Inteligensi Artifisial dan
Pragmatik
Tujuan
utama inteligensi artificial adalah untuk mensimulasikan inteligensi manusia
dengan computer. Meskipun sudah banyak hasil dari program ini namun masih saja
berlaku pandangan bahwa karakterisasi komputasi inteligensi manusia yang
lengkap belum dapat dipahami oleh disiplin ilmu ilmiah kognitif. Dalam proses
otomatisasi ini pragmatic menempati posisi yang unik dan berpengaruh dalam hubungannya
dengan inteligensi artificial. Dengan kata lain pragmatic menduduki posisi yang
dapat mempengaruhi perkembangan model-model inteligensi atrifisial dari proses
bahasa.
Langkah
awal yang kita lakukan adalah memperoleh criteria-kriteria yang harus dipenuhi
oleh model inteligensi artifsial pemrosesan bahasa yang dapat diterima secara
pragmatic. criteria 1) representasi
sintaksis dan representasi semantic. Tampaknya faktor-faktor pragmatic berperan
aktif dalam mencapai spesifikai semantic sebuah ujaran. Setiap karakteristik
komputasi dari representsi harus dapat disebarkan oleh faktor-faktor pragmatic.
criteria 2) representasi pengetahuan. Pengetahuan yang implicit dakam
interpretasi ujaran harus memungkinkan terjadninya representasi dalam intilah
komputasional. Represenstasi semacam ini harus mengakomodasi tipe-tipe dan
sejumlah besar pengetahuan yang berbeda yang terlibat dalam interpretasi
ujaran, disamping sifat pengetahuan yang seringkali tidak lengkap dan tidak
konsisten ini. Criteria 3) penalaran, proses penalaran harus beroperasi
berdasarkan atas dan memperoleh implikatur-implikatur pengetahuan yang
direpresentasikan. Sifat-sifat tertentu implikatur, keadaan yang tidak dapat
dibatalkan dan yang tidak dapat dipisahkan, menunjukkan sifat proses penalaran
ini dan harus dipahami oleh setiap model komputasi proses ini. Criteria 4)
prinsip rasionalitas, setiap karakteristik komputasi pemrosessan bahasa pada
umumnya dan interpretasi ujaran pada khususnya, harus mencakup penjelasan
tertentu tentang mengapa penutur ingin berkomunikasi. Prinsip yang memotivasi
rasionalitas ini juga harus bisa mengekang fungsi dan system komputasi.
Pada
akhirnya timbul pertanyaan, apakah inteligensi itu mungkin. Putnam berpendapat
bahwa seluruh proyek inteligensi artificial bersifat instruktif, baik dalam
istilah-istilahnya sendiri maupun untuk apa kita belajar tentang memungkinkan
untuk mencapai simulasi komputasi pragmatic, untuk menyelidiki
pandangan-pandangan Putnam tentang inteligensi artifsial. Untuk menjawab itu
Putnam menyelidiki klaim bahwa kita dapat digambarkan sebagai mesim turing.
Namun pada akhirnya beliau menolaknya. Karena tampaknya tidak ada alasan yang
prinsip mengapa kita harus dapat digambarkan sebagai mesin Turing bagitu saja. Dan
inteligensi manusia mempersyaratkan adanya sifat manusia secara utuh dan tidak
ada seorang pun memiliki gagasan yang paling jauh tentang
seperti apa wajah formalisasi sifat manusia. Hal tersebut karena kesulitan
menarik induksi. Untuk menarik induksi kita harus bisa menetapkan kemiripan-kemiripan
antara berbagai hal. Yang jelas pemahaman kita tentang kata-kata
mempersyaratkan banyak sekali konsep dan gagasan yang tidak terbatas, yang
formalisasi salah sastunya tidak dapat dicakup oleh inligensi artificial yang
sekarang dan yang akan datang. Hal tersebut dikarenakan banyak sekali faktor
yang memainkan peranan dalam menginterpretasi (memahami) ujaran. Salah satunya
adalah faktor konteks dalam setiap ujaran. Dalam setiap ujaran tidak mungkin
kita bisa membatasi cirri-ciri konteks yang relevan dalam interpretasi kita
terhadap suatu ujaran.
No comments:
Post a Comment