Kesalahan
Berpragmatik Pembelajar BIPA
Andoyo
Sastromihardjo
Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung
Pendahuluan
Bertindak tutur merupakan salah satu
kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa. Karena bersifat
fungsional, setiap manusia selalu berupaya untuk mampu melakukannya dengan
sebaik-baiknya, baik melalui pemerolehan (acquisition)
maupun pembelajaran (learning).
Pemerolehan biasanya dilakukan secara nonformal, sedangkan pembelajaran
dilakukan secara formal (Subyakto, 1992:88). Kegiatan ini dapat dikembangkan,
baik melalui lisan maupun tulisan. Kedua cara ini memiliki persyaratan yang
berbeda. Kegiatan lisan cenderung bersifat praktis, sedangkan kegiatan tulisan
bersifat formal.
Bahasa
Indonesia dari tahun ke tahun semakin banyak dipelajari oleh penutur asing dari
berbagai benua (Laporan Kongres Bahasa Indonesia VII tahun 1998). Bahkan, di
Australia telah masuk dalam kurikulum untuk berbagai tingkat sekolah. Para
pembelajar asing mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (bahasa
asing) dengan tujuan ada yang bersifat akademis dan ada pula yang bersifat
praktis (Dardjowidjojo, 1994:3). Tujuan yang pertama diarahkan untuk
peningkatan pengetahuan kebahasaan dan kesastraan Indonesia, sedangkan tujuan
kedua diarahkan untuk keperluan pamrih. Di Indonesia para pembelajar BIPA pada
umumnya mengarah pada tujuan kedua. Dengan demikian, pembelajarannya lebih
diarahkan pada keterampilan praktis, yaitu bagaimana mereka dapat menggunakan
bahasa Indonesia untuk berkomunikasi.
Sarana
Bertindak Tutur
Untuk
dapat menggunakan bahasa dalam berkomunikasi diperlukan dua sarana penting,
yakni sarana linguistik dan sarana pragmatik. Sarana linguistik berkaitan
dengan ketepatan bentuk dan struktur bahasa, sedangkan sarana pragmatik
berkaitan dengan kecocokan bentuk dan struktur dengan konteks penggunaannya.
Kendala pada sarana linguistik lebih sering dihadapi oleh pembelajar BIPA
pemula, sedangkan sarana pragmatik lebih sering menjadi kendala bagi pembelajar
BIPA tingkat menengah dan tingkat lanjut. Hal ini dibuktikan dari penelitian
yang dilakukan oleh Fadilah (2001) tentang kesalahan berpragmatik dalam wacana
tulis pembelajar BIPA.
Dalam
hal fungsi bahasa, banyak ahli membaginya bermacam-macam, misalnya, Halliday
mendeskripsikan tujuh fungsi bahasa, yakni fungsi instrumental, regulatory, representational interactional, personal,
heuristic, dan imaginative (dalam
Brown, 1980:194-195). Whatmough membaginya atas empat fungsi, yakni informatif,
dinamis, emotif, dan estetis (Rusyana, 1984:141-142), dan yang lebih rinci
disampaikan oleh Brown (1980:195) bukan dalam fungsi bahasa, melainkan dalam
tindak komunikasi. Brown menyajikan lima belas tindak komunikasi, yaitu greeting, complimenting, interrupting,
requesting, evading, criticizing, complaining, accusing, agreeing, persuading,
reporting, commanding, questioning, sympathizing, dan apologizing. Perbedaan pendapat tersebut bukan untuk
dipertentangkan, melainkan untuk menjadi khasanah dalam pemerian fungsi bahasa.
Penelitian yang dilakukan untuk makalah
ini berhubungan dengan tindak komunikasi tulis pembelajar BIPA (kelas 10,11,
dan 12) yang ada di Bandung International
School dengan melibatkan sepuluh tindak komunikasi, yakni (1) berkenalan,
(2) bertukar pengalaman, (3) memberikan informasi, (4) meminta maaf, (5)
menawar harga, (6) mengucapkan selamat, (7) memberikan nasihat, (8) mengucapkan
bela sungkawa, (9) mengungkapkan persetujuan dan penolakan, dan (10) mencari
informasi. Adapun peran pembelajar dalam tindak komunikasi yang diteliti
meliputi sebagai penutur (20 bagian) dan sebagai penanggap tutur (14 bagian).
Tipe kesalahan berpragmatik yang diteliti hanya kesalahan konteks dan kesalahan
budaya. Kesalahan konteks terdiri atas kesalahan menempatkan posisi, kesalahan
memahami konteks sebelumnya, dan kesalahan memahami konteks sesudahnya.
Untuk
memberikan gambaran yang jelas dalam hal menganalisis data, di bawah ini
disajikan contoh penganalisisan data untuk semua jenis kesalahan berpragmatik
tersebut.
(1)
“Hai Tono saya mau mengucapkan
selamat atas prestasimu.” (A-6)
(2)
“Ah, ini tidak akan (ter) jadi
lagi.” (C-4)
(3)
“Apakah kamu mau dapat
pekerjaan yang bagus? Kamu harus masuk sekolah.” (E-7)
(4)
“Saya tidak bisa merasa
bagaimana kamu merasa, tetapi saya tahu ini, ayahmu pasti sedih melihat kamu
kayak ini.” (C-8)
(5)
“Baiklah kalau begitu selamat
malam Ayah dan maafkan atas kesalahan saya.” (A-4)
Kalimat (1)
tergolong kalimat yang salah dari segi pemahaman posisi penutur. Tuturan
tersebut terjadi dalam dialog berikut.
Situasi
|
:
|
Teman
Anda berhasil menjadi juara dalam lomba baca puisi. Anda diminta untuk
mengucapkan selamat kepadanya.
|
Dialog
|
:
|
|
A
|
:
|
“Hai
Tono, saya mau mengucapkan selamat atas prestasimu!”
|
B
|
:
|
“Ya,
Tono. Kamu tahu dari mana?”
|
Nama Tono seharusnya yang mengucapkan
selamat bukan orang yang diberi ucapan selamat.
Kalimat
(2) termasuk kesalahan tidak memahami tuturan sebelumnya. Tuturan yang dimaksud
terjadi dalam dialog berikut.
Situasi
|
:
|
Anda
pulang terlambat, dan ayah Anda
menanyakan keterlambatan Anda. Anda mengemukakan alasan keterlambatan.
|
Dialog
|
:
|
|
A
|
:
|
“Dari
mana saja kamu, Nak? Jam segini baru pulang!”
|
B
|
:
|
“Ah,
ini tidak akan jadi lagi.”
|
Pembelajar dalam dialog di atas diminta
untuk menjelaskan alasan keterlambatannya, tetapi isi tanggapan tidak sesuai
dengan yang diharapkan.
Kalimat
(3) tergolong kesalahan akibat kurang memahami tuturan berikutnya. Dialog di
bawah ini menunjukkan aspek kesalahan tersebut.
Situasi
|
:
|
A
dan B adalah teman akrab. B sering tidak masuk sekolah. Anda menasihati teman
Anda.
|
Dialog
|
:
|
|
A
|
:
|
“Apakah
kamu mau dapat pekerjaan yang bagus? Kamu harus masuk sekolah.”
|
B
|
:
|
“Benar
juga pendapatmu. Dengan tidak bersekolah aku bukannya menyelesaikan
persoalan, malah menambah persoalan baru. Terima kasih atas nasihatmu, mulai
sekarang aku akan masuk sekolah lagi.
|
Tampak sekali tuturan pembelajar tidak
cocok dengan tanggapannya sehingga antara tuturan pembelajar dengan penanggap
tutur tidak terjadi komunikasi karena konteks yang dijalinnya tidak cocok.
Kalimat
(4) merupakan contoh kesalahan berpragmatik bidang ragam bahasa yang digunakan.
Kesalahannya terletak pada kesalahan pembelajar memilih ragam. Untuk
menggambarkannya di bawah ini disajikan dialognya.
Situasi
|
:
|
Salah
satu teman Anda mendapat musibah. Ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan
pesawat. Anda mengucapkan kata-kata ikut berduka cita.
|
Dialog
|
:
|
|
A
|
:
|
“Saya
tidak bisa merasa bagaimana kamu merasa, tetapi saya tahu ini, ayahmu pasti
sedih melihat kamu kayak ini.”
|
B
|
:
|
“Ya
mungkin ini sudah nasib saya.”
|
Terasa sekali tuturan dalam dialog di
atas tidak terjalin dengan baik. Tuturan A kurang mendukung pernyataan ragam
bahasa duka.
Kalimat
(5) termasuk kalimat yang salah dari segi budaya. Kesalahan itu tampak pada
kata-kata yang digunakan pembelajar dalam kaitannya dengan pernyataan berikut.
Situasi
|
:
|
Anda
pulang terlambat, dan ayah Anda menanyakan keterlambatan Anda. Anda
mengemukakan alasan keterlambatan.
|
Dialog
|
:
|
|
A
|
:
|
“Lain
kali, kamu tidak boleh seenaknya begitu. Membuat orang tua khawatir, apakah
kamu tidak bisa menelepon ke rumah.”
|
B
|
:
|
“Baiklah
kalau begitu selamat malam Ayah dan maafkan atas kesalahan saya.”
|
A
|
:
|
“Baiklah
Ayah maafkan, tapi Ayah tidak mau hal itu terulang lagi.”
|
Ucapan “selamat malam” bagi bangsa
Indonesia merupakan ungkapan yang jarang digunakan. Namun, dalam bahasa
pembelajar hal seperti itu merupakan kebiasaan.
Berdasarkan cara analisis data seperti
tersebut di bawah ini disajikan hasilnya dalam bentuk tabel persentase
sebagaimana berikut.
Responden
|
Kesalahan Konteks
|
Kesalahan Budaya
|
|||
a
|
b
|
c
|
d
|
||
A
|
3,41
|
2,27
|
5,68
|
2,27
|
3,41
|
B
|
-
|
-
|
5,68
|
1,14
|
-
|
C
|
1,14
|
5,68
|
10,23
|
1,14
|
-
|
D
|
-
|
3,41
|
6,82
|
-
|
-
|
E
|
-
|
2,27
|
4,55
|
1,14
|
2,27
|
F
|
1,14
|
2,27
|
7,95
|
-
|
6,82
|
G
|
-
|
6,82
|
10,23
|
2,27
|
-
|
Jumlah
|
5,69
|
22,73
|
51,13
|
7,95
|
12,50
|
Keterangan:
a = Kesalahan menempatkan posisi
b = Kesalahan memahami konteks sebelumnya
c = Kesalahan memahami konteks sesudahnya
d = Kesalahan ragam
Tabel
di atas menunjukkan bahwa kesalahan konteks merupakan jenis kesalahan
berpragmatik yang paling banyak. Hal itu disebabkan oleh karena pembelajar
kurang memperhatikan konteks yang terjadi di dalam dialog. Sebuah dialog
(tindak komunikasi) melibatkan dua pihak, yakni penutur dan penanggap tutur.
Para pembelajar, dalam hal ini, kurang memperhatikan tanggapan atas tuturannya
atau sebaliknya sehingga kedua jenis kesalahan konteks ini menempati posisi
paling tinggi. Kesalahan seperti ini kecil kemungkinan terjadi dalam tindak
komunikasi lisan sebab peran dan konteks komunikasi terjalin secara nyata.
Dari
sisi tindak komunikatif, kesalahan para pembelajar sebagaimana tergambar pada
tabel di bawah ini.
Resp.
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
A
|
-
|
V
|
V
|
-
|
-
|
V
|
V
|
V
|
V
|
V
|
B
|
V
|
-
|
-
|
V
|
-
|
-
|
V
|
-
|
V
|
-
|
C
|
V
|
V
|
V
|
V
|
V
|
-
|
V
|
V
|
V
|
V
|
D
|
-
|
-
|
-
|
V
|
-
|
-
|
V
|
V
|
V
|
V
|
E
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
V
|
V
|
V
|
V
|
V
|
F
|
V
|
-
|
-
|
-
|
V
|
-
|
V
|
V
|
V
|
V
|
G
|
V
|
V
|
V
|
V
|
V
|
-
|
V
|
V
|
V
|
V
|
Jumlah
|
4
|
3
|
3
|
4
|
3
|
2
|
7
|
6
|
7
|
6
|
Keterangan:
|
|
1 = berkenalan
2 = bertukar pengalaman
3 = memberikan informasi
4 = meminta maaf
5 = menawar harga
|
6
= mengucapkan selamat
7
= memberikan nasihat
8
= mengucapkan bela sungkawa
9
= menyetujui dan menolak
10 = mencari informasi
|
Tabel
di atas memperlihatkan pada kita bahwa para pembelajar BIPA telah melakukan
kesalahan dalam tindak komunikasi yang paling banyak, yaitu: memberikan nasihat
dan menyetujui/menolak. Kedua jenis tindak komunikasi ini memang memerlukan
kecermatan dalam penggunaan bahasa.
Penutup
Menggunakan
bahasa dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari unsur penutur, penanggap
tutur, topik, tempat, dan situasi komunikasi berlangsung. Dengan kata lain,
aspek sosiolinguistik berperan penting dalam kegiatan berbahasa. Untuk itu para
pembelajar BIPA perlu dibekali ragam-ragam bahasa sehingga mereka mampu
menggunakan bahasa Indonesia secara cermat dan tepat.
Selain
pembekalan bahasa, para pengajar BIPA perlu meningkatkan kekerapan penggunaan
bahasa Indonesia oleh para pembelajar sehingga mereka memiliki keterampilan dalam
penggunaan bahasa Indonesia, baik dari segi kompetensi maupun performasinya.
Daftar
Pustaka
Brown, H.D. (1980). Principles
of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Fadilah. (2001). “Tinjauan Kesalahan Berpragmatik Pembelajar BIPA
sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Komunikatif Berwacana Secara Tertulis di
Bandung International School.” Skripsi S-1 Universitas Pendidikan Indonesia.
Richard, J., Platt, J. and Weber, H. (1987). Longman Dictionary of Applied Linguistics. Longman Group.
Rusyana, Y. (1984). Bahasa dan
Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung: C.V. Diponegoro.
Subyakto, S.U. – Nababan. (1992). Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.
1)
Makalah disajikan pada Konferensi
Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia bagi
Penutur Asing (KIPBIPA) IV pada 1-3 Oktober 2001 di Denpasar, Bali.
No comments:
Post a Comment