TITIP
RINDU UNTUK MALAIKATKU
Bu Ranti
adalah seorang janda yang suaminya telah meninggal saat Auliya Nadira berusia
10 tahun, dira merupakan anak satu-satunya dalam keluarga tersebut. Selepas kepergian
pak Rahmat kehidupan bu Ranti dan Dira menjadi serba kekurangan pasalnya pak
Rahmat merupakan tulang punggung keluarga tersebut, sehingga memaksa bu Ranti
untuk menggantikan posisi pak Rahmat sebagai tulang punggung sekaligus orangtua
tunggal bagi Dira, dengan penuh kesabaran bu Ranti membesarkan Dira.
Tepat
pukul tiga pagi asap menari-nari didapur bu Ranti, karena sejak tadi bu Ranti
sibuk membuat kue untuk dijual kepasar, dengan keadaan masih mengantuk Dira
mencoba membantu ibunya untuk membuat kue.
“loh kok sudah bangun nak, inikan masih jam tiga
nanti kamu ngantuk lho disekolah” tanya bu Ranti.
“Dira sudah cukup tidurnya kok bu, ini buktinya Dira
gak ngantuk hehe” Dira berbohong. “Dira ingin jadi wanita yang pinter masak
seperti ibu, Dira bantuin ibu buat kue ya bu” tanya Dira dengan suara manjanya.
“boleh kok
nak”. Mereka asyik mebuat kue sehingga suara alarm mengagetkan mereka. Dira
segera bergegas mandi setelah siap berangkat sekolah Dira mencium tangan bu
Ranti
“Dira berangkat dulu ya bu” pamit Dira.
“iya sayang,
semangat sekolahnya nak” seru bu Ranti sambil melambaikan tangannya.
Dira
merupakan salah satu siswi di SMA 09 HARAPAN BANGSA, Dira termasuk siswi yang
sangat pandai dikelasnya saat ini Dira duduk dikelas 3 SMA. Saat teman-teman
Dira sibuk mencari tempat bimbel untuk tambahan pelajaran. Dira saat itu yang
tidak memiliki cukup uang untuk mengikuti bimbel hanya mengandalkan otak
cerdasnya untuk belajar mandiri dirumahnya.
Senja
menyapa Dira dan bu Ranti yang saat itu baru pulang berjualan kue dipasar. “Ibu
sudah pulang? Bagaimana kuenya bu, pasti laris manis hehe” Dira menyambut
ibunya dengan hangat
“Alhamdulillah laris, berkat doa Dira ni”
“ah ibu ada-ada saja, yaudah mandi dulu gih bu biar
cantiknya gak hilang” Dira menggoda ibunya itu
“siap tuan putri” sahut bu Ranti.
Pukul
sepuluh malam bu Ranti hendak menemani gadis kesayangannya belajar, ternyata
Dira sudah tertidur pulas dimeja belajarnya. Melihat pemandangan itu bu Ranti
tak sampai hati untuk membangunkan anaknya itu yang terlihat sangat kelelahan
“semoga kelak Dira bisa menjadi dokter ya nak” bu Ranti mendoakan anaknya
sambil mengelus rambut Dira yang terurai panjang. Bu Ranti dan pak Rahmat
memang sejak dulu menginginkan anaknya kelak bisa menjadi dokter, karena saat
ini didesa mereka tepatnya didesa Melati sangat minim petugas kesehatan
sehingga para penduduk desa apabila sakit harus menempuh perjalanan kurang
lebih 7 km untuk sampai ke puskesmas. Namun keadaan saat ini membuatnya ragu,
karena Dira tidak mungkin bisa menjadi seorang Dokter karena untuk makan
sehari-hari saja Bu ranti harus bekerja dari pagi sampai cahaya matahari mulai
terbenam, tak terasa air mata menetes dipipi janda tersebut. Bu Ranti segera
menghapus air matanya karena takut Dira terbangun dan melihat dirinya sedang
bersedih. Bu Ranti bergegas menyelimuti Dira dengan selimut kesayangan pak
rahmat, dan bu Ranti tidur di sofa samping Dira.
Keesokan
harinya Dira bangun dengan keadaan kaget karena hari ini Dira harus mengikuti
pelajaran tambahan disekolahnya jam enam pagi Dira segera bergegas kesekolah
tanpa sarapan pagi.
“Bu, Dira berangkat sekolah dulu ya Dira lupa kalo
hari ini ada tambahan pelajaran disekolah”
“sarapan dulu
dir, makanannya sudah siap dimeja makan kok” jawab bu Ranti dengan nada
khawatir
“gak usah bu
Dira masih belum lapar kok, lagian kalo Dira sarapan nanti Dira terlambat bu” Dira
berlari keluar rumahnya menuju sekolah.
Bu Ranti
yang sangat mengkhawatirkan keadaan anaknya itu segera bergegas untuk merapikan
kue dagangannya dan tak lupa bu Ranti membawakan bekal untuk Dira. Jarak dari
rumah kesekolah Dira kurang lebih 2km. Bu Ranti berjalan dengan pasti menyusuri
persawahan warga untuk sampai kesekolah Dira.
Saat itu
dira lagi asyik menggerak-gerakkan jarinya karena saat itu Dira sedang
mengerjakan tugas matematika yang
diberikan oleh guru Dira hingga suara satpam mengejutkan ruang kelas
“apakah ada
yang namanya Auliya Nadira dikelas ini?” tanya satpam berkumis tebal itu “ssaa
ssayaa pak, ada apa?” jawab Dira dengan nada gugup
“ada kiriman dari ibu kamu, katanya jangan lupa
sarapan” satpam itu tersenyum dan memberikan bekal itu ke Dira
“makasih ya pak, maaf kalo Dira ngerepotin pak
satapam”
“tidak apa-apa kok nak” jawab satpam itu sambil
membalikkan punggungnya dan berjalan menuju tempat kerjanya. Alangkah
terenyuhnya hati Dira melihat pengorbanan dari sang ibu, bayangkan untuk menuju
kepasar tempat bu Ranti berjualan beliau harus berjalan kaki sepanjang 2km dan
pagi ini bu Ranti harus menambah perjalanannya 2km untuk mengantarkan bekal
kesekolah Dira jadi total perjalan bu Ranti pagi ini 4km. Dira menangis
terharu, Dira merenung apakah kelak dia bisa membalas kebaikan ibunya.
Tak
terasa Sembilan bulan sudah Dira lewati di bangku kelas tiga SMA, besok dira
harus mengikuti UAN {Ujian Akhir Nasional}. Dengan segala persipan yang
telahDira siapkan jauh-jauh hari dan inilah yang ditunggu-tunggu oleh semua
pelajar di Indonesia khususnya Dira, pasalnya ujian yang berlangsung tiga hari
ini menjadi babak penentu apakah siswa tersebut layak lulus atau tidak.
Sebelum
berangkat sekolah untuk mengikuti UAN Dira memeluk ibunya dengan erat
“bu, doain Dira ya semoga Dira lancar ngerjakan
soalnya dan nilainya memuaskan” pinta gadis cerdas itu yang tidak sengaja
meneteskan air mata dipipinya.
“tenang.. gadis pintar seperti Dira pasti bisa mengerjakan
soal dengan baik, tanpa Dira mintapun ibu selalu doain Dira kok” jawab bu Ranti
sambil menghapus air mata Dira.
“siap bu... Dira akan melakukan yang terbaik untuk
malaikat Dira” Dira menjawab sambil mencium kening bu Ranti.
Tiga
hari berlalu itu artinya UAN telah selesai dan liburan panjang sudah di depan
mata, tapi liburan panjang kali ini membuat Dira resah karena Dira bingung
apakah dia bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, apalagi
sejak dulu impian Dira dan kedua orang tuanya bahwa gadis manis itu bisa
melanjutkan kuliahnya di fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada. Dira
terdiam beberapa saat dan melihat ibunya dari balik selambu Dira benar-benar
kaget saat ibunya batuk dan mengeluarkan cairan berwarna merah dari mulutnya,
dia langsung menghampiri ibunya.
“ibu kenpa? Ibu sakit?” tanya gadis itu khawatir
“ibu gak papa kok nak, Cuma batuk biasa kamu gak
usah khawatir” bu Ranti menenangkan anaknya itu.
Ketika
cahaya matahari tergantikan dengan cahaya bulan gadis pintar itu duduk
termenung didepan teras rumahnya seraya memikirkan penyakit ibunya itu sehingga
Dira tidak yakin dan mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pendidikannya ke
jenjang yang lebih tinggi.
“ibu sakit dan aku gak punya uang untuk membawa ibu
ke dokter, dan juga kayanya aku gak bakalan kuliah deh lebih baik aku bantuin
ibu berjualan di pasar terus uangnya buat ibu ke dokter, tapiiii.. aku juga
pengen kuliah seperti temen-temenku yang lain” gadis itu menangis
sejadi-jadinya
Tiba-tiba suara bu Ranti menghentikan tangisan Dira
“anak ibu kok nangis? Ibuk gak papa kok nak dan Dira sebentar lagi bakalan
kuliah, trus apa yang membuat Dira menangis?”
“ibu bohong, ibu sakitkan? Jelas-jelas tadi Dira
melihat ibu muntah darah dan Dira gak mungkin bisa kuliah buk, kuliah itu mahal
apalagi di kedokteran” Dira pergi meninggalkan ibunya
Tapi tangan halus itu menghentikan dira “kamu salah
lihat nak, ibu memang batuk tapi tidak mengeluarkan darah dan Dira harus kuliah
ibu punya banyak uang jadi Dira gak usah berfikiran seperti itu” bu Ranti
berbohong
“beneran bu? Ibu gak bohongkan?” Gadis itu mulai
percaya apa yang dikatakan ibunya tadi
”mana mungkin ibu tega mebohongi anak ibu sendiri”
wanita itu berusaha meyakinkan anaknya
Kuk
ku ruyukkkk ayam sudah mulai bernyanyi itu artinya hari sudah pagi. Pagi itu
Dira sangat bersemangat menyiapkan berkas untuk persyaratan mendapatkan
beasiswa.
“bu pagi ini aku akan kesekolah untuk menyerahkan
berkas ini, doakan ya bu semoga Dira bisa mendapatkan beasiswa itu” Dira
meminta izin kepada ibunya
“iya nak Dira pasti dapat beasiswa itu, percaya sama
ibu” bu Ranti menenangkan anaknya.
Sebulan
bukan waktu yang sebentar bagi Dira, sebulan lamanya dia menantikan kabar
beasiswa yang tak pasti dan pengumuman SNMPTN di Universitas Gajah Mada,
fakultas kedoteran, dan hari ini tepat pukul duabelas siang Dira mendapatkan
kiriman surat yang bertuliskan “SELAMAT ANDA LOLOS” itu berarti Dira akan
melanjutkan pendidikannya di fakultas kedoteran Universitas Gajah Mada
Dira berteriak sukuat mungkin di dalam kamarnya
“yeeeeeee....akhirnya Dira bakalan jadi dokter, aku akan merawat dan mengobati
sendiri ibuku kelak” dia mulai berkhayal
“aku saat ini lolos di kedokteran, tapi kalau
beasiswanya gak lolos gimana?” Dira mulai sedih lagi dia menangis dan tertidur
pulas.
“Dirrrrrrraaaaaaaaa kamu dimana nak?” bu Ranti
mengagetkan Dira yang saat itu tertidur”
“Dira disini bu, ibu sudah pulang?” Dira kaget
“iya ibu sudah pulang, bagaimana beasiswa dan
pengumuman SNMPTNnya?”
“SNMPTNnya lolos kalo beasiswanya belum tahu bu”
“wih anak ibu bakalan jadi dokter ni, sekarang sudah
jam lima lewat lima belas menit lho dir, katanya pengumuman beasiswanya jam
lima?
“oh iya Dira lupa, sebentar aku lihat dulu bu” Dira
panik
SELAMAT, lagi-lagi tulisan SELAMAT itu membuat Dira
berteriak dan memeluk erat ibunya
“selamat gadis pintar, ibu bangga” bu Ranti
meneteskan air mata
Tanggal
9 september 2015 Dira dan ibunya bersiap untuk pergi ke Jogjakarta. Meraka bertolak
dari desa melati menuju Jogjakarta menggunakan kereta kelas ekonomi dengan
perjalanan kurang lebih 8 jam. Tepat jam tiga sore mereka sampai dikota tempat
Dira akan menuntut ilmu selama beberapa tahun. Setelah menemukan kossan untuk
Dira, mereka berdua merapikan ruangan kecil itu yang berukuran 2 x 3 meter
dengan penuh rasa syukur. Tiga jam berlalu bu Ranti harus kembali ke pampung
halaman dan terpaksa meninggalkan Dira seorang diri di kota orang, dengan rasa
sedih yang teramat mendalam Dira mengantarkan ibunya ke stasiun kereta api.
Dira
menjalani ke hidupan barunya di kota orang tanpa seorangpun yang dia kenal.
Hari pertama kuliah mengantarkan dia untuk berkenalan dengan seorang pria
bernama Rangga, Rangga merupa pria baik dan pintar yang saat ini sedang sibuk
mengurus skripsinya dan sebentar lagi dia akan di wisuda otamatis namanya akan
bertambah menjadi Rangga Aldiyansyah S.T.P. mereka tidak sengaja bertemu di
sekitaran food court saat Dira tersesat dan lupa jalan menuju kossnya.
Hubungan
mereka semakin dekat, namun setelah Rangga di wisuda pria itu bekerja di
Jakarta. Sehingga mereka terpisahkan jarak.
Setelah
beberapa tahun Dira menuntut ilmu akhirnya satu minggu lagi Dira akan di
wisuda, dengan nada penuh gembira Dira menghubungi ibunya.
“bu satu minggu lagi Dira di wisuda lho bu, ibu
datangkan?”
“ibu pasti datang, ibu sudah tidak sabar ingin
melihat dr. Dira”
“ahh ibu bisa saja”
Setelah berbincang dengan ibunya lewat telephone,
Dira lalu mengirim pesan lewat HP murahnya itu untuk menghubungi Rangga
‘Rangga, satu minggu lagi aku wisuda kamu harus
dateng!”
“siap dr.Dira”
Kringgggg-kringg
HP Dira berbunyi
“haloo, ibu? Ada apa bu?”
“ini bukan ibumu nak, ini bu Sri tetanggamu”
“ohh iya, ada apa bu?”
“ibumu sakit parah sekarang dia ada di rumah sakit
Harapan Bangsa”
Pyarrrr HP Dira terjatuh, dengan langkah cepatnya
Dira langsung menuju kampung halamannya menggunakan kereta api. Setelah sampai
di rumah sakit Dira memeluk ibunya.
“Dira, ngapain kamu disini? Lima hari lagi kamu di
wisuda lho”
“ibu kenapa gak bilang kalo ibu sakit?”
“ibu cuma pusing biasa” lagi-lagi bu Ranti berbohong
Dira keluar ruangan dan menghampiri dokter dan
menanyakan penyakit ibuya, dan dokter itu mengatakan bahwa ibunya sakit kanker
hati, dan sudah tidak bisa bertahan lebih lama karena keadaan semakin memburuk
Dira
terduduk lemas di pinggir tempat tidur ibunya. Saat itu bu Ranti menatap Dira
dan meminta maaf.
“ibu minta maaf kalo ibu ngerepotin Dira, tapi Dira
gak usah khawatir dengan keadaan ibu”
“ibu gak usah minta maaf, ibu gak pernah ngerepotin
Dira. Harusnya aku yang minta maaf sama ibu”
“tinggal menghitung hari Dira akan di wisuda, ibu
akan datang ke acara termegah dalam hidup ibu” bu Ranti menangis
“ibu jangan nangis, iya nanti kita berangkat bareng
ya bu ke acara wisudanya”
Malam
itu bu Ranti tidur dengan pulas, Dira memcium kening ibunya dan berharap ibunya
cepat sembuh.
Pagi
menyapa, saat Dira bermaksut
membangunkan ibunya namu apa daya bu Ranti tak dapat lagi membuka matanya
seketika itu Dira berteriak sehingga dokter dan suster memasuki ke dalam
ruangan tempat dimana ibunya dirawat. Dokter mengatakan bahwa bu Ranti sudah
tak bernyawa lagi. Dira tertunduk lemas dan menangis sejadi-jadinya
H-2
wisuda, sepeninggal ibunya Dira menjadi tak bersemangat mengikuti wisuda, namun
setelah di Rangga membujuk Dira akhirnya gadis itu bertolak ke Jogja untuk
mengikuti wisuda
Hari
ini Dira tampil sangat cantik, di ruangan itu Dira merasakan bahwa ibunya
melihat dirinya. Jantung Dira berdebar tak menentu saat namanya disebut
“dr.Auliya Nadira” dia perlahan menuju kedepan dengan langkah pastinya. Setelah
acara wisuda selesai, Rangga dan Dira keluar dari Graha Sabha Pramana UGM meski dengan perasaan
yang tak menentu antara bahagia dan hampa sewaktu didalam tadi, dia tak henti
menyeka air mata, lelehan dari kelopak matanya tak henti-hentinya mengucur saat
melihat wisudawan lain datang dengan didampingi kedua orang tuanya.
Setelah
disibukkan dengan acara wisuda mereka ber dua menuju rumah Dira di desa melati.
Dengan langkah perlahan Dira dan Rangga menuju tanah berhiaskan batu nisan dan
bertulisakn Ranti Binti Soejiono. Di depan pusara ibunya Dira memanjatkan doa
kepada Tuhan.
Ya ALLAH titip pelukan hangat untuk
Ibu
Titip kecupan dikening Ibu
Titip genggaman erat ditangan Ibu
Titip belaian sayang di pipi Ibu
Titip doa untuk Ibu agar Ibu
selalu dalam perlindunganMu, agar ibu tidak merasakan gelap di balik tanah,
agar Ibu mendapat rumah di syurga milikMU
Dan
titip rindu untuk malaikatku didunia Ya Allah.
No comments:
Post a Comment