WACANA

Hakikat Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan
tertinggi atau terbesar di atas kalimat/klausa dengan kohesi dan koherensi yang
berkesinambungan, mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan
dan tulis (Tarigan, 1987:27). Bertitik tolak pada definisi tersebut maka objek kajian
wacana adalah kalimat, alenia, penggalan wacana, dan wacana utuh. Sementara
itu, menurut Kridalaksana (1993:231) wacana merupakan satuan gramatikal
tertinggi dan terbesar. Ia mendefinisikan bahwa wacana sebagai satuan bahasa
terlengkap dalam hirarki gramatikal merupakan gramatikal tertinggi/terbesar.
Wacana ini dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku,
seri ensiklopedia, paragraf, serta kalimat yang membawa amanat lengkap).
Sudarma (1994:4) menambahkan bahwa wacana adalah
rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat menggunakan
bahasa lisan dan dapat pula menggunakan bahasa tulis. Apapun bentuknya, wacana
mengasumsikan adanya penyapa dan pesapa. Dalam bahasa lisan penyapa adalah
pembicara, dan pesapa adalah pendengar. Dengan demikian halnya dengan wacana
tulis penyapa dan pesapa adalah pembaca. Namun demikian dapat diklasifikasikan
lebih rinci lagi dalam bahasa tulis khususnya rubrik konsultasi penanya adalah
penutur sementara pengasuh rubrik adalah mitra tutur. Penutur dapat
mengungkapkan segala permasalahan yang dialami, sementara mitra tutur memberi
jawab atau solusi dari permasalahan penutur.
Menurut Stubbs (1983:10 dan Mc Houl, 1994:940)
dalam linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual yang berada di atas
tuturan kalimat. Kalimat merupakan bagian dari wacana, sementara wacana
merupakan satuan gramatikal terlengkap dan terluas, untuk mengkaji sebuah
wacana ataupun penggalan wacana harus mengetahui hubungan dalam kalimat
sehingga tidak dapat ditafsirkan secara terpisah.
Tarigan (1987:52-55) wacana dibedakan menjadi dua
berdasarkan cara penghadiran wacana tulis dan lisan. Wacana tulis adalah wacana
yang disampaikan secara tertulis, melalui media massa. Wacana lisan adalah
wacana yang disampaikan secara lisan melalui media lisan. Wacana tulis
dipandang lebih akurat karena ada bukti nyata apabila ada perbedaan ataupun
perselisihan pendapat, namun wacana lisan dipandang kurang akurat karena tidak
ada bukti nyata yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Terlebih jika
berurusan dengan masalah hukum dan perdagangan sangatlah dianjurkan menggunakan
bukti hitam di atas putih.
Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli maka
dapat disimpulkan wacana adalah satuan tertinggi, terbesar, dan terlengkap
dalam hirarki gramatikal yang mengungkapkan suatu hal (subjek) tertentu yang
disajikan secara utuh dan koheren, baik berupa lisan maupun tulis. Wacana
merupakan satuan bahasa di atas kalimat/ klausa. Sebuah wacana mengungkap
subjek tertentu, yaitu mengandung ide atau pesan. Istilah analisis wacana
adalah istilah umum yang dipakai dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Titik singgung analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau
pemakai bahasa. Bahasa yang dianalisis berbeda dengan studi bahasa dalam
pengertian linguistik semata, tetapibahasa yang dianalisis ditinjau dari aspek
kebahasaan untuk tujuan praktik tertentu dalam komunikasi. Adapun fungsi
komunikasi bahasa pada sebuah wacana pada umumnya diuraikan menjadi beberapa
fungsi, salah satu fungsi yang disusun oleh Roman Jacobson (1960), yaitu bahasa
berfungsi untuk mempengaruhi dan mengkondisikan pikiran, tingkah laku para
penutur. Salah satu fungsi komunikasi adalah sebagai direktif, yaitu ujaran
untuk mengendalikan orang lain dengan saran, nasihat, permohonan, persuasi, dan
diskusi ( Al Wasilah, 1987: 81-82).

Piranti Analisis Wacana
Kajian wacana menganalisis penggunaan bahasa dalam
konteks pembicara atau penulis, sedangkan penelitian wacana lebih difokuskan
pada hubungan pembicara dengan ujaran dan terutama yang menjadi sebab penggunaannya.
Dengan demikian, analisis wacana akan mendeskripsikan apa yang dimaksudkan oleh
pembicara dan pendengar melalui wacana. Dalam kaitan dengan hal tatanan
sistemnya adalah referensi (reference), praanggapan (presupposition),
implikatur (implicature), inferensi (inference), dan konteks situasi ( the
context of situation), konteks (context) dan interpretasi lokal (lokal interpretation)
(Pranowo, 1996:76).
Wacana dikaji dengan melibatkan unsur bahasa dan
unsur di luar bahasa (konteks). Jika wacana dibuat dengan melibatkan konteks
yang melatarbelakanginya, agar dapat memperoleh maksud yang sesuai dengan
maksud pembicara (Hayati, 2004:25).Implikatur dimaksudkan sebagai maksud ujaran
yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan.
Implikatur akan dengan mudah dipahami jika antara pembicara dan pendengar telah
terbagi pengalaman dan pengetahuan. Makin akrab hubungan antara pembicara dan
pendengar, makin banyak mereka berbagi pengalaman dan pengetahuan dan makin
banyak pula praanggapan mereka yang tidak mereka utarakan lagi di dalam
interaksi verbal (Hayati, 2004:26).
Jenis Wacana
Menurut Baryadi (2002:10) wacana dapat
diklasifikasikan berdasarkan kriteria berikut: 1) media yang dipakai untuk mewujud,
2) keaktifan partisipan komunikasi, 3) tujuan pembuatan wacana, 4) bentuk
wacana, 5) langsung tidak pengungkapannya, 6)genre sastra, 7) isi wacana. Berdasarkan
jenis wacana beserta pengklasifikasiannya dapat ditunjukkan pada tabel berikut.
No
|
Dasar
|
Jenis wacana
|
1
|
MEDIA
|
a. wacana lisan
b. wacana tertulis
|
2
|
KEAKTIFAN
PARTISIPAN
|
a. wacana monolog
b. wacana dialog
|
3
|
TUJUAN
|
a. wacana naratif
b. wacana deskriptif
c. wacana eksposisi
d. wacana argumentasi
e. wacana persuasif
f. wacana informatif
g. wacana prosedural
i. wacana regulatif
j. wacana humor
k. wacana jurnalistik
|
4
|
BENTUK
|
a. wacana
epistolari
b. wacana
kartun
c. wacana
komik
d.
wacana mantra
|
5
|
KELANGSUNGAN
|
a. wacana langsung
b. wacana tidak langsung
|
6
|
GENRE SASTRA
|
a. wacana prosa
b. wacana puisi
c. wacana drama
|
7
|
ISI
|
a. wacana politik
b. wacana olahraga
c. wacana pendidikan
d. dan lain-lain
|
PRAANGGAPAN, IMPLIKATUR,
DAN PERIKUTAN
Makna pragmatik sebuah tuturan tidaklah selalu
sama dengan yang tersurat tetapi terkadang makna tersebut bersifat tersirat.
Penutur dan mitra tutur harus memperhatikan konteks untuk mengetahui maksud
tuturan makna tersirat tersebut dalam kajian pragmatik dapat diklarifikasikan
menjadi tiga, yaitu praanggapan, implikatur dan perikutan.
Praanggapan
Praanggapan sebagai salah satu aspek kajian pragmatik
dapat dijadikan alat interpretasi wacana. Praanggapan dalam kajian pragmatik
didefinisikan sebagai pengetahuan latar belakang yang dapat membuat suatu
tindakan dalam peristiwa berbahasa. Disisi lain praanggapan dapat didefinisikan
sebagai hubungan antara pembicara dan kewajaran suatu kalimat dalam konteks
tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan
bersama antara pembicara dalam suatu peristiwa berbahasa (Suyono,1990:16).
Brown ( dalam Pranowo, 1993:5) mendefinisikan
praanggapan adalah sesuatu yang telah diketahui oleh pesapa dan penyapa atau
antara penutur dan mitra tutur. Dengan demikian praanggapan merupakan dasar
pemahaman bersama antara penutur dan mitra tutur yang tidak perlu dinyatakan,
seperti pada tuturan:
(1) Kompas terbit setiap
hari.
(2) Ada surat kabar Kompas
Penalaran yang diajukan berhubungan dengan pendapat itu adalah apakah ada surat
kabar Kompas, tuturan (2) dapat dinilai kebenaran atau tidak kebenarannya. Sebaliknya
jika tidak ada surat kabar Kompas tidak dapat dinilai benar salahnya. Sementara
itu, pada kenyataannya terdapat surat kabar Kompas (yaitu koran masyarakat
Indonesia). Dengan demikian tuturan (1) merupakan tuturan yang benar dengan
praanggapan antara penutur dan mitra tutur pada tuturan (2).
Implikatur
Didalam penuturan yang sesungguhnya, penutur dan
mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki
semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan
itu. Diantara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak
tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti.
Grice (1975) didalam artikelnya yang berjudul
“Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan
proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan
itu dapat disebut dengan implikatur. Teori implikatur dikemukakannya sebagai
jalan keluar untuk menjelaskan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan
melalui teori semantik, ,menghubungkan ekspresi, makna penutur, dan implikasi
tuturan. Beliau berusaha menggambarkan perbedaan apa yang dituturkan oleh
penutur didalam suatu situasi, dengan apa yang tersirat atau implikasinya.
Menurut Suyono (1990:14) implikatur adalah sesuatu
yang tersirat, sementara itu Pranowo (1993:5) mendefinisikan implikatur adalah
sesuatu dinyatakan secara tersirat dalam suatu percakapan maka jelaslah
implikatur merupakan tuturan tidak langsung karena memerlukan penjelasan yang
lebih kongkrit, karena didalamnya mengandung maksud ujaran. Seperti pada
tuturan:
(3) Bapak datang, jangan menangis.
Maksud tuturan (3) tidak hanya bermaksud memberi informasi bahwa sang ayah sudah
datang dari tempat tertentu. Penutur bermaksud mengingatkan mitra tutur bahwa
sang ayang bersifat keras dan kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya
apabila ia masih terus menangis. Tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah
seorang yang keras dan kejam, sering marah-marah pada anaknya yang sedang
menangis (Kunjana, 2005:43).
Perikutan
Hubungan antara tuturan dengan maksudnya bersifat
tidak mutlak. Penafsirannya harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan
yang sama (the same back ground knowledge) antara penutur dan mitra tutur
tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Berbeda dengan hal tersebut, di
dalam entailment hubungan tersebut bersifat mutlak seperti pada tuturan
(4) Orang itu berlari
(5) (Orang itu bergerak)
Verbel bergerak merupakan implikasi logis dari verba berlari. Hal itu
demikian karena tidak ada aktivitas berlari tanpa bergerak (Rustono, 1998:91).
Baryadi, I. Praptomo. 2002. Dasar-dasar
Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa.
Yogyakarta :
Pustaka Gondhosuli.
Brown, Penelope dan S. C.
Levinson. 1978. Universals in Language Usage :
Politness
Phenomena dalam
Ester N. Goody (ed) Question and
Politness. Cambrige
University Press. Halaman 56 - 324.
Grice, H. Paul. 1975. "Logic
and conversation" dalam Cole, Dater dan S. Morgen
(ed). Pragmatik
: A. Readers. New York : Oxford University Press.
Gunarwan, Asim. 1993c. "Kesantunan
Negatif di Kalangan Dwi Bahasawan
Indonesia - Jawa
di Jakarta : Kajian Sosiopragmatik". Makalah pada
Pelba VII,
Jakarta 26-27 Oktober 1993.
Gunarwan, Asim. 1994. "Pragmatik
: Pandangan Mata Burung" dalam Soenjono
Dardjowidjojo (ed) Mengiring
Rekan Sejati : Festschrift Buat Pak Ton. Jakarta :
Unika Atmajaya.
Gunarwan, Asim. 1995. "Direktif
dan Sopan Santun Bahasa Dalam Bahasa Indonesia :
Kajian Pendahuluan".
Makalah
Universitas Indonesia Depok.
Ibrahim, A. S. 1993. Kajian
Tindak Tutur. Surabaya : Usaha Nasional.
Kunjana, Rahadi. 2005. Pragmatik
: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta :
Erlangga.
Lakoff, R. 1972. The
Pragmatics of Modality Papers from The 8th Regional Meeting.
Chicago
Linguistik
Society.
Leech, Geoffrey. 1983. Principle
of Pragmatics. Terjemahan ke Dalam Bahasa Indonesia oleh
M. D.
D. Oka. 1993. Prinsip-prinsip
Pragmatik. Jakarta:
UI Press. London : Longman.
Lubis. 1993. Analisis Wacana
Pragmatik. Bandung : Angkasa.
Mey, Jacob. L. 1994. Pragmaties
: An Introduction. Oxford & Cambrige, USA : Black
Well.
Rustono. 1999. Pokok-pokok
Pragmatik. Semarang : IKIP Semarang Press.
-----------. 1998. Implikatur
Percakapan Sebagai Pengungkap Humor Di Dalam
Sudaryanto. 1993. Metode dan
Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : University
Press.
Susiloningsih, Dyah. 2001. Jenis
dan Fungsi Tindak TuturDirektif dalam Wacana Kuis
di Televisi. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.
Stubbs, Michael. 1983. Discourse
Analysis : The Sociolinguistics Analysis of Natural
Language. Oxford
: Basil Black Well.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar
Pragmatik. Yogyakarta : Angkasa.
Wiryotinoyo, Mujiyono. 1996. Implikatur
Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Disertasi FPS.
IKIP Malang.
Yule, Gerge (terjemahan Wahyuni,
Indah Fajar). 2006. Pragmatik. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
No comments:
Post a Comment