Bolehkah
Jika Terjadi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Tidak Berhasil ?
Pertanyaan pada judul tersebut di atas begitu menggelitik, karena
selama ini sering kita membaca hasil atau kesimpulan dari penelitian tindakan
kelas (PTK) oleh mahasiswa maupun guru yang menyimpulkan bahwa PTK yang
dijalankannya berhasil mencapai hasil yang diharapkan, baik secara klasikal
maupun secara individual.
Di sisi lain, PTK itu lebih menekankan bagaimana proses pembelajaran di
kelas dalam menerapkan model, media, atau teknik baru yang dilakukan guru guna
meningkatkan hasil pembelajaran. Bisa dikatakan, hampir tidak ditemukan PTK
yang menyimpulkan bahwa model, media, atau teknik pembelajaran yang digunakan
tidak berhasil meningkatkan hasil pembelajaran siswa.
Misalnya ada seorang peneliti menjalankan PTK di sebuah sekolah biasa
(bukan favorit) dimana kualitas input siswanya sangat rendah. Dia merencanakan
2 siklus pembelajaran dengan setiap siklusnya terdiri atas 3 kali pertemuan.
Dua pertemuan untuk pembelajaran dan satu pertemuan untuk tes evaluasi.
Ternyata dari 2 siklus pembelajaran yang dijalankan tidak menghasilkan nilai
siswa sesuai yang diharapkan baik secara klasikal maupun individual. Sementara
waktu yang ada tidak memungkinkan untuk melanjutkan ke siklus selanjutnya
karena terbentur pelaksanaan ujian akhir sekolah. Ada peningkatan nilai dari
siklus 1 ke siklus 2, namun tidak terlalu signifikan. Dan ketuntasan belajar
secara individu hanya diperoleh beberapa orang siswa, sehingga secara klasikal
juga belum terpenuhi.
Peneliti tersebut ingin menuliskan hasil PTK yang dikerjakannya sesuai
dengan kenyataan sebenarnya. Padahal jika dia mau, dia bisa dengan mudah
merekayasa hasil PTK itu agar terlihat berhasil.
Pertanyaan yang dilengkapi dengan diposting oleh akun facebook Noor
Zainab di grup Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan menjadi topik hangat dan
menarik, terbukti ditanggapi oleh lebih dari 80 komentar.
Beragam komentar dari para guru anggota IGI yang umumnya memiliki
banyak pengetahuan dan pengalaman melaksanakan PT. Berikut ini kami rangkum
beberapa komentar yang menanggapi status tersebut, semoga bisa menambah wawasan
kita tentang PTK.
Fadibah Setiawan
Boleh....Asal prosedur dan langkah-langkah dalam setiap siklus yg sudah
direncanakan dilakukan sesuai dengan kaidah ilmiah dengan pola pikir ilmiah
juga. Dengan kesimpulan akhir PTK tidak berhasil berarti dapat dirumuskan bahwa
teori yang dikemukakan di awal tidak bisa berlaku umum atau teori yg
dikemukakan tidak bisa diberlakukan di kelas ibu. Di sinilah beda PTK dengan
Skripsi, Tesis ataupun disertasi yg menuntut penerapan teori harus berhasil.
Itu sedikit penjelasannya, semoga bermanfaat.
Uswatul Muzayyanah
Menurut kepsek yang membimbing saya waktu menulis PTK, keberhasilan
metode, media atau teknik pembelajaran dlm PTK ditentukan oleh indikatornya
yang ditentukan oleh si penulis sendiri, jadi bila ada peningkatan di setiap
siklus meski tidak signifikan asal sesuai dengan indikator kinerja yang
ditentukan maka sudah bisa dikatakan berhasil. Benar atau tidaknya pernyataan
di atas mungkin teman-teman yang lain lebih banyak pengalaman dan referensi.
Noor Zainab
Pak Fadibah Setiawan Terima
kasih penjelasannya, pak. Berarti boleh ya... (dengan catatan)Berarti
mengerjakan PTK itu tidak serumit skripsi, tesis, atau disertasi ya pak.
Sekalian aja saya nanya mumpung ada bapak, hehe. Dalam PTK, untuk instrumen
penelitian Tes berbentuk soal tertulis essay, apakah harus dilakukan Uji coba
soal utk memvalidasi instrumen tersebut? Sementara di sekolah tersebut hanya
ada 1 rombel utk tingkat kelas yg sedang diteliti sehingga tdk memungkinkan utk
melakukan uji coba soal di sekolah peneliti, melainkan harus ke sekolah lain
jika ingin melakukan uji coba soal juga. Siapa tahu untuk PTK juga ada
kelonggaran tentang validasi ini, sehingga tidak menyulitkan peneliti dalam
melaksanakannya.
Noor Zainab Ibu Uswatul Muzayyanah...
Terima kasih sudah menanggapi status saya. Selalu ada indikator kinerja
keberhasilan dari pelaksanaan metode, model, media, maupun teknik pembelajaran
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti baik berdasarkan referensi pendukung
maupun kebijakan peneliti sendiri. Untuk ketuntasan individual biasanya disesuaikan
dengan KKM Mapel tersebut. Masalahnya, jika guru menetapkan KKM terlalu rendah,
misalnya 45, karena input siswa yang memang rendah, maka akan ada yang
"protes". Jadilah KKM diatas 65, yang benar benar sulit utk dicapai
siswa dengan input awal yang rendah. Akhirnya sulit untuk mencapai ketuntasan
individual dengan nilai KKM tersebut secara murni, apalagi ketuntasan secara
klasikal. Apakah ada cara lain dalam menetapkan indikator kinerja selain
berpatokan pada KKM mapel? Apakah boleh kita menetapkan batas nilai sendiri di
bawah KKM tersebut?
Nanang Hermana Ini pernyataan sangat menggelitik lebih dari duapuluh
yang lalu..Mengapa hasil penelitian dalam pembuatan skripsi harus h1
diterima...sedikit risih jika h0 yang diterima
Mohammad Amirusi
Jika boleh nimbrung. sepertinya jika soal berbentuk essay tidak harus
diujicobakn untuk validasi. Bisa juga direviewkan saja pada teman yang mapelnya
sama. peneliti/guru sudah tahu betul materinya sampai mana. Kecuali jika
multiple choice baru divalidasi ke kelas lain yang selevel.Jika tidak berhasil
PTK juga dimungkinkan guru salah mendiagnosis penyakit dan obatnya. Dicek juga
semua prosedur sudahkah dijalani betul. Perbaikan pada siklus berikut sudahkah
dilakukan betul berdasarkn refleksi kekurangan/kelmahan pada siklus seblumnya.
Sekedar sharing, skripsi, tesis, dan Disertasi-pun juga banyak yang jenisnya
PTK. yang penting taat asas pada kaidah ilmiahnya.
Noor Zainab Pak Mohammad Amirusi :: Jadi, untuk bentuk Essay boleh
tidak diuji cobakan melainkan divalidasi oleh teman sejawat, begitu ya pak..
Ya... Bisa jadi juga karena kesalahan guru, baik sebagai peneliti
maupun pengajar. Terus kalau memang karena kesalahan guru, bagaimana pak?
Sementara penelitian tidak mungkin diulangi karena masalah waktu..
Mohammad Amirusi Jika betul tidak berhasil sesuai indikator yang dibuat
sendiri oleh penulis sebaiknya tidak perlu diajukan untuk kenaikan pangkat dulu
karena belum relevan dengan tujuan PTK itu sndiri. Beda halnya dengan
Penelitian Kuantitatif ( ekperimen ataupun korelasional, baik Skripsi, Tesis,
Disertasi) jika hipotesis tertolak tidak berarti penelitiannya gagal.
Penelitian kuantitatif memang untuk memverifikasi teori (menguji sebuah teori).
jadi, hipotesis diterima atau ditolak tetap oke jalan terus
Noor Zainab Alhamdulillah, dari
sekian komentar diatas, saya mendapat pencerahan berupa ilmu baru tentang PTK.
Saya hanya ingin mengungkapkan yang saya pahami dari diskusi ini bahwa
"Bagaimana jika terjadi PTK tidak berhasil? Bolehkah". Jawabnya
Boleh. Bukankah kegagalan dalam sebuah eksperimen itu bisa saja terjadi? Dari
kegagalan itu peneliti mengambil pelajaran apa penyebab sehingga tidak berhasil
sebagaimana telah disebutkan di atas. Kemudian merumuskan formula baru untuk
dicobakan, begitu seterusnya sehingga didapat formula yang cocok untuk
diterapkan dalam pembelajaran yang bisa meningkatkan hasilnya.
Ketika terjadi PTK yang gagal, sebaiknya tidak perlu dibuat laporannya
jika rencananya nantinya akan diajukan dalam kenaikan pangkat dan sebagainya.
Melainkan diulang lagi dengan PTK yang lain, bisa dengan model yang sama pada
materi berbeda, penambahan jumlah pertemuan dalam satu siklus, penentuan
indikator kinerja keberhasilan yang sesuai, dan sebagainya yang didapat dari
refleksi penelitian yang telah lalu.
Peneliti harus bekerja ekstra dalam hal ini...
Terima kasih banyak atas pendapat pendapat yang diberikan bapak ibu.
Semoga bisa bermanfaat untuk kita semua, khususnya saya yang masih haus ilmu
tentang PTK Jika PTK yang tidak berhasil
itu dilaporkan, bukankah bisa digunakan oleh peneliti lain sebagai bahan
pelajaran sehingga tidak melakukan kesalahan yang sama pada PTK selanjutnya
No comments:
Post a Comment