Monday, June 6, 2016

Konsep Tindak Tutur dan Jenisnya











KAJIAN TINDAK TUTUR dan JENISNYA

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilyJxj2BvOltezmjBXYEUJYye30h_ZVtyIGRSkhGzlkHoUbfK_gV00aRKxMKmHUwLpoJh0mBrvIH_qpCb6PZ2H1ekC0kdyCepWhZAonuzvzNmxfn-NB7kdsTuexwj8H_PSRogYzdEI5bA/s1600/speech-bubbles.jpg


Salah satu bidang pragmatik yang menonjol adalah tindak tutur. Pragmatik dan tindak tutur mempunyai hubungan yang erat. Hal itu terlihat pada bidang kajiannya. Secara garis besar antara tindak tutur dengan pragmatik membahas tentang makna tuturan yang sesuai konteksnya. Hal itu sesuai dengan, David R dan Dowty (dalam Rahardi, 2003:12), secara singkat menjelaskan bahwa sesungguhnya ilmu bahasa pragmatik adalah telaah terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur.
Istilah dan teori yang mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1959. Menurutn Chaer dan Leoni (2010:50) teori ini merupakan catatan kuliah yang kemudian dibukukan oleh J.O Urmson (1965) dengan judul “How to do thing with word?” Teori itu baru terkenal dalam studi linguistik setelah Searle (1969) menerbitkan judul Speech Act and Essay in The Philosophy of Language.
Leech (1993:5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran, yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan; menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, di mana, dan bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat sentral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan. Retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip kerjasama.
Menurut Wijana (1996:46) untuk melaksanakan prinsip kerjasama, penutur harus mematuhi empat maksim percakapan, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan pelaksanaan. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut.
Sementara itu, Austin (dalam Leech, 1993:280) menyatakan bahwa semua tuturan adalah sebuah bentuk tindakan dan tidak sekedar sesuatu tentang dunia tindak ujar atau tutur (Speech act) adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau ujaran diucapkan oleh penutur sebenarnya mengandung fungsi komunikatif tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa mengujarkan sesuatu dapat disebut sebagai aktivias atau tindakan. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam setiap tuturan memiliki maksud tertentu yang berpengaruh pada orang lain.
Menurut Chaer dan Leonie (2010:50) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindakan dalam tuturan akan terlihat dari makna tuturan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas dengan menuturkan sesuatu. Tindak tutur yang memiliki maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Konsep tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur.


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhtnnhz4FQtMlOQPt3zJbMHmkMPswuAvgu_AY8HimYdbnY2dV9sbUVN1Ue_fE5SWsZDfaVe2kx_fr8Qp4EHvgwf94TXMC9dwUx2gTV9-b8QsoVscaBPfUxDDUcpGyMbZeQ2Uhp685Ds5Qc/s1600/19511522142572gggg1.jpg


Jenis Tindak Tutur
Wijana (1996: 17) mengemukakan konsep tindak tutur ujar dalam suatu tuturan yang dikemukakan oleh Searle di dalam bukunya yang berjudul Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language. Secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutonary act).
a.    Tindak Lokusi
Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Searle (dalam Rahardi, 2005: 35) menyatakan tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Menurut Wijana (1996:17) tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, yaitu mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu sendiri kepada mitra tutur.

             Contoh: Iki Bulik Rum, bakal garwane Paklik Heru!
            ‘Ini Bulik Rum, calon istrinya Paklik Heru!’ (Bulik Rum/ 227)

Tuturan di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan bahwa Bulik Rum sebagai calon istri Paklik Heru. Tuturan tersebut tanpa bermaksud untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.

b.    Tindak ilokusi
Wijana (1996:18-19) berpendapat bahwa tindak ilokusi adalah tindak tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi daya ujar. Tindak tersebut diidentifikasikan sebagai tindak tutur yang bersifat untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu, serta mengandung maksud dan daya tuturan. Tindak ilokusi tidak mudah diidentifikasi, karena tindak ilokusi berkaitan dengan siapa petutur, kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur itu dilakukan dan sebagainya. Tindak ilokusi ini merupakan bagian yang penting dalam memahami
tindak tutur.
Sementara Chaer dan Leonie (2010:53) menyatakan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yan eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terimakasih, menyuruh, menawarkan dan menjanjikan.
Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud untuk melakukan tindakan yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu kepada mitra tutur.
            Contoh: Maem, Pak!
‘Makan, Pak!’ (Slendang Bangbangan/43)

Tuturan di atas tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu saja akan tetapi juga melakukan sesuatu. Tuturan tersebut dituturkan oleh seorang anak kepada bapaknya dengan maksud untuk meminta makan. Searle (dalam Rahardi, 2003:72) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertutur itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masingmasing memiliki fungsi komunikatifnya sendiri-sendiri. Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi-fungsi komunikatif tersendiri tersebut dapat dirangkum dan disebutkan satu demi satu sebagai berikut.
           
1)    Asertif yakni bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya saja: menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), membuang (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming).
2)    Direktif yakni bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar sang mitra tutur melakukan tindakan tertentu, misalnya saja memesan (ordering), memerintah (commanding), memohon (requesting), menasihati (advising), merekomendasi (recommending).
3)    Ekspresif yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya saja berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating).
4)    Komisif yakni bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya saja berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering).
5)    Deklarasi yakni bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), membaptis (christening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommunicating), dan menghukum (sentencing).

c.    Tindak perlokusi
Chaer dan Leonie (2010:53) menjelaskan tindak perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi. Menurut Wijana (1996:19-20) tindak ini disebut The Act of Affecting Someone.


 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMpvpDJWkmejj7e-_5P9oNw6lnedLxenlaim_70i8NAZBoF0tZgqFVUKv9axFkPU4qJFTlwqEBKMHuj26CZVzRP_8ePqEuebgoeWoM-EPhr5zg4o8Vnuy_9CUSeUPknZ9142_oByNWCI4/s1600/tindak+tutur+langsung+dan+tidak+langsung+2.jpg



ASPEK ASPEK SITUASI TUTUR
Leech (dalam Wijana, 1996:10-12) membagi aspek situasi tutur atas lima bagian yaitu: a. Penutur dan mitra tutur b. Konteks tutur c. Tindak tutur sebaga bentuk tindaka atau kegiatan d. Tujuan tuturan e. Tuturan. Sebagai produk tinda verbal. Aspek-aspek situasi tutur tersebut antara lain:
a.    Penutur dan mitra tutur
Konsep penutur dan mitra tuutr ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang,sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dsb.
b.    Konteks Tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Konteks dalam pragmatik itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
c.    Tujuan tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tuturan yang bermacam-macam ini dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Begitu juga sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Pragmatik merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities).
d.    Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan
Gramatika tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan. Gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai editor yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik dsb. Pragmatik berhubungan dengan tindak verbal yang terjadinya dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih kongkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
e.    Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini dapat ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu.





DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Bustanul dan Rani, A. 2000. Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Jakarta:
               Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat.

Grice, H.P. 1991. Logic and Conversation. Dalam Davis, S. (Ed.), Pragmatics: A
               Reader . New York: Oxford University Press.

Jazeri. 2003. Realisasi Prinsip Kerjasama dalam Interaksi Antarmahasiswa. Tesis
              tidak diterbitkan. Malang: PPS UNISMA Malang.

Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (edisi terjemahan oleh M. D. D.
              Oka). Jakarta: UI Press.

Levinson, Stephen. C. 1983. Pragmatics. Great Britain: Cambridge University Press.

Susanti. 2007. “Conversational Implicature in the Oprah Winfrey Show Edition’ Will
            Smith’s Love Makeover’”. Skripsi. Semarang: Fakultas Bahasa dan Sastra.
              Universitas Dian Nuswantoro











No comments:

Post a Comment