Sunday, June 12, 2016

Pembelajaran Menulis Puisi dengan Teknik "Meissi Beli Pena"

MENULIS PUISI MELALUI PAJANAN VISUAL ILUSTRASI CERPEN ANAK: STRATEGI MEISSI BELI PENA (MENULIS PUISI BERBASIS ILUSTRASI CERPEN ANAK)



I.                   PENDAHULUAN
Menulis puisi merupakan kompetensi dasar yang mulai diajarkan di sekolah dasar, bahkan di kelas rendah (kelas 1-3 SD). Siswa diajak berkenalan dengan puisi, meski untuk kelas 1 dan 2 SD mereka baru belajar menyalin puisi anak sesuai contoh. Di kelas 3 SD mereka mulai diajak menulis puisi. Skemata yang sudah terbentuk tentang puisi, sebagai salah satu genre sastra, di kelas 1 dan 2 SD tentu membantu mereka untuk mampu menulis puisi sesuai dengan kompetensi dasar yang disyaratkan yakni menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik, sesuai standar kompetensi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam karangan sederhana dan puisi.Masalahnya kemudian, apakah skemata yang mereka miliki  serta pengetahuan terdahulu (prior knowledge) tentang puisi cukup memadai sehingga mereka mampu menulis puisi sesuai dengan kompetensi dasarnya? Bagaimana memberi mereka bekal yang cukup agar mereka mampu menulis puisi dengan bagus, minimal sesuai dengan kompetensi dasar yang dipersyaratkan? Prosedur dan strategi apa yang bisa dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam prosa (baca: narasi sederhana) anak-anak ‘bebas’ menuliskan apa saja mengingat narasi (misalnya cerita tentang pengalaman yang menyedihkan) terdiri dari beberapa paragraf dan itu memungkinkan mereka menuangkan ide, pengalaman serta kesan yang ingin mereka tuliskan dengan lebih ‘leluasa’. Sebagai salah satu genre sastra, puisi memiliki karakteristik tersendiri yang tentunya berbeda dengan prosa. Puisi merupakan genre sastra yang amat memperhatikan pemilihan aspek kebahasaan  dan atau menggunakan bahasa yang amat selektif, bahkan harus tersaring. Penulisan puisi menuntut diksi yang lebih ketat daripada prosa. Karakter puisi yang tersusun dalam bait, juga relatif ‘menyulitkan’ anak mengorganisasikan ide dan gagasan dalam menulis puisi. Artinya harus ada perlakuan khusus dalam mengajarkan menulis puisi, khususnya di kelas 3 SD. Perlakuan khusus yang dimaksudkan di sini adalah pemakaian strategi Meissi Beli Pena (menulis puisi berbasis ilustrasi cerpen anak) untuk membantu siswa menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik.



I.1. Latar Belakang Pemilihan Model
            Anak-anak kelas 3 SD dengan kisaran usia 8-9 tahun memasuki tahap perkembangan kognitif yang dinamakan tahap operasional konkrit (concrete operational). Menurut Jean Piaget, tahap ini berlangsung dari usia 7-11 tahun. Tahap operasional konkrit merupakan tahapan dimana anak-anak dapat berpikir logis tentang obyek dan kejadian, mereka bisa mengetahui jumlah, ukuran, berat suatu benda dan mampu mengklasifikasikan obyek menurut beberapa fitur dan dapat mengurutkannya sesuai ukurannya (Patmonodewo, 2003: 23-24). Pada tahap ini anak-anak baru dapat berpikir dan mengatasi masalah yang masih bersifat konkrit, real dan nyata, bukan hal-hal yang bersifat abstrak. Mereka baru mampu mengidentifikasi hal, peristiwa dan pengalaman yang dapat diindera oleh panca inderanya, terutama indera penglihatan. Sehingga visualisasi menjadi hal yang amat menarik bagi mereka.
            Pajanan visual kemudian bisa menjadi poin masuk untuk mendekatkan siswa dengan aktivitas menulis puisi. Gambar dan foto memberi stimulus visual pada siswa. Masalahnya gambar seperti apa yang tepat digunakan untuk ‘merangsang’ serta menggiring siswa untuk bisa menulis puisi dengan pilihan kata yang menarik sesuai dengan kompetensi dasarnya? Apakah hanya dengan melihat dan mengidentifikasi gambar saja siswa kemudian mampu memindahkan pengalamannya dalam benrtuk puisi? Bagaimana dengan kemampuan untuk memilih kata-kata yang menarik sementara hanya visual saja yang mereka lihat tanpa ada teks di dalamnya?
            Maka penulis menyodorkan model strategi pembelajaran menulis puisi berbasis ilustrasi cerpen anak yang diberi nama Meissi Beli Pena bagi siswa kelas 3 SD. Ilustrasi cerpen anak di  biasanya dibuat dengan menarik dengan tujuan menarik minat anak-anak untuk membaca cerita. Ilustrasi dan gambar yang ‘hidup’ seakan mengantarkan anak-anak untuk lebih mudah memahami cerita yang disajikan. Ilustrasi dalam cerpen anak bisa menjadi pengantar awal bahkan kesimpulan sebuah cerita. Setelah melihat gambar maka anak-anak membaca cerita tersebut. Dalam teks cerpen anak tentu tersedia banyak pilihan kata-kata menarik yang bisa diidentifikasi anak, baik sebagai informasi lama maupun informasi baru. Kata-kata menarik inilah yang kemudian bisa dipakai anak-anak untuk menuliskan sebuah puisi.

I.2. Landasan Teori
            Model pembelajaran menulis puisi melalui Meissi Beli Pena merupakan adaptasi dari pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Menurut Nurhadi&Senduk,  prinsip-prinsip CTL adalah: merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental, membentuk kelompok yang saling tergantung, menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri, mempertimbangkan keragaman siswa, memperhatikan kecerdasan majemuk, menggunakan teknik bertanya (questioning) dan menerapkan penilaian otentik (2009:24-26). CTL berakar dari landasan filsafat dan teori belajar konstruktivisme Jean Piaget. Piaget mengatakan ada tiga cara bagaimana anak mengetahui sesuatu, pertama melalui interaksi sosial, yakni mempelajari sesuatu dari manusia lain (misalnya anak mengetahui makna kursi dengan cara meneliti bentuk dan jumlah kaki kursi, tapi tanpa manusia lain anak tak akan tahu bahwa benda tersebut kursi), kedua melalui pengetahuan fisik (pengetahuan ini diperoleh dengan menjelajahi dunia yang bersifat fisik, misalnya benda lunak, keras, bulat, persegi dan sebagainya), ketiga adalah ‘logico mathematical’ (misalnya anak melihat dua batang pensil akan mengatakan’dua pensil’, hal ini terjadi karena anak menggunakan konstruksi mental) (Patmonodewo, 2003: 11-12).
Dua inti dari pembelajaran konstruktivisme adalah konstruksi pengetahuan dan pengetahuan tidak sekedar ditransmisikan oleh guru atau orang tua tetapi harus dibangun dan dimunculkan sendiri oleh siswa agar mereka dapat merespon informasi dalam lingkungan pendidikan (Joyce, 2011: 13-14). Dalam proses pembelajaran, otak menyimpan informasi, mengolahnya dan mengubah konsepsi yang ada sebelumnya. Pembelajaran sastra kemudian bukan sekedar aktivitas menyerap informasi, gagasan serta ketrampilan yang disampaikan oleh guru, mengingat materi-materi baru tersebut akan dikonstruksi oleh otak siswa sendiri.
 Meissi Beli Pena beroperasi dari pembelajaran kontekstual yang berlandaskan teori konstruktivisme. Mekanisme kerja model Meissi Beli Pena memungkinkan siswa melakukan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) yakni menemukan kata-kata menarik dalam cerpen anak (beserta ilustrasinya) yang bisa digunakan untuk menulis puisi. Model ini juga mendekatkan siswa dengan pembelajaran berbasis inquiri (inquiry-based learning) serta pembelajaran berbasis tugas (project-based learning) , mengingat siswa diajak menerapkan strategi yang biasa dipakai dalam metodologi sains yakni mengidentifikasi kata-kata menarik dan kemudian menguji kata-kata apa saja yang bisa dipakai untuk merangkai puisi untuk selanjutnya dipakai dalam menghasilkan sebuah karya yakni sebuah puisi.




I.3. Tujuan Pembelajaran dan Dampak Pengiring
            Tujuan pembelajaran dengan model Meissi Beli Pena adalah memudahkan siswa menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata-kata yang menarik. Ilustrasi dan teks dalam cerpen anak memfasilitasi siswa melihat dan kemudian mengasosiasikan gambar dengan kata, frasa bahkan kalimat tertentu yang bisa dituangkan menjadi tulisan untuk menghasilkan puisi. Keberadaan dan kehadiran teks memungkinkan siswa mengidentifikasi, menemukan serta menyeleksi kata-kata apa saja yang bisa dipakai untuk menulis sebuah puisi. Kehadiran ilustrasi serta teks cerpen anak memungkinkan siswa mengkonfrontir serta mengonfirmasi pengalaman dan pengetahuan lama yang sudah dimiliki siswa sebelumnya, seperti ketika melihat gambar moda transportasi pesawat serta menemukan kata pilot maka beberapa siswa bisa jadi menghubungkannya dengan peristiwa yang pernah dialaminya saat naik pesawat dan berkenalan dengan sang pilot, atau mengunjungi bandara Abdul Rahman Saleh untuk menyaksikan bahkan masuk ke pesawat tempur dan berbincang-bincang dengan pilot dan sebagainya. Penggalian pengalaman siswa kemudian menjadi penting sebelum mereka memutuskan untuk memakai kata-kata apa saja yang menurutnya menarik bagi puisinya. Karena pengalaman akan mendekatkan siswa dengan ide serta gagasan yang ingin dituangkan dalam puisi.
            Bahkan jika ilustrasi serta kata-kata dalam teks cerpen anak itu belum pernah dilihat dan dibaca siswa, maka hal ini akan menjadi pengalaman serta pengetahuan baru. Pengalaman serta pengetahuan baru ini tentu menimbulkan kesan tersendiri yang bagi masing-masing siswa berbeda. Tangkapan serta kesan terhadap pengalaman serta pengetahuan baru, seperti misalnya gambar ubi ungu serta frasa mi ubi ungu akan menimbulkan kesan berbeda-beda bagi tiap siswa, ada yang penasaran, bahkan mungkin ada yang sangsi apakah benar-benar ada ubi berwarna ungu atau apakah ubi ungu bisa dibuat mi. Kesan berbeda yang amat personal bagi tiap siswa tentu bisa menjadi ide serta gagasan yang menarik untuk sebuah puisi.
            Media yang digunakan dalam model Meissi Beli Pena adalah ilustrasi cerpen anak yang biasanya terdapat dalam majalah anak-anak.  Sebelum pelajaran menulis puisi dimulai anak-anak sudah diberi instruksi untuk membawa majalah anak-anak dari rumah atau meminjamnya dari perpustakaan sekolah, maka tentu saja selalu ada keinginan dari anak-anak untuk melihat atau bahkan membaca majalah milik temannya yang lain. Hal ini tentu berpotensi mengurangi waktu yang bisa dipakai untuk pembelajaran menulis puisi. Dampak lain adalah siswa menjadi tidak focus dengan ilustrasi gambar cerpena anak yang sudah dipilih karena kemungkinan untuk pindah ke ilustrasi cerpen anak di halaman lain juga dimungkinkan. Selanjutnya, setelah memutuskan memilih ilustrasi cerpen anak yang dipakai untuk menulis puisi bisa jadi siswa menjadi bingung karena banyak sekali pilihan kata-kata yang terdapat dalam teks cerpen anak yang menarik, atau bahkan ilustrasi itu menawarkan banyak gambar yang bisa diidentifikasi.

             
II.STRUKTUR MODEL ALAT DAN BAHAN PENDUKUNG
II.1. Struktur model Meissi Beli Pena adalah sebagai berikut:
1.      Pemilihan ilustrasi cerpen anak
2.      Proses menulis puisi:
3.      Verifikasi dan menyunting puisi:
4.      Publikasi , apresiasi, penilaian puisi dan evaluasi langkah menulis puisi:
II.2. Alat dan bahan pendukung:
1.      Ilustrasi dan teks cerpen anak
2.      Majalah dan atau koran rubric anak-anak
3.      Puisi anak-anak di majalah atau koran
4.      Kertas dan alat tulis
5.      Selotip/pin untuk menempel puisi

III.             SKENARIO MEISSI BELI PENA
Berikut skenario pembelajaran Meissi Beli Pena:
1.      Pemilihan ilustrasi cerpen anak:
a.       Siswa memilih ilustrasi cerpen anak yang disukainya dalam majalah anak-anak .
b.      Siswa diminta membaca cerpen anak tersebut di rumah.
c.       Siswa diminta memberikan alasannya mengapa menyukai ilustrasi dan atau cerpen anak tersebut dalam catatan tertulis yang diberikan pada guru sebelum pembelajaran dimulai.
2.      Proses menulis puisi:
a.       Guru menyalin semua catatan alasan pemilihan ilustrasi dan atau cerpen anak yang sudah diberikan siswa.
b.      Guru membagikan kembali catatan tertulis pada siswa.
c.       Siswa membaca kembali catatan tertulisnya.
d.      Siswa menuliskan di catatan tersebut apa yang ingin mereka tulis dalam puisinya (dalam satu kata, frasa atau kalimat pendek: ubi ungu, naik transjakarta, mengikuti lomba mendongeng, kaus kaki bau, jajan sembarangan, dan sebaginya).
e.       Siswa mengidentifikasi benda-benda yang menurutnya menarik dan menemukan kata-kata dalam teks cerpen anak yang berhubungan dengan ilustrasi/gamber tersebut.
f.       Siswa mencatat sepuluh kata-kata menarik yang mereka temukan dalam teks cerpen anak tersebut dan bisa menambahkan lima kata-kata menarik lainnya yang mereka dapatkan dari pengalaman serta pengetahuan mereka sebelumnya, yang masih berhubungan dengan ilustrasi dan cerpen tersebut.
3.      Verifikasi dan menyunting puisi:
a.       Jika siswa menemukan kesulitan memilih kata-kata dalam teks cerpen anak maka guru mengingatkan siswa uintuk membaca kembali catatan tertulis tentang alasan pemilihan ilustrasi serta cerpen anak tersebut.
b.      Jika siswa belum menemukan sepuluh kata-kata menarik maka guru menggali lagi informasi, pengalaman serta pengetahuan yang sudah didapatkan anak setelah melihat ilustrasi gambar serta membaca cerpen anak tersebut, berdasarkan salinan catatan tertulis anak.
c.       Siswa diberi kesempatan mengoreksi sendiri tulisan puisinya. Mulai dari ejaan serta organisasi bait dan pilihan kata yang digunakan dalam puisi tersebut.
d.      Siswa diberi kesempatan sekali lagi untuk menyunting puisinya, mungkin menemukan judul yang lebih tepat untuk puisinya.
4.      Publikasi , apresiasi, penilaian puisi dan evaluasi langkah menulis puisi:
a.       Siswa diberi kesempatan menulis kembali puisinya setelah proses verifikasi dan penyuntingan selesai.
b.      Siswa bisa menambahkan ilustrasi/gambar dalam puisinya.
c.       Siswa menempelkan puisinya di dinding kelas.
d.      Siswa diberi kesempatan membaca dan mengapresiasi puisi teman-temannya (berkelompok, masing-masingterdiri dari 4-5 anak).
e.       Guru memberikan apresiasi dan penilaian puisi masing-masing anak dengan memberi catatan-catatan kekurangan serta memuji usaha siswa yang sudah menulis puisi.
f.       Guru menunjukkan puisi karya anak-anak yang ada di Koran maupun majalah anak-anak dan meminta beberapa siswa membacakannya di depan anak-anak.
g.      Siswa diberi kesempatan merevisi kembali puisinya berdasarkan masukan dari guru dan teman-temannya.
h.      Siswa mempublikasikan karyanya di majalah dinding sekolah atau mengirimkannya di rubrik anak-anak yang ada di koran maupun majalah.

Referensi:
Brown, H. Douglas, 2008. Prinsip Pembelajaran Dan Pengajaran Bahasa. Jakarta, Kedubes AS
Cooper, David J, 2000. Helping Children Construct Meaning. Houghton Mifflin co, Boston
Joyce, Bruce. 2011. Model-model Pembelajaran. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Nurhadi, Agus Gerard Senduk, 2009. Pembelajaran Kontekstual.
Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta. Pusat Perbukuan Depdiknas dan Rineka Cipta
Prashnig, Barbara. 2007. The Power of Learning Styles. Kaifa . Bandung

No comments:

Post a Comment