PENGANTAR
APRESIASI KARYA SASTRA
Apresiator
harus dapat membaca dengan baik agar dapat mengaprseiasi karya sastra. Makna
dari kegiatan membaca pun cukup luas, sehingga untuk mengerucutkan rumus suatu
makna dalam membaca itu sangatlah sulit. Beberapa rumusan membaca tersebut,
seperti : membaca adalah mereaksi, proses, pemecahan kode, dan penerimaan
pesan. Jenis-jenis membaca pun ada beragam, seperti : membaca dalam hati,
cepat, teknik, bahasa, estetis, kritis,
dan juga kreatif. Terdapat 3 unsur utama yang tidak dapat dihilangkan dan wajib
diperhatikan ketika melakukan kegiatan membaca karya sastra, yaitu : pemahaman,
penghayatan, dan pemaparan.
Apresiasi adalah suatu
penghargaan terhadap karya sastra yang
diawali dengan pemahaman makna yang terdapat dalam isi yang juga merupakan
nilai – nilai keindahan. Ketika proses pengapresiasian terdapat 3 aspek yang
terlibat, seperti : aspek kognitif yang berhubungan dengan pemahaman unsur
sastra seorang apresiator yang bersifat objektif. Aspek emotif, yaitu
penghayatan pembaca terhadap unsur keindahan yang melibatkan unsur emosi. Aspek
evaluatif, yaitu penilaian karya sastra secara umum, misalnya penilaian baik –
buruk, sesuai – tidak sesuai, dan indah – tidak indah sebuah karya sastra,
dimana ini bukan termasuk dalam sebuah karya kritik. Apresiator dapat
mengapresiasi karya sastra secara langsung (dengan cara membaca atau menikmati
karya sastra atau performance secara langsung) maupun tak langsung (dengan cara
mempelajari teori sastra dan hal – hal yang berhubungan dengan kesastraan).
Beragam unsur menyeluruh yang terkandung dalam karya sastra, misalnya: keindahan,
kontemplatif, media pemaparan, dan intrinsik. Jadi, bila dihubungkan dengan 4
unsur itu, bekal awal apresiator adalah : kepekaan emosi, memiliki pengetahuan
dan pengalaman, pemahaman aspek kebahasaan, dan pemahaman unsur intrinsik.
Keragamanan pendekatan
apresiasi sastra terbagi menjadi 3 bagian, yaitu menurut tujuan dan apa yang
akan diapresiasi, kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan
bagaimana, dan landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi. Ada
beberapa pendekatan sebagai pilihan, antara lain: Pendekatan parafrastis adalah
cara pemahaman makna karya sastra dengan cara penyampaian kembali gagasan yang
disampaikan pengarang dengan cara penulisan yang berbeda baik kata maupun
kalimat, agar dapat lebih dipahami kandungan maknanya oleh pembaca karena dengan bahasa yang lebih sederhana,
simbol-simbol dan kata yang mengalami pelesapan dapat diartikan dan dimuculkan
dengan cara yang mudah dipahami namun tetap tidak merubah makna yang ingin
disampaikan pengarang. Pendekatan emotif adalah pendekatan yang lebih merujuk
pada emosi atau perasaan pembaca dengan cara mencari unsur-unsur yang mampu
memunculkan emosi atau perasan atau melihat cara penyajian bentuk suatu karya
sastra tersebut. Pendekatan analitis adalah pendekatan yang dilakukan dengan
dasar teori tertentu, teratur atau sistematis, bersifat objektif, serta
kebenarannya diakui oleh umum. Pendekatan historis adalah pendekatan yang
memandang adanya keterkaitan antara karya sastra dengan biografi pengarang,
peristiwa yang melatar belakangi terciptanya karya sastra, hingga perkembangan
sastra dari masa ke masa. Pendekatan Sosiopsikologis adalah pendekatan untuk
memahami suatu kehidupan sosial budaya dan hal-hal yang berkaitan dengan
kejiwaan dan sikap pengarang dengan lingkungannya saat karya sastra tersebut
dihasilkan. Pendekatan didaktis adalah pendekatan yang bertujuan menemukan dan
memahami isi, tanggapan, dan sikap pengarang terhadap kehidupan yang akan
terwujud dalam pandangan etis, filosofis, dan agamis yang akan mengandung
nilai-nilai untuk memperkaya kehidupan pembaca. Pendekatan-pendekatan ini dapat
menjadi dasar atau prinsip utama agar apresiator dapat memahami karya sastra
yang dihadapinya dan mengambil manfaat yang ada didalamnya sesuai
tahapan-tahapan yang diingini apresiator tersebut.
Ada dua manfaat mengapresiasi
karya sastra, yaitu: manfaat secara umum, berupa pengisi waktu luang, penambah
pengetahuan, pemberi informasi, dan bisa juga pemberi hiburan. Manfaat secara
khusus, berupa pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Karya fiksi terdapat beberapa
unsure didalamnya, seperti : pengarang, isi penciptaan, media penyampai isi
(bahasa), dan elemen – elemen fiksional atau unsur fiksi yang membangun karya
fiksi. Bentuk-bentuk karya fiksi, misalnya : roman, novel, novelet, dan cerpen.
Setting dalam prosa fiksi dapat diartikan dengan latar peristiwa dalam karya
fiksi, baik yang berupa tempat, waktu, atau peristiwa yang memiliki fungsi
fisikal dan psikologis.
Gaya merupakan cara pengarang
untuk menyampaikan gagasannya dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
dan media bahasa yang indah yang mampu memanipulasi emosi pembaca. Untuk
mengetahui dengan mudah watak dari tokoh yang ada dalam karya fiksi bisa
dilakukan dengan cara: tuturan pengarang, gambaran yang diberi pengarang,
menunjukkan perilakunya, cara berbicara tokok tentang dirinya, memahami jalan
pikirannya, pembicaraan tokoh lain tentangnya, cara berbicara tokoh lain
dengannya, melihat reaksi tokoh lain terhadapnya, dan melihat reaksi tokoh itu
terhadap orang lain.
Alur didalam karya fiksi
biasanya merupakan rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan peristiwa,
sehingga terbentuklah suatu cerita yang dihadirkan para tokoh dalam suatu
kissah. Bagi pengarang, plot adalah suatu kerangka karangan yang dijadikan
pedoman untuk menulis dan mengembangkan isi cerita. Sedangkan bagi pembaca,
plot merupakan pemahaman terhadap keseluruhan isi cerita secara urut dan jelas.
Titik pandang adalah cara pengarang untuk menampilkan para tokoh dalam cerita
yang ditulisnya. Tema adalah gagasan yang mendasari suatu cerita yang memiliki
peran sebagai batas
No comments:
Post a Comment