BENTUK
DAN FUNGSI BAHASA
1.1 Fungsi Bahasa
Analisis wacana
adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Maka analisis itu tidak dapat
dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa yang tidak terikat pada tujuan atau
fungsi yang dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan-urusan
manusia. Kalau ada ahli linguistik yang memusatkan perhatian pada penentuan
sifat-sifat formal suatu bahasa, penganalisis wacana berkewajiban menyelidiki
untuk apa bahasa tersebut dipakai. Kalau pendekatan formal memiliki tradisi
yang sudah lama, yang tampak jelas pada buku-buku tata bahasa, sebaliknya
pendekatan fungsional kurang baik dokumentasinya. Bahkan usaha untuk memberi
perangkat label yang umum pada fungsi-fungsi utama bahasa pun telah
menghasilkan tata istilah yang kabur dan sering membingungkan. Selanjutnya
terdapat dua istilah untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi utama bahasa dan
menekankan bahwa pembagian ini di analisis. Kiranya tidak mungkin bahwa, pada
setiap kesempatan suatu ujaran bahasa yang wajar akan dipakai hanya untuk satu
fungsi saja, sehingga mengesampingkan fungsi yang lain. Selanjutnya fungsi
bahasa untuk mengungkapkan isi disebut sebagai transaksional, dan fungsi bahasa
yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap
pribadi disebut sebagai intransaksional.
1.1.1
Pandangan Transaksional
Para ahli linguistik
dan filsafat linguistik cenderug mengikuti pendekatan yang terbatas terhadap
fungsi-fungsi bahasa dalam masyarakat. Meskipun mereka sering mengakui bahwa
bahasa mungkin dipakai untuk melaksanakan banyak fungsi komunikasi, mereka
tetap menciptakan anggapan umum bahwa fungsi bahasa yang paling penting adalah
menyampaikan informasi. Lyons (1977:32) mengemukakan bahwa pengertian
komunikasi dengan mudah dipakai untuk perasaan, suasana hati, dan sikap, tetapi
menunjukkan bahwa ia akan tertarik pada penyampaian informasi faktual atau
proposisional yang disengaja. Begitu juga Bennet (1976:5) yang menyatakan
rupanya komunikasi terutama adalah perkara usaha pmbicara untuk memberitahukan
sesuatu kepada pendengar atau menyuruhnya melakukan sesuatu.
Selanjutnya bahasa yang
dipakai untuk menyampaikan informasi faktual atau proposional itu akan kami
sebut bahasa transaksional utama. Pada bahasa transaksional utama kami anggap
bahwa yang terutama yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis adalah
penyampaian informasi yang efektif.
1.1.2
Pandangan
Interaksional
Kalau ahli-ahli
linguistik, psikolinguistik, dan filsafat bahasa pada umumnya secara khusus
memperhatikan pemakaian bahasa untuk menyampaikan informasi faktual dan
proposisional, para ahli sosiologi dan sosiolinguistik terutama tertarik pada pada pemakaian bahasa
untuk memantapkan dan memelihara hubungan-hubungan sosial. Dalam buku sosiologi
dan antropologi, pemakaian bahasa konvensional untuk membuka dan menutup
percakapan. Para penganalisis percakapan terutama memperhatikan pemakaian
bahasa untuk merundingkan relasi-relasi peran, solidaritas orang-orang sebaya,
tukar-menukar giliran dalam percakapan, penyelamatan muka baik di pihak
pembicara maupun di pihak pendengar. Jelaslah bahwa sebagaian besar interaksi
manusia sehari-hari ditandai dengan pemakaian bahasa yang terutama
interpersonal dan bukan yang terutama transaksional.
Sebagai contoh, bila
ada dua orang yang tidak saling kenal berdiri di sebuah halte bus sambil
menggigil kena angin yang sangat dingin dan yang seorang berpaling kepada yang
lain dan berkata “aduh dinginnya!”, sukar untuk menduga bahwa maksud utama
pembicara itu adalah menyampaikan informasi. Rasanya jauh lebih masuk akal membanyangkan
bahwa pembicara itu menunjukkan kesediaan untuk bersahabat dan diajak bicara.
1.2 Bahasa Lisan dan Tulis
1.2.3 Cara Produksi
Dari sudut pandang
produksi, jelas bahwa bahasa lisan dan tulis memiliki perbedaan dari segi
produksi bahasanya. Khusus bahasa lisan, pembicara dapat membuat segala macam
efek kualitas suara (dan juga ekspresi muka, isyarat, serta sikap tubuh).
Dengan ekspresi-ekspresi itu ia lalu dapat mengendalikan pengaruh kata-kata
yang diucapkannya. Jadi pembicara yang mengucapkan “saya benar-benar ingin”
sambil mencondongkan badan ke muka, tersenyum, dengan kualitas suara yang
hangat dan dengan nafas panjang, jauh lebih besar kemungkinannya ditafsirkan
bahwa ia memang mempunyai maksud sesuai apa yang dikatakannya, daripada
pembicara lain yang mengucapkan kata-kata yang sama, sambil mencondongkan
badannya ke belakang, dengan alis berkerut dan kualitas suara sengau dan
bernada mengejek. Isyarat-isyarat paralinguistik itu tidak diperhatikan oleh
penulis. Selain itu pembicara tidak hanya mengawasi produksi sistem-sistem
komunikasi yang berbeda dengan yang diawasi penulis, tetapi juga memproses
produksi itu dalam keadaan yang jauh lebih banyak menuntut perhatian dan
kemampuan.
Penulis
sebaliknya, mungkin tidak memperhatikan apa yang sudah ditulisnya, berhenti di
antara setiap kata tanpa takut disela oleh kawan bicaranya, menyosohkan
waktunya untuk memilih sebuah kata tertentu, bahkan mencarinya dalam kamus jika
perlu, memeriksa kemajuannya dengan catatan-catatannya, mengubah urutan apa
yang telah ditulisnya, dan bahkan mengubah pikirannya mengenai apa yang ingin
dikatakannya. Apabila pembicara mengalami tekanan berat untuk terus berbicara
selama jangka waktu yang diberikan kepadanya, penulis secara khas secara khas
tidak mengalami tekanan seperti itu. apabila pembicara tahu bahwa kata-kata apa
saja yang keluar lewat bibirnya akan didengar oleh kawan bicaranya dan, jika
itu bukan yang dimaksudkannya, ia harus melakukan perbaikan yang aktif secara
terbuka, penulis dapat mencoret dan menulis lagi dalam keadaan tenang di kamar
kerjanya.
1.2.2 Realisasi Wacana Teks
Sejauh
ini, dengan kata-kata yang sangat umum, telah kami bicarakan beberapa perbedaan
dalam produksi bahasa tulis dan bahasa lisan. Sebelum membicarakan masalah
perbedaan antara bahasa tulis dan bahasa lisan, pada dua bagian berikut ini
akan kami perhatikan beberapa masalah realisasi bahasa lisan dan bahasa tulis.
1.2.3 Teks Tertulis
Pengertian
teks sebagai rekaman cetak sudah dikenal dalam penyelidikan kesusastraan.
Sebuah teks mungkin disajikan secara berbeda pada edisi-edisi yang berbeda,
dengan bentuk yang berbeda pula, dengan huruf yang berbeda, dengan ukuran
kertas yang berbeda, dalam satu atau dua kolom dan dari satu edisi ke edisi
berikutnya kita menganggap bahwa sajian yang berbeda itu merealisasikan teks
yang sama. Pentinglah untuk diperhatikan apa tepatnya yang sama itu. paling
sedikit, kata-katanya mestilah kata-kata yang sama, disajikan dengan urutan
yang sama. Di mana ada bacaan teks yang diragukan editor biasanya merasa wajib
memberi ulasan tentang bagian yang paling sukar dipecahkan berikut kutipan dari
Hamlet.
O, that this too too sulied flesh
would melt
Jelas bahwa diperlukan lebih dari
sekedar mereproduksikan kata-kata dengan urutannya yang benar,
tetapi juga diperlukan mentaati konvensi-konvensi tanda baca, dan juga
pembagian baris-barisnya yang menunjukkan pergantian pembicara.
Selanjutnya anggapan
yang menyederhanakan, dalam semua kasus, segala sesuatu yang merupakan isi teks
asli. Bila teks tulisan tangan yang menjadi persoalan seringkali terjadi bahwa
orang yang mereproduksi teks itu menjadi versi cetak harus berusaha keras dalam
membuat penafsiran guna memberikan nilai kepada beberapa kata yang sulit
dibaca. Dalam kesusastraan ketidaktepatan mungkin mengakibatkan teks itu sulit
dipecahkan, dan harus diperdebatkan. Pada surat, resep, daftar belanja, dan
karangan untuk tugas sekolah, pembaca biasanya dengan mudah untuk menafsirkan
teksnya. Namun, sudah jelas bahwa versi cetak teks tulisan tangan, dalam arti
penting, adalah suatu tafsiran. Suatu kasus jika teks tulis yang ditulis oleh
anak kecil yang berusaha ditafsirkan oleh orang dewasa terpaksa menentukan
menentukan kecocokan setiap bentuk huruf yang dibuat dengan susah panyah dengan
bentuk huruf tertentu, yang kemudian ditafsirkan lagi menurut pesan yang lebih
luas. Jadi kita mungkin menghadapi halaman dengan gambar binatang besar (singa)
dan meja dengan piring cekung berisi ikan emas di atasnya. Anak berumur lima
tahun menulis dengan tulisan
1.
The lion wos the fish to ti it
2.
The cat wants to get down the steis
3.
With qwt to dsthhb thelion
Teks
diatas ada kemungkinan memiliki tafsiran dengan bentuk teks sebagai berikut.
The
lion wants the fish, to eat it. The cat wants to get down the stairs without to
disturb the lion.
1.2.4 Teks Tulis
Masalah-masalah
yang kita jumpai sehubungan dengan pengertian teks sebagai rekaman verbal
tindak komunikasi menjadi jauh lebih kompleks apabila kita pikirkan apa yang
dimaksud teks lisan. Pandangan yang dianggap paling sederhana adalah bahwa
rekaman pita tindak komunikasi akan melestarikan teks-nya. Selain itu, dengan
merekam juga akan merepresentasikan yang tidak termasuk ke dalam teks-nya
yaitu, bunyi batuk, derit kursi, bus yang lewat, suara korek api yang sedang
dinyalakan.
Selanjutnya
sebagai contoh teks lisan, jika mendengar bentuk /gene/, apakah ia akan membuatnya menjadi pada ortografinya menjadi gonna (yang bagi sebagian pembaca
mungkin ada asosiasi amerika-nya yang ganjil) atau gointuh atau going to?
Masalahnya sederhana sekali, sebab kebanyakan pembicara senantiasa
menyederhanakan kata-kata secara fonetis (Brown, 1977:Bab 4). Jika penganalisis
menormalkannya menjadi bentuk tulisan konvensional, kata-kata mendapatkan
bentuk formalnya dan spesifikasinya yang bagaimanapun juga tidak tepat
merepresentasikan bentuk lisannya.
Masalah
dalam realisasi rekaman segmental kata-kata lisan menjadi kurang berarti
dibandingkan dengan masalah dalam realisasi rekaman suprasegmental (perincian
intonasi dan ritme). Kami tidak mempunyai realisasi-realisasi standar untuk
merealisasikan ciri-ciri paralinguistik ujaran yang diringkas sebagai sebagai
kualitas suara, namun efek ujaran yang disampaikan dengan rama dan penuh
simpati jelas sangat berbeda dengan efek ujaran jika diucapkan dengan brutal
dan kasar. Begitu juga biasanya kita dapat menentukan jenis kelamin pembicara
dari suaranya, kira-kira umur dan status pendidikannya, dan juga dari segi-segi
tertentu keadaan kesehatan dan kepribadiannya. Namun rasanya masuk akal untuk
mengemukakan bahwa variabel-variabel itu, bersama-sama dengan jeda dan
intonasi, melaksanakan fungsi-fungsi pada bahasa lisan yang pada bahasa tulis
dilaksanakan oleh tanda baca, huruf besar, huruf miring, paragraf dan
sebagainya.
Sebagai
contoh Cicourel (1973) mereproduksi tiga ujaran yang direkam dalam ruang kelas
dengan cara berikut:
1.
Ci : Like this?
2.
T
: Okay, yeah, all right, now...
3.
Ri : Now
what are you doing to do?
Pada 1 dan 3, harus dianggao bahwa tanda
?
Menunjukkan fungsi ujaran sebagai
pertanyaan apakah itu secara formal ditandai dengan misalnya intonasi naik
dalam kasus 1, hal itu tidak diberitahukan. Begitu juga kedudukan sejumlah koma
pada ujaran T (teacher) tidak dibuat eksplisit, kemungkinan untuk menunjukkan
jeda-jeda pada pada ujarannya, tetapi mungkin juga hanya untuk menunjukkan
ciri-ciri ritme dan intonasi yang kompleks yang ditanggapi oleh penganalisis.
Harus
ditegaskan lagi, bahwa betapapun obyektifnya pengertian teks itu seperti yang
kami jelaskan (rekaman verbal atau tindak komunikasi), persepsi dan tafsiran
mengenai teks pada dasarnya subyektif. Individu-individu yang berbeda
emperhatikan aspek-aspek teks yang berbeda. Dalam membicarakan teks, kami
berangan-angan lepas dari perbedaan pada apa yang disebut oleh Schut ‘resiprositas
perspektif’ yang di situ kami anggap sudah semestinya bahwa para pembaca atu
pendengar teks memiliki pengalaman yang sama.
Selanjutnya
harus jelas masalah definisi teks yang sederhana sebagai rekaman verbal tindak
komunikasi memerlukan sekurang-kurangnya dua batas:
1.
Realisasi teks yang disajikan utuk
dibicarakan, terutama yang melibatkan realisasi tertulis teks lisan, mungkin
berupa analisis pendahuluan (dan dari sini tafsiran) bagian wacana oleh
penganalisis wacana yang menyajikan teks itu untuk dipertimbangkan.
2.
Ciri-ciri produksi asli bahasa, misalnya
tulisan tangan yang goyah atau pada saat berbicara gemetar, agak semena-mena
dianggap sebagai ciri-ciri konteks tempat bahasa diproduksi.
1.2.5 Hubungan Antara Lisan dan Tulisan
Pandangan
bahwa bahasa tulis dan bahasa lisan pada umumnya dipakai dengan fungsi-fungsi
yang berbeda dalam masyarakat, teleh dikemukakan dengan tegas dan sedikit
mengejutkan oelh para sarjana yang berkepentingan di bidang antropologi dan
sosiologi, mengajukan pendapat bahwa pemikiran analitis terjadi setelah diperolehnya
bahasa tulis karena penulisan bahasa lisanlah yang memungkinkan manusia
memisah-misahkan kata-kata dengan jelas, memanipulasikan urutannya dan
mengembangkan bentuk-bentuk penalaran silogistis.
Selanjutnya
Goody mengemukakan bahwa bahasa tulis mempunyai dua fungsi: yang pertama adalah
fungsi menyimpan yang memungkinkan komunikasi tanpa tergantung pada waktu dan
ruang. Dan yang kedua adalah memindahkan bahasa dari bidang oral ke bidang
visual dan memungkinkan kata-kata serta kalimat-kalimat diamati lepas dai
konteks aslinya, yang di situ tampil dalam konteks yang sangat berbeda dan
sangat abstrak (1977:78).
Rasanya
masuk akal mengemukakan pendapat bahwa, apabila dalam kehidupan sehari-hari
dalam kebudayaan melek aksara kita memakai wicara terutama untuk menjalin dan
memelihara hubungan-hubungan antar manusia (pemakaian yang terutama
interaksional). Di lain pihak memakai bahasa tulis terutama untuk menyusun dan
menyampaikan informasi (pemakaian terutama transaksional). Namun adakalanya
dalam bahasa lisan dipakai untuk menyampaikan informasi faktual yang
terperinci. Oleh karena itu, patut diperhatikan bahwa penerima sering mencatat
perincian-perincian yang dikatakan kepadanya. Sebagai contoh seorng dokter
mencatat gejala-gejala penyakit pasiennya, arsitek mencatat kebutuhan-kebutuhan
kliennya, Hansard mencatat berbagai debat di parlemen Inggris, kita mencatat
alamat dan nomor telepon kawan-kawan, resep, pola sulaman, dan lain sebagainya.
Selanjutnya
perbedaan-perbedaan utama antara wicana dan tulisan berasal dari kenyataan
bahwa yang satu pada dasarnya cepat berlalu dan yang lainnya direncanakan
supaya tetap. Tepatnya hal ini yang dikemukakan oleh DJ. Enright dalam
pendapatnya bahwa Plato mengkin pernah menganggap bahasa lisan lebih unggul
dari pada bahasa tulis tetapi saya ragu apakah Plato sekarang begitu.
1.2.6 Perbedaan-perbedaan
bentuk antara bahasa tulis dan bahasa lisan
Kalau bicarakan dalam
bagian perbedaan bentuk antara bahasa tilus dan bahasa lisan ini tentu kedua
kemampuan ini amat berbeda seperti yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya.
Bahasa lisan tentu mempunyai perbedaan-perbedaan dialektal, aksen dan ‘register’
yang tergantung kepada variabel-variabel seperti topik pembicaraan dan peranan
para peserta. Tetapi dalam hal perbedaan bentuk bahasa lisan ini ada satu hal
lagi yang jarang dicatat yaitu: perbedaan antara wicara orang-orang yang
bahasanya sangat dipengaruhi lamanya dan terus menerusnya orang itu
berkecimpung dalam bentuk-bentuk bahasa tulis, dan wicara orang-orang yang
bahasanya relatif tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk bahasa tulis. Telah
dibicarakan sebelumnya beberapa perbedaan dalam cara produksi wicara dan
tulisan, perbedaan-perbedaan yang memberikan banyak bentuk khas dalam bahasa
tulis yang berbeda dari bentuk-bentuk khas pada wicara. Efek keseluruhanya
adalah dihasilkanny wicara yang tidak seteratur dan serapi bahasa tulis, kurang
padat informasi yang dikandungnya.
Dari karangan deskritif
sejumlah sarjana yang menyelidiki bahasa lisan dapat ditarik beberapa ciri yang
menandai bahasa lisan.
a.
Sintaksis bahasa lisan secara khas jauh
kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis bahasa tulis.
1. Bahasa
lisan berisi banyak kalimat yang tidak lengkap sering hanya berupa rangkaian
frase.
2. Bahasa
lisan secara khas tidak banyak berisi subordinasi.
3.
Dalam wicara percakapan, yang disitu
sintaksis kalimat dapat dipatuhi, biasanya terdapat bentuk-bentuk deklaratif
aktif.
Sebagai contoh yang
singkat, kita bisa melihat bahwa bagaimana pembicara ini berhenti sebentar dan
memulai ‘kalimat’ baru sebelum secara formal menyelesaikan kalimat terdahulu:
Lumayan bagus
permintaan dasar sejak + selalu ada toko antik yang mereka mencari + mereka
agak sedikit lebih baik +
b.
Dalam bahasa tulis terdapat amat banyak
penanda metalingual untuk menandai hubungan-hubungan antara klausa-klausa
seperti misalnya that, when/while dan sebagainya. Dalam bahasa tulis
juga akan mempunyai bagaian-bagian penting yang harus mucul seperti firstly,
more important than, dan in conclusion.
c.
Dalam bahasa tulis, frase nominal yang
agak banyak premodifikatornya (seperti yang itu) sangat umum dijumpai dalam dua
bahasa lisan jarang dijumpai dua ajektiva sebagai premodifikator dan ada
kecenderungnya kuat untuk menyusun bagian-bagian wicara yang pendek. Dalam
bahasa tulis, berbagai informasi yang berhubungan dengan suatu referen tertentu
dapat diatur dengan sangat padat seperti pada sebuah berita berkut ini:
Laki-laki
yang baru saja sembuh sepuluh hari yang lalu yang dulu dia terkunci dalam mobil
saat dia sedang merokok pipa dan dia meninggal di rumah saki
d.
Apabila kalimat-kalimat bahasa tulis
umumnya berstruktur subyek-predikat, dalam bahasa lisan biasa sekali terdapat
apa yang oleh Givon (1979b) disebut struktur topik sebutan (topic-comment)
seperti: kucing, apakah kamu membiarkan mereka keluar
e.
Dalam wicara tidak resmi,
konstruksi-konstruksi pasif relatif tidak sering dipakai. Pemakaian pasif dalam
bahasa tulis yang memungkinkan tidak disebutnya pelaku secara khas tidak ada
dalam wicara percakapan. Sebagai
gantinya, konstruksi-konstruksi aktif dengan pelaku kelompok yang tidak
tertentu dapat dijumpai, seperti contoh:
Waduh! Apapun yang dia melakukan di
Edinburgh + mereka melakukan sangat pelan
f.
Dalam omomngan tentang keadaan
lingkungan yang dekat, pembicara mungkin menggunakan (misalnya) arah pandangan
untuk menentukan referen (sambil memandang hujan) Mengerikan bukan
g.
Pembicara mungkin mengganti atau menghaluskan
ungkapan-ungkapan sambil terus bicara: lelaki ini + lelaki ini dia akan keluar
dengannya
h.
Pembicara secara khas memakai banyak
kata yang agak digeneralisasikan seperti: alot of, nice dan things like that.
i.
Pembicara sering kali bentuk sintaktis
yang sama beberapa kali lagi, seperti yang dilakukan oleh pengawas gelanggang
pasar malam ini: saya melihat alat pemadam kebakaran + saya melihat api + saya
melihat apakah tangga disediakan + saya melihat kabel listrik apakah terhubung
+ mereka (kabel) tertutup dengan benar.
j.
Pembicara mungkin menggunakan banyak
pengisi yang sudah jadi seperti: you know, of course, well dan sebagainya.
Beberapa
perbedaan yang khas antara wacana yang pernah ditulis dan yang pernah
dilisankan dapat dilihat dalam dua diskripsi pelangi berikut ini:
(1). Kemudian, dalam
hembusan awan dia melihat sesosok warna yang
membentuk bayangan. Di satu bukit. Dan dilupakan, tiba-tiba dia terkunci
dalam gradasi warna dan dia melihat satu bentuk pelangi. Di satu tempat itu kelihatan
menipis, dan, hatinya mengisyaratkan harapan, dia menganggap bayangan dari
angkasa yang memang seharusnya begitu. Dengan cepat warna itu menyatu secara
meterius dari sini, itu menggambarkan dirinya, itulah cahaya, itulah pelangi. (D.H.
Lawrence, The Rainbow, bab 16)
Pada kutipan
diatas (1), leksis yang kaya dan struktur yang sangat teratur merupakan
petunjuk-petunjuk bahwa penulisnya telah menyisihkan waktu untuk menyusun hasil
akhirnya, dan mungkin mengubah susunannya setelah beberapa kali menulisnya
kembali. Kalimat-kalimat lengkap, berisi subordinasi-subordinasi, banyak
modifikasi melalui ajektiva dan adverbia, dan lebih dari satu predikat untuk
setiap ungkapan referen.
Pada
kutipan ini (2), terdapat pengulangan, kalimat tidak lengkap, kata yang
digeneralisasikan, pengisi, dan satu contoh salah bicara:
(2). Biasanya setelah +
hujan sangat deras + atau sesuatu seperti itu + dan kamu menyopir sepanjang
jalan+ dan + sangat jauh + begitu + itulah + Ar +sebuah rangkaian dari stripes
++ membentuk seperti hembusan+ sebuah udara ++ sangat jauh sekali + waduh! +
ada tujuh warna + saya berpikir kamu akan kesulitan lihat tujuh warna
+rangkaian tadi + warna-warna yang + warna-warna itu + kelihatan terpisah tapi
ketika kamu coba melihat pisahannya warna-warna itu kelihatannya+ sangat
sulit++dipisahkan+ kalau kamu tahu apa yang saya maksud.
(mahasiswa pascasarjana berbicara
secara tidak resmi).
Penampilan
pembicara di sini dan sekarang, mungkin terancam karena kawan bicaranya ingin
mendapat giliran, secara khas mengulang kata-katanya sendiri dengan memakai
struktur sintaktis yang sama, kata-kats yang sama, dan menggunakan kata pertama
yang terlintas dalam ingatannya, mengisi jeda-jeda dengan pengisi-pengisi.
1.3
Kalimat dan ujaran
Bisa disebutkan
bahwa bahasa lisan atau wicara boleh dianggap sebagai ciri-ciri ujaran, dan
ciri-ciri yang khas pada bahasa tulis sebagai ciri-ciri kalimat. Dengan
sederhana bisa disebut juga dengan secara tidak resmi yaitu: kalimat akan
ditulis sedangkan ujaran akan dituturkan. Seperti yang disampaikan oleh Lyons,
dia membedakan ‘kalimat teks’ (text-sentences) dengan ‘kalimat sistem’
(system-sentences) sebagai berikut ini:
Kalimat
sistem tidak pernah terdapat sebagai produk perilaku bahasa biasa. Kalimat
sistem yang sengaja dibuat mungkin dipakai dalam pembicaraan metalinguistik
mengenai struktur dan fungsi bahasa, dan kalimat-kalimat buatan seperti itulah
yang biasanya dikutip dalam deskripsi l bahasa-bahasa tertentu. (Lyons,
1997-31)
Karena
contoh-contoh bahasa yang disajikan sebagai penunjang pembicara kami di seluruh
buku ini sebagian besar diambil dari perilaku bahasa biasa istilah kalimat
pada umumnya akan kami pakai dalam arti kalimat teks bukan kalimat
sistem. Tetapi akhirnya bagaimanapun penganalisi wacana juga memakai kalimat
sistem dalam diskripsi bahasa yang
diselidikinya. Kedua pendekatan yang diuraikan di atas memang sangat
berpengaruh pada ahli gramtika untuk mendiskripsikan bahasa. Jadi ada beberapa faktor penting yang
harus diperhatikan yaitu: data, kaidah, proses, dan konteks
karena penganalisis wacana akan berbeda pandangannya juga.
1.3.1
Tentang ‘data’
‘Data’ ahli haruslah berupa kalimat tunggal, atau
seperangkat kalimat tunggal yang menggambarkan ciri tertentu bahasa yang sedang
diselidiki. Biasanya para ahli juga akan
menyusun kalimat atau kalimat-kalimat yang dipakai sebagai contoh. Prosudur ini
sering tidak dijelaskan, tetapi baru-baru ini suatu komitmen yang
terang-terangan terhadap data yang disusun diungkapkan dengan kata-kata yang
berikut:
Saya anggap
saja...bahwa rangkaian-rangkaian yang dibuat-buat dan pertimbangan-pertimbangan
intuitif tertentu mengenai itu merupakan data yang sah bagi peneliti bahasa.
(Gazdar, 1979-11)
Berbeda
dengan itu, analisis wacana yang dilakukan dalam buku ini, secara khas
didasarkan pada bahasa yang diucapkan seseorang lain yang bukan penganalisis
maka data-data pasti akan dikonstruksi dengan tujuan untuk menjelaskan macam
pilihan formal yang tersedia bagi penutur maupun penulis. Jadi pada kesempatan
itu data dionstruksi dipakai sebagai gambaran. Bentuknya hampir tidak berupa
kalimat tunggal atau disebut data penampilan yang di dalamnya mungkin
terdapat ciri-ciri seperti keragu-raguan, salah ucap dan bentuk-bentuk tidak
standar.
1.3.2
Kaidah lawan keteraturan
Akibat yang
wajar dari pendekatan data terbatas yang banyak terdapat pada kinguistik aliran
Comsky adalah penulisan kaidah-kaidah yang tetap dan lengkap 100% benar. Karena data
ahli tidak boleh mengandung feomena
variabel, maka harus mempunyai kaidah-kaidah
kategorikal. Ciri perbedaan mengenai kaidah-kaidah bahasa yang benar dalam
pendekatan menurut Chomsky dan pendekatan kebanyakan ahli gramatika kalimat
yang lain, adalah bahwa kaidah-kaidah tersebut didasarkan pada ‘contoh’ dan
‘contoh tandingan’ yang diberikan. Jadi akan bisa terjedi bahwa satu kalimat
tunggal itu tidak mencukupi untuk membuat tidak berlakunya satu kaidah tipe
kategorial.
Tetapi sedangkan
penganalisis wacana dengan data bahasa biasa pada mempunyai komitmen
terhadap pandangan yang sangat berbeda mengenai aspek-aspek bahasa yang
dikuasai kaidah. Hal yang ingin bicarakan itu bukan kaidah-kaidah tetapai keteraturan-keteratuan,
hanya karena datanya selalu merupakan contoh fenomena nonkategorial.
Keteraturan-keteraturan yang dideskripsikan penganalisis didasarkan pada
frekuensi terdapatnya suatu ciri bahasa tertentu dengan kondisi-kondisi
tertentu pada datanya. Jiga frekuensi terdapatnya sangat tinggi jadilah akan
tampak seperti kategorial. Seperti yang disampai kan Givon:
Apakah perbedaan
komunikatif antara kaidah yang 90 % tepat yang 100% tepat? Dalam psikologi,
hampir tidak ada. Dalam komunikasi, suatu sistem dengan ketepatan kategorial
90% adalah sistem yang efisien. (Givon, 1979a:28)
1.3.3
Produk dan proses
Keteraturan-keteraturan
yang dideskripsikan penganalis wacana biasanya akan dinyatakan dengan kata-kata
yang dinamis. Karena data yang diselidiki adalah hasil pelaku bahasa biasa kemungkinan
data tersebut mengandung bukti tentang unsur perilaku. Tetapi para ahli
gramatika kalimat pada umumnya tidak memperhatikan hal itu karena datanya tidak
berhubungan dengan perilaku. Datanya terdiri dari perangkat objek yang disebut kalimat-kalimat
bahasa yang baik.
Pandangan seperti itu
akan tanda sebagai pandangan kalimat-sebagai-objek, dan anggaplah bahwa
objek-objek kalimat seperti itu tidak mempunyai penutur dan penerima. Seperti
yang disampaikan oleh Chomsky (1968:62).
jika kita berharap bisa
memahami bahasa manusia dan kemampuan-kemampuan psikologis tempat bertumpunya,
pertama-tama kita harus bertanya apa itu, tidak bagaimana atau untuk
tujuan-tujuan apa itu dipakai.
Pandangan mengenai
kalimat-kalimat bahasa alamiah, yang kurang ekstrem, tetapi jelas ada
hubungannya dan juga termasuk hubungan dengan analisis wacana. Dalam pandangan
ini akan ada penutur dan penerima kalimat, atau teks yang diperluas, tetapi
penganalisis hanya memusatkan perhatian pada produknya yaitu kata-kata yang
dibaca. Yang khas pada tipe ini adalah pandangan kohesi yang mengenai
relasi antara kalimat-kalimat pada teks cetak. Jadi unsur anaforis seperti
misalnya pronomina diperlukan sebagai kata yang menggantikan. Bisa dikatakan
juga bahwa hubungan kohesi dalamb teks dipakai oleh para pembuat teks agak
lebih mudah dibaca dan dipahami oleh para penerima. Perbedaan antara pelaku
wacana sebagai produk atau proses telah dijeaskan memang akan
berkaitan dengan pandangan-pandangan seperti kalimat-sebagai-teks dan teks-sebagai-produk
dalam pandangan ini tidak
memperhatikan asas-asas yang membatasi pembuatan dan asas-sas yang membatasi
penafsiran teks.
Dengan kedua pandangan
yang diuraikan di atas itu bisa dikatakan juga sebagai wacana-sebagai-proses.
Perbedaan yang muncul dalam wacana sebagai produk atau proses telah
dijelas oleh Widdowson (1979b:71). Bisa ditangkap bahwa bagaimana cara
berbicara supaya mudah dipahami oleh penerima. Jelas bahwa pandangan seperti
ini mengambil dari fungi komunikatif bahasa supaya hubungan antara pembicara
dan pendengar lebih mempergaya. Maka, penganalisis wacana tertarik kepada
fungsi atau tujuan sebuah data bahasa dan juga kepada cara data itu diproses,
baik oleh pembuat maupun penerima. Suatu akibat yang membuat penganalisis
wacana mempunyai pendapat berbeda dengan para ahli gramatika kalimat adalah
fungsi-fungsi atau tujuan data bahasa yang diproses oleh penutur dan mitra
tutur.
1.3.4
Tentang ‘konteks’
Bisa dikatakan bahwa
pada tahun-tahun belakagan ini pendapat bahwa untaian bahasa linguistik
string ‘kalimat’ dapat dianalisis sepenuhnya dengan tanpa memperhitung
‘konteks’. Para ahli gramatika kalimat ingin membuktikan pernyataan tentang
dapat diterimnya, suatu kalimat dalam menentukan, apakah untaian bahasa ini
akan dibuat oleh kemampuan gramatikannya. Dengan secara imlisit kalimat-kalimat
itu akan berpaling pada pertimbangan kontekstual. Jadi apakah untaian-uantaian
itu akan diterima?
Setiap
pendekatan-pendekatan analitis dalam linguistik yang melibatkan
pertimbangan-pertimbangan kontekstual, semestinya akan termasuk bidang
peneyelidikan bahasa yang disebut pragmatika. Melakukan analisis wacana
tentu saja akan melibatkan dengan sintaksis dan semantik, tetapi yang terutama
adalah pragmatik. Pada analisis wacana seperti pada pragmatik bisa diperhatikan
bahwa benar-benar apa yang dilakukan oleh orang-orang yang memakai bahasa,
menerangkan ciri-ciri bahasa pada wacana sebagai sarana yang dipakai dalam apa
yang mereka lakukan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi, dalam sebuah
konteks, oleh pembicara atau penulis untuk mengekspresikan berbagai makna dan
mencapai maksud atau inti wacana tersebut. Berdasarkan data tersebut,
penganalisi berusaha menjelaskan keteraturan dalam realisasi bahasa yang
digunakan orang untuk mengkomunikasikan maksud dan keinginan tersebut.
No comments:
Post a Comment