Bahermas
dan Pragmatik
Ada
beberapa alasan mengapa Habermas mengkaji pragmatic, 1) habermas tertarik untuk
menentang konsepsi rasionalitas positivistic yang terkandung dalam kajian
konteks terhadap teori relevansi Sperber dan Wilson. 2) Pragmatik universal
Habermas sangat mencerminkan pendekatan metodologi Chomsky terhadap kajian
bahasa.
Ada beberapa alasan yang berkembang tentang Habermas
terhadap positivism, 1) di bawah positisme rasionalitas tidak lagi diperlukan
oleh ilmu , logika dan matematika, tetapi telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari disiplin-disiplin ini. Dengan munculnya positivism, dunia
praktis dan reflektif mengalami sebuah proses pengilmiahan. 2) identifikasi
ilmu dengan pengetahuan tidak terbukti dalam periode yang mendahului meunculnya
positisme. 3) akal masih merupakan penengah (arbiter) terhadap pengetahuan,
baik yang bersifat ilmiah atau sebaliknya, dalam periode pra-positivistik.
Hubungan antara pengetahuan dan minat manusia membentuk
batu pijak bagi teori Habermas tentang bidang kognitif. Teori ini mengadopsi pengklasifikasian proses
penelitian menjadi 3 kelompok, 1) ilmu empiris analitik, mencakup ilmu alam dan
ilmu sosial, sejauh ilmu-ilmu tersebut bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
nomologis, 2) ilmu historis hermeneutika, mencakup ilmu-ilmu sejarah dan
sosial, sejauh bertujuan untuk memperoleh pemahaman interpretative terhadap
interaksi komunikasi manusia, 3) ilmu yang berorientasi kritis, mencakup
psikoanalisis, kritik ideologis dan filsafat, yang dipahami sebagai disiplin
reflektif dan kritis.
Habermas mengatakan teorinya tentang bahasa “minat
manusia terhadap otonomi dan tanggung
jawab bukan hanya khayalan, karena minat tersebut dapat dipahami secara
a priori. Yang mengangkat kita dari alam adalah satu-satunya hal yang sifatnya
dapat kita ketahui, yakni bahasa. Melalui strukturnya, otonomi dan tanggung
jawab dipikulkan di atas pundak kita. Kalimat yang kita buat jelas mengungkapkan maksud konsesus universal dan tanpa paksaan”.
Menurut Habermas, pragmatik universal mengandung
ciri-ciri universal kompetensi komunikatif penutur sangat sama seperti tata
bahasa universal mengandung cirri-ciri universal kompetensi linguistic seorang
penutur serta dapat diperoleh melalui proses analitik linguistik rekonstruktif.
Rekonstruktif semacam ini berusaha menjelaskan pengetahuan yang mendasari
penggunaan bahasa oleh seorang penutur.
Ada kritik yang datang dari Putnam terhadap teori positivisme
dari Habermas. Menurut Putnam, positivism logika dimotivasi oleh dorongan
ilmiah yang kuat dalam filsafat. Dorongan ini telah menimbulakan efek yang
cukur besar untuk membatasi dunia rasionalitas pada mode-mode refleksi dan
pencarian yang sebagian besar filsafat ilmiah. Untuk memberikan apresiasi penuh
terhadap dampak keimiahan yang bersifat mambtasi akhirnya bersifat destruktif
terhadap rasionalitas tersebut, terlebih dahulu kita harus memahami suatu
perspektif filosofi yang menimbulkan keilmiahan yang disebut juga dengan sudut
pandang metafisik. Dan menurut Putnam diistilahkan sebagai sudut pandang Mata
Tuhan. Dari dalam sudut pandang ini, kalangan positivis mulai mengidentifikasi
rasionalitas dengan criteria-kriteria ilmiah, yakni matematika dan logika.
Habermas mulai mengubah efek positivism yang bersifat
membatasi terhadap rasionalitas. Tujuannya adalah untuk mencapai perubahan ini
dengan mendasarkan konsepsi rasionalitas yang diperluas dalam teori kompetensi
komunikatif. Akibatnya Hebermas ditakdirkan untuk melestarikan sifat positivism
yang tidak dapat dimengerti dalam analisis rasionalitasnya sendiri.
No comments:
Post a Comment