Sunday, June 12, 2016

Kesalahan Pragmatik Pembelajar Bahasa





Kesalahan Berpragmatik Pembelajar BIPA

Andoyo Sastromihardjo
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung


Pendahuluan

Bertindak tutur merupakan salah satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa. Karena bersifat fungsional, setiap manusia selalu berupaya untuk mampu melakukannya dengan sebaik-baiknya, baik melalui pemerolehan (acquisition) maupun pembelajaran (learning). Pemerolehan biasanya dilakukan secara nonformal, sedangkan pembelajaran dilakukan secara formal (Subyakto, 1992:88). Kegiatan ini dapat dikembangkan, baik melalui lisan maupun tulisan. Kedua cara ini memiliki persyaratan yang berbeda. Kegiatan lisan cenderung bersifat praktis, sedangkan kegiatan tulisan bersifat formal.
            Bahasa Indonesia dari tahun ke tahun semakin banyak dipelajari oleh penutur asing dari berbagai benua (Laporan Kongres Bahasa Indonesia VII tahun 1998). Bahkan, di Australia telah masuk dalam kurikulum untuk berbagai tingkat sekolah. Para pembelajar asing mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (bahasa asing) dengan tujuan ada yang bersifat akademis dan ada pula yang bersifat praktis (Dardjowidjojo, 1994:3). Tujuan yang pertama diarahkan untuk peningkatan pengetahuan kebahasaan dan kesastraan Indonesia, sedangkan tujuan kedua diarahkan untuk keperluan pamrih. Di Indonesia para pembelajar BIPA pada umumnya mengarah pada tujuan kedua. Dengan demikian, pembelajarannya lebih diarahkan pada keterampilan praktis, yaitu bagaimana mereka dapat menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi.


Sarana Bertindak Tutur

            Untuk dapat menggunakan bahasa dalam berkomunikasi diperlukan dua sarana penting, yakni sarana linguistik dan sarana pragmatik. Sarana linguistik berkaitan dengan ketepatan bentuk dan struktur bahasa, sedangkan sarana pragmatik berkaitan dengan kecocokan bentuk dan struktur dengan konteks penggunaannya. Kendala pada sarana linguistik lebih sering dihadapi oleh pembelajar BIPA pemula, sedangkan sarana pragmatik lebih sering menjadi kendala bagi pembelajar BIPA tingkat menengah dan tingkat lanjut. Hal ini dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Fadilah (2001) tentang kesalahan berpragmatik dalam wacana tulis pembelajar BIPA.
            Dalam hal fungsi bahasa, banyak ahli membaginya bermacam-macam, misalnya, Halliday mendeskripsikan tujuh fungsi bahasa, yakni fungsi instrumental, regulatory, representational interactional, personal, heuristic, dan imaginative (dalam Brown, 1980:194-195). Whatmough membaginya atas empat fungsi, yakni informatif, dinamis, emotif, dan estetis (Rusyana, 1984:141-142), dan yang lebih rinci disampaikan oleh Brown (1980:195) bukan dalam fungsi bahasa, melainkan dalam tindak komunikasi. Brown menyajikan lima belas tindak komunikasi, yaitu greeting, complimenting, interrupting, requesting, evading, criticizing, complaining, accusing, agreeing, persuading, reporting, commanding, questioning, sympathizing, dan apologizing. Perbedaan pendapat tersebut bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk menjadi khasanah dalam pemerian fungsi bahasa.
Penelitian yang dilakukan untuk makalah ini berhubungan dengan tindak komunikasi tulis pembelajar BIPA (kelas 10,11, dan 12) yang ada di Bandung International School dengan melibatkan sepuluh tindak komunikasi, yakni (1) berkenalan, (2) bertukar pengalaman, (3) memberikan informasi, (4) meminta maaf, (5) menawar harga, (6) mengucapkan selamat, (7) memberikan nasihat, (8) mengucapkan bela sungkawa, (9) mengungkapkan persetujuan dan penolakan, dan (10) mencari informasi. Adapun peran pembelajar dalam tindak komunikasi yang diteliti meliputi sebagai penutur (20 bagian) dan sebagai penanggap tutur (14 bagian). Tipe kesalahan berpragmatik yang diteliti hanya kesalahan konteks dan kesalahan budaya. Kesalahan konteks terdiri atas kesalahan menempatkan posisi, kesalahan memahami konteks sebelumnya, dan kesalahan memahami konteks sesudahnya.
            Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam hal menganalisis data, di bawah ini disajikan contoh penganalisisan data untuk semua jenis kesalahan berpragmatik tersebut.
(1)   “Hai Tono saya mau mengucapkan selamat atas prestasimu.” (A-6)
(2)   “Ah, ini tidak akan (ter) jadi lagi.” (C-4)
(3)   “Apakah kamu mau dapat pekerjaan yang bagus? Kamu harus masuk sekolah.” (E-7)
(4)   “Saya tidak bisa merasa bagaimana kamu merasa, tetapi saya tahu ini, ayahmu pasti sedih melihat kamu kayak ini.” (C-8)
(5)   “Baiklah kalau begitu selamat malam Ayah dan maafkan atas kesalahan saya.” (A-4)
Kalimat (1) tergolong kalimat yang salah dari segi pemahaman posisi penutur. Tuturan tersebut terjadi dalam dialog berikut.
Situasi
:
Teman Anda berhasil menjadi juara dalam lomba baca puisi. Anda diminta untuk mengucapkan selamat kepadanya.
Dialog
:

A
:
“Hai Tono, saya mau mengucapkan selamat atas prestasimu!”
B
:
“Ya, Tono. Kamu tahu dari mana?”
Nama Tono seharusnya yang mengucapkan selamat bukan orang yang diberi ucapan selamat.
            Kalimat (2) termasuk kesalahan tidak memahami tuturan sebelumnya. Tuturan yang dimaksud terjadi dalam dialog berikut.
Situasi
:
Anda pulang terlambat, dan ayah  Anda menanyakan keterlambatan Anda. Anda mengemukakan alasan keterlambatan.
Dialog
:

A
:
“Dari mana saja kamu, Nak? Jam segini baru pulang!”
B
:
“Ah, ini tidak akan jadi lagi.”
Pembelajar dalam dialog di atas diminta untuk menjelaskan alasan keterlambatannya, tetapi isi tanggapan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
            Kalimat (3) tergolong kesalahan akibat kurang memahami tuturan berikutnya. Dialog di bawah ini menunjukkan aspek kesalahan tersebut.
Situasi
:
A dan B adalah teman akrab. B sering tidak masuk sekolah. Anda menasihati teman Anda.
Dialog
:

A
:
“Apakah kamu mau dapat pekerjaan yang bagus? Kamu harus masuk sekolah.”
B
:
“Benar juga pendapatmu. Dengan tidak bersekolah aku bukannya menyelesaikan persoalan, malah menambah persoalan baru. Terima kasih atas nasihatmu, mulai sekarang aku akan masuk sekolah lagi.
Tampak sekali tuturan pembelajar tidak cocok dengan tanggapannya sehingga antara tuturan pembelajar dengan penanggap tutur tidak terjadi komunikasi karena konteks yang dijalinnya tidak cocok.
            Kalimat (4) merupakan contoh kesalahan berpragmatik bidang ragam bahasa yang digunakan. Kesalahannya terletak pada kesalahan pembelajar memilih ragam. Untuk menggambarkannya di bawah ini disajikan dialognya.
Situasi
:
Salah satu teman Anda mendapat musibah. Ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan pesawat. Anda mengucapkan kata-kata ikut berduka cita.
Dialog
:

A
:
“Saya tidak bisa merasa bagaimana kamu merasa, tetapi saya tahu ini, ayahmu pasti sedih melihat kamu kayak ini.”
B
:
“Ya mungkin ini sudah nasib saya.”
Terasa sekali tuturan dalam dialog di atas tidak terjalin dengan baik. Tuturan A kurang mendukung pernyataan ragam bahasa duka.
            Kalimat (5) termasuk kalimat yang salah dari segi budaya. Kesalahan itu tampak pada kata-kata yang digunakan pembelajar dalam kaitannya dengan pernyataan berikut.
Situasi
:
Anda pulang terlambat, dan ayah Anda menanyakan keterlambatan Anda. Anda mengemukakan alasan keterlambatan.
Dialog
:

A
:
“Lain kali, kamu tidak boleh seenaknya begitu. Membuat orang tua khawatir, apakah kamu tidak bisa menelepon ke rumah.”
B
:
“Baiklah kalau begitu selamat malam Ayah dan maafkan atas kesalahan saya.”
A
:
“Baiklah Ayah maafkan, tapi Ayah tidak mau hal itu terulang lagi.”
Ucapan “selamat malam” bagi bangsa Indonesia merupakan ungkapan yang jarang digunakan. Namun, dalam bahasa pembelajar hal seperti itu merupakan kebiasaan.
Berdasarkan cara analisis data seperti tersebut di bawah ini disajikan hasilnya dalam bentuk tabel persentase sebagaimana berikut.
Responden
Kesalahan Konteks
Kesalahan Budaya
a
b
c
d
A
3,41
2,27
5,68
2,27
3,41
B
-
-
5,68
1,14
-
C
1,14
5,68
10,23
1,14
-
D
-
3,41
6,82
-
-
E
-
2,27
4,55
1,14
2,27
F
1,14
2,27
7,95
-
6,82
G
-
6,82
10,23
2,27
-
Jumlah
5,69
22,73
51,13
7,95
12,50
Keterangan:
a = Kesalahan menempatkan posisi
b = Kesalahan memahami konteks sebelumnya
c = Kesalahan memahami konteks sesudahnya
d = Kesalahan ragam

            Tabel di atas menunjukkan bahwa kesalahan konteks merupakan jenis kesalahan berpragmatik yang paling banyak. Hal itu disebabkan oleh karena pembelajar kurang memperhatikan konteks yang terjadi di dalam dialog. Sebuah dialog (tindak komunikasi) melibatkan dua pihak, yakni penutur dan penanggap tutur. Para pembelajar, dalam hal ini, kurang memperhatikan tanggapan atas tuturannya atau sebaliknya sehingga kedua jenis kesalahan konteks ini menempati posisi paling tinggi. Kesalahan seperti ini kecil kemungkinan terjadi dalam tindak komunikasi lisan sebab peran dan konteks komunikasi terjalin secara nyata.
            Dari sisi tindak komunikatif, kesalahan para pembelajar sebagaimana tergambar pada tabel di bawah ini.

Resp.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
-
V
V
-
-
V
V
V
V
V
B
V
-
-
V
-
-
V
-
V
-
C
V
V
V
V
V
-
V
V
V
V
D
-
-
-
V
-
-
V
V
V
V
E
-
-
-
-
-
V
V
V
V
V
F
V
-
-
-
V
-
V
V
V
V
G
V
V
V
V
V
-
V
V
V
V
Jumlah
4
3
3
4
3
2
7
6
7
6

Keterangan:

1 = berkenalan
2 = bertukar pengalaman
3 = memberikan informasi
4 = meminta maaf
5 = menawar harga
6   = mengucapkan selamat
7   = memberikan nasihat
8   = mengucapkan bela sungkawa
9        = menyetujui dan menolak
10 = mencari informasi

            Tabel di atas memperlihatkan pada kita bahwa para pembelajar BIPA telah melakukan kesalahan dalam tindak komunikasi yang paling banyak, yaitu: memberikan nasihat dan menyetujui/menolak. Kedua jenis tindak komunikasi ini memang memerlukan kecermatan dalam penggunaan bahasa.



Penutup

            Menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari unsur penutur, penanggap tutur, topik, tempat, dan situasi komunikasi berlangsung. Dengan kata lain, aspek sosiolinguistik berperan penting dalam kegiatan berbahasa. Untuk itu para pembelajar BIPA perlu dibekali ragam-ragam bahasa sehingga mereka mampu menggunakan bahasa Indonesia secara cermat dan tepat.
            Selain pembekalan bahasa, para pengajar BIPA perlu meningkatkan kekerapan penggunaan bahasa Indonesia oleh para pembelajar sehingga mereka memiliki keterampilan dalam penggunaan bahasa Indonesia, baik dari segi kompetensi maupun performasinya.


Daftar Pustaka

Brown, H.D. (1980). Principles of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Fadilah. (2001). “Tinjauan Kesalahan Berpragmatik Pembelajar BIPA sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Komunikatif Berwacana Secara Tertulis di Bandung International School.” Skripsi S-1 Universitas Pendidikan Indonesia.

Richard, J., Platt, J. and Weber, H. (1987). Longman Dictionary of Applied Linguistics. Longman Group.

Rusyana, Y. (1984). Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V. Diponegoro.

Subyakto, S.U. – Nababan. (1992). Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.


           
           


1)       Makalah disajikan pada Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA) IV pada 1-3 Oktober 2001 di Denpasar, Bali.

No comments:

Post a Comment