Model
“NYUMARI” (Menyusun Nama Sendiri)
dalam
Pembelajaran Menulis Puisi
Pembelajaran menulis sastra
khususnya puisi disadari sebagai pembelajaran yang tidak menarik dan bahkan
dikesampingkan (dianaktirikan) oleh para guru. Secara personal para guru
menyatakan puisi itu sulit dipahami dan sulit pula mengajarkannya. Sulit dipahami
karena sastra menggunakan bahasa yang
padat, simbolik, dan metaforis. Sulit di
diajarkan karena para guru sulit memahamkan kepada para siswa, karena ia
sendiri sulit memahami karya sastra. Akibatnya banyak guru lebih memperhatikan
pembelajaran penguasan bahasa, tata bahasa, dan ketrampilan berbahasa daripada
pelajaran sastra.
Kesulitan guru mengajarkan sastra,
disebabkan oleh beberapa hal. Guru tidak berupaya dengan sungguh-sungguh
mengenali seluk-beluk karya sastra. Guru tidak berusaha dengan sungguh-sungguh mempelajari
karakteristik karya sastra dan pembelajarannya. Pendekatan, metode, teknik, dan
model pembelajaran sastra baru. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia masih
didominasi oleh pembelajaran penguasan bahasa, tata bahasa, dan ketrampilan berbahasa.
Secara akademik pembelajaran sastra
seharusnya menggunakan model permainan. Dalam model pembelajaran dengan pola
permainan dinyatakan bahwa menulis adalah aktivitas dengan pola bermain-main.
Artinya dalam pembelajaran menulis sastra selayaknya menjadi bagian yang
menyenangkan bagi para siswa baik itu pembelajaran menulis puisi, cerpen,
maupun drama. Kesulitan pembelajaran sastra dapat dipahami karena sastra menggunakan
bahasa yang padat, simbolis, dan metaforis. Sehingga kesulitan dalam pembelajaran
sastra khususnya menulis puisi dapat dicarikan jalan keluarnya.
Melihat kenyataan pembelajaran
sastra sebagaimana dipaparkan di atas, tampak bahwa pembelajaran sastra belum
berjalan sebagaimana diharapkan. Pembelajaran sastra belum mendapatkan porsi
yang memadai dari para guru. Pendekatan, metode, teknik, dan model pembelajaran
sastra belum sesuai dengan keperluan. Hasil pembelajaran belum terpenuhi secara
optimal. Untuk menyenangkan kepada para siswa model pembelajaran yang dipakai
guru harus bervariasi dan kreatif. Oleh karena itu penulis menawarkan: Model “NYUMARI”
(Menyusun Nama Sendiri) dalam
pembelajaran menulis puisi yang diadaptasi dari model pembelajaran kontekstual.
Model “NYUMARI” dalam pembelajaran menulis puisi akan memberikan rangsangan langsung kepada siswa. Model ini akan membuat siswa termotivasi untuk menyusun huruf demi huruf dari nama mereka sendiri menjadi suatu kata (pilihan diksi), kemudian menyusun pilihan diksi tersebut menjadi kalimat dalam puisi. Hal ini terjadi karena sumber lisan sudah sangat mereka kenali, misalnya tentang diri sendiri, lingkungan, atau keinginan mereka. Semua itu ditulis dengan menghadirkan nama siswa.
Model “NYUMARI” dalam pembelajaran menulis puisi akan memberikan rangsangan langsung kepada siswa. Model ini akan membuat siswa termotivasi untuk menyusun huruf demi huruf dari nama mereka sendiri menjadi suatu kata (pilihan diksi), kemudian menyusun pilihan diksi tersebut menjadi kalimat dalam puisi. Hal ini terjadi karena sumber lisan sudah sangat mereka kenali, misalnya tentang diri sendiri, lingkungan, atau keinginan mereka. Semua itu ditulis dengan menghadirkan nama siswa.
Pelaksanaan model ini dapat
dilakukan dengan meminta siswa untuk menuliskan nama panggilan atau nama
lengkap, kemudian menyusun huruf-huruf tersebut secara vertikal atau dari atas ke
bawah berdasarkan nama siswa. Setiap huruf dari nama tersebut dijadikan kata,
lalu diikuti oleh kata lain. Demikian seterusnya hingga membentuk sebuah
kalimat dalam puisi. Setelah itu, siswa dapat menentukan judul yang sesuai dari
puisi yang sudah jadi. Sebagai contoh nama siswa ANDRI!
A-ngin mendesir menyapa
N-ada-nada indah
gelombang laut bernyanyi
D-alam hati yang tak
beruang
R-indu aku ingin bersua
dengan engkau
I-idaman hati
Dari ilustrasi di atas tampak bahwa
pembelajaran menulis puisi berlangsung dengan santai, seperti sedang
bermain-main. Menurut para ahli pendidikan, bagi para anak-anak mengarang
adalah bermain-main dan menulis puisi adalah kegiatan karang-mengarang yang
sangat sederhana dan praktis. Mengarang juga termasuk permainan yang murah dan
praktis. Mengarang dapat berlangsung hanya dengan secarik kertas dan pena. Oleh
karena itu, sekolah yang miskin pun akan mampu menyelenggarakannya.
Metode “NYUMARI” diadaptasi dari
pembelajaran dengan model kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan suatu
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membantu hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalan kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa. strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari
pada hasil belajar. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak
untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksnakan observasi serta
menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks ini, siswa
perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan
bagaimana pencapaiannya. Mereka sadar, bahwa yang mereka pelajari berguna bagi
kehidupannya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru.
Pendekatan kontekstual adalah salah
satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah yang
diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna
karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pedekatan kontekstual
merupakan pendekatan yang guru pengetahuan,
dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di
sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat
memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi.
Bila pembelajaran kontekstual
diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan terlatih untuk dapat
menghubungkan apa yang diperoleh di kelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada
di lingkungannya. Untuk itu, guru perlu memahami konsep pendekatan kontekstual
terlebih dahulu ya dendan dapat menerapkannya dengan benar. Agar siswa dapat
belajar lebih efektif.
Dengan pendekatan kontekstual, siswa
dibantu mguasai kompetensi yang diprasyaratkan. Dalam kurikulum berbasis
kompetensi, siswa akan dibawa tidak hanya masuk kekawasan pengetahuan, tetapi
juga sampai pada penerapan pengetahuan yang didapatkanya melalui pembelajaran
kontekstual. Tugas guru dalam kelas kontekstual hanya membantu siswa mencapai
tujuan. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada
memberi informasi. Tugas guru menggelola kelas sebagai sebuah tim yang dapat
bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Siswa yang
baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
Pengetahuan yang mereka dapatkan
harus dipraktikkan. Dengan demikian, siswa belajar di sekolah tidak
semata-mataagar dapat menjawab soal-soal ulangan atau ujian. Dengan demikian,
belajar di sekolah menjadi sangat relewan dengan kehidupan. Oriantasi pembelajar
bergeser, dari guru dan apa yang harus dilakukan, ke siswa dan apa yang mereka
lakukan, dari teacher oriented ke student oriented
Dalam pembelajaran kontekstual, guru
bukan lagi sebagai seseorang yang paling tahu guru layak mendengarkan
siswa-siswanya. Guru adalah pendamping sisiwa dalam mencapaian kompetesi dasar.
Dengan demikian paradigma bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu harus
diubah. Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran yang lainnya, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar
pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual
dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
Jika diperhatikan secara seksama,
tampak jelas bahwa pembelajaran kontektual berdasar pada pemikiran filosofisnya
yaitu aliran pembelajaran kontruktivisme. Seperti yang telah kita ketahui
aliran kontruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget, berpandangan bahwa
siswa harus mampu menginternalisasikan informasi yang diterimanya untuk
memecahkan masalah yang ditemukan dalam pembelajaran. Yang pada akhirnya solusi
pemecahan masalah itu dapat digunakan untuk merekontruksinya menjadi pikiran
baru. Jadi pembelajaran ini berpusat pada siswa.
Inti pembelajaran yang berpusat pada
siswa adalah memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan ide-ide,
dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan setrategi –setrategi mereka
untuk belajar. Strategi belajar yang memberikan peluang penyadaran akan
pentingnya pentingnya belajar memberikan pemahaman kepada kita bahwa
pembelajaran itu berlangsung dari multiarah yang memberikan pengalaman kepada
siswa melalui proses asimilasi dan akomjak siswa agar menyadari dan menggunakan
setrategi –setrategi mereka untuk belajar. Strategi belajar yang memberikan
peluang penyadaran akan pentingnya pentingnya belajar memberikan pemahaman
kepada kita bahwa pembelajaran itu berlangsung dari multiarah yang memberikan
pengalaman kepada siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara
pada kemutakhiran kognisi siswa.
Dengan proses asimilasi dan
akomodasi yang memungkinkan siswa termutakhirkan kognisinya tersebut, para
siswa memerlukan bantuan fasilitas media pembelajaran yang tepat, sehingga
proses asimilasi dan akomodasi itu berlangsung secara efektif dan optimal.
Dalam pandangan penulis media yang paling efektif untuk mengoptimalkan proses
asimilasi dan akomodasi yang memungkinkan siswa termutakhirkan kognisi siswa
itu adalah guru itu sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Dryden,
Gordon dan Jeannette Vos. 2000. Revolusi
Cara Belajar diterjemahkan dari The Learning Revolution: To
Change The Way The World Learn (Cetakan
Pertama). Bandung: Kaifa.
Nurhadi
dan Agus Gerrad Senduk. 2009. Pembelajaran
Kontekstual.
Tarigan,
Djago. 2005. Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia di Kelas Rendah.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Winataputra,
Udin S. 2007. Teori Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Terbuka.
No comments:
Post a Comment