ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM TINDAK KOMUNIKASI DI KELOMPOK TEATER
PERON FKIP UNS 1
Oleh: Rudi Adi Nugroho
ABSTRAK.
Tindak komunikasi dalam suatu kelompok seringkali
memunculkan suatu makna atau maksud di balik tuturan tersebut. Implikatur percakapan
sering muncul dalam tindak komunikasi dalam suatu kelompok, baik implikatur
percakapan khusus maupun implikatur percakapan umum. Pemahaman terhadap
implikatur percakapan akan lebih memperlancar proses komunikasi khususnya dalam
suatu kelompok.
Kata kunci : tindak
komunikasi, implikatur percakapan, kelompok teater.
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan
suatu alat yang paling utama untuk berkomunikasi antar manusia. Dengan kata
lain, manusia akan sangat tergantung sekali pada suatu bahasa dan mengingat juga
bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang
lain. Dalam hal ini tentulah antar manusia akan terjadi suatu interaksi
(komunikasi) untuk berbagai tujuan.
Bahasa yang digunakan
oleh manusia bukanlah bahasa yang statis, tetapi bahasa yang selalu berkembang
sesuai kebutuhan manusia sebagai penggunanya. Berbagai fenomena yang muncul di
dalam kehidupan praktis akan berpengaruh besar terhadap suatu bahasa. Sering
kali kaidah-kaidah bahasa yang disepakati mengalami stagnasi menghadapi
fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis.
Pengkajian suatu
bahasa pada tataran struktural saja sering kali tidak menghasilkan suatu kajian
yang maksimal. Kondisi praktis penggunaan bahasa sering kali „keluar‟ dari
kaidah-kaidah struktural, tetapi proses komunikasi yang terjadi tidak menemui
suatu kendala dan justru menghasilkan suatu komunikasi yang lebih efektif dan
efisien. Hal itulah yang mendorong suatu kajian terhadap suatu bahasa tidak
hanya dari sudut pandang struktural saja, melainkan harus dikaitkan dengan
aspek-aspek di luar struktur bahasa.
Salah satu kajian
bahasa yang mampu mengakomodasi aspek-aspek di luar bahasa dalam pengkajiannya
adalah pragmatik maupun analisis wacana. Dalam dua bidang kajian ini,
pengkajian suatu bahasa dengan melibatkan aspek-aspek di luar bahasa yang turut
serta mamberi makna dalam suatu komunikasi. Melibatkan aspek-aspek di luar
bahasa sangatlah tepat ketika melihat fenomena penggunaan bahasa pada tataran
praktis yang cukup beragam.
Percakapan pada
hakikatnya adalah peristiwa berbahasa lisan antara dua orang partisipan atau
lebih yang pada umumnya terjadi dalam suasana santai. Percakapan merupakan
wadah yang memungkinkan terwujudnya prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun
dalam peristiwa berbahasa. Untuk itu perlu memahami implikatur percakapan, agar
apa yang diucapkan dapat dipahami oleh lawan tutur.
Salah satu bagian
dari kajian pragmatik adalah implikatur percakapan. Dalam suatu komunikasi, di
dalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu percakapan. Percakapan yang
terjadi antar pelibat sering kali mengandung maksud-maksud tertentu yang
berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Dalam kondisi tersebut suatu
penggunaan bahasa sering kali mempunyai maksudmaksud yang tersembunyi di balik
penggunaan bahasa secara struktural. Pada kondisi seperti itulah suatu kajian
implikatur percakapan mempunyai peran yang tepat untuk mengkaji suatu
penggunaan bahasa.
Dalam suatu kelompok
sosial pastilah mempunyai banyak faktor-faktor yang saling mendekatkan antar
anggota di dalamnya. Faktor-faktor tersebut sedikit banyak akan berpengaruh
terhadap berlangsungnya proses komunikasi di dalam kelompok tersebut. Dalam
makalah ini akan dipaparkan suatu kajian implikatur percakapan yang terjadi di
dalam suatu kelompok sosial yang berada di lingkungan kampus UNS, yaitu
kelompok teater Peron FKIP UNS.
Dalam kelompok
tersebut sering sekali muncul suatu percakapan yang mengandung maksud-maksud
tertentu yang terkadang berbeda dengan apa yang terkandung dalam pertuturan
yang muncul. Dalam hal ini pengkajian dari sudut implikatur percakapan
dimungkinkan dapat memperjelas proses komunikasi yang terjadi.
KAJIAN TEORI
Implikatur merupakan
salah satu bagian dalam pragmatik. Berkaitan dengan pengertian, berikut
beberapa pengertian tentang implikatur yang dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa.
Menurut Brown dan Yule (1996 : 31) istilah implikatur dipakai untuk menerangkan
apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang
berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. Pendapat itu
bertumpu pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harfiah.
Senada dengan
pendapat itu, Grice, H.P., menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah
proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu
konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari hal yang
dinyatakan sebelumnya (Gazdar, 1979:38). HampIr sama dengan pendapat Brown dan
Yule, tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu
tuturan yang turut memberi makna. Lebih singkat lagi, Grice, H.P (Suyono,
1990:14) mengatakan implikatur percakapan sebagai salah satu aspek kajian
pragmatik yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud suatu ucapan’
sesuai dengan konteksnya. Implikatur cakapan dipakai untuk menerangkan makna
implisit dibalik “apa yang diucapkan atau dituliskan” sebagai “sesuatu yang
dimplikasikan”.
Berangkat dari
beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur percakapan
adalah suatu bagian dari kajian pragmatik yang lebih mengkhususkan kajian pada
suatu makna yang implisit dari suatu percakapan yang berbeda dengan makna
harfiah dari suatu percakapan. Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang
implikatur ini, berikut akan dipaparkan beberapa ciri-ciri implikatur menurut
beberapa ahli. Menurut Nababan (1987:39) ada 4, sebagai berikut:
a.
Sesuatu implikatur
percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu, umpamanya dengan menambahkan
klausa yang mengatakan bahwa seseorang tidak mau memakai implikatur percakapan
itu, atau memberikan suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu.
b.
Biasanya tidak ada cara lain
untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang
bersangkutan.
c.
Implikatur percakapan
mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang
dipakai. Oleh karena itu, isi implikatur percakapan tidak termasuk dalam arti
kalimat yang dipakai.
d.
Kebenaran isi dari suatu
implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan. Oleh
karena itu, implikatur tidak didasarkan atas apa yang dikatakan, tetapi atas
tindakan yang mengatakan hal itu.
Senada dengan pendapat sebelumnya Grice, H.P
(Mujiyono, 1996:40)
mengemukakan ada 5 ciri-ciri dari implikatur
percakapan, yakni:
a.
Dalam keadaan tertentu,
implikatur percakapan dapat dibatalkan baik dengan cara eksplisit ataupun dengan
cara kontektual (cancellable).
b.
Ketidakterpisahan implikatur
percakapan dengan cara menyatakan sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang
lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu, sehingga orang memakai tuturan
bermuatan implikatur untuk menyampaikannya (nondetachable).
c.
Implikatur percakapan
mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang dipakai, tetapi isi
implikatur tidak masuk dalam makna konvensional kalimat itu (nonconventional).
d.
Kebenaran isi implikatur
tidak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat diperhitungkan dari
bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan (calcutable).
e.
Implikatur percakapan tidak
dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya (indeterminate).
Masih tentang ciri-ciri, menurut Levinson, C. Stephen (1997:119) terdapat4
ciri utama dari suatu implikatur percakapan, yakni:
a.
Cancellability, maksudnya
sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika ada kemungkinan untuk
menggagalkannya dengan cara menambah beberapa premis/alasan tambahan pada
premis-premis asli.
b.
Non-detachability, adalah
implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apA yang dituturkan, tidak pada
bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu tuturan
c.
Calculability, dimaksudkan
untuk setiap implikatur yang diduga harusmemungkinkan untuk menyusun suatu
argumen yang menunjukkan bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan
prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya.
d.
Non-conventionality, artinya
untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga implikaturnya dalam suatu konteks,
implikatur tidak dapat sebagai bagian dari makna itu.
Tiga pendapat tentang
ciri-ciri dari suatu implikatur percakapan pada dasarnya sama. Ketiga pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu implikatur percakapan memiliki
ciri-ciri, yakni : (1) Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal
tertentu (cancellability), (2) Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan
apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan
(nondetachable), (3) Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih
dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai (nonconventional), dan (4)
Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran
yang dikatakan (calcutable).
Ada beberapa jenis
implikatur percakapan. Menurut Grice (Mudjiono, 1996 : 32-33) ada tiga jenis
implikatur percakapan yakni: implikatur konvensional, praanggapan, dan
implikatur nonkonvensional. Implikatur konvensional lebih mengacu pada makna
kata secara konvensional, makna percakapan ditentukan oleh „arti konvensional‟
kata-kata yang digunakan. Implikatur praanggapan, lebih mengacu pada suatu
pengetahuan bersama antara penutur dan mitra tutur. Implikatur nonkonvensional,
merupakan suatu implikatur yang lebih mendasarkan maknanya pada suatu konteks
yang melingkupi suatu percakapan. Lebih ringkas lagi, Stephen C. Levinson
mengatakan hanya ada dua jenis implikatur percakapan yaitu implikatur
percakapan umum (implikatur yang yang munculnya di dalam percakapan dan tidak
memerlukan konteks khusus) dan implikatur percakapan khusus (suatu implikatur
yang kemunculannya memerlukan konteks khusus).
DESKRIPSI DATA
Data yang digunakan
dalam makalah ini, yang akan dikaji dari sudut implikatur percakapan, adalah
data yang diambil dari percakapan yang terjdai di kelompok teater Peron FKIP
UNS. Pengambilan data sekitar dua minggu. Dalam dua minggu itu, kelompok ini
sedang dalam pementasan sebuah naskah drama yang berjudul “The Party” karya
Slavomir Mrozek. Dan juga beberapa waktu setelah pementasan berlangsung. Pengambilan
sampel data dilakukan dengan purposive sampling atau diambil yang hanya
berkaitan dengan kajian implikatur yang akan dilakukan. Data yang diambil dan
sesuai denganmaksud penelitian ada delapan percakapan.
PEMBAHASAN
Pembahasan terhadap
data yang sudah diperoleh dipaparkan secara berurutan dari data percakapan yang
pertama (1) sampai yang terakhir (8). Berikut pembahasan tiap data tersebut.
Analisis Data Percakapan (1)
Pada data yang
pertama ini terdapat suatu implikatur percakapan. Implikatur tersebut terlihat
pada dialog yang ketiga dan keempat. Dalam dialog yang ketiga Otong terlihat
hanya menhadirkan suatu bentuk pertuturan yang bersifat infromatif saja, yaitu
hanya memberi tahukan bahwa lem yang akan digunakan untuk memasang pamflet
belum dibuat, dan lebih lanjut lagi dikatakan oleh Otong bahwa dia sedang
merebus air yang akan digunakan untuk membuat lem yang saat itu sudah terlihat
mendidih. Dan reaksi dari Rose selaku mitra tutur, dia langsung menganbil
peralatan untuk membuat lem, dan dia buat lemnya.
Dalam hal ini terjadi
suatu proses implikasi pertuturan, yang dalam hal ini pihak penutur yang
sebenarnya bermaksud menyuruh lawan tutur untuk melakukan sesuatu tetapi tidak
dengan melakukan suatu tindak tutur yang secara langsung menyuruh, tetapi
diimplikasikan dibalik tuturan yang bersifat imformatif tersebut. Dikaitkan
dengan jenis implikatur dari Grice, implikatur percakapan tersebut termasuk
implikatur konvensional, karena pihak lawan tutur dapat memahami maksud
penutur, langsung dari makna konvensional tuturan yang muncul tersebut, yaitu
lem yang belum dibuat dan air yang sudah mendidih, jelas mengandung maksud
untuk segera membuat lem.
Analisis Data Percakapan (2)
Dalam beberapa dialog
yang muncul, sebagian besar sudah terlihat cukup konvensional, hanya saja
memang terjadi pengefaktifan penggunaan kata, seperti pada dialog 2, 3, dan 4,
terjadi penghilangan “...(pasang pamflet) ngarep...” dan “Jatah
(pamflet sing dipasang) mburi piro?”. Dalam percakapan ini terdapat suatu
implikatur percakapan, yang terlihat pada dialog terakhir “Ngko tak sapu
dewe” yang dapat diartikan “Nanti saya sapu sendiri”. Tuturan yang
terlontar akan sulit dimengerti kalau hanya memaknai secara harfiah saja
tuturan tersebut, karena ketika diartikan secara harfiah akan didapatkan makna
bahwa “Otong akan menyapu STSI sendiri”. Padahal, konteks yang terjadi adalah
perlu adanya orang yang memasang pamflet untuk daerah STSI. Tuturan tersebut
tetap berlangsung karena implikasi dari tuturan tersebut telah dipahami mitra tuturnya
yaitu bahwa Otong sendiri yang akan memasang pamflet untuk daerah STSI. Untuk
implikatur dari kasus tersebut tergolong jenis implikatur percakapan khusus,
karena konteks kata “sapu” yang bermakna seperti itu hanya berlaku untuk
komunikasi dalam kelompok.
Analisis Data Percakapan (3)
Dalam percakapan
tersebut terdapat suatu implikatur percakapan. Implikatur percakapan ini
termasuk jenis implikatur praanggapan. Dalam hal ini dua pelibat sudah saling
mengetahui peran masing-masing dalam kegiatan kelompok, yang satu menjadi juru
masak atau seksi konsumsi dan yang satunya menjadi koordinator kegiatan.
Implikatur terjadi ketika tiba-tiba Otong datang dan hanya melontarkan kata “Piye,
Mba? Siap?” yang dapat diartikan “Bagaimana, Mba? Siap?” dan mitra
tutur (Dwi) menjawab dengan tuturan seperti yang terlihat dalam lampiran.
Proses tuturan seperti ini akan sangat sulit diikuti apabila tidak mempunyai
dasar pengetahuan bersama (praanggapan) antar penutur dan mitra tutur.
Analisis Data Percakapan (4)
Ada beberapa implikatur dalam percakapan
tersebut. Yang pertama, suatu maksud minta bantuan untuk membelikan rokok
Djarum 76, yang hanya terealisasikan dalam bentuk tuturan “Rokok 76, Ndok.
Ki duite.” dapat tertangkap maksudnya oleh mitra tutur. Dalam hal ini, percakapan
yang terjadi sudah didasari suatu praanggapan, bahwa penutur (Erna) tahu bahwa
mitra tutur (Otto) memang mengkonsumsi rokok Djarum 76, dan saat itu
membutuhkan barang itu, tetapi karena tidak sempat keluar membeli, akhirnya
meminta tolong pada penutur (Erna) yang akan keluar, untuk membelikan. Dalam
data percakapan ini juga terdapat implikatur percakapan yang lain. Pada dialog
yang dilontarkan oleh Dodok cukup jelas apabila diartikan secara harfiah, yaitu
dia meminta tolong kepada Erna untuk dibelikan kulkas. Implikatur yang muncul
ketika dikaitkan dengan konteks yang ada saat itu hanyalah sebuah candaan,
karena memang permintaan itu sangat tidak mungkin untuk direalisasikan. Dan
dikaitkan dengan praanggapan yang lainnya, memang Dodok sering melontarkan
tuturan semacam itu yang hanya untuk bercanda.
Analisis Data Percakapan (5)
Percakapan
yang terjadi pada data ini terkandugn implikatur percakapan nonkonvensional.
Dalam hal ini konteks situasi sangat berpengaruh terhadap munculnya percakapan tersebut. Pada dialog yang
pertama, diartikan secara harfiah, merupakan sebuah tuturan yang bersifat
informatif saja. Namun ketika dikaitkan dengan konteks situasi yang ada, bahwa
saat itu lemari harus segera dipindahkan, dan di ruangan itu hanya ada tiga
orang dan yang satu (Dodok) belum membantu mengangkat. Dialog yang pertama
dapat diimplikasikan sebagai permintaan kepada Dodok untuk segera membantu
mengangkat lemari tersebut.
Analisis Data Percakapan (6)
Implikatur
percakapan yang muncul dalam percakapan tersebut terllihat pada dialog pertama
dan ketiga. Pada dialog yang pertama, dapat diartikan “Ayo segera latihan.
Keburu Subuh”. Dalam konteks tersebut, hal itu ketika diartikan secara
harfiah akan sulit diterima, karena waktu saat itu masih sore, dan waktu subuh
masih jauh. Tuturan tersebut lebih mempunyai implikasi sebagai bentuk candaan
maupun sebagai bentuk sindiran karena tidak segera latihan. Pada dialog yang
ketiga, telontar suatu tuturan “Lha mbuh...ra mlenthung....” tuturan
tersebut dapat diartikan “Lha tidak tahu...tidak benjol....”. untuk
tuturan “Lha mbuh” sudah jelas maknanya, tetapi untul yang “ra mlenthung”
menjadi sulit diterima. Namun mitra pelibat tidak bermasalah dengan kehadiran
tuturan tersebut karena mereka sudah memiliki pengetahuan bersama (praanggapan)
bahwa memang dalam kelompok itu sering menggunakan tuturan itu sebagai lanjutan
dari tuturan “Lha mbuh”, dan mempunyai maksud untuk candaan.
Analisis Data Percakapan (7)
Dalam
percakapan tersebut terkandung suatu implikatur percakapan yang tergolong dalan
suatu implikatur percakapan konvensional. Implikatur tersebut terlihat pada
dialog kedua. Dalam dialog tersebut terdapat suatu impliktur yang cukup mudah
untuk ditangkap hanya dengan memaknai secara harfiah kata-kata yang digunakan dalam
tuturan tersebut. Walaupun tuturan tersebut cukup mudah untuk dipahami, tetapi
tetap termasuk suatu implikatur percakapan, karen maksud dari penutur meminta
waktu untuk makan, tersembuyi (terimplikasi) dalam tuturan tersebut.
Analisis Data Percakapan (8)
Percakapan yang terdapat dalam data (8) tergolong
implikatur percakapan nonkonvensional. Dilihat dari struktur percakapn yang
terjadi, terdapat sesuat yang sulit untuk dipahami, yaitu adanya pengulangan
suatu tuturan. Pada tutudan dialog yang pertama “Arep neng endi, Rin?”
telah dijawab dengan sempurna dan cukup jelas dengan jawaban “Neng nggone
koncoku”. Namun terjadi pengulangan pertanyaan yang sama kepada mitra tutur
yang sama pula dalam waktu yang berurutan. Akan tetapi, jawaban yang diberikan
mitra tutur berbeda dengan jawaban yang pertama. Dalam hal ini pelibat
menghadirkan suatu implikatur percakapan yang nonkonvensional. Tuturan
pertanyaan yang muncul kedua lebih dimaksudkan untuk mencegah mitra tutur
(Arin) pergi. Percakapan tetap berjalan dan dapat diikuti oleh
pelibat dengan baik, tanpa mengenai kendala, karena pelibat mampu memunculkan
suatu implikatur percakapan yang dapat dimengerti keduabelah pihak.
KESIMPULAN
Berangkat dari pembahasan pada bagian sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa suatu implikatur percakapan akan sangat mungkin sekali
muncul dalam suatu percakapan, terlebih lagi dalam suatu kelompok sosial
tertentu. Dalam suatu kelompok sosial yang di dalamnya suadah terdapat berbagai
faktor yang memunculkan suatu kedekatan tertentu antar anggotanya, sangat
memungkinkan sekali terjadi suatu implikatur percakapan dalam proses komunikasi
yang terjadi. Dapat dikatakan, bahwa faktor-faktor tertentu termasuk kedekatan,
akan mempengaruhi suatu bentuk komunikasi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Brown,
Gillian dan George Yule.1996. Analisis Wacana (edisi terjemahan oleh I.
Soetikno). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gazdar,
Gerald. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form. England:
Academic Press.
Levinson,
C. Stephen. 1997. Pragmatics. Great Britain: Cambridge University Press.
Nababan,
P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud
Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
Mujiyono
Wiryationo.1996. Implikatur Prcakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang:
IKIP Malang.
Yule,
George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyono.
1990. Pragmatik Dasar-dasar dan Pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah
Asuh.
No comments:
Post a Comment