MENULIS PUISI MELALUI PAJANAN
VISUAL ILUSTRASI CERPEN ANAK: STRATEGI MEISSI
BELI PENA (MENULIS PUISI BERBASIS ILUSTRASI CERPEN ANAK)
I.
PENDAHULUAN
Menulis
puisi merupakan kompetensi dasar yang mulai diajarkan di sekolah dasar, bahkan
di kelas rendah (kelas 1-3 SD). Siswa diajak berkenalan dengan puisi, meski
untuk kelas 1 dan 2 SD mereka baru belajar menyalin puisi anak sesuai contoh.
Di kelas 3 SD mereka mulai diajak menulis puisi. Skemata yang sudah terbentuk
tentang puisi, sebagai salah satu genre sastra, di kelas 1 dan 2 SD tentu
membantu mereka untuk mampu menulis puisi sesuai dengan kompetensi dasar yang
disyaratkan yakni menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang
menarik, sesuai standar kompetensi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
informasi dalam karangan sederhana dan puisi.Masalahnya kemudian, apakah
skemata yang mereka miliki serta
pengetahuan terdahulu (prior knowledge)
tentang puisi cukup memadai sehingga mereka mampu menulis puisi sesuai dengan
kompetensi dasarnya? Bagaimana memberi mereka bekal yang cukup agar mereka
mampu menulis puisi dengan bagus, minimal sesuai dengan kompetensi dasar yang
dipersyaratkan? Prosedur dan strategi apa yang bisa dijalankan untuk mencapai
tujuan tersebut.
Dalam
prosa (baca: narasi sederhana) anak-anak ‘bebas’ menuliskan apa saja mengingat
narasi (misalnya cerita tentang pengalaman yang menyedihkan) terdiri dari
beberapa paragraf dan itu memungkinkan mereka menuangkan ide, pengalaman serta
kesan yang ingin mereka tuliskan dengan lebih ‘leluasa’. Sebagai salah satu
genre sastra, puisi memiliki karakteristik tersendiri yang tentunya berbeda
dengan prosa. Puisi merupakan genre sastra yang amat memperhatikan pemilihan
aspek kebahasaan dan atau menggunakan bahasa yang amat selektif,
bahkan harus tersaring. Penulisan puisi menuntut diksi yang lebih ketat
daripada prosa. Karakter puisi yang tersusun dalam bait, juga relatif
‘menyulitkan’ anak mengorganisasikan ide dan gagasan dalam menulis puisi.
Artinya harus ada perlakuan khusus dalam mengajarkan menulis puisi, khususnya
di kelas 3 SD. Perlakuan khusus yang dimaksudkan di sini adalah pemakaian
strategi Meissi Beli Pena (menulis
puisi berbasis ilustrasi cerpen anak) untuk membantu siswa menulis puisi
berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik.
I.1. Latar Belakang Pemilihan Model
Anak-anak kelas 3 SD dengan kisaran
usia 8-9 tahun memasuki tahap perkembangan kognitif yang dinamakan tahap
operasional konkrit (concrete
operational). Menurut Jean Piaget, tahap ini berlangsung dari usia 7-11
tahun. Tahap operasional konkrit merupakan tahapan dimana anak-anak dapat
berpikir logis tentang obyek dan kejadian, mereka bisa mengetahui jumlah,
ukuran, berat suatu benda dan mampu mengklasifikasikan obyek menurut beberapa fitur
dan dapat mengurutkannya sesuai ukurannya (Patmonodewo, 2003: 23-24). Pada
tahap ini anak-anak baru dapat berpikir dan mengatasi masalah yang masih
bersifat konkrit, real dan nyata, bukan hal-hal yang bersifat abstrak. Mereka
baru mampu mengidentifikasi hal, peristiwa dan pengalaman yang dapat diindera
oleh panca inderanya, terutama indera penglihatan. Sehingga visualisasi menjadi
hal yang amat menarik bagi mereka.
Pajanan visual kemudian bisa menjadi
poin masuk untuk mendekatkan siswa dengan aktivitas menulis puisi. Gambar dan
foto memberi stimulus visual pada siswa. Masalahnya gambar seperti apa yang
tepat digunakan untuk ‘merangsang’ serta menggiring siswa untuk bisa menulis
puisi dengan pilihan kata yang menarik sesuai dengan kompetensi dasarnya? Apakah
hanya dengan melihat dan mengidentifikasi gambar saja siswa kemudian mampu
memindahkan pengalamannya dalam benrtuk puisi? Bagaimana dengan kemampuan untuk
memilih kata-kata yang menarik sementara hanya visual saja yang mereka lihat
tanpa ada teks di dalamnya?
Maka penulis menyodorkan model
strategi pembelajaran menulis puisi berbasis ilustrasi cerpen anak yang diberi
nama Meissi Beli Pena bagi siswa
kelas 3 SD. Ilustrasi cerpen anak di
biasanya dibuat dengan menarik dengan tujuan menarik minat anak-anak
untuk membaca cerita. Ilustrasi dan gambar yang ‘hidup’ seakan mengantarkan
anak-anak untuk lebih mudah memahami cerita yang disajikan. Ilustrasi dalam
cerpen anak bisa menjadi pengantar awal bahkan kesimpulan sebuah cerita.
Setelah melihat gambar maka anak-anak membaca cerita tersebut. Dalam teks
cerpen anak tentu tersedia banyak pilihan kata-kata menarik yang bisa
diidentifikasi anak, baik sebagai informasi lama maupun informasi baru.
Kata-kata menarik inilah yang kemudian bisa dipakai anak-anak untuk menuliskan
sebuah puisi.
I.2. Landasan Teori
Model pembelajaran menulis puisi
melalui Meissi Beli Pena merupakan
adaptasi dari pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning/CTL). Menurut Nurhadi&Senduk, prinsip-prinsip
CTL adalah: merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan
mental, membentuk kelompok yang saling tergantung, menyediakan lingkungan yang
mendukung pembelajaran mandiri, mempertimbangkan keragaman siswa, memperhatikan
kecerdasan majemuk, menggunakan teknik bertanya (questioning) dan menerapkan penilaian otentik (2009:24-26). CTL
berakar dari landasan filsafat dan teori belajar konstruktivisme Jean Piaget.
Piaget mengatakan ada tiga cara bagaimana anak mengetahui sesuatu, pertama
melalui interaksi sosial, yakni mempelajari sesuatu dari manusia lain (misalnya
anak mengetahui makna kursi dengan cara meneliti bentuk dan jumlah kaki kursi,
tapi tanpa manusia lain anak tak akan tahu bahwa benda tersebut kursi), kedua
melalui pengetahuan fisik (pengetahuan ini diperoleh dengan menjelajahi dunia
yang bersifat fisik, misalnya benda lunak, keras, bulat, persegi dan
sebagainya), ketiga adalah ‘logico
mathematical’ (misalnya anak melihat dua batang pensil akan mengatakan’dua
pensil’, hal ini terjadi karena anak menggunakan konstruksi mental)
(Patmonodewo, 2003: 11-12).
Dua
inti dari pembelajaran konstruktivisme adalah konstruksi pengetahuan dan
pengetahuan tidak sekedar ditransmisikan oleh guru atau orang tua tetapi harus
dibangun dan dimunculkan sendiri oleh siswa agar mereka dapat merespon
informasi dalam lingkungan pendidikan (Joyce, 2011: 13-14). Dalam proses
pembelajaran, otak menyimpan informasi, mengolahnya dan mengubah konsepsi yang
ada sebelumnya. Pembelajaran sastra kemudian bukan sekedar aktivitas menyerap informasi,
gagasan serta ketrampilan yang disampaikan oleh guru, mengingat materi-materi
baru tersebut akan dikonstruksi oleh otak siswa sendiri.
Meissi
Beli Pena beroperasi dari pembelajaran kontekstual yang berlandaskan teori
konstruktivisme. Mekanisme kerja model Meissi
Beli Pena memungkinkan siswa melakukan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) yakni menemukan
kata-kata menarik dalam cerpen anak (beserta ilustrasinya) yang bisa digunakan
untuk menulis puisi. Model ini juga mendekatkan siswa dengan pembelajaran
berbasis inquiri (inquiry-based learning)
serta pembelajaran berbasis tugas (project-based
learning) , mengingat siswa diajak menerapkan strategi yang biasa dipakai
dalam metodologi sains yakni mengidentifikasi kata-kata menarik dan kemudian
menguji kata-kata apa saja yang bisa dipakai untuk merangkai puisi untuk
selanjutnya dipakai dalam menghasilkan sebuah karya yakni sebuah puisi.
I.3.
Tujuan Pembelajaran dan Dampak Pengiring
Tujuan pembelajaran dengan model Meissi Beli Pena adalah memudahkan siswa menulis puisi berdasarkan
gambar dengan pilihan kata-kata yang menarik. Ilustrasi dan teks dalam cerpen
anak memfasilitasi siswa melihat dan kemudian mengasosiasikan gambar dengan
kata, frasa bahkan kalimat tertentu yang bisa dituangkan menjadi tulisan untuk
menghasilkan puisi. Keberadaan dan kehadiran teks memungkinkan siswa
mengidentifikasi, menemukan serta menyeleksi kata-kata apa saja yang bisa
dipakai untuk menulis sebuah puisi. Kehadiran ilustrasi serta teks cerpen anak memungkinkan
siswa mengkonfrontir serta mengonfirmasi pengalaman dan pengetahuan lama yang
sudah dimiliki siswa sebelumnya, seperti ketika melihat gambar moda
transportasi pesawat serta menemukan kata pilot maka beberapa siswa bisa jadi
menghubungkannya dengan peristiwa yang pernah dialaminya saat naik pesawat dan
berkenalan dengan sang pilot, atau mengunjungi bandara Abdul Rahman Saleh untuk
menyaksikan bahkan masuk ke pesawat tempur dan berbincang-bincang dengan pilot
dan sebagainya. Penggalian pengalaman siswa kemudian menjadi penting sebelum
mereka memutuskan untuk memakai kata-kata apa saja yang menurutnya menarik bagi
puisinya. Karena pengalaman akan mendekatkan siswa dengan ide serta gagasan
yang ingin dituangkan dalam puisi.
Bahkan jika ilustrasi serta kata-kata dalam teks cerpen
anak itu belum pernah dilihat dan dibaca siswa, maka hal ini akan menjadi
pengalaman serta pengetahuan baru. Pengalaman serta pengetahuan baru ini tentu
menimbulkan kesan tersendiri yang bagi masing-masing siswa berbeda. Tangkapan
serta kesan terhadap pengalaman serta pengetahuan baru, seperti misalnya gambar
ubi ungu serta frasa mi ubi ungu akan menimbulkan kesan berbeda-beda bagi tiap
siswa, ada yang penasaran, bahkan mungkin ada yang sangsi apakah benar-benar
ada ubi berwarna ungu atau apakah ubi ungu bisa dibuat mi. Kesan berbeda yang
amat personal bagi tiap siswa tentu bisa menjadi ide serta gagasan yang menarik
untuk sebuah puisi.
Media yang digunakan dalam model Meissi Beli Pena adalah ilustrasi cerpen anak yang biasanya
terdapat dalam majalah anak-anak. Sebelum pelajaran menulis puisi dimulai
anak-anak sudah diberi instruksi untuk membawa majalah anak-anak dari rumah
atau meminjamnya dari perpustakaan sekolah, maka tentu saja selalu ada
keinginan dari anak-anak untuk melihat atau bahkan membaca majalah milik
temannya yang lain. Hal ini tentu berpotensi mengurangi waktu yang bisa dipakai
untuk pembelajaran menulis puisi. Dampak lain adalah siswa menjadi tidak focus dengan
ilustrasi gambar cerpena anak yang sudah dipilih karena kemungkinan untuk
pindah ke ilustrasi cerpen anak di halaman lain juga dimungkinkan. Selanjutnya,
setelah memutuskan memilih ilustrasi cerpen anak yang dipakai untuk menulis
puisi bisa jadi siswa menjadi bingung karena banyak sekali pilihan kata-kata
yang terdapat dalam teks cerpen anak yang menarik, atau bahkan ilustrasi itu
menawarkan banyak gambar yang bisa diidentifikasi.
II.STRUKTUR
MODEL ALAT DAN BAHAN PENDUKUNG
II.1. Struktur model Meissi Beli
Pena adalah sebagai berikut:
1.
Pemilihan ilustrasi cerpen anak
2.
Proses menulis puisi:
3.
Verifikasi dan menyunting puisi:
4. Publikasi
, apresiasi, penilaian puisi dan evaluasi langkah menulis puisi:
II.2.
Alat dan bahan pendukung:
1. Ilustrasi
dan teks cerpen anak
2. Majalah
dan atau koran rubric anak-anak
3. Puisi
anak-anak di majalah atau koran
4. Kertas
dan alat tulis
5. Selotip/pin
untuk menempel puisi
III.
SKENARIO
MEISSI BELI PENA
Berikut skenario
pembelajaran Meissi Beli Pena:
1.
Pemilihan
ilustrasi cerpen anak:
a. Siswa
memilih ilustrasi cerpen anak yang disukainya dalam majalah anak-anak .
b. Siswa
diminta membaca cerpen anak tersebut di rumah.
c. Siswa
diminta memberikan alasannya mengapa menyukai ilustrasi dan atau cerpen anak
tersebut dalam catatan tertulis yang diberikan pada guru sebelum pembelajaran
dimulai.
2.
Proses
menulis puisi:
a. Guru
menyalin semua catatan alasan pemilihan ilustrasi dan atau cerpen anak yang
sudah diberikan siswa.
b. Guru
membagikan kembali catatan tertulis pada siswa.
c. Siswa
membaca kembali catatan tertulisnya.
d. Siswa
menuliskan di catatan tersebut apa yang ingin mereka tulis dalam puisinya
(dalam satu kata, frasa atau kalimat pendek: ubi ungu, naik transjakarta,
mengikuti lomba mendongeng, kaus kaki bau, jajan sembarangan, dan sebaginya).
e. Siswa
mengidentifikasi benda-benda yang menurutnya menarik dan menemukan kata-kata
dalam teks cerpen anak yang berhubungan dengan ilustrasi/gamber tersebut.
f. Siswa
mencatat sepuluh kata-kata menarik yang mereka temukan dalam teks cerpen anak
tersebut dan bisa menambahkan lima kata-kata menarik lainnya yang mereka
dapatkan dari pengalaman serta pengetahuan mereka sebelumnya, yang masih
berhubungan dengan ilustrasi dan cerpen tersebut.
3.
Verifikasi
dan menyunting puisi:
a. Jika
siswa menemukan kesulitan memilih kata-kata dalam teks cerpen anak maka guru
mengingatkan siswa uintuk membaca kembali catatan tertulis tentang alasan
pemilihan ilustrasi serta cerpen anak tersebut.
b. Jika
siswa belum menemukan sepuluh kata-kata menarik maka guru menggali lagi
informasi, pengalaman serta pengetahuan yang sudah didapatkan anak setelah
melihat ilustrasi gambar serta membaca cerpen anak tersebut, berdasarkan
salinan catatan tertulis anak.
c. Siswa
diberi kesempatan mengoreksi sendiri tulisan puisinya. Mulai dari ejaan serta
organisasi bait dan pilihan kata yang digunakan dalam puisi tersebut.
d. Siswa
diberi kesempatan sekali lagi untuk menyunting puisinya, mungkin menemukan
judul yang lebih tepat untuk puisinya.
4.
Publikasi
, apresiasi, penilaian puisi dan evaluasi langkah menulis puisi:
a. Siswa
diberi kesempatan menulis kembali puisinya setelah proses verifikasi dan
penyuntingan selesai.
b. Siswa
bisa menambahkan ilustrasi/gambar dalam puisinya.
c. Siswa
menempelkan puisinya di dinding kelas.
d. Siswa
diberi kesempatan membaca dan mengapresiasi puisi teman-temannya (berkelompok,
masing-masingterdiri dari 4-5 anak).
e. Guru
memberikan apresiasi dan penilaian puisi masing-masing anak dengan memberi
catatan-catatan kekurangan serta memuji usaha siswa yang sudah menulis puisi.
f. Guru
menunjukkan puisi karya anak-anak yang ada di Koran maupun majalah anak-anak
dan meminta beberapa siswa membacakannya di depan anak-anak.
g. Siswa
diberi kesempatan merevisi kembali puisinya berdasarkan masukan dari guru dan
teman-temannya.
h. Siswa
mempublikasikan karyanya di majalah dinding sekolah atau mengirimkannya di
rubrik anak-anak yang ada di koran maupun majalah.
Referensi:
Brown, H. Douglas,
2008. Prinsip Pembelajaran Dan Pengajaran Bahasa. Jakarta, Kedubes AS
Cooper, David J, 2000. Helping Children Construct Meaning.
Houghton Mifflin co, Boston
Joyce, Bruce. 2011.
Model-model Pembelajaran. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Nurhadi, Agus Gerard
Senduk, 2009. Pembelajaran Kontekstual.
Patmonodewo, Soemiarti.
2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta. Pusat Perbukuan Depdiknas dan Rineka
Cipta
Prashnig, Barbara.
2007. The Power of Learning Styles. Kaifa
. Bandung
No comments:
Post a Comment