Monday, June 6, 2016

Konsep Kajian Implikatur Percakapan



ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM TINDAK KOMUNIKASI DI KELOMPOK TEATER PERON FKIP UNS 1
Oleh: Rudi Adi Nugroho

 ABSTRAK.
Tindak komunikasi dalam suatu kelompok seringkali memunculkan suatu makna atau maksud di balik tuturan tersebut. Implikatur percakapan sering muncul dalam tindak komunikasi dalam suatu kelompok, baik implikatur percakapan khusus maupun implikatur percakapan umum. Pemahaman terhadap implikatur percakapan akan lebih memperlancar proses komunikasi khususnya dalam suatu kelompok.

Kata kunci : tindak komunikasi, implikatur percakapan, kelompok teater.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3mDUMkrD4vjetqN6NfPZM8drMoUCUyWVrbDvKmlx-f8kZPq27EFU6QQDFr2r8VR1DfY9VklwDcPfrRBRDdhWWk6Xo7Og7iU6GXcmUhVG6Dl7XA844avGHg7NJPdWWjxvvG_8pUpYWUdqq/w1200-h630-p-nu/ngobrol-yuk.jpg



PENDAHULUAN
Bahasa merupakan suatu alat yang paling utama untuk berkomunikasi antar manusia. Dengan kata lain, manusia akan sangat tergantung sekali pada suatu bahasa dan mengingat juga bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam hal ini tentulah antar manusia akan terjadi suatu interaksi (komunikasi) untuk berbagai tujuan.
Bahasa yang digunakan oleh manusia bukanlah bahasa yang statis, tetapi bahasa yang selalu berkembang sesuai kebutuhan manusia sebagai penggunanya. Berbagai fenomena yang muncul di dalam kehidupan praktis akan berpengaruh besar terhadap suatu bahasa. Sering kali kaidah-kaidah bahasa yang disepakati mengalami stagnasi menghadapi fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis.
Pengkajian suatu bahasa pada tataran struktural saja sering kali tidak menghasilkan suatu kajian yang maksimal. Kondisi praktis penggunaan bahasa sering kali „keluar‟ dari kaidah-kaidah struktural, tetapi proses komunikasi yang terjadi tidak menemui suatu kendala dan justru menghasilkan suatu komunikasi yang lebih efektif dan efisien. Hal itulah yang mendorong suatu kajian terhadap suatu bahasa tidak hanya dari sudut pandang struktural saja, melainkan harus dikaitkan dengan aspek-aspek di luar struktur bahasa.
Salah satu kajian bahasa yang mampu mengakomodasi aspek-aspek di luar bahasa dalam pengkajiannya adalah pragmatik maupun analisis wacana. Dalam dua bidang kajian ini, pengkajian suatu bahasa dengan melibatkan aspek-aspek di luar bahasa yang turut serta mamberi makna dalam suatu komunikasi. Melibatkan aspek-aspek di luar bahasa sangatlah tepat ketika melihat fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis yang cukup beragam.
Percakapan pada hakikatnya adalah peristiwa berbahasa lisan antara dua orang partisipan atau lebih yang pada umumnya terjadi dalam suasana santai. Percakapan merupakan wadah yang memungkinkan terwujudnya prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun dalam peristiwa berbahasa. Untuk itu perlu memahami implikatur percakapan, agar apa yang diucapkan dapat dipahami oleh lawan tutur.
Salah satu bagian dari kajian pragmatik adalah implikatur percakapan. Dalam suatu komunikasi, di dalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu percakapan. Percakapan yang terjadi antar pelibat sering kali mengandung maksud-maksud tertentu yang berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Dalam kondisi tersebut suatu penggunaan bahasa sering kali mempunyai maksudmaksud yang tersembunyi di balik penggunaan bahasa secara struktural. Pada kondisi seperti itulah suatu kajian implikatur percakapan mempunyai peran yang tepat untuk mengkaji suatu penggunaan bahasa.
Dalam suatu kelompok sosial pastilah mempunyai banyak faktor-faktor yang saling mendekatkan antar anggota di dalamnya. Faktor-faktor tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap berlangsungnya proses komunikasi di dalam kelompok tersebut. Dalam makalah ini akan dipaparkan suatu kajian implikatur percakapan yang terjadi di dalam suatu kelompok sosial yang berada di lingkungan kampus UNS, yaitu kelompok teater Peron FKIP UNS.
Dalam kelompok tersebut sering sekali muncul suatu percakapan yang mengandung maksud-maksud tertentu yang terkadang berbeda dengan apa yang terkandung dalam pertuturan yang muncul. Dalam hal ini pengkajian dari sudut implikatur percakapan dimungkinkan dapat memperjelas proses komunikasi yang terjadi.

KAJIAN TEORI
Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Berkaitan dengan pengertian, berikut beberapa pengertian tentang implikatur yang dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa. Menurut Brown dan Yule (1996 : 31) istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. Pendapat itu bertumpu pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harfiah.
Senada dengan pendapat itu, Grice, H.P., menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari hal yang dinyatakan sebelumnya (Gazdar, 1979:38). HampIr sama dengan pendapat Brown dan Yule, tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu tuturan yang turut memberi makna. Lebih singkat lagi, Grice, H.P (Suyono, 1990:14) mengatakan implikatur percakapan sebagai salah satu aspek kajian pragmatik yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud suatu ucapan’ sesuai dengan konteksnya. Implikatur cakapan dipakai untuk menerangkan makna implisit dibalik “apa yang diucapkan atau dituliskan” sebagai “sesuatu yang dimplikasikan”.
Berangkat dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur percakapan adalah suatu bagian dari kajian pragmatik yang lebih mengkhususkan kajian pada suatu makna yang implisit dari suatu percakapan yang berbeda dengan makna harfiah dari suatu percakapan. Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang implikatur ini, berikut akan dipaparkan beberapa ciri-ciri implikatur menurut beberapa ahli. Menurut Nababan (1987:39) ada 4, sebagai berikut:
a.      Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu, umpamanya dengan menambahkan klausa yang mengatakan bahwa seseorang tidak mau memakai implikatur percakapan itu, atau memberikan suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu.
b.      Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan.
c.       Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai. Oleh karena itu, isi implikatur percakapan tidak termasuk dalam arti kalimat yang dipakai.
d.      Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan. Oleh karena itu, implikatur tidak didasarkan atas apa yang dikatakan, tetapi atas tindakan yang mengatakan hal itu.
Senada dengan pendapat sebelumnya Grice, H.P (Mujiyono, 1996:40)
mengemukakan ada 5 ciri-ciri dari implikatur percakapan, yakni:
a.      Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat dibatalkan baik dengan cara eksplisit ataupun dengan cara kontektual (cancellable).
b.      Ketidakterpisahan implikatur percakapan dengan cara menyatakan sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu, sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur untuk menyampaikannya (nondetachable).
c.       Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna konvensional kalimat itu (nonconventional).
d.      Kebenaran isi implikatur tidak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan (calcutable).
e.      Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya (indeterminate).
Masih tentang ciri-ciri, menurut Levinson, C. Stephen (1997:119) terdapat4 ciri utama dari suatu implikatur percakapan, yakni:
a.      Cancellability, maksudnya sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara menambah beberapa premis/alasan tambahan pada premis-premis asli.
b.      Non-detachability, adalah implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apA yang dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu tuturan
c.       Calculability, dimaksudkan untuk setiap implikatur yang diduga harusmemungkinkan untuk menyusun suatu argumen yang menunjukkan bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya.
d.      Non-conventionality, artinya untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga implikaturnya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat sebagai bagian dari makna itu.

Tiga pendapat tentang ciri-ciri dari suatu implikatur percakapan pada dasarnya sama. Ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu implikatur percakapan memiliki ciri-ciri, yakni : (1) Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu (cancellability), (2) Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan (nondetachable), (3) Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai (nonconventional), dan (4) Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan (calcutable).
Ada beberapa jenis implikatur percakapan. Menurut Grice (Mudjiono, 1996 : 32-33) ada tiga jenis implikatur percakapan yakni: implikatur konvensional, praanggapan, dan implikatur nonkonvensional. Implikatur konvensional lebih mengacu pada makna kata secara konvensional, makna percakapan ditentukan oleh „arti konvensional‟ kata-kata yang digunakan. Implikatur praanggapan, lebih mengacu pada suatu pengetahuan bersama antara penutur dan mitra tutur. Implikatur nonkonvensional, merupakan suatu implikatur yang lebih mendasarkan maknanya pada suatu konteks yang melingkupi suatu percakapan. Lebih ringkas lagi, Stephen C. Levinson mengatakan hanya ada dua jenis implikatur percakapan yaitu implikatur percakapan umum (implikatur yang yang munculnya di dalam percakapan dan tidak memerlukan konteks khusus) dan implikatur percakapan khusus (suatu implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus).

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyoczTNFS6nZc8INIuldzqh8yI8aOJm6w5aBdr_OUbROBJNqDwKYUVUMc-fIf2UKwuuN963LECwUdfiQ58TrD2GtAlJu4lOdntU5IDmz7RU4ibuI9d1h16hJRgtBVhrs8dG7KqREsqBe4/s1600/images+(2).jpg


DESKRIPSI DATA
Data yang digunakan dalam makalah ini, yang akan dikaji dari sudut implikatur percakapan, adalah data yang diambil dari percakapan yang terjdai di kelompok teater Peron FKIP UNS. Pengambilan data sekitar dua minggu. Dalam dua minggu itu, kelompok ini sedang dalam pementasan sebuah naskah drama yang berjudul “The Party” karya Slavomir Mrozek. Dan juga beberapa waktu setelah pementasan berlangsung. Pengambilan sampel data dilakukan dengan purposive sampling atau diambil yang hanya berkaitan dengan kajian implikatur yang akan dilakukan. Data yang diambil dan sesuai denganmaksud penelitian ada delapan percakapan.

PEMBAHASAN
Pembahasan terhadap data yang sudah diperoleh dipaparkan secara berurutan dari data percakapan yang pertama (1) sampai yang terakhir (8). Berikut pembahasan tiap data tersebut.
Analisis Data Percakapan (1)
Pada data yang pertama ini terdapat suatu implikatur percakapan. Implikatur tersebut terlihat pada dialog yang ketiga dan keempat. Dalam dialog yang ketiga Otong terlihat hanya menhadirkan suatu bentuk pertuturan yang bersifat infromatif saja, yaitu hanya memberi tahukan bahwa lem yang akan digunakan untuk memasang pamflet belum dibuat, dan lebih lanjut lagi dikatakan oleh Otong bahwa dia sedang merebus air yang akan digunakan untuk membuat lem yang saat itu sudah terlihat mendidih. Dan reaksi dari Rose selaku mitra tutur, dia langsung menganbil peralatan untuk membuat lem, dan dia buat lemnya.
Dalam hal ini terjadi suatu proses implikasi pertuturan, yang dalam hal ini pihak penutur yang sebenarnya bermaksud menyuruh lawan tutur untuk melakukan sesuatu tetapi tidak dengan melakukan suatu tindak tutur yang secara langsung menyuruh, tetapi diimplikasikan dibalik tuturan yang bersifat imformatif tersebut. Dikaitkan dengan jenis implikatur dari Grice, implikatur percakapan tersebut termasuk implikatur konvensional, karena pihak lawan tutur dapat memahami maksud penutur, langsung dari makna konvensional tuturan yang muncul tersebut, yaitu lem yang belum dibuat dan air yang sudah mendidih, jelas mengandung maksud untuk segera membuat lem.

Analisis Data Percakapan (2)

Dalam beberapa dialog yang muncul, sebagian besar sudah terlihat cukup konvensional, hanya saja memang terjadi pengefaktifan penggunaan kata, seperti pada dialog 2, 3, dan 4, terjadi penghilangan “...(pasang pamflet) ngarep...” dan “Jatah (pamflet sing dipasang) mburi piro?”. Dalam percakapan ini terdapat suatu implikatur percakapan, yang terlihat pada dialog terakhir “Ngko tak sapu dewe” yang dapat diartikan “Nanti saya sapu sendiri”. Tuturan yang terlontar akan sulit dimengerti kalau hanya memaknai secara harfiah saja tuturan tersebut, karena ketika diartikan secara harfiah akan didapatkan makna bahwa “Otong akan menyapu STSI sendiri”. Padahal, konteks yang terjadi adalah perlu adanya orang yang memasang pamflet untuk daerah STSI. Tuturan tersebut tetap berlangsung karena implikasi dari tuturan tersebut telah dipahami mitra tuturnya yaitu bahwa Otong sendiri yang akan memasang pamflet untuk daerah STSI. Untuk implikatur dari kasus tersebut tergolong jenis implikatur percakapan khusus, karena konteks kata “sapu” yang bermakna seperti itu hanya berlaku untuk komunikasi dalam kelompok.

Analisis Data Percakapan (3)
Dalam percakapan tersebut terdapat suatu implikatur percakapan. Implikatur percakapan ini termasuk jenis implikatur praanggapan. Dalam hal ini dua pelibat sudah saling mengetahui peran masing-masing dalam kegiatan kelompok, yang satu menjadi juru masak atau seksi konsumsi dan yang satunya menjadi koordinator kegiatan. Implikatur terjadi ketika tiba-tiba Otong datang dan hanya melontarkan kata “Piye, Mba? Siap?” yang dapat diartikan “Bagaimana, Mba? Siap?” dan mitra tutur (Dwi) menjawab dengan tuturan seperti yang terlihat dalam lampiran. Proses tuturan seperti ini akan sangat sulit diikuti apabila tidak mempunyai dasar pengetahuan bersama (praanggapan) antar penutur dan mitra tutur.

Analisis Data Percakapan (4)
Ada beberapa implikatur dalam percakapan tersebut. Yang pertama, suatu maksud minta bantuan untuk membelikan rokok Djarum 76, yang hanya terealisasikan dalam bentuk tuturan “Rokok 76, Ndok. Ki duite.” dapat tertangkap maksudnya oleh mitra tutur. Dalam hal ini, percakapan yang terjadi sudah didasari suatu praanggapan, bahwa penutur (Erna) tahu bahwa mitra tutur (Otto) memang mengkonsumsi rokok Djarum 76, dan saat itu membutuhkan barang itu, tetapi karena tidak sempat keluar membeli, akhirnya meminta tolong pada penutur (Erna) yang akan keluar, untuk membelikan. Dalam data percakapan ini juga terdapat implikatur percakapan yang lain. Pada dialog yang dilontarkan oleh Dodok cukup jelas apabila diartikan secara harfiah, yaitu dia meminta tolong kepada Erna untuk dibelikan kulkas. Implikatur yang muncul ketika dikaitkan dengan konteks yang ada saat itu hanyalah sebuah candaan, karena memang permintaan itu sangat tidak mungkin untuk direalisasikan. Dan dikaitkan dengan praanggapan yang lainnya, memang Dodok sering melontarkan tuturan semacam itu yang hanya untuk bercanda.

Analisis Data Percakapan (5)
Percakapan yang terjadi pada data ini terkandugn implikatur percakapan nonkonvensional. Dalam hal ini konteks situasi sangat berpengaruh terhadap munculnya percakapan tersebut. Pada dialog yang pertama, diartikan secara harfiah, merupakan sebuah tuturan yang bersifat informatif saja. Namun ketika dikaitkan dengan konteks situasi yang ada, bahwa saat itu lemari harus segera dipindahkan, dan di ruangan itu hanya ada tiga orang dan yang satu (Dodok) belum membantu mengangkat. Dialog yang pertama dapat diimplikasikan sebagai permintaan kepada Dodok untuk segera membantu mengangkat lemari tersebut.


Analisis Data Percakapan (6)
Implikatur percakapan yang muncul dalam percakapan tersebut terllihat pada dialog pertama dan ketiga. Pada dialog yang pertama, dapat diartikan “Ayo segera latihan. Keburu Subuh”. Dalam konteks tersebut, hal itu ketika diartikan secara harfiah akan sulit diterima, karena waktu saat itu masih sore, dan waktu subuh masih jauh. Tuturan tersebut lebih mempunyai implikasi sebagai bentuk candaan maupun sebagai bentuk sindiran karena tidak segera latihan. Pada dialog yang ketiga, telontar suatu tuturan “Lha mbuh...ra mlenthung....” tuturan tersebut dapat diartikan “Lha tidak tahu...tidak benjol....”. untuk tuturan “Lha mbuh” sudah jelas maknanya, tetapi untul yang “ra mlenthung” menjadi sulit diterima. Namun mitra pelibat tidak bermasalah dengan kehadiran tuturan tersebut karena mereka sudah memiliki pengetahuan bersama (praanggapan) bahwa memang dalam kelompok itu sering menggunakan tuturan itu sebagai lanjutan dari tuturan “Lha mbuh”, dan mempunyai maksud untuk candaan.

Analisis Data Percakapan (7)
Dalam percakapan tersebut terkandung suatu implikatur percakapan yang tergolong dalan suatu implikatur percakapan konvensional. Implikatur tersebut terlihat pada dialog kedua. Dalam dialog tersebut terdapat suatu impliktur yang cukup mudah untuk ditangkap hanya dengan memaknai secara harfiah kata-kata yang digunakan dalam tuturan tersebut. Walaupun tuturan tersebut cukup mudah untuk dipahami, tetapi tetap termasuk suatu implikatur percakapan, karen maksud dari penutur meminta waktu untuk makan, tersembuyi (terimplikasi) dalam tuturan tersebut.

Analisis Data Percakapan (8)
Percakapan yang terdapat dalam data (8) tergolong implikatur percakapan nonkonvensional. Dilihat dari struktur percakapn yang terjadi, terdapat sesuat yang sulit untuk dipahami, yaitu adanya pengulangan suatu tuturan. Pada tutudan dialog yang pertama “Arep neng endi, Rin?” telah dijawab dengan sempurna dan cukup jelas dengan jawaban “Neng nggone koncoku”. Namun terjadi pengulangan pertanyaan yang sama kepada mitra tutur yang sama pula dalam waktu yang berurutan. Akan tetapi, jawaban yang diberikan mitra tutur berbeda dengan jawaban yang pertama. Dalam hal ini pelibat menghadirkan suatu implikatur percakapan yang nonkonvensional. Tuturan pertanyaan yang muncul kedua lebih dimaksudkan untuk mencegah mitra tutur (Arin) pergi. Percakapan tetap berjalan dan dapat diikuti oleh pelibat dengan baik, tanpa mengenai kendala, karena pelibat mampu memunculkan suatu implikatur percakapan yang dapat dimengerti keduabelah pihak.


KESIMPULAN
Berangkat dari pembahasan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa suatu implikatur percakapan akan sangat mungkin sekali muncul dalam suatu percakapan, terlebih lagi dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dalam suatu kelompok sosial yang di dalamnya suadah terdapat berbagai faktor yang memunculkan suatu kedekatan tertentu antar anggotanya, sangat memungkinkan sekali terjadi suatu implikatur percakapan dalam proses komunikasi yang terjadi. Dapat dikatakan, bahwa faktor-faktor tertentu termasuk kedekatan, akan mempengaruhi suatu bentuk komunikasi yang terjadi.



DAFTAR PUSTAKA
Brown, Gillian dan George Yule.1996. Analisis Wacana (edisi terjemahan oleh I. Soetikno). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gazdar, Gerald. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form. England: Academic Press.

Levinson, C. Stephen. 1997. Pragmatics. Great Britain: Cambridge University Press.

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Mujiyono Wiryationo.1996. Implikatur Prcakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang: IKIP Malang.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan Pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.

No comments:

Post a Comment