak Katok, dan Pak Haji
adalah para pelaku dalam novel….
A. Maui dan Cinta
B. Harimau! Harimau!*)
C. Pada Sebuah Kapal
D. Tanah Gersang
Pernyataan yang belum lengkap tersebut tidak harus
berada di akhir pernyataan, melainkan bisa juga berada di tengah. Akan tetapi,
disarankan sebaiknya tidak ditempatkan pada posisi awal pernyataan yang perlu
dijawab.
Contoh :
Ia tidak menyadari...
gerak-geriknya diawasi polisi.
A. karena
B. asai
C. bahwa*)
D. supaya
Pernyataan yang diajukan dapat juga berupa sebuah
pernyataan yang lengkap, bahkan mungkin sebuah wacana. Dalam hal pernyataan
seperti ini, altematif jawaban yang disediakan mungkin berupa komentar terhadap
pernyataan itu, pernyataan lain yang isinya sesuai, inti masalah pernyataan
itu, atau yang lain. Tes pilihan ganda jenis ini sudah melibatkan aktivitas
berpikir yang lebih tinggi daripada dua contoh yang di atas.
Contoh:
Mungkin salah satu pelajaran
yang bisa ditarik dari musibah ini
ialah pada saat-saat tertentu
kita memang harus tergugah dari yang
serba rutin, dan kembali
menggugat, apakah yang kita lakukan
selama ini memang tidak bisa
diperbaiki lagi.
a. Suatu bentuk kerutinan haruslah
ditinjau lagi untuk, kalau masih bisa, ditingkatkan lagi.
b. Suatu bentuk kerutinan pada
saat-saat tertentu akan menggugah kita untuk kembali menggugat.
c. Suatu bentuk kerutinan dapat
memberi pelajaran kepada kita untuk berusaha memperbaikinya.
d. Suatu bentuk kerutinan akan
menggugah dan menggugat kita untuk berusaha memperbaikinya.
Tentang banyaknya altematif jawaban (opsi) yang
harus disedia¬kan, tidak ada ketentuan yang pasti. Namun, yang sering dilakukan
orang adalah berkisar 3, 4, atau 5 buah, dan paling banyak ditemukan adalah 4
buah. Semakin banyak altematif jawaban yang disediakan, semakin sulit suatu
butir soal dan semakin kecil kemungkinan tepatnya jawaban peserta didik yang
hanya berspekulasi. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan bahwa membuat lima
altematif jawaban dengan baik juga tidak mudah dilakukan.
Kelebihan dan Kelemahan.Bentuk tes pilihan ganda
tepat untuk mengukur hasil belajar dalam kompetensi berpikir jenjang sederhana
seperti ingatan, pemahaman, dan penerapan. Untuk mengukur jenjang berpikir yang
lebih kompleks, bukannya tidak bisa dilakukan, hanya hal itu tidak mudah
disusun butir-butir tesnya dalam bentuk pilihan ganda. Barangkali hal inilah
yang perlu dipertegas lagi tentang kelemahan tes pilihan ganda. Namun, selain
itu, sebenarnya tes bentuk apa pun yang diutamakan harus secara tepat mengukur
kompetensi dasar dan indikator hasil pembelajaran.
Untuk mengatasi kelemahan di atas, kita dapat
menyusun tes bentuk pilihan ganda secara bervariasi, misalnya tes yang berupa
tinjauan kasus, analisis hubungan sebab akibat, melengkapi berganda, dan
membaca diagram atau tabel. Butir soal yang berupa tinjauan kasus menuntut
peserta didik untuk mampu menilai, tingkatan evaluasi, sedang analisis hubungan
sebab akibat menuntut peserta didik untuk menghubungkan antara dua hal,
ting¬katan sintesis.
Ketiga contoh yang diberikan berikut adalah: (1) model tinjauan kasus, (2) hubungan
sebab akibat, dan (3) melengkapi berganda.
Contoh.
Hari-hari berkabung menekan
jiwa anak-anakku semua. Tetapi segera aku menyadari, jika aku pun hanyut dalam
dukana yang tak habis-habisnya, bukan saja aku menjerumuskan anak-anakku
sendiri ke dalam jurang dan lembah pesimisme. Bukan itu saja. Bahkan, yang
paling hakiki, jika aku berkabung tanpa batas, berarti aku telah berdosa. Aku
telah berburuk sangka pada Tuhan.
(Motinggo Busye, Rindu Ibu
adalah Rinduku)
a. Tokoh “aku” bersifat keras,
sederhana, bertanggung jawab, dan sayang kepada anak-anak.
b. Tokoh “aku” bersifat lemah
lembut, bertanggung jawab, sentimental, takwa pada Tuhan.
c. Tokoh “aku” berwatak keras,
selalu optimis, tidak mudah mencurigai orang, tidak berburuk sangka pada Tuhan.
d. Tokoh “aku” bersifat
bertanggung jawab, sadar pada kenyataan, dan sangat taqwa kepada Tuhan.
(Kalimat ”Ia tidak menyadari
bahwa gerak-geriknya ada yang memperhatikan” adalah kalimat gabung bertingkat.
Sebabkalimat itu memiliki klosa induk dan klosa anak.
Petunjuk pengerjaan soal model
ini biasanya berbunyi :
Pilihlah A jika benar
(seterusnya B,C, dan D):
a. Jika pernyataan benar , alasan benar, dan
ada hubungan sebab akibat
b. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan
tidak ada hubungan sebab akibat
c. Jika pernyataan benar dan alasan salah
d. Jika pernyataan salah dan alasan benar
e. Jika pernyataan dan alasan sama-sama salah
Novel Belenggupada waktu itu
ditolak oleh penerbit Balai Pustaka untuk diterbitkan karena alasan-alasan
sebagai berikut
1. Menampilkan pertentangan antara suami dan istri.
2. Menampilkan tokoh teladan yang tak dapat diteladani
3. Mengandung unsur politik yang membahayakan pemerintah.
4. Cerita meloncat-loncat dan karenanya sulit untuk diikuti.
Petunjuk pengerjaan soal model
ini biasanya berpola, pilihlah:
a. Jika (1), (2), dan (3) benar
b. Jika (1) dan (3) benar
c. Jika (2) dan (4) benar
d. Jika (4) saja yang benar
e. Jika (1), (2), (3), dan (4) benar
Petunjuk pengerjaan soal biasanya diletakkan di
bagian depan atau sebelum butir-butir soal model itu diberikan. Saran
Penyusunan Tes Pilihan Ganda. Tes bentuk pilihan ganda adalah tes yang paling
populer dan banyak dipergunakan orang dalam berbagai jenis ujian. Jika
bermaksud menyusun tes hasil belajar dalam bentuk ini, saran-saran berikut perlu
diperhatikan. Beberapa saran yang dimaksud antara lain sebagai berikut.
1) Pernyataan pokok (stem)hendaknya hanya berisi satu
permasalahan. Permasalahan mungkin kompleks, tetapi penyajiannya harus jelas
dan tidak membingungkan.
2) Tiap satu butir soal hanya ada satu altematif jawaban
yang (paling) tepat. Altematifjawaban yang lain yang berlaku sebagai pengecoh
harus menunjukkan unsur tertentu yang memang salah. Selain itu, harus pula
dihindari adanya butir pengecoh yang memunyai kemung- kin benar sehingga “menyaingi”
atau masih dapat diperdebatkan dengan jawaban yang benar.
Contoh:
Kalimat ’’Semua organisasi-organisasi di Indonesia harus berazaskan
Pancasila” mengandung gejala....
A. Pleonasme
B. Kontaminasi
C. Analogi
D. Hiperkorek
Altematif A dimaksudkan oleh penyusun sebagai
jawaban yang benar dengan mendasarkan diri pada frase “semua organisasi-
organisasi” yang jelas pleonastis. Akan tetapi, altematif D juga bisa benar
karena ada bentuk “azas” yang semestinya ”asas” yang berarti mengandung gejala
hiperkorek.
3) Semua altematif jawaban yang disediakan harus memunyai
hubungan gramatikal yang benar atau sesuai dengan pernyataan. Altematif yang
tidak dapat dirangkaikan dengan pernyataan akan mudah ditebak sebagai jawaban
yang salah. Dalam kaitan ini, penyusun alat tes harus sabar sekali lagi
meneliti kesesuaian semua opsi tersebut dengan stem.
4) Panjang tiap opsi hendaknya kurang lebih sama. Adanya
opsi yang jauh lebih panjang atau pendek daripada opsi-opsi yang lain akan
mudah ditebak sebagai jawaban yang benar atau salah. Selain itu, ia juga akan
mengurangi kadar face validitysoal tes yang bersangkutan.
5) Kita harus menghindari pemberitahuan jawaban yang benar
secara tidak langsung yang mungkin terlihat pada butir-butir soal barikutnya,
oleh karena itu, antara soal yang satu dengan yang lain hendaknya tidak ada
saling kaitan.
Contoh:
“Sampai sekarang ia belum juga
menyadari kesalahannya”, predikat kalimat ini berupa ....
a. Kata kerja
b. Kata kerja aktif
c. Kata kerja aktif transitif
d. Kata kerja aktif intransitif
Objekkalimat nomor 1 di atas
ialah:
a. Ia
b. Kesalahan
c. Kesalahannya
d. -nya
Karena butir soal nomor 2 menanyakan objek, secara
tidak langsung hal itu memberitahukan jawaban yang betul untuk nomor 1 adalah
C. Kita boleh saja mengambil kalimat yang sama untuk butir soal berikutnya,
tetapi harus lengkap dan menyangkut pertanyaan yang lain sama sekali.
6) (Jumlah jawaban benar untuk masing-masing opsi hendaknya
kurang lebih sama dan hindari adanya jawaban benar yang berpola tertentu. Jika
jumlah butir soal ada 60 buah, jawaban yang benar untuk opsi A, B, C, dan D
masing-masing 15 buah, dan jangan, misalnya, aa, bb, cc, dd„ atau yang lain
yang membentuk pola tertentu.
Penentuan Skor. Cara menentukan skor peserta didik
dapat dilakukan dengan memergunakan rumus tanpa tebakan dan dengan tebakan.
Rumus tanpa tebakan Rumus: S = R
S: skor, R (right): jumlah jawaban betul; jadi, untuk memeroleh skor
seorang peserta didik, kita hanya menghitung jumlah jawaban yang benar saja.
Rumus tebakan
W
Rumus: S = R _____
n-1
W (wrong): jumlah jawaban yang salah, n jumlah
alternatif jawaban(opsi)
Contoh:
Seorang peserta didik mengerjakan dengan betul 42 butir dari 60 buah soal
yang ada, dengan altematif jawaban 4. Itu berarti jawaban salah ada 18 buah.
Skor peserta didik ituadalah: 42 - (18:3) = 36 c. Tes Isian
Tes
isian melengkapi atau menyempurnakan merupakan suatu bentuk tes objektif yang
terdiri dari pernyataan-pernyataan yang sengaja dihilangkan sebagian unsumya,
atau yang sengaja dibuat tidak lengkap. Unsur yang dihilangkan atau belum ada
itu merupakan hal penting yang ada pada diri peserta didik. Untuk mengerjakan
bentuk soal tersebut, peserta didik harus mengisi bentuk kata atau pernyataan
tertentu yang tepat. Isian jawaban itu hanya berisi satu atau beberapa kata
saja.
Berbeda
halnya dengan kedua bentuk tes objektif di atas, dalam bentuk tes isian ini
peserta didik dituntut untuk menemukan sendiri isi jawaban yang benar karena
belum disediakan dalam tes. Untuk menghindari jawaban peserta didik bisa
bervariasi, sebaiknya dibuat pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah pasti.
Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan butir- butir soal ini relatif lebih
panjang daripada kedua bentuk tes objektif di atas. Berikut dikemukakan
beberapa contoh tes melengkapi.
·
Sebuah alinea yang dimulai dengan
paparan gagasan dan diikuti gagasan penjelas disebut alenia ....
·
Sebuah alinea yang diakhiri dengan
gagasan pokok yang merupakan penyimpulan gagasan sebelumnya disebut alenia ..
·
Novel ... karya Mochtar Lubis
bercerita tentang masalah takut yang begitu menghantui salah seorang tokoh
utamanya, yaitu Guru Isa.
Bentuk
tes melengkapi tidak harus disusun kalimat per kalimat seperti dicontohkan di
atas, melainkan dapat terdiri dari sebuah wacanayang kemudian dihilangkan
sejumlah bagiannya. Tes seperti yang dikemukakan terakhir ini dalam tes
kebahasaan disebut sebagai close test (akan dibicarakan di bab lain). Berikut dicontohkan tes yang
dimaksud, tetapi agak berbeda dengan close test.
•
Tokoh dalam cerita fiksi yang hanya
ditampilkan dengan karakter
yang
tidak pernah berubah dari awai hingga akhir cerita disebut tokoh (1)..., sedang
tokoh yang karakternya bervariasi dan sering ada kejutan-kejutan disebut tokoh
(2) .... Dilihat dari segi alur, alur fiksi yang dimulai urut dari tahap awai,
pertikaian, dan pelaraian disebut alur (3) ..., sedang alur yang dimulai dengan
cerita masa kini dan kemudian ke masa lalu disebut alur (4) .... dan
seterusnya.
Saran
Penyusunan Tes Isian. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam penyusunan tes melengkapi. Berikut dikemukakan beberapa saran yang dapat
dijadikan pertimbangan yang dimaksud.
(1)
Tiap satu pernyataan yang berisi
tempat kosong yang harus dijawab peserta didik harus hanya berisi satu kemungkinan jawaban yang benar.
Adanya kemungkinan jawaban yang benar yang lebih dari sebuah, disamping
membingungkan peserta didik juga akan mempersulit kita untuk memeriksanya.
(2)
Kutipan dari buku yang bersifat
verbatim hendaknya dihindari karena hal itu akan menimbulkan sikap menghafal
peserta didik tanpa disertai pengertian.
(3)
Pemberian tempat kososng atau
titik-titik hendaknya sama panjang agar tidak menimbulkan penafsiran tertentu
pada pihak peserta didik. Titik-titik di tengah kalimat sebaiknya berjumlah
tiga, sedang di akhir kalimat empat buah karena yang sebuah berlaku sebagai
titik akhir kalimat.
(4)
Tempat kosong sebaiknya tidak
ditempatkan di awai kalimat karena hal itu kurang mendorong lancamya pemikiran
peserta didik.
Penentuan Skor.
Cara untuk menentukan skor peserta didik untuk tes jenis isian ini tidak
mengenal adanya rumus tebakan, melainkan dilakukan dengan menghitung jumlah
jawaban betul saja. Dengandemikian, rumus tes isian berupa:
Rumus : S = R
S: skor, dan R (right):
jumlah jawaban betul
2)
Tes Penjodohan
Dalam
bentuk tes penjodohan peserta didik dituntut untuk menjodohkan,
mencocokkan, menyesuaikan, atau menghubungkan antara dua pernyataan yang
disediakan. Pernyataan biasanya diletakkan dalam dua lajur, lajur kiri dan
lajur kanan, lajur kiri berupa pernyataan pokok (stem) atau pertanyaan, sedang
lajur kanan merupakan “jawaban” atas pernyataan di lajur kiri.
Pernyataan
di lajur kiri mungkin berupa pernyataan atau kalimat yang belum lengkap, dan
pelengkapnya diletakkan di lajur kanan. Jadi, tes penjodohan tidak ubahnya
dengan tes isian atau pilihan berganda. Perbedaannya, dalam tes penjodohan semua alternatif
jawaban telah
disediakan walau disusun secara acak, dan peserta didik tinggal memilih atau
menjodohkan jawaban-jawaban yang sesuai. Pernyataan di lajur kiri mungkin
berupa pernyataan-pernyataan lengkap, sedang pernyataan di lajur kanan berupa
tanggapan atau responnya.
Jumlah
alternatif pernyataan
di lajur kanan dapat sama dengan jumlah pernyataan di lajur kiri atau lebih.
Jika jumlah alternatif di lajur kanan lebih banyak daripada di lajur kiri, soal
penjodohan itu akan lebih sulit berhubung ada jawaban yang tidak terpakai.
Sebaliknya, jika jumlah pernyataan di kedua lajur itu sama, ada juga
kemungkinan jawaban yang benar yang terjadi secara kebetulan. Misalnya, seorang
peserta didik mampu mengerjakan butir-butir soal penjodohan sebanyak STbuah
dari 10 buah soal yang ada, dan tinggal 2 butir yang belum mampu dijawab. Kedua
butir yang tersisa itu walau dimasukkan secara asai, ada kemungkinan betul.
Oleh karena itu, penambahan butir pernyataan di lajur kanan akan, memerkecil
kemungkinan yang bersifat kebetulan tersebut. Di bawah ini dicontohkan tes penjodohan seperti
dibicarakan di atas.
Tabel
Contoh
Soal Tes Penjodohan
No.
|
Pernyataan
|
Jawaban
|
1.
|
Partai-partai
yang ada diberi hak berkam
|
a.
paralelisme
|
|
panye
memperebutkan kursi DPR
|
b.
makna
|
2.
|
Bangsa
Indonesia wajib memahami meng
|
Denotatif
|
|
hayati,
dan mengamalkan Pancasila.
|
c.
makna
|
3
|
Penampilannya
malam itu benar-benar
|
Konotatif
|
|
Rembulan.
|
d.
paradoks
|
|
S
ampai habis nafasku menasehatimu
|
E.
metafora
|
4.
|
juga
kau perhatikan
|
f.
hiperbola
|
5.
|
Di
tengah bisingnya kota Metropolitan ini
|
g.
asindenton
|
aku
tidak mampu menghibur hatiku
|
Saran
Penyusunan Tes Penjodohan. Jika ingin menyusun soal tes yang
berbentuk penjodohan, hal-hal yang disarankan berikut perlu diperhatikan.
(1)
Lingkup bahan yang akan diteskan
dalam satu unit tes penjodohan hendaknya bahan yang sejenis. Misalnya, kita
bermaksud membuat tes untuk bahan ajar kesastraan, struktur dan kosakata, atau
kemampuan menulis, sebaiknya masing-masing bahan ajar tersebut dijadikan saatu
unit tersendiri, misalnya dengan delapan butir soal sehingga jumlah keseluruhan
24 butir soal.
(2)
Butir-butir jawaban di lajur sebelah
kanan harus pendek, tidak bersifat tumpang tindih, satu butir jawaban hanya
tepat dihubungkan dengan satu pernyataan yang ada di lajur kiri. Jadi, ada
perbedaan yang pilah di antara tiap butir pernyataan dan jawabannya, karena
kemampuan peserta didik untuk dapat membedakan ini pulalah yang menjadi tujuan
tes penjodohan.
(3)
Jumlah butir jawaban di lajur kanan
hendaknya lebih banyak daripada jumlah pernyataan di lajur kiri. Misalnya, jika
ada 8 buah pertanyaan, jawabanya ada 10 buah. Hal itu dimaksudkan untuk
mengurangi kemungkinan adanya jawaban peserta didik yang bersifat kebetulan.
(4)
Jumlah butir soal untuk satu unit tes
penjodohan jangan terlalu banyak atau sedikit karena hal itu akan menyebabkan
tes menjadi terlalu sulit atau terlalu mudah. Jumlah per unit sebaiknya
berkisar antara 6-10 butir.
Penentuan Skor. Skor peserta didik
ditentukan berdasarkan jumlah jawaban betul karena untuk tes penjodohan tidak
dipergunakan rumus dengan tebakan.
Rumus
: S = R
S:
skor, R (right): jumlah
jawaban betul.
TES SUBJEKTIF
Tes dikategorikan sebagai tes subjektif
apabila penskoran pekerjaan peserta tes tidak mungkin dilakukan secara objektif
dan hanya dapat dilakukan secara subjektif. Pertanyaan dan tugas yang diberikan
dalam tes itu dirumuskan sedemikian rupa sehingga mengundang jawaban dan
pelaksanaan tugas peserta tes yang beragam dalam fokus, isi, susunan kata-kata,
dan panjang sedemikian rupa sehingga mengundang jawaban dan pelaksanaan tugas
peserta tes yang beragam dalam fokus, isi, susunan kata-kata, dan panjang -
pendeknya jawaban.
Sebagai alat pengukur hasil belajar peserta
didik, tes subjektif mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan
kelemahan yang dimaksud antara lain akan dikemukakan berikut dan kemudian
dikemukakan macam-macam bentuk-bentuk tes subjektif, dalam penyelenggaraan tes
subjektif pada umumnya, pertanyaan- pertanyaan dapat disusun dalam bentuk (a)
Tes Esei, (b) Tes Dengan Pertanyaan Menggunakan Kata Tanya, (c) Tes Dengan
Pertanyaan Jawaban Pendek,dan (d) Tes Melengkapi, yang akan diuraikan di bawah
ini.
Kelebihan Tes
Subjektif
kelebihan yang dimiliki tes subjektif
adalah sebagai berikut:
1) Tes
ini mudah dipersiapkan dan disusun.
2) Tidak
memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3) Mendorong
peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat serta menysun dalam bentuk
kalimat yang bagus
4) Memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa
dan carannya sendiri.
5) Dapat
mengetahui sejauhmana peserta didik mendalami suatu masalah yang
diujikan/dites.
Kekurangan Tes
Subjektif
kekurangan dalam tes subjektif adalah
sebagai berikut:
1) Terbatasnya
lingkup bahan pelajaran yang dinilai dan sulitnya mengoreksi jawaban dengan
objektif (Sudjana, 2001:262)
2) Kadar
validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-mana dai
pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
3) Kurang
representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites
karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas)
4) Cara
pemeriksaannya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektif
5) Pemeriksaaannya
lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari
penilai.
6) Waktu
untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Macam Tes
Subjektif
1) Tes Essay
Tes Essay adalah
tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan siswa menyusun,
mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu dengan bahasa sendiri.
Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan
atau mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.
a. Kelebihan Test Esei yaitu:
1) Peserta
didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pendapatnya sendiri.
2) Murid
tidak dapat menerka- nerka jawaban soal.
3) Test
ini sangat cocok untuk mengukur dan mengevaluasi hasil suatu proses belajar
yang kompleks yang sukar diukur dengan mempergunakan test objektif.
4) Derajad
ketepatan dan kebenaran murid dapat dilihat dari kalimat- kalimatnya.
5) Jawaban
diungkapakan dalam kata- kata dan kalimat sendiri, sehingga test ini dapat
digunakan untuk melatih penyusunan kalimat dengan bahasa yang baik, benar, dan
cepat.
6) Test
ini digunakan dapat melatih peserta didik untuk memilih fakta yang relevan
dengan persoalan, dan Sukar dinilai secara tepat mengorganisasikannya sehingga
dapat mengungkapkan satu hasil pemikiran yang terintegrasi secara utuh.
b. Kelemahan Test
Essay yaitu:
1) Sukar
dinilai secara tepat.
2) Bahan
yang diukur terlalu sedikit, sehingga agak sulit untuk mengukur penguasaan siswa
terhadap keseluruhan kurikulum.
3) Sulit
mendapatkan soal yang memiliki standar nasional maupun internasional.
4) Membutuhkan
waktu memeriksa hasilnya.
c. cara
pensekoran
Penskoran tes
subjektif dalam bentuk esei tidak dilakukan dengan menggunakan bentuk kunci
jawaban seperti yang digunakan pada penskoran tes objektif, seperti telah
diuraikan sebelumnya, melainkan atas dasar rambu-rambu penskoran (scoring guide). Rambu-rambu penskoran
ini tidak memuat bentuk dan wujud jawaban yang pasti untuk masing-masing butir
tes seperti halnya kunci jawaban pada tes objektif. Rambu-rambu penskoran tes
subjektif sekadar memuat pedoman, kadang-kadang sekadar kriteria, yang
menyebutkan jawaban yang diharapkan dalam hal relevansi isi, susunan, bahasa
yang digunakan termasuk ejaan, bahkan panjang dan pendeknya jawaban, dan
lain-lain. Kadang-kadang disertakan pula proporsi skor yang disediakan bagi
masing-masing unsur berdasarkan tingkat pentingnya suatu unsur yang diskor.
Penilaian tes esei berdasarkan rincian unsur jawaban semacam itu dikenal
sebagai penilaian analitik
Penskoran jawaban peserta tes terhadap
masing-masing butir tes berdasarkan sejumlah kriteria, yaitu aspek-aspek yang
dianggap penting
1)
Relevansi isi jawaban
peserta tes dengan jawaban yang diharapkan
2)
Kecukupan isi jawaban
peserta tes tentang masalah yang ditanyakan
3)
Kerapian dan kejelasan
penyusunan isi jawaban peserta tes
4)
Lain-lain yang perlu dan
relevan dengan bidang kajian dan titik berat sasaran tes (dengan uraian dan rinciannya),
misalnya penggunaan bahasa yang lugas dan
mudah dimengerti.
1)
Tes Pertanyaan
Menggunakan Kata Tanya
Tes
subjektif jenis ini terdiri dari butir-butir tes yang dirumuskan dalam bentuk
kalimat tanya yang diawali denga kata tanya. Dalam bahasa Inggris kalimat tanya
semacam itu dikenal sebagai wh-questions karena susunan kalimat yang
menggunakan dan diawali dengan kata-kata yang ditulis dengan wh (wh-question
words), seperti who, what, why, where,
when, which. Kata tanya how dengan berbagai bentuk gabungannya seperti how
much, how many, how often, juga termasuk ke dalam kata-kata wh-question words.
Meskipun tidak diawali dengan wh, kalimat tanya yang diawali dengan gabungan
kata-kata dengan how itu termasuk jenis wh-questions karena memiliki susunan kalimat
yang serupa. Lagi pula berbeda dengan pertanyaan jenis ya-tidak (yes-no
questions) yang dapat dijawab dengan "ya" atau "tidak"
dengan atau tanpa penjelasan pendek, jawaban terhadap kalimat tanya jenis ini
tidak semestinya diawali dengan "ya" atau "tidak". Jawaban
terhadap pertanyaan semacam itu seharusnya berupa wacana yang lebih lengkap.
Berbeda pula dengan jawaban tes esei yang biasanya lebih panjang, jawaban tes
jenis ini biasanya berupa kalimat, paragraf, atau paparan yang tidak sepanjang
esei, meskipun lebih panjang daripada sekadar "ya" atau
"tidak".
Dalam
bahasa Indonesia tentu saja pertanyaan jenis ini tidak dapat secara sederhana
disebut dengan menggunakan singkatan wh seperti halnya dalam bahasa Inggris.
Hal ini disebabkan oLeh kenyataan bahwa kata-kata tanya yang digunakan dengan
maksud yang sama untuk memulai suatu kalimat tanya tidak secara seragam berawal
dengan huruf yang sama seperti halnya wh. Meskipun demikian ciri pokoknya sama
dengan wh-questions, yaitu kalimat tanya yang diawali dengan kata tanya yang
harus dijawab secara lengkap, dan tidak sekadar dengan menjawab "ya"
atau "tidak". Dalam bahasa Indonesia kata tanya yang digunakan untuk
mengawali suatu kalimat tanya dapat berupa salah satu dari kata-kata seperti siapa,
apa, kapan, mengapa, di mana, bagaimana dan lain-lain. Jawaban terhadap kalimat
tanya yang diawali dengan kata-kata tersebut berupa kalimat utuh, paragraf,
atau paparan yang lebih panjang darpada kata-kata lepas atau sekadar
"ya" atau "tidak". Untuk itu perlu disediakan rambu-rambu
penskoran yang memuat daftar alternatif jawaban benar. Rambu-rambu ini perlu
dibuat secara terbuka untuk mengantisipasi kemungkinan adanya jawaban benar
yang belum termuat dalam daftar.
Penskoran tes subjektif yang dirumuskan dengan menggunakan kata
tanya lebih sederhana dari pada penskoran tes esei karena tuntutan isi dan
penggungkapan yang lebih sederhana. Berbeda dengan tes esei yang mengharapkan
jawaban yang lebih lengkap isinya, lebih kaya rinciannya, serta lebih tertata
susunannya, dan bahkan lebih baik dan benar penggunaan bahasanya, jawaban
terhadap pertanyaan dengan kata tanya lebih terfokus pada isi jawaban yang
sesuai dengan isi pokok pertanyaan. Dalam perumusan jawaban semacam itu unsur
penyusunan isi, serta susunan kata-kata yang digunakan menjadi kurang penting
untuk diperhatikan dan diskor secara khusus. Demikian pula halnya dengan
penggunaan bahasa, kecuali bila penggunaan bahasanya secara mencolok
menimbulkan ketidak jelasan isi jawaban. Meskipun demikian, sebagai suatu
bentuk tes subjektif masih saja terdapat peluang adanya perbedaan-perbedaan
jawaban yang tidak sepenuhnya dapat diduga dan dipastikan sebelumnya.
Perbedaan-perbedaan itu dapat ditemukan dalam bentuk kesesuaian isi jawaban, di samping ketepatan dan kejelasan rumusan dalam bentuk
pilihan kata dan penyusunan kalimat yang membantu kejelasan. Semua itu harus
disikapi dan dinilai secara subjektif dalam penskoran, termasuk kemungkinan
pemberian skor yang berbeda berdasarkan tingkat ketepatan dan kejelasan
perumusannya. Pendek kata meskipun dalam bentuk yang lebih sederhana
dibandingkan tes esei, unsur subjektivitas penskoran tes dengan kata tanya
merupakan unsur yang tidak dapat dikesampingkan, dan dapat diperhitungkan
seperlunya. Rambu- rambu penskoran tes yang menggunakan kata tanya itu dapat
disusun dalam bantuk daftar alternatif jawaban benar yang lebih sederhana.
Dengan menetapkan dua unsur penilaian, misalnya Kesesuaian Isi dan Kejelasan Rumusan, dan masing-masing unsur dengan
tiga tingkatan benar dengan skor 2, 1, atau 0, maka skor yang diperoleh untuk
masing-masing jawaban berkisar antara (2+2) atau 4, (2+1 atau 1+2) atau 3,
(1+1) atau 2, (1+0 atau 0+1) atau 1, dan (0+0) atau 0 seperti dirinci pada
Contoh di bawah ini.
CONTOH
Rincian
Kriteria Penskoran Tes Menggunakan Kata Tanya
NO.
|
KRITERIA
|
RINCIAN
KRITERIA
|
SKOR
|
1.
|
KESESUAIAN ISI
|
Isi jawaban sesuai
|
2
|
Isi jawaban kurang sesuai
|
1
|
||
Isi jawaban tidak sesuai
|
0
|
||
2.
|
KEJELASAN
RUMUSAN
|
Rumusan jawaban jelas
|
2
|
Rumusan jawaban kurang jelas
|
1
|
||
Rumusan jawaban tidak jelas
|
0
|
3. Tes Pertanyaan
Jawaban Pendek
Seperti halnya tes dengan pertanyaan yang
diawali dengan kata tanya, jenis tes subjektif tes pertanyaan jawaban pendek
ini terdiri dari butir-butir tes yang masing-masing berupa pertanyaan yang
dirumuskan dengan menggunakan kata tanya, umumnya salah satu dari
wh-question-words. Jawaban terhadap pertanyaan jenis ini diharapkan diberikan
secara singkat dan pendek, tanpa bertele-tele dan basa-basi dalam bentuk
kalimat yang utuh dan lengkap. Pada prinsipnya jawaban jenis tes ini semakin
pendek dan semakin tepat sasaran, semakin baik.
Apabila jawaban yang tepat terhadap suatu
pertanyaan cukup diberikan dalam bentuk satu kata, dianjurkan untuk menggunakan
satu kata, bukan dua kata. Bahkan bila jawaban suatu pertanyaan dapat diungkapn
dengan satu huruf atau satu angka, diharapkan jawabannya ditulis dengan satu
huruf atau satu angka, bukan satu kata, apalagi satu kalimat. Pendeknya jawaban
diharapkan sesingkat mungkin, tentu saja juga setepat mungkin. Hal ini
dimaksudkan agar dalam menjawab pertanyaan tes jenis ini peserta tes
benar-benar berusaha menampilkan kemampuannya untuk memahami masalah dan
pertanyaan yang diungkapkan dalam suatu butir tes, dan berusaha untuk memeras
jawaban yang dianggapnya tepat dalam bentuk sesingkat mungkin. Semua itu
menggaris bawahi betapa bervariasinya jawaban peserta tes yang mungkin
diberikan dan dihadapi dan harus diputuskan oleh korektor, untuk nenentukan
benar-salah atau dapat-tidaknya diterima jawaban peserta. Karena bentuk dan isi
jawaban tes jawaban pendek yang singkat dan padat ini, maka penskorannya tidak
perlu diberikan dalam bentuk rentangan skor. Bila jawaban sesuai dengan
rambu-rambu penskoran, diberikan skor 1, bila tidak benar 0.
4. Tes Melengkapi
Tes melengkapi terdiri dari butir-butir tes
yang masing-masing berbentuk wacana pendek seperti kalimat, yang harus
dilengkapi oleh peserta tes pada bagian-bagian yang dikosongkan dari teks
aslinya, baik di tengah, di awai, atau pada akhir kalimat. Kemampuan untuk
melengkapi bagian-bagian teks yang telah dikosongkan dengan benar dianggap
sebagai indikasi bahwa peserta tes memahami isi teksnya.
Penalarannya adalah bahwa meskipun tidak
dalam bentuk jawaban terhadap suatu pertanyaan, kemampuan untuk melengkapi
dengan benar bagian-bagian yang telah dihilangkan dari teks aslinya itu
mengindikasikan pemahaman tentang keseluruhan wacana asli. Oleh karena itu, tes
melengkapi ini pada hakikatnya mempersyaratkan kemampuan yang sama dengan jenis
pertanyaan menggunakan kata tanya, yaitu pemahaman yang lebih luas dari pada
sekadar bagian kosong yang harus dilengkapi itu. Memang benar bahwa tes
melengkapi lebih sederhana cara menjawabnya dripada tes esei karena jawabannya
cukup dituangkan dalam bentuk kata-kata yang tidak harus dikemas dalam bentuk
kalimat, atau bentuk wacana yang lebih lengkap dan lebih panjang.
Berikut adalah contoh butir tes melengkapi.
Lengkapilah masing-masing kalimat berikut dengan satu kata
sesuai dengan isi kalimatnya:
1.
Satu..... terdiri dari tujuh hari.
2.
Setiap..... tahun sekali, bulan Februari terdiri dari 29 hari.
3.
Jam 24.00 bertepatan dengan
waktu .... malam.
4.
Tahun 2001 adalah awai dari
..... ke-3.
5.
Satu minggu diawaLi dengan hari
...
* Alternatif jawaban:
(1)
minggu ...
(2)
empat....
(3)
tengah ....
(4)
milenium ...
(5)
senin ....
DAFTAR PUSTAKA
Kompetensi.Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA
sangat membantu terimakasih
ReplyDelete