1. Pembelajaran
Berbicara
Pengertian Berbicara seperti telah kita
ketahui bahwa dalam kegiatan menyimak aktivitas kita awali dengan mendengarkan dan
diakhiri dengan memahami atau menanggapi. Kegiatan berbicara tidak demikian.
Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang harus dimiliki
pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan
dapat menerima atau memahami isi pesan itu.
Manusia sebagai mahluk
sosial memerlukan hubungan dan kerja sama
dengan
manusia lain. Hubungan dengan manusia lainnya itu antara lain berupa
menyampaikan
isi pikiran dan perasaan,
menyampaikan suatu informasi, ide
atau
gagasan serta pendapat atau pikiran dengan suatu tujuan.
Dalam
menyampaikan pesan seseorang menggunakan suatu media atau alat yaitu bahasa, dalam hal
ini bahasa lisan. Seorang yang akan menyampaikan
pesan
tersebut mengharapkan agar penerima pesan dapat memahaminya. Pemberi pesan disebut
juga pembicara dan penerima pesan disebut penyimak atau pendengar.
Peristiwa proses penyampaian pesan secara lisan seperti itu disebut berbicara.
Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa berbicara adalah keterampilan
menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Anda
sudah tidak asing lagi mendengar atau membaca istilah “berbicara” dan bahkan Anda setiap saat
melakukan bicara. Nina dikatakan “berbicara” ketika
ia
mengucapkan salam kepada ibunya. “Assalamualaikum.” Ibu Rita
dikatakan“berbicara” ketika membicarakan kenaikan harga minyak tanah dalam pengajian. Ketua RT
(Rukun Tetangga) dikatakan “berbicara” ketika mengajak warganya untuk bekerja
bakti membersihkan jalan dan selokan air dalam rangka menyambut hari
ulang tahun kemerdekaan Republik Indnesia. Dian dikatakan “berbicara”
ketika ia bertanya kepada gurunya tentang pelajaran yang ia belum ketahui.
Anda dikatakan “berbicara” ketika Anda menjelaskan atau menjawab
pertanyaan siswa Anda.
Lalu,
apakah berbicara itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Anton M. Moeliono, dkk.,
1998:114) dinyatakan bahwa berbicara adalah berkata; bercakap; berbahasa;
melahirkan pendapat dengan perkataan, tulisan dan sebagainya atau
berunding.
Guntur
Tarigan (1983 :15) berpendapat bahwa “ berbicara adalah kemampuanmengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan ,menyatakan serta
menyampaikan pikiran , gagasan, dan perasaan”.Sedangkan sebagai bentuk atau
wujudnya berbicara disebut sebagai suatu alat untuk
mengomunikasikan gagasan yang disusun dan dikembangkan
sesuai
dengan kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Pembelajaran Berbicara.
Jadi,
pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan
seseorang
dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan,
dan
perasaan. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan
penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka,
berbicara itu dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara.
Kemampuan
berbicara merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai oleh seorang guru. Jika
seorang guru menuntut siswanya dapat berbicara dengan
baik,
maka guru harus memberi contoh berbicara yang baik hal ini menunjukkan bahwa di
samping menguasai teori berbicara juga terampil berbicara dalam
kehidupan nyata. Guru yang baik harus dapat mengekspresikan pengetahuan
yang dikuasainya secara lisan.
2.
Kriteria
Penilaian Pembelajaran Berbicara
Ada
dua jenis penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbicara, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil.
Penilaian proses dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung untuk
menilai sikap siswa dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil
dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang
dilakukan siswa ketika menyajikan
kompetensi berbicara yang dituntut kurikulum atau mempresentasikan secara
individual.
Dalam
penilaian proses digunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) kedisiplinan; (2) minat;
(3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggung jawab. Dalam penilaian hasil
digunakan rubrik penilaian untuk mengetahui kompetensi siswa dalam berbicara,
misalnya menanggapi pembacaan puisi. Ada beberapa aspek yang dinilai,
yaitu (1) kelancaran menyampaikan pendapat/tanggapan; (2) kejelasan vokal;
(3) ketepatan intonasi; (4) ketepatan pilihan kata (diksi); (5)
struktur kalimat (tuturan); (6) kontak mata dengan pendengar; (7)
ketepatan mengungkapkan gagasan disertai data tekstual.
Penilaian
kompetensi berbicara yang dilakukan dengan unjuk kerja/performance yang utama perlu diukur
adalah yang berkaitan dengan penggunaan bahasa seperti penguasaan lafal, struktur, dan kekayaan kosa kata. Selain itu, juga penguasaan masalah
yang menjadi bahan pembicaraan, bagaimana siswa memahami topik yang dibicarakan dan mampu mengungkapkan gagasan di dalamnya, serta
kemampuan memahami bahasa lawan bicara ( Burhan Nurgiyantoro, 2001:276).
Penilaian
kemampuan berbicara haruslah membiasakan peserta didik untuk menghasilkan bahasa dan mengemukakan
gagasan melalui bahasa yang
sedang dipelajarinya. Dengan kata lain,
penilaian berbicara harus dilakukan dengan praktik berbicara. Jadi, bentuk penilaian pembelajaran berbicaraseharusnya memungkinkan siswa untuk tidak saja mengucapkan
kemampuan berbahasanya, melainkan juga mengungkapkan gagasan, pikiran, dan
perasaannya sehingga penilaian ini
bersifat fungsional (Burhan Nurgiyantoro,2001:278).
Berikut contoh model penilaian berbicara:
1. Pembicaraan
berdasarkan gambar
a. Pemberian
pertanyaan
b. Bercerita
(menceritakan gambar)
2. Wawancara
3. Bercerita
4. Berpidato
5. Diskusi
6. Bermain peran
Dalam
menggunakan bentuk-bentuk penilaian di atas, pelaksanaannya tetap harus fokus pada aspek kognitif . Meskipun aspek
psikomotor yang berupa
gerakan mulut, ekspresi mata, dan gesture lain juga
harus dinilai, 6 tingkatan aspek kognitif Bloom yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan berpikir tetap harus menjadi fokus utama karena berkaitan dengan kemampuan
menuangkan gagasan (Ibid, 2001:291-292). Keenam
tingkatan berpikir ( C1 –
C6) dari yang paling rendah hingga paling tinggi
(mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mensintesiskan, dan mengevaluasi) harus dinilai dengan menggunakan rubrik dan penyekoran yang tepat
sehingga tidak ada siswa yang dirugikan karena
kompetensi setiap siswa terukur dengan alat ukur yang akurat.
Berbicara
sebenarnya merupakan kegiatan kompleks yang melibatkan beberapa faktor. Yaitu kesiapan belajar, kegiatan
berpikir, kesiapan mempraktikkan, motivasi, dan
bimbingan. Apabila salah satu faktor tidak dikuasai dengan baik, akan terjadi kelambatan pada
penguasaan bahan pembicaraan dan mutu bicara
akan menurun (Mackey dalam Hastuti, dkk.,1985:6). Semakin tinggi seseorang
menguasai kelima unsur itu, semakin baik pula penampilan dan penguasan bicaranya.
Salah satu model
yang digunakan dalam penilaian berbicara (khususnya dalam berpidato dan bercerita) adalah sebagai berikut; skala
penilaian yang digunakan adalah 0—10
(Nurgiyanto, 1980:265).
(a) keakuratan informasi
(b) hubungan antarinformasi
(c) ketepatan struktur dan kosakata
(d) kelancaran
(e) kewajaran
(f) gaya pengucapan.
Untuk
masing-masing butir penilaian tidak harus selalu sama bobotnya, bergantung pada apa yang menjadi fokus penilaian pada
saat itu. Yang penting, jumlah semua bobot penilaian
10 atau 100 sehingga mempermudah mendapatkan nilai akhir, yaitu (jumlah nilai x bobot):10 atau 100.
Misalnya:
Butir 1, keakuratan informasi berbobot 20,
Butir 2, hubungan antarinformasi berbobot 15,
Butir 3, ketepatan struktur berbobot 20,
Butir 4, kelancaran berbobot 15,
Butir 5, kewajaran urutan wacana berbobot 15,
Butir 6, gaya pengucapan berbobot 15.
Selain itu, alat penilaian dalam berbicara (khususnya wawancara) dapat
berwujud penilaian yang terdiri atas komponen tekanan,
tata bahasa, kosakata,
kefasihan, dan pemahaman. Penilaian ini disusun dengan
skala: 1 - 6. 1 berarti
sangat kurang dan 6 berarti sangat baik. Berikut ini
adalah deskripsi masingmasing komponen.
a) Tekanan
- ucapan sering tidak dapat dipahami.
- sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan pemahaman, menghendaki untuk selalu diulang.
- pengaruh ucapan asing (daerah) yang mengganggu dan menimbulkan salah ucap yang dapat menyebabkan kesalahpahaman.
- pengaruh ucapan asing (daerah) dan kesalahan ucapan yang tidak menyebabkan kesalahpahaman.
- tidak ada salah ucapan yang mencolok, mendekati ucapan standar.
- ucapan sudah standar.
b) Tata bahasa
- penggunaan bahasa hamper selalu tidak tepat.
- ada kesalahan dalam penggunaan pola-pola secara tetap yang selalu mengganggu komunikasi.
- sering terjadi dalam pola tertentu karena kurang cermat yang dapat mengganggu komunikasi.
- kadang-kadang terjadi kesalahan dalam pengunaan pola tertentu, tetapi tidak mengganggu komunikasi.
- sering terjadi kesalahan, tetapi bukan pada penggunaan pola.
- tidak lebih dari dua kesalahan selama berlangsungnya kegiatan berwawancara.
c) Kosakata
- pengunaan kosakata tidak tepat dalam percakapan yang sederhana sekalipun.
- penguasaan kosakata sangat terbatas pada keperluan dasar personal.
- pemilihan kosakata sering tidak tepat dan keterbatasan penggunannya menghambat kelancaran komunikasi dalam sosial dan profesional.
- penggunaan kosakata teknis tepat dalam pembicaraan tentang tertentu, tetapi penggunan kosakata umum secara berlebihan.
- penggunaan kosakata teknis lebih luas dan cermat, kosakata umum tepat digunakan sesuai dengan situasi sosial.
- penggunaan kosakata teknis dan umum luas dan tepat.
d. Kelancaran
- pembicaraan selalu berhenti dan terputus-putus.
- pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk kalimat pendek.
- pembicaraan sering ragu, kalimat tidak lengka.
- pembicaraan lancar dan luas tetapi sekali-sekali kurang.
- pembicaraan dalam segala hal lancar.
e) Pemahaman
- memahami sedikit isi percakapan yang paling sederhana.
- memahami dengan lambat percakapan sederhana, perlu penjelasan dan Pengulangan.
- memahami percakapan sederhana dengan baik, kadang-kadang masih perlu penjelasan ulang.
- memahami percakapan normal dengan baik, kadang-kadang masih perlu penjelasan dan pengulangan.
- memahami segala sesuatu dalam percakapan normal kecuali bersifat kolokial.
- memahami segala sesuatu dalam percakapan normal.
3. Penilaian
Pembelajaran Berbicara
3.1 Penentuan
Penilaian
Penilaian
pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Di dalam
kegiatan penilaian ini terdapat dua
komponen penting, yang meliputi:
(a) teknik penilaian, dan (b)bentuk
instrumen.
3.1.1 Teknik Penilaian
Penilaian
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses
dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi
yang telah ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan teknik penilaian adalah
cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan
produk yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. Ada
beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang
secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.
Teknik
tes merupakan cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang memerlukan jawaban
betul atau salah, sedangkan teknik nontes adalah suatu cara untuk
memperoleh informasi melalui pertanyaan yang tidak
memerlukan
jawaban betul atau salah.
Dalam
melaksanakan penilaian perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1. Pemilihan
jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai sehingga
memudahkan dalam penyusunan soal.
2. Penilaian
diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
3. Penilaian
menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik
setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan
posisi seseorang terhadap kelompoknya.
4. Sistem
yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam
arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk
menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk
mengetahui kesulitan siswa.
5. Hasil
penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedi. Apabila
siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus mengikuti
proses pembelajaran lagi, sedang bila telah menguasai kompetensi dasar, ia
diberi tugas pengayaan.
6.
Peserta didik yang
telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi tugas
untuk mempelajari kompetensi dasar
berikutnya.
7. Dalam
sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan rancangan
penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan
teknik penilaian yang tepat.
8. Penilaian
dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif dan
psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian,baik formal
maupun nonformal secara berkesinambungan.
9. Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan
penggunaan informasi tentang hasil
belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.
10. Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian
kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan
melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta
kemajuan hasil belajar siswa.
11. Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian,
hasilnya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.
12. Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan
dan dilakukan terus menerus) guna
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan kompetensi siswa, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring (nurturant effect) dari proses pembelajaran.
13. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan
pembelajaran yang ditempuh dalam proses
pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan, penilaian harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses)
misalnya teknik wawancara, maupun
produk/hasil dengan melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
3.1.2
Bentuk Instrumen
Bentuk instrumen
yang dipilih harus sesuai dengan teknik penilaiannya. Oleh karena itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat
berupa bentuk instrumen yang tergolong
teknik:
- Tes tulis, dapat berupa tes esai/uraian, pilihan ganda, isian, menjodohkan
- dan sebagainya.
- Tes lisan, yaitu berbentuk daftar pertanyaan.
- Observasi yaitu dengan menggunakan lembar observasi.
- Tes Praktik/ Kinerja berupa tes tulis keterampilan, tes identifikasi, tes simulasi, dan uji petik kerja.
- Penugasan individu atau kelompok, seperti tugas proyek atau tugas rumah.
- Portofolio dengan menggunakan dokumen pekerjaan, karya, dan atau prestasi siswa.
8. Penilaian diri dengan menggunakan lembar penilaian
diri.
Sesudah penentuan instrumen tes telah dipandang tepat,
selanjutnya instrumen tes itu dituliskan di dalam
kolom matriks silabus yang tersedia. Berikut ini disajikan ragam teknik penilaian beserta bentuk
instrumen yang dapat digunakan.
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
• Tes tertulis
|
• Tes pilihan: pilihan ganda, benar-salah,
menjodohkan dll.
• Tes isian: isian singkat dan uraian
|
• Tes lisan
|
• Daftar pertanyaan
|
• Observasi (pengamatan)
|
• Lembar observasi (lembar pengamatan)
|
• Tes praktik (teskinerja)
|
• Tes tulis keterampilan
• Tes identifikasi
• Tes simulasi
• Tes uji petik kerja
|
• Penugasan individual atau kelompok
|
• Pekerjaan rumah
• Proyek
|
• Penilaian portofolio
|
• Lembar penilaian portofolio
|
• Jurnal
|
• Buku cacatan jurnal
|
• Penilaian diri Penilaian antarteman
|
• Kuesioner/lembar penilaian diri
Lembar
penilaian antarteman
|
a.yanto40@yahoo.com
No comments:
Post a Comment