Menyambut MEA, Apa yang Sudah Kita
Persiapkan?
Inilah dia, Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) yang jatuh tepat di akhir tahun 2015 ini. MEA merupakan era baru yang
sebetulnya akan mengokohkan persatuan negara-negara Asean dalam suatu basis
perekonomian pasar bebas dan terbuka. Meskipun program besar ini belum
dilaksanakan, nyatanya MEA telah berhasil mencuri perhatian banyak kalangan termasuk
di Indonesia.
Benar adanya bahwa negara-negara di Asia
Tenggara sangat menantikan MEA 2015, akan tetapi realita berbeda terjadi di
negeri ini. Seperti yang telah dikatakan bahwa negara Indonesia justru masih
merasa takut akibat dihadapkan dengan beberapa hambatan terkait dengan kesiapan
mengahadapi MEA, yaitu mutu pendidikan, tenaga kerja Indonesia yang masih
rendah dan sektor ekonomi serta industri yang rapuh. Hingga hari ini hambatan-hambatan
tersebut masih menjadi buah pikir yang bergulir tanpa solusi. Padahal,
seharusnya MEA bisa dijadikan suatu ladang potensial, tempat Indonesia bisa
mencuri perhatian ASEAN. Lantas menyimak kondisi demikian, sebenarnya apakah
yang terjadi di negeri sebesar dan sekaya ini? Bukankah sebagai negeri yang
akrab dengan julukan Tanah Surga seharusnya bersuka cita menyambut MEA 2015?
Inilah sebenarnya satu pertanyaan
yang menjadi tantangan bagi Indonesia. MEA bukan ancaman melainkan peluang
besar. Memperhatikan tahap demi tahap atas apa yang harus kita lakukan dalam
menyambut MEA merupakan hal yang penting. Pertama, perbaharui pola pikir kita
bahwa terkait dengan bagaimana perspektif kita melihat MEA 2015. Hindari
anggapan bahwa MEA ini seolah-olah portal hitam yang apabila kita masuk ke
dalamnya kita akan mendapatkan kesengsaran dan kesulitan. Sebaliknya,
berpikirlah rasional bahwa MEA adalah jendela menuju masa depan yang lebih baik
sehingga kita merasa termotivasi untuk menjalaninya. Lalu cobalah memikirkan
suatu hal yang dapat kita lakukan untuk membuat negeri ini ada dan berada di
era MEA nanti. Sampai akhirnya kita mengindahkan bahwa untuk mencapai tujuan
keberhasilan menghadapi MEA saat ini bukan lagi soal persiapan, tetapi tindakan
nyata.
MEA 2015
sudah berada di depan mata, sehingga negara yang masuk dalam anggota ASEAN
tidak terkecuali Indonesia membutuhkan kesiapan yang matang untuk menyambut
agenda perdagangan negara-negara di Asia Tenggara. Pemerintah mungkin telah
melakukan bentuk preventif atau antisipasi pada beberapa sektor seperti
ketenagakerjaan, industri kreatif, serta mental bangsa. Namun ada hal penting
yang harus diperjuangkan pemerintah saat ini, yakni menjadikan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi ASEAN.
Sebagai sebuah negara yang berdaulat dan memiliki
konstitusi kita tahu pusat komando berada di tangan pemerintah, namun
kolaborasi seluruh elemen masyarakat juga penting dilakukan. Pada dasarnya
sumber daya manusia (SDM) adalah motor penggerak yang menginstruksikan arah
bangsa ini akan dibawa. Di sinilah kita sebagai pemuda yang adalah notabenenya mahasiswa
kemudian menjadi jawaban dari semua kecemasan dan ketakutan bangsa ini. Mahasiswa
adalah kaum yang digadang-gadangkan sebagai tonggak perubahan. Mahasiswa bukan
kaum yang akan mengambil sikap dan tindakan tanpa campur tangan pemerintah
sebagai pusat komando. Justru mahasiswa adalah teman terdekat bagi pemerintah.
Mahasiswa sebagai individu yang memimpin dalam mempengaruhi pendapat masyarakat
terhadap pemerintah.
Dalam menyambut MEA, salah satu yang harus diperjuangkan
adalah menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu ASEAN. Bagaimana
cara mewujudkan itu? Di sinilah tantangan bagi mahasiswa sebagai pelopor Bahasa
Indonesia untuk ikut berperan di dalamnya. Bahasa adalah kekayaan
yang tak ternilai. Ungkapan tersebut pantas disematkan kepada Bahasa Indonesia.
Seperti diketahui Bahasa Indonesia telah mempersatukan banyak etnis di
Indonesia, sejak ditasbihkan para pemuda pada 28 Oktober 1928 lalu. Setelah
menyatukan Indonesia, diharapkan Bahasa Indonesia mampu menjadi bahasa
pemersatu ASEAN. Mengingat Bahasa Indonesia memiliki penutur yang lebih banyak
daripada negara ASEAN lainnya, serta Bahasa Indonesia kini sudah banyak
dipelajari oleh bangsa lain. Bahasa di ASEAN yang paling tepat menjadi
bahasa pemersatu MEA adalah Bahasa Indonesia. Karena Bahasa Indonesia memiliki
sejumlah kelebihan. Pertama, Bahasa Indonesia dipakai oleh lebih separuh
penduduk ASEAN dan Indonesia adalah negara terbesar penduduk serta wilayahnya.
Kedua, Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Melayu adalah bahasa yang
mempunyai jejak dan hubungan linguistik dengan bahasa-bahasa negara ASEAN lainnya
seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, sebagian dari Filipina,
Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos, karena di sana sebagian penduduknya
adalah rumpun bangsa Melayu.
Bahasa sebagai media komunikasi
dapat pula mengalami suatu perubahan, seiring dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan fakta tersebut, perlu kiranya warga Indonesia untuk mensiasati agar
Bahasa Melayu yang digunakan beberapa negara tersebut, dapat dikembangkan dan
diubah menjadi Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang tidak asing lagi. MEA dapat
digunakan sebagai wahana “menjual” Bahasa Indonesia. Langkah kongkrit yang bisa
dilakukan yaitu dengan memprioritaskan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk
melakukan hubungan perdagangan dan komunikasi antarnegara yang masuk dalam
anggota MEA. Sering orang berharap bahwa Bahasa Indonesia suatu saat akan
menjadi bahasa internasional. Nah, inilah waktu yang tepat untuk mulai
mempromosikan Bahasa Indonesia kepada negara-negara di dunia mulai dari
negara ASEAN. Dengan begitu, negara-negara ASEAN secara tidak sadar akan
mempelajari Bahasa Indonesia, atau bahkan Bahasa Indonesia akan dipelajari di
negara mereka. Hal tersebut menjadi angin segar bagi bangsa Indonesia untuk
mengenalkan bahasa nasionalnya ke ranah internasional.
Beberapa modal yang
harus dimiliki mahasiswa dalam menyambut MEA yaitu:
1.
Penuh semangat
Modal
pokok seorang mahasiswa untuk menghadapi MEA adalah semangat yang tinggi, hal
ini erat kaitannya dengan mental seorang pemuda. Berdoa dan buktikan saja bahwa
kita termasuk golongan mahasiswa bermental baja, mahasiswa yang tangguh dan
pantang menyerah.
2.
Menemukan hal
baru (inovatif)
Mahasiswa
harus berpikir cerdas, peka, dan sensitif, serta senantiasa menanamkan rasa
ingin tahu terhadap banyak hal di sekitarnya.
3.
Jiwa
Kepemimpinan
Modal
selanjutnya yang harus kita miliki, yakni kemampuan memimpin diri sendiri juga
memipin orang lain yang harus didukung oleh kreativitas dalam hal memengaruhi
seseorang. Dengan begitu, akan tercipta kerja sama yang baik misalnya dalam
sebuah organisasi yang berskala ASEAN.
4.
Jiwa
Berwirausaha
David
Mc Clelland mengatakan bahwa suatu negara dapat dikatakan makmur bila memiliki
wirausahawan minimal 2% dari total penduduk, sedangkan kenyataannya jumlah
wirausahawan di Indonesia masih sedikit (0,5 dari total penduduk). Korelasinya
adalah peran Perguruan Tinggi (PT) harus bisa merubah orientasi mahasiswa untuk
tidak ingin lulus sebagai pencari kerja namun menjadi seorang pencipta
pekerjaan. Indikator yang dapat mendukung PT untuk mencetak lulusan yang
berkualitas adalah setiap PT harus memiliki visi dan misi yang jelas guna
menaungi proses pembelajaran dengan mengedepankan pengembangan potensi yang
dimiliki mahasiswa.
5.
Nasionalisme
Nasionalisme
adalah poin terakhir yang saya tempatkan sebagai modal mahasiswa menghadapi MEA
2015. Alasan kuat yang melandasi mengapa nasionalisme saya jadikan poin
terakhir ialah tidak karena sikap nasionalisme dianggap kurang penting, justru
dari keempat modal yang disebutkan sebelumnya sikap nasioalisme harus dijadikan
wadah dimana orientasi kita ditempatkan. Dengan kata lain, apapun yang kita
lakukan untuk menghadapi MEA diharapkan orientasinya adalah bukan untuk kepentingan
pribadi maupun kelompok, tetapi demi bangsa Indonesia yang lebih baik.
Diharapkan dengan membangun kelima modal tersebut, mahasiswa di seluruh
Indonesia dapat bergegas melakukan tindakan untuk membuktikan bahwa Indonesia
mampu menghadapi peluang besar yang disuguhkan oleh Masayarakat Ekonomi Asean
(MEA) 2015.
Menyambut
MEA di akhir tahun ini tidaklah dibenarkan menjadi mahasiswa yang tidak
melakukan apa-apa, karena kontribusi mahasiswa bukanlah sekedar bualan atau
rengekan yang bisa diabaikan. Berhasil atau tidaknya kita menghadapi MEA menjadi
suatu proses yang harus dijalani. Mari kita lakukanlah perubahan dari sekarang,
dimulai dari diri kita sendiri dan merangkul orang-orang terdekat di sekitar
kita. Sampai akhirnya kita berhasil mengambil manfaat dari Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015 demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Lampiran
Identitas
Nama : Siti Komariyah
Tempat, tanggal lahir : Jember, 07 Mei 1994
Prodi,
Fakultas : Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
No comments:
Post a Comment