Sunday, June 12, 2016

Pembelajaran Menulis Puisi dengan Teknik “NYUMARI” (Menyusun Nama Sendiri)



Model “NYUMARI” (Menyusun Nama Sendiri)
dalam Pembelajaran Menulis Puisi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-d0LSqW9cTwi1Yiyv5w4Qnwq9qlVKIwGLoDdS83KzKlQHmN9VW1I4m1HCV5hSqJOP1Gqr_MpUSyRhyphenhyphenuzJywRnNWddeiZ3wz3jSn73a8Fa5KogShqRH7nYJrH4Fe8ySmyGtcttRohZk4BR/s1600/puisi.png

            Pembelajaran menulis sastra khususnya puisi disadari sebagai pembelajaran yang tidak menarik dan bahkan dikesampingkan (dianaktirikan) oleh para guru. Secara personal para guru menyatakan puisi itu sulit dipahami dan sulit pula mengajarkannya. Sulit dipahami karena sastra menggunakan  bahasa yang padat, simbolik,  dan metaforis. Sulit di diajarkan karena para guru sulit memahamkan kepada para siswa, karena ia sendiri sulit memahami karya sastra. Akibatnya banyak guru lebih memperhatikan pembelajaran penguasan bahasa, tata bahasa, dan ketrampilan berbahasa daripada pelajaran sastra.
            Kesulitan guru mengajarkan sastra, disebabkan oleh beberapa hal. Guru tidak berupaya dengan sungguh-sungguh mengenali seluk-beluk karya sastra. Guru tidak berusaha dengan sungguh-sungguh mempelajari karakteristik karya sastra dan pembelajarannya. Pendekatan, metode, teknik, dan model pembelajaran sastra baru. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia masih didominasi oleh pembelajaran penguasan bahasa, tata bahasa, dan ketrampilan berbahasa.
            Secara akademik pembelajaran sastra seharusnya menggunakan model permainan. Dalam model pembelajaran dengan pola permainan dinyatakan bahwa menulis adalah aktivitas dengan pola bermain-main. Artinya dalam pembelajaran menulis sastra selayaknya menjadi bagian yang menyenangkan bagi para siswa baik itu pembelajaran menulis puisi, cerpen, maupun drama. Kesulitan pembelajaran sastra dapat dipahami karena sastra menggunakan bahasa yang padat, simbolis, dan metaforis. Sehingga kesulitan dalam pembelajaran sastra khususnya menulis puisi dapat dicarikan jalan keluarnya.
            Melihat kenyataan pembelajaran sastra sebagaimana dipaparkan di atas, tampak bahwa pembelajaran sastra belum berjalan sebagaimana diharapkan. Pembelajaran sastra belum mendapatkan porsi yang memadai dari para guru. Pendekatan, metode, teknik, dan model pembelajaran sastra belum sesuai dengan keperluan. Hasil pembelajaran belum terpenuhi secara optimal. Untuk menyenangkan kepada para siswa model pembelajaran yang dipakai guru harus bervariasi dan kreatif. Oleh karena itu penulis menawarkan: Model “NYUMARI” (Menyusun Nama Sendiri)  dalam pembelajaran menulis puisi yang diadaptasi dari model pembelajaran kontekstual.
            Model “NYUMARI” dalam pembelajaran menulis puisi akan memberikan rangsangan langsung kepada siswa. Model ini akan membuat siswa termotivasi untuk menyusun huruf demi huruf  dari nama mereka sendiri menjadi suatu kata (pilihan diksi), kemudian menyusun pilihan diksi tersebut menjadi kalimat dalam puisi. Hal ini terjadi karena sumber lisan sudah sangat mereka kenali, misalnya tentang diri sendiri, lingkungan, atau keinginan mereka. Semua itu ditulis dengan menghadirkan nama siswa.
            Pelaksanaan model ini dapat dilakukan dengan meminta siswa untuk menuliskan nama panggilan atau nama lengkap, kemudian menyusun huruf-huruf  tersebut secara vertikal atau dari atas ke bawah berdasarkan nama siswa. Setiap huruf dari nama tersebut dijadikan kata, lalu diikuti oleh kata lain. Demikian seterusnya hingga membentuk sebuah kalimat dalam puisi. Setelah itu, siswa dapat menentukan judul yang sesuai dari puisi yang sudah jadi. Sebagai contoh nama siswa ANDRI!
                        A-ngin mendesir menyapa
                        N-ada-nada indah gelombang laut bernyanyi
                        D-alam hati yang tak beruang
                        R-indu aku ingin bersua dengan engkau
                        I-idaman hati
            
 http://balaisastra.com/wp-content/uploads/2014/06/pengertian-sastra-indonesia.jpg


            Dari ilustrasi di atas tampak bahwa pembelajaran menulis puisi berlangsung dengan santai, seperti sedang bermain-main. Menurut para ahli pendidikan, bagi para anak-anak mengarang adalah bermain-main dan menulis puisi adalah kegiatan karang-mengarang yang sangat sederhana dan praktis. Mengarang juga termasuk permainan yang murah dan praktis. Mengarang dapat berlangsung hanya dengan secarik kertas dan pena. Oleh karena itu, sekolah yang miskin pun akan mampu menyelenggarakannya.
            Metode “NYUMARI” diadaptasi dari pembelajaran dengan model kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membantu hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil belajar. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksnakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks ini, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana pencapaiannya. Mereka sadar, bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru.
            Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah yang diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pedekatan kontekstual merupakan pendekatan yang  guru pengetahuan, dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi.
            Bila pembelajaran kontekstual diterapkan dengan benar, diharapkan siswa akan terlatih untuk dapat menghubungkan apa yang diperoleh di kelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada di lingkungannya. Untuk itu, guru perlu memahami konsep pendekatan kontekstual terlebih dahulu ya dendan dapat menerapkannya dengan benar. Agar siswa dapat belajar lebih efektif.
            Dengan pendekatan kontekstual, siswa dibantu mguasai kompetensi yang diprasyaratkan. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, siswa akan dibawa tidak hanya masuk kekawasan pengetahuan, tetapi juga sampai pada penerapan pengetahuan yang didapatkanya melalui pembelajaran kontekstual. Tugas guru dalam kelas kontekstual hanya membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru menggelola kelas sebagai sebuah tim yang dapat bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Siswa yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
            Pengetahuan yang mereka dapatkan harus dipraktikkan. Dengan demikian, siswa belajar di sekolah tidak semata-mataagar dapat menjawab soal-soal ulangan atau ujian. Dengan demikian, belajar di sekolah menjadi sangat relewan dengan kehidupan. Oriantasi pembelajar bergeser, dari guru dan apa yang harus dilakukan, ke siswa dan apa yang mereka lakukan, dari teacher oriented ke student oriented
            Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan lagi sebagai seseorang yang paling tahu guru layak mendengarkan siswa-siswanya. Guru adalah pendamping sisiwa dalam mencapaian kompetesi dasar. Dengan demikian paradigma bahwa guru adalah satu-satunya sumber ilmu harus diubah. Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lainnya, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.  
            Jika diperhatikan secara seksama, tampak jelas bahwa pembelajaran kontektual berdasar pada pemikiran filosofisnya yaitu aliran pembelajaran kontruktivisme. Seperti yang telah kita ketahui aliran kontruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget, berpandangan bahwa siswa harus mampu menginternalisasikan informasi yang diterimanya untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam pembelajaran. Yang pada akhirnya solusi pemecahan masalah itu dapat digunakan untuk merekontruksinya menjadi pikiran baru. Jadi pembelajaran ini berpusat pada siswa.
            Inti pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan ide-ide, dan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan setrategi –setrategi mereka untuk belajar. Strategi belajar yang memberikan peluang penyadaran akan pentingnya pentingnya belajar memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembelajaran itu berlangsung dari multiarah yang memberikan pengalaman kepada siswa melalui proses asimilasi dan akomjak siswa agar menyadari dan menggunakan setrategi –setrategi mereka untuk belajar. Strategi belajar yang memberikan peluang penyadaran akan pentingnya pentingnya belajar memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembelajaran itu berlangsung dari multiarah yang memberikan pengalaman kepada siswa melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada kemutakhiran kognisi siswa.
            Dengan proses asimilasi dan akomodasi yang memungkinkan siswa termutakhirkan kognisinya tersebut, para siswa memerlukan bantuan fasilitas media pembelajaran yang tepat, sehingga proses asimilasi dan akomodasi itu berlangsung secara efektif dan optimal. Dalam pandangan penulis media yang paling efektif untuk mengoptimalkan proses asimilasi dan akomodasi yang memungkinkan siswa termutakhirkan kognisi siswa itu adalah guru itu sendiri.
















DAFTAR PUSTAKA

Dryden, Gordon dan Jeannette Vos. 2000. Revolusi Cara Belajar diterjemahkan             dari The Learning Revolution: To Change The Way The World Learn            (Cetakan Pertama). Bandung: Kaifa.
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2009. Pembelajaran Kontekstual.
Tarigan, Djago. 2005. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas            Rendah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:      Universitas Terbuka.

No comments:

Post a Comment