Sunday, June 12, 2016

BENTUK DAN FUNGSI BAHASA

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHyXc3xTEBFSVNmY9WCHk2Esov8CPe5mpV0IhtNc4r3Nc8O1AHfNqKnUfGyC1biedwxKySx5LrTTJh6KL8sjyE-DZby4pYr770sugDy9N1GXSLEZjZ6MZwHifsY11FMxJki9Ur44TihxQ/s1600/Fungsi+bahasa+Indonesia.jpg



BENTUK DAN FUNGSI BAHASA


1.1  Fungsi Bahasa
Analisis wacana adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Maka analisis itu tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa yang tidak terikat pada tujuan atau fungsi yang dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia. Kalau ada ahli linguistik yang memusatkan perhatian pada penentuan sifat-sifat formal suatu bahasa, penganalisis wacana berkewajiban menyelidiki untuk apa bahasa tersebut dipakai. Kalau pendekatan formal memiliki tradisi yang sudah lama, yang tampak jelas pada buku-buku tata bahasa, sebaliknya pendekatan fungsional kurang baik dokumentasinya. Bahkan usaha untuk memberi perangkat label yang umum pada fungsi-fungsi utama bahasa pun telah menghasilkan tata istilah yang kabur dan sering membingungkan. Selanjutnya terdapat dua istilah untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi utama bahasa dan menekankan bahwa pembagian ini di analisis. Kiranya tidak mungkin bahwa, pada setiap kesempatan suatu ujaran bahasa yang wajar akan dipakai hanya untuk satu fungsi saja, sehingga mengesampingkan fungsi yang lain. Selanjutnya fungsi bahasa untuk mengungkapkan isi disebut sebagai transaksional, dan fungsi bahasa yang terlibat dalam pengungkapan hubungan-hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi disebut sebagai intransaksional.
1.1.1        Pandangan Transaksional
Para ahli linguistik dan filsafat linguistik cenderug mengikuti pendekatan yang terbatas terhadap fungsi-fungsi bahasa dalam masyarakat. Meskipun mereka sering mengakui bahwa bahasa mungkin dipakai untuk melaksanakan banyak fungsi komunikasi, mereka tetap menciptakan anggapan umum bahwa fungsi bahasa yang paling penting adalah menyampaikan informasi. Lyons (1977:32) mengemukakan bahwa pengertian komunikasi dengan mudah dipakai untuk perasaan, suasana hati, dan sikap, tetapi menunjukkan bahwa ia akan tertarik pada penyampaian informasi faktual atau proposisional yang disengaja. Begitu juga Bennet (1976:5) yang menyatakan rupanya komunikasi terutama adalah perkara usaha pmbicara untuk memberitahukan sesuatu kepada pendengar atau menyuruhnya melakukan sesuatu.
Selanjutnya bahasa yang dipakai untuk menyampaikan informasi faktual atau proposional itu akan kami sebut bahasa transaksional utama. Pada bahasa transaksional utama kami anggap bahwa yang terutama yang dipikirkan oleh pembicara atau penulis adalah penyampaian informasi yang efektif.
1.1.2        Pandangan Interaksional
Kalau ahli-ahli linguistik, psikolinguistik, dan filsafat bahasa pada umumnya secara khusus memperhatikan pemakaian bahasa untuk menyampaikan informasi faktual dan proposisional, para ahli sosiologi dan sosiolinguistik  terutama tertarik pada pada pemakaian bahasa untuk memantapkan dan memelihara hubungan-hubungan sosial. Dalam buku sosiologi dan antropologi, pemakaian bahasa konvensional untuk membuka dan menutup percakapan. Para penganalisis percakapan terutama memperhatikan pemakaian bahasa untuk merundingkan relasi-relasi peran, solidaritas orang-orang sebaya, tukar-menukar giliran dalam percakapan, penyelamatan muka baik di pihak pembicara maupun di pihak pendengar. Jelaslah bahwa sebagaian besar interaksi manusia sehari-hari ditandai dengan pemakaian bahasa yang terutama interpersonal dan bukan yang terutama transaksional.
Sebagai contoh, bila ada dua orang yang tidak saling kenal berdiri di sebuah halte bus sambil menggigil kena angin yang sangat dingin dan yang seorang berpaling kepada yang lain dan berkata “aduh dinginnya!”, sukar untuk menduga bahwa maksud utama pembicara itu adalah menyampaikan informasi. Rasanya jauh lebih masuk akal membanyangkan bahwa pembicara itu menunjukkan kesediaan untuk bersahabat dan diajak bicara.

https://aldyforester.files.wordpress.com/2013/03/bahasa_.jpg
1.2  Bahasa Lisan dan Tulis
1.2.3 Cara Produksi
Dari sudut pandang produksi, jelas bahwa bahasa lisan dan tulis memiliki perbedaan dari segi produksi bahasanya. Khusus bahasa lisan, pembicara dapat membuat segala macam efek kualitas suara (dan juga ekspresi muka, isyarat, serta sikap tubuh). Dengan ekspresi-ekspresi itu ia lalu dapat mengendalikan pengaruh kata-kata yang diucapkannya. Jadi pembicara yang mengucapkan “saya benar-benar ingin” sambil mencondongkan badan ke muka, tersenyum, dengan kualitas suara yang hangat dan dengan nafas panjang, jauh lebih besar kemungkinannya ditafsirkan bahwa ia memang mempunyai maksud sesuai apa yang dikatakannya, daripada pembicara lain yang mengucapkan kata-kata yang sama, sambil mencondongkan badannya ke belakang, dengan alis berkerut dan kualitas suara sengau dan bernada mengejek. Isyarat-isyarat paralinguistik itu tidak diperhatikan oleh penulis. Selain itu pembicara tidak hanya mengawasi produksi sistem-sistem komunikasi yang berbeda dengan yang diawasi penulis, tetapi juga memproses produksi itu dalam keadaan yang jauh lebih banyak menuntut perhatian dan kemampuan.
            Penulis sebaliknya, mungkin tidak memperhatikan apa yang sudah ditulisnya, berhenti di antara setiap kata tanpa takut disela oleh kawan bicaranya, menyosohkan waktunya untuk memilih sebuah kata tertentu, bahkan mencarinya dalam kamus jika perlu, memeriksa kemajuannya dengan catatan-catatannya, mengubah urutan apa yang telah ditulisnya, dan bahkan mengubah pikirannya mengenai apa yang ingin dikatakannya. Apabila pembicara mengalami tekanan berat untuk terus berbicara selama jangka waktu yang diberikan kepadanya, penulis secara khas secara khas tidak mengalami tekanan seperti itu. apabila pembicara tahu bahwa kata-kata apa saja yang keluar lewat bibirnya akan didengar oleh kawan bicaranya dan, jika itu bukan yang dimaksudkannya, ia harus melakukan perbaikan yang aktif secara terbuka, penulis dapat mencoret dan menulis lagi dalam keadaan tenang di kamar kerjanya.
1.2.2 Realisasi Wacana Teks
            Sejauh ini, dengan kata-kata yang sangat umum, telah kami bicarakan beberapa perbedaan dalam produksi bahasa tulis dan bahasa lisan. Sebelum membicarakan masalah perbedaan antara bahasa tulis dan bahasa lisan, pada dua bagian berikut ini akan kami perhatikan beberapa masalah realisasi bahasa lisan dan bahasa tulis.
1.2.3 Teks Tertulis
            Pengertian teks sebagai rekaman cetak sudah dikenal dalam penyelidikan kesusastraan. Sebuah teks mungkin disajikan secara berbeda pada edisi-edisi yang berbeda, dengan bentuk yang berbeda pula, dengan huruf yang berbeda, dengan ukuran kertas yang berbeda, dalam satu atau dua kolom dan dari satu edisi ke edisi berikutnya kita menganggap bahwa sajian yang berbeda itu merealisasikan teks yang sama. Pentinglah untuk diperhatikan apa tepatnya yang sama itu. paling sedikit, kata-katanya mestilah kata-kata yang sama, disajikan dengan urutan yang sama. Di mana ada bacaan teks yang diragukan editor biasanya merasa wajib memberi ulasan tentang bagian yang paling sukar dipecahkan berikut kutipan dari Hamlet.
            O, that this too too sulied flesh would melt
 Jelas bahwa diperlukan lebih dari sekedar mereproduksikan kata-kata dengan urutannya yang benar, tetapi juga diperlukan mentaati konvensi-konvensi tanda baca, dan juga pembagian baris-barisnya yang menunjukkan pergantian pembicara.
Selanjutnya anggapan yang menyederhanakan, dalam semua kasus, segala sesuatu yang merupakan isi teks asli. Bila teks tulisan tangan yang menjadi persoalan seringkali terjadi bahwa orang yang mereproduksi teks itu menjadi versi cetak harus berusaha keras dalam membuat penafsiran guna memberikan nilai kepada beberapa kata yang sulit dibaca. Dalam kesusastraan ketidaktepatan mungkin mengakibatkan teks itu sulit dipecahkan, dan harus diperdebatkan. Pada surat, resep, daftar belanja, dan karangan untuk tugas sekolah, pembaca biasanya dengan mudah untuk menafsirkan teksnya. Namun, sudah jelas bahwa versi cetak teks tulisan tangan, dalam arti penting, adalah suatu tafsiran. Suatu kasus jika teks tulis yang ditulis oleh anak kecil yang berusaha ditafsirkan oleh orang dewasa terpaksa menentukan menentukan kecocokan setiap bentuk huruf yang dibuat dengan susah panyah dengan bentuk huruf tertentu, yang kemudian ditafsirkan lagi menurut pesan yang lebih luas. Jadi kita mungkin menghadapi halaman dengan gambar binatang besar (singa) dan meja dengan piring cekung berisi ikan emas di atasnya. Anak berumur lima tahun menulis dengan tulisan
1.      The lion wos the fish to ti it
2.      The cat wants to get down the steis
3.      With qwt to dsthhb thelion
Teks diatas ada kemungkinan memiliki tafsiran dengan bentuk teks sebagai berikut.
The lion wants the fish, to eat it. The cat wants to get down the stairs without to disturb the lion.
1.2.4 Teks Tulis
            Masalah-masalah yang kita jumpai sehubungan dengan pengertian teks sebagai rekaman verbal tindak komunikasi menjadi jauh lebih kompleks apabila kita pikirkan apa yang dimaksud teks lisan. Pandangan yang dianggap paling sederhana adalah bahwa rekaman pita tindak komunikasi akan melestarikan teks-nya. Selain itu, dengan merekam juga akan merepresentasikan yang tidak termasuk ke dalam teks-nya yaitu, bunyi batuk, derit kursi, bus yang lewat, suara korek api yang sedang dinyalakan.
            Selanjutnya sebagai contoh teks lisan, jika mendengar bentuk /gene/, apakah ia akan membuatnya menjadi pada ortografinya menjadi gonna (yang bagi sebagian pembaca mungkin ada asosiasi amerika-nya yang ganjil) atau gointuh atau going to? Masalahnya sederhana sekali, sebab kebanyakan pembicara senantiasa menyederhanakan kata-kata secara fonetis (Brown, 1977:Bab 4). Jika penganalisis menormalkannya menjadi bentuk tulisan konvensional, kata-kata mendapatkan bentuk formalnya dan spesifikasinya yang bagaimanapun juga tidak tepat merepresentasikan bentuk lisannya.
            Masalah dalam realisasi rekaman segmental kata-kata lisan menjadi kurang berarti dibandingkan dengan masalah dalam realisasi rekaman suprasegmental (perincian intonasi dan ritme). Kami tidak mempunyai realisasi-realisasi standar untuk merealisasikan ciri-ciri paralinguistik ujaran yang diringkas sebagai sebagai kualitas suara, namun efek ujaran yang disampaikan dengan rama dan penuh simpati jelas sangat berbeda dengan efek ujaran jika diucapkan dengan brutal dan kasar. Begitu juga biasanya kita dapat menentukan jenis kelamin pembicara dari suaranya, kira-kira umur dan status pendidikannya, dan juga dari segi-segi tertentu keadaan kesehatan dan kepribadiannya. Namun rasanya masuk akal untuk mengemukakan bahwa variabel-variabel itu, bersama-sama dengan jeda dan intonasi, melaksanakan fungsi-fungsi pada bahasa lisan yang pada bahasa tulis dilaksanakan oleh tanda baca, huruf besar, huruf miring, paragraf dan sebagainya.
            Sebagai contoh Cicourel (1973) mereproduksi tiga ujaran yang direkam dalam ruang kelas dengan cara berikut:
1.      Ci : Like this?
2.      T  : Okay, yeah, all right, now...
3.      Ri : Now what are you doing to do?
Pada 1 dan 3, harus dianggao bahwa tanda ?
Menunjukkan fungsi ujaran sebagai pertanyaan apakah itu secara formal ditandai dengan misalnya intonasi naik dalam kasus 1, hal itu tidak diberitahukan. Begitu juga kedudukan sejumlah koma pada ujaran T (teacher) tidak dibuat eksplisit, kemungkinan untuk menunjukkan jeda-jeda pada pada ujarannya, tetapi mungkin juga hanya untuk menunjukkan ciri-ciri ritme dan intonasi yang kompleks yang ditanggapi oleh penganalisis.
            Harus ditegaskan lagi, bahwa betapapun obyektifnya pengertian teks itu seperti yang kami jelaskan (rekaman verbal atau tindak komunikasi), persepsi dan tafsiran mengenai teks pada dasarnya subyektif. Individu-individu yang berbeda emperhatikan aspek-aspek teks yang berbeda. Dalam membicarakan teks, kami berangan-angan lepas dari perbedaan pada apa yang disebut oleh Schut ‘resiprositas perspektif’ yang di situ kami anggap sudah semestinya bahwa para pembaca atu pendengar teks memiliki pengalaman yang sama.
            Selanjutnya harus jelas masalah definisi teks yang sederhana sebagai rekaman verbal tindak komunikasi memerlukan sekurang-kurangnya dua batas:
1.      Realisasi teks yang disajikan utuk dibicarakan, terutama yang melibatkan realisasi tertulis teks lisan, mungkin berupa analisis pendahuluan (dan dari sini tafsiran) bagian wacana oleh penganalisis wacana yang menyajikan teks itu untuk dipertimbangkan.
2.      Ciri-ciri produksi asli bahasa, misalnya tulisan tangan yang goyah atau pada saat berbicara gemetar, agak semena-mena dianggap sebagai ciri-ciri konteks tempat bahasa diproduksi.
1.2.5 Hubungan Antara Lisan dan Tulisan
            Pandangan bahwa bahasa tulis dan bahasa lisan pada umumnya dipakai dengan fungsi-fungsi yang berbeda dalam masyarakat, teleh dikemukakan dengan tegas dan sedikit mengejutkan oelh para sarjana yang berkepentingan di bidang antropologi dan sosiologi, mengajukan pendapat bahwa pemikiran analitis terjadi setelah diperolehnya bahasa tulis karena penulisan bahasa lisanlah yang memungkinkan manusia memisah-misahkan kata-kata dengan jelas, memanipulasikan urutannya dan mengembangkan bentuk-bentuk penalaran silogistis.
            Selanjutnya Goody mengemukakan bahwa bahasa tulis mempunyai dua fungsi: yang pertama adalah fungsi menyimpan yang memungkinkan komunikasi tanpa tergantung pada waktu dan ruang. Dan yang kedua adalah memindahkan bahasa dari bidang oral ke bidang visual dan memungkinkan kata-kata serta kalimat-kalimat diamati lepas dai konteks aslinya, yang di situ tampil dalam konteks yang sangat berbeda dan sangat abstrak (1977:78).
            Rasanya masuk akal mengemukakan pendapat bahwa, apabila dalam kehidupan sehari-hari dalam kebudayaan melek aksara kita memakai wicara terutama untuk menjalin dan memelihara hubungan-hubungan antar manusia (pemakaian yang terutama interaksional). Di lain pihak memakai bahasa tulis terutama untuk menyusun dan menyampaikan informasi (pemakaian terutama transaksional). Namun adakalanya dalam bahasa lisan dipakai untuk menyampaikan informasi faktual yang terperinci. Oleh karena itu, patut diperhatikan bahwa penerima sering mencatat perincian-perincian yang dikatakan kepadanya. Sebagai contoh seorng dokter mencatat gejala-gejala penyakit pasiennya, arsitek mencatat kebutuhan-kebutuhan kliennya, Hansard mencatat berbagai debat di parlemen Inggris, kita mencatat alamat dan nomor telepon kawan-kawan, resep, pola sulaman, dan lain sebagainya.
            Selanjutnya perbedaan-perbedaan utama antara wicana dan tulisan berasal dari kenyataan bahwa yang satu pada dasarnya cepat berlalu dan yang lainnya direncanakan supaya tetap. Tepatnya hal ini yang dikemukakan oleh DJ. Enright dalam pendapatnya bahwa Plato mengkin pernah menganggap bahasa lisan lebih unggul dari pada bahasa tulis tetapi saya ragu apakah Plato sekarang begitu.
1.2.6    Perbedaan-perbedaan bentuk antara bahasa tulis dan bahasa lisan
Kalau bicarakan dalam bagian perbedaan bentuk antara bahasa tilus dan bahasa lisan ini tentu kedua kemampuan ini amat berbeda seperti yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya. Bahasa lisan tentu mempunyai perbedaan-perbedaan dialektal, aksen dan ‘register’ yang tergantung kepada variabel-variabel seperti topik pembicaraan dan peranan para peserta. Tetapi dalam hal perbedaan bentuk bahasa lisan ini ada satu hal lagi yang jarang dicatat yaitu: perbedaan antara wicara orang-orang yang bahasanya sangat dipengaruhi lamanya dan terus menerusnya orang itu berkecimpung dalam bentuk-bentuk bahasa tulis, dan wicara orang-orang yang bahasanya relatif tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk bahasa tulis. Telah dibicarakan sebelumnya beberapa perbedaan dalam cara produksi wicara dan tulisan, perbedaan-perbedaan yang memberikan banyak bentuk khas dalam bahasa tulis yang berbeda dari bentuk-bentuk khas pada wicara. Efek keseluruhanya adalah dihasilkanny wicara yang tidak seteratur dan serapi bahasa tulis, kurang padat informasi yang dikandungnya.
Dari karangan deskritif sejumlah sarjana yang menyelidiki bahasa lisan dapat ditarik beberapa ciri yang menandai bahasa lisan.
a.         Sintaksis bahasa lisan secara khas jauh kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis bahasa tulis.
1.      Bahasa lisan berisi banyak kalimat yang tidak lengkap sering hanya berupa rangkaian frase.
2.      Bahasa lisan secara khas tidak banyak berisi subordinasi.
3.      Dalam wicara percakapan, yang disitu sintaksis kalimat dapat dipatuhi, biasanya terdapat bentuk-bentuk deklaratif aktif.
Sebagai contoh yang singkat, kita bisa melihat bahwa bagaimana pembicara ini berhenti sebentar dan memulai ‘kalimat’ baru sebelum secara formal menyelesaikan kalimat terdahulu:
Lumayan bagus permintaan dasar sejak + selalu ada toko antik yang mereka mencari + mereka agak sedikit lebih baik +
b.        Dalam bahasa tulis terdapat amat banyak penanda metalingual untuk menandai hubungan-hubungan antara klausa-klausa seperti misalnya that, when/while dan sebagainya. Dalam bahasa tulis juga akan mempunyai bagaian-bagian penting yang harus mucul seperti firstly, more important than, dan in conclusion.
c.         Dalam bahasa tulis, frase nominal yang agak banyak premodifikatornya (seperti yang itu) sangat umum dijumpai dalam dua bahasa lisan jarang dijumpai dua ajektiva sebagai premodifikator dan ada kecenderungnya kuat untuk menyusun bagian-bagian wicara yang pendek. Dalam bahasa tulis, berbagai informasi yang berhubungan dengan suatu referen tertentu dapat diatur dengan sangat padat seperti pada sebuah berita berkut ini:
Laki-laki yang baru saja sembuh sepuluh hari yang lalu yang dulu dia terkunci dalam mobil saat dia sedang merokok pipa dan dia meninggal di rumah saki
d.        Apabila kalimat-kalimat bahasa tulis umumnya berstruktur subyek-predikat, dalam bahasa lisan biasa sekali terdapat apa yang oleh Givon (1979b) disebut struktur topik sebutan (topic-comment) seperti: kucing, apakah kamu membiarkan mereka keluar
e.         Dalam wicara tidak resmi, konstruksi-konstruksi pasif relatif tidak sering dipakai. Pemakaian pasif dalam bahasa tulis yang memungkinkan tidak disebutnya pelaku secara khas tidak ada dalam wicara percakapan.  Sebagai gantinya, konstruksi-konstruksi aktif dengan pelaku kelompok yang tidak tertentu dapat dijumpai, seperti contoh:
Waduh! Apapun yang dia melakukan di Edinburgh + mereka melakukan sangat pelan
f.         Dalam omomngan tentang keadaan lingkungan yang dekat, pembicara mungkin menggunakan (misalnya) arah pandangan untuk menentukan referen (sambil memandang hujan) Mengerikan bukan
g.        Pembicara mungkin mengganti atau menghaluskan ungkapan-ungkapan sambil terus bicara: lelaki ini + lelaki ini dia akan keluar dengannya
h.        Pembicara secara khas memakai banyak kata yang agak digeneralisasikan seperti: alot of, nice dan things like that.
i.          Pembicara sering kali bentuk sintaktis yang sama beberapa kali lagi, seperti yang dilakukan oleh pengawas gelanggang pasar malam ini: saya melihat alat pemadam kebakaran + saya melihat api + saya melihat apakah tangga disediakan + saya melihat kabel listrik apakah terhubung + mereka (kabel) tertutup dengan benar.
j.          Pembicara mungkin menggunakan banyak pengisi yang sudah jadi seperti: you know, of course, well dan sebagainya.
Beberapa perbedaan yang khas antara wacana yang pernah ditulis dan yang pernah dilisankan dapat dilihat dalam dua diskripsi pelangi berikut ini:
(1). Kemudian, dalam hembusan awan dia melihat sesosok warna yang  membentuk bayangan. Di satu bukit. Dan dilupakan, tiba-tiba dia terkunci dalam gradasi warna dan dia melihat satu bentuk pelangi. Di satu tempat itu kelihatan menipis, dan, hatinya mengisyaratkan harapan, dia menganggap bayangan dari angkasa yang memang seharusnya begitu. Dengan cepat warna itu menyatu secara meterius dari sini, itu menggambarkan dirinya, itulah cahaya, itulah pelangi. (D.H. Lawrence, The Rainbow, bab 16)
Pada kutipan diatas (1), leksis yang kaya dan struktur yang sangat teratur merupakan petunjuk-petunjuk bahwa penulisnya telah menyisihkan waktu untuk menyusun hasil akhirnya, dan mungkin mengubah susunannya setelah beberapa kali menulisnya kembali. Kalimat-kalimat lengkap, berisi subordinasi-subordinasi, banyak modifikasi melalui ajektiva dan adverbia, dan lebih dari satu predikat untuk setiap ungkapan referen.
Pada kutipan ini (2), terdapat pengulangan, kalimat tidak lengkap, kata yang digeneralisasikan, pengisi, dan satu contoh salah bicara:
(2). Biasanya setelah + hujan sangat deras + atau sesuatu seperti itu + dan kamu menyopir sepanjang jalan+ dan + sangat jauh + begitu + itulah + Ar +sebuah rangkaian dari stripes ++ membentuk seperti hembusan+ sebuah udara ++ sangat jauh sekali + waduh! + ada tujuh warna + saya berpikir kamu akan kesulitan lihat tujuh warna +rangkaian tadi + warna-warna yang + warna-warna itu + kelihatan terpisah tapi ketika kamu coba melihat pisahannya warna-warna itu kelihatannya+ sangat sulit++dipisahkan+ kalau kamu tahu apa yang saya maksud.
            (mahasiswa pascasarjana berbicara secara tidak resmi).
Penampilan pembicara di sini dan sekarang, mungkin terancam karena kawan bicaranya ingin mendapat giliran, secara khas mengulang kata-katanya sendiri dengan memakai struktur sintaktis yang sama, kata-kats yang sama, dan menggunakan kata pertama yang terlintas dalam ingatannya, mengisi jeda-jeda dengan pengisi-pengisi.

https://ramadhanarey.files.wordpress.com/2014/10/ragam-bi.jpg

1.3              Kalimat dan ujaran
Bisa disebutkan bahwa bahasa lisan atau wicara boleh dianggap sebagai ciri-ciri ujaran, dan ciri-ciri yang khas pada bahasa tulis sebagai ciri-ciri kalimat. Dengan sederhana bisa disebut juga dengan secara tidak resmi yaitu: kalimat akan ditulis sedangkan ujaran akan dituturkan. Seperti yang disampaikan oleh Lyons, dia membedakan ‘kalimat teks’ (text-sentences) dengan ‘kalimat sistem’ (system-sentences) sebagai berikut ini:
            Kalimat sistem tidak pernah terdapat sebagai produk perilaku bahasa biasa. Kalimat sistem yang sengaja dibuat mungkin dipakai dalam pembicaraan metalinguistik mengenai struktur dan fungsi bahasa, dan kalimat-kalimat buatan seperti itulah yang biasanya dikutip dalam deskripsi l bahasa-bahasa tertentu. (Lyons, 1997-31)
            Karena contoh-contoh bahasa yang disajikan sebagai penunjang pembicara kami di seluruh buku ini sebagian besar diambil dari perilaku bahasa biasa istilah kalimat pada umumnya akan kami pakai dalam arti kalimat teks bukan kalimat sistem. Tetapi akhirnya bagaimanapun penganalisi wacana juga memakai kalimat sistem dalam diskripsi  bahasa yang diselidikinya. Kedua pendekatan yang diuraikan di atas memang sangat berpengaruh pada ahli gramtika untuk mendiskripsikan  bahasa. Jadi ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan yaitu: data, kaidah, proses, dan konteks karena penganalisis wacana akan berbeda pandangannya juga.
1.3.1        Tentang ‘data’
‘Data’ ahli  haruslah berupa kalimat tunggal, atau seperangkat kalimat tunggal yang menggambarkan ciri tertentu bahasa yang sedang diselidiki. Biasanya para ahli  juga akan menyusun kalimat atau kalimat-kalimat yang dipakai sebagai contoh. Prosudur ini sering tidak dijelaskan, tetapi baru-baru ini suatu komitmen yang terang-terangan terhadap data yang disusun diungkapkan dengan kata-kata yang berikut:
Saya anggap saja...bahwa rangkaian-rangkaian yang dibuat-buat dan pertimbangan-pertimbangan intuitif tertentu mengenai itu merupakan data yang sah bagi peneliti bahasa. (Gazdar, 1979-11)
Berbeda dengan itu, analisis wacana yang dilakukan dalam buku ini, secara khas didasarkan pada bahasa yang diucapkan seseorang lain yang bukan penganalisis maka data-data pasti akan dikonstruksi dengan tujuan untuk menjelaskan macam pilihan formal yang tersedia bagi penutur maupun penulis. Jadi pada kesempatan itu data dionstruksi dipakai sebagai gambaran. Bentuknya hampir tidak berupa kalimat tunggal atau disebut data penampilan yang di dalamnya mungkin terdapat ciri-ciri seperti keragu-raguan, salah ucap dan bentuk-bentuk tidak standar.
1.3.2             Kaidah lawan keteraturan
Akibat yang wajar dari pendekatan data terbatas yang banyak terdapat pada kinguistik aliran Comsky adalah penulisan kaidah-kaidah  yang tetap dan lengkap 100% benar. Karena data ahli  tidak boleh mengandung feomena variabel, maka  harus mempunyai kaidah-kaidah kategorikal. Ciri perbedaan mengenai kaidah-kaidah bahasa yang benar dalam pendekatan menurut Chomsky dan pendekatan kebanyakan ahli gramatika kalimat yang lain, adalah bahwa kaidah-kaidah tersebut didasarkan pada ‘contoh’ dan ‘contoh tandingan’ yang diberikan. Jadi akan bisa terjedi bahwa satu kalimat tunggal itu tidak mencukupi untuk membuat tidak berlakunya satu kaidah tipe kategorial.
Tetapi sedangkan penganalisis wacana dengan data bahasa biasa pada mempunyai komitmen terhadap pandangan yang sangat berbeda mengenai aspek-aspek bahasa yang dikuasai kaidah. Hal yang ingin bicarakan itu bukan kaidah-kaidah tetapai keteraturan-keteratuan, hanya karena datanya selalu merupakan contoh fenomena nonkategorial. Keteraturan-keteraturan yang dideskripsikan penganalisis didasarkan pada frekuensi terdapatnya suatu ciri bahasa tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu pada datanya. Jiga frekuensi terdapatnya sangat tinggi jadilah akan tampak seperti kategorial. Seperti yang disampai kan Givon:
Apakah perbedaan komunikatif antara kaidah yang 90 % tepat yang 100% tepat? Dalam psikologi, hampir tidak ada. Dalam komunikasi, suatu sistem dengan ketepatan kategorial 90% adalah sistem yang efisien. (Givon, 1979a:28)
1.3.3             Produk dan proses
Keteraturan-keteraturan yang dideskripsikan penganalis wacana biasanya akan dinyatakan dengan kata-kata yang dinamis. Karena data yang diselidiki adalah hasil pelaku bahasa biasa kemungkinan data tersebut mengandung bukti tentang unsur perilaku. Tetapi para ahli gramatika kalimat pada umumnya tidak memperhatikan hal itu karena datanya tidak berhubungan dengan perilaku. Datanya terdiri dari perangkat objek yang disebut kalimat-kalimat bahasa yang baik.
Pandangan seperti itu akan tanda sebagai pandangan kalimat-sebagai-objek, dan anggaplah bahwa objek-objek kalimat seperti itu tidak mempunyai penutur dan penerima. Seperti yang disampaikan oleh Chomsky (1968:62).
jika kita berharap bisa memahami bahasa manusia dan kemampuan-kemampuan psikologis tempat bertumpunya, pertama-tama kita harus bertanya apa itu, tidak bagaimana atau untuk tujuan-tujuan apa itu dipakai.
Pandangan mengenai kalimat-kalimat bahasa alamiah, yang kurang ekstrem, tetapi jelas ada hubungannya dan juga termasuk hubungan dengan analisis wacana. Dalam pandangan ini akan ada penutur dan penerima kalimat, atau teks yang diperluas, tetapi penganalisis hanya memusatkan perhatian pada produknya yaitu kata-kata yang dibaca. Yang khas pada tipe ini adalah pandangan kohesi yang mengenai relasi antara kalimat-kalimat pada teks cetak. Jadi unsur anaforis seperti misalnya pronomina diperlukan sebagai kata yang menggantikan. Bisa dikatakan juga bahwa hubungan kohesi dalamb teks dipakai oleh para pembuat teks agak lebih mudah dibaca dan dipahami oleh para penerima. Perbedaan antara pelaku wacana sebagai produk atau proses telah dijeaskan memang akan berkaitan dengan pandangan-pandangan seperti kalimat-sebagai-teks dan teks-sebagai-produk  dalam pandangan ini tidak memperhatikan asas-asas yang membatasi pembuatan dan asas-sas yang membatasi penafsiran teks.
Dengan kedua pandangan yang diuraikan di atas itu bisa dikatakan juga sebagai wacana-sebagai-proses. Perbedaan yang muncul dalam wacana sebagai produk atau proses telah dijelas oleh Widdowson (1979b:71). Bisa ditangkap bahwa bagaimana cara berbicara supaya mudah dipahami oleh penerima. Jelas bahwa pandangan seperti ini mengambil dari fungi komunikatif bahasa supaya hubungan antara pembicara dan pendengar lebih mempergaya. Maka, penganalisis wacana tertarik kepada fungsi atau tujuan sebuah data bahasa dan juga kepada cara data itu diproses, baik oleh pembuat maupun penerima. Suatu akibat yang membuat penganalisis wacana mempunyai pendapat berbeda dengan para ahli gramatika kalimat adalah fungsi-fungsi atau tujuan data bahasa yang diproses oleh penutur dan mitra tutur.
1.3.4        Tentang ‘konteks’
Bisa dikatakan bahwa pada tahun-tahun belakagan ini pendapat bahwa untaian bahasa linguistik string ‘kalimat’ dapat dianalisis sepenuhnya dengan tanpa memperhitung ‘konteks’. Para ahli gramatika kalimat ingin membuktikan pernyataan tentang dapat diterimnya, suatu kalimat dalam menentukan, apakah untaian bahasa ini akan dibuat oleh kemampuan gramatikannya. Dengan secara imlisit kalimat-kalimat itu akan berpaling pada pertimbangan kontekstual. Jadi apakah untaian-uantaian itu akan diterima?  
Setiap pendekatan-pendekatan analitis dalam linguistik yang melibatkan pertimbangan-pertimbangan kontekstual, semestinya akan termasuk bidang peneyelidikan bahasa yang disebut pragmatika. Melakukan analisis wacana tentu saja akan melibatkan dengan sintaksis dan semantik, tetapi yang terutama adalah pragmatik. Pada analisis wacana seperti pada pragmatik bisa diperhatikan bahwa benar-benar apa yang dilakukan oleh orang-orang yang memakai bahasa, menerangkan ciri-ciri bahasa pada wacana sebagai sarana yang dipakai dalam apa yang mereka lakukan. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi, dalam sebuah konteks, oleh pembicara atau penulis untuk mengekspresikan berbagai makna dan mencapai maksud atau inti wacana tersebut. Berdasarkan data tersebut, penganalisi berusaha menjelaskan keteraturan dalam realisasi bahasa yang digunakan orang untuk mengkomunikasikan maksud dan keinginan tersebut.
           

           
 


No comments:

Post a Comment