Tuesday, June 7, 2016

Teori Wacana



WACANA


https://cdn.meme.am/instances/500x/65766898.jpg



Hakikat Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat/klausa dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan, mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tulis (Tarigan, 1987:27). Bertitik tolak pada definisi tersebut maka objek kajian wacana adalah kalimat, alenia, penggalan wacana, dan wacana utuh. Sementara itu, menurut Kridalaksana (1993:231) wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Ia mendefinisikan bahwa wacana sebagai satuan bahasa terlengkap dalam hirarki gramatikal merupakan gramatikal tertinggi/terbesar. Wacana ini dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, paragraf, serta kalimat yang membawa amanat lengkap).
Sudarma (1994:4) menambahkan bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat menggunakan bahasa lisan dan dapat pula menggunakan bahasa tulis. Apapun bentuknya, wacana mengasumsikan adanya penyapa dan pesapa. Dalam bahasa lisan penyapa adalah pembicara, dan pesapa adalah pendengar. Dengan demikian halnya dengan wacana tulis penyapa dan pesapa adalah pembaca. Namun demikian dapat diklasifikasikan lebih rinci lagi dalam bahasa tulis khususnya rubrik konsultasi penanya adalah penutur sementara pengasuh rubrik adalah mitra tutur. Penutur dapat mengungkapkan segala permasalahan yang dialami, sementara mitra tutur memberi jawab atau solusi dari permasalahan penutur.
Menurut Stubbs (1983:10 dan Mc Houl, 1994:940) dalam linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual yang berada di atas tuturan kalimat. Kalimat merupakan bagian dari wacana, sementara wacana merupakan satuan gramatikal terlengkap dan terluas, untuk mengkaji sebuah wacana ataupun penggalan wacana harus mengetahui hubungan dalam kalimat sehingga tidak dapat ditafsirkan secara terpisah.
Tarigan (1987:52-55) wacana dibedakan menjadi dua berdasarkan cara penghadiran wacana tulis dan lisan. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media massa. Wacana lisan adalah wacana yang disampaikan secara lisan melalui media lisan. Wacana tulis dipandang lebih akurat karena ada bukti nyata apabila ada perbedaan ataupun perselisihan pendapat, namun wacana lisan dipandang kurang akurat karena tidak ada bukti nyata yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Terlebih jika berurusan dengan masalah hukum dan perdagangan sangatlah dianjurkan menggunakan bukti hitam di atas putih.
Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli maka dapat disimpulkan wacana adalah satuan tertinggi, terbesar, dan terlengkap dalam hirarki gramatikal yang mengungkapkan suatu hal (subjek) tertentu yang disajikan secara utuh dan koheren, baik berupa lisan maupun tulis. Wacana merupakan satuan bahasa di atas kalimat/ klausa. Sebuah wacana mengungkap subjek tertentu, yaitu mengandung ide atau pesan. Istilah analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Titik singgung analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakai bahasa. Bahasa yang dianalisis berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik semata, tetapibahasa yang dianalisis ditinjau dari aspek kebahasaan untuk tujuan praktik tertentu dalam komunikasi. Adapun fungsi komunikasi bahasa pada sebuah wacana pada umumnya diuraikan menjadi beberapa fungsi, salah satu fungsi yang disusun oleh Roman Jacobson (1960), yaitu bahasa berfungsi untuk mempengaruhi dan mengkondisikan pikiran, tingkah laku para penutur. Salah satu fungsi komunikasi adalah sebagai direktif, yaitu ujaran untuk mengendalikan orang lain dengan saran, nasihat, permohonan, persuasi, dan diskusi ( Al Wasilah, 1987: 81-82).


https://nurainunmedina.files.wordpress.com/2014/05/wacana.jpg


Piranti Analisis Wacana
Kajian wacana menganalisis penggunaan bahasa dalam konteks pembicara atau penulis, sedangkan penelitian wacana lebih difokuskan pada hubungan pembicara dengan ujaran dan terutama yang menjadi sebab penggunaannya. Dengan demikian, analisis wacana akan mendeskripsikan apa yang dimaksudkan oleh pembicara dan pendengar melalui wacana. Dalam kaitan dengan hal tatanan sistemnya adalah referensi (reference), praanggapan (presupposition), implikatur (implicature), inferensi (inference), dan konteks situasi ( the context of situation), konteks (context) dan interpretasi lokal (lokal interpretation) (Pranowo, 1996:76).
Wacana dikaji dengan melibatkan unsur bahasa dan unsur di luar bahasa (konteks). Jika wacana dibuat dengan melibatkan konteks yang melatarbelakanginya, agar dapat memperoleh maksud yang sesuai dengan maksud pembicara (Hayati, 2004:25).Implikatur dimaksudkan sebagai maksud ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Implikatur akan dengan mudah dipahami jika antara pembicara dan pendengar telah terbagi pengalaman dan pengetahuan. Makin akrab hubungan antara pembicara dan pendengar, makin banyak mereka berbagi pengalaman dan pengetahuan dan makin banyak pula praanggapan mereka yang tidak mereka utarakan lagi di dalam interaksi verbal (Hayati, 2004:26).

Jenis Wacana
Menurut Baryadi (2002:10) wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria berikut: 1) media yang dipakai untuk mewujud, 2) keaktifan partisipan komunikasi, 3) tujuan pembuatan wacana, 4) bentuk wacana, 5) langsung tidak pengungkapannya, 6)genre sastra, 7) isi wacana. Berdasarkan jenis wacana beserta pengklasifikasiannya dapat ditunjukkan pada tabel berikut.

No
Dasar
Jenis wacana
1
MEDIA
a. wacana lisan
b. wacana tertulis
2
KEAKTIFAN
PARTISIPAN
a. wacana monolog
b. wacana dialog
3
TUJUAN
a. wacana naratif
b. wacana deskriptif
c. wacana eksposisi
d. wacana argumentasi
e. wacana persuasif
f. wacana informatif
g. wacana prosedural
i. wacana regulatif
j. wacana humor
k. wacana jurnalistik
4
BENTUK
a. wacana epistolari
b. wacana kartun
c. wacana komik
d. wacana mantra
5
KELANGSUNGAN
a. wacana langsung
b. wacana tidak langsung
6
GENRE SASTRA
a. wacana prosa
b. wacana puisi
c. wacana drama
7
ISI
a. wacana politik
b. wacana olahraga
c. wacana pendidikan
d. dan lain-lain






PRAANGGAPAN, IMPLIKATUR, DAN PERIKUTAN

Makna pragmatik sebuah tuturan tidaklah selalu sama dengan yang tersurat tetapi terkadang makna tersebut bersifat tersirat. Penutur dan mitra tutur harus memperhatikan konteks untuk mengetahui maksud tuturan makna tersirat tersebut dalam kajian pragmatik dapat diklarifikasikan menjadi tiga, yaitu praanggapan, implikatur dan perikutan.

Praanggapan
Praanggapan sebagai salah satu aspek kajian pragmatik dapat dijadikan alat interpretasi wacana. Praanggapan dalam kajian pragmatik didefinisikan sebagai pengetahuan latar belakang yang dapat membuat suatu tindakan dalam peristiwa berbahasa. Disisi lain praanggapan dapat didefinisikan sebagai hubungan antara pembicara dan kewajaran suatu kalimat dalam konteks tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan bersama antara pembicara dalam suatu peristiwa berbahasa (Suyono,1990:16).
Brown ( dalam Pranowo, 1993:5) mendefinisikan praanggapan adalah sesuatu yang telah diketahui oleh pesapa dan penyapa atau antara penutur dan mitra tutur. Dengan demikian praanggapan merupakan dasar pemahaman bersama antara penutur dan mitra tutur yang tidak perlu dinyatakan, seperti pada tuturan:
(1) Kompas terbit setiap hari.
(2) Ada surat kabar Kompas
Penalaran yang diajukan berhubungan dengan pendapat itu adalah apakah ada surat kabar Kompas, tuturan (2) dapat dinilai kebenaran atau tidak kebenarannya. Sebaliknya jika tidak ada surat kabar Kompas tidak dapat dinilai benar salahnya. Sementara itu, pada kenyataannya terdapat surat kabar Kompas (yaitu koran masyarakat Indonesia). Dengan demikian tuturan (1) merupakan tuturan yang benar dengan praanggapan antara penutur dan mitra tutur pada tuturan (2).

Implikatur
Didalam penuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Diantara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti.
Grice (1975) didalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur. Teori implikatur dikemukakannya sebagai jalan keluar untuk menjelaskan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan melalui teori semantik, ,menghubungkan ekspresi, makna penutur, dan implikasi tuturan. Beliau berusaha menggambarkan perbedaan apa yang dituturkan oleh penutur didalam suatu situasi, dengan apa yang tersirat atau implikasinya.
Menurut Suyono (1990:14) implikatur adalah sesuatu yang tersirat, sementara itu Pranowo (1993:5) mendefinisikan implikatur adalah sesuatu dinyatakan secara tersirat dalam suatu percakapan maka jelaslah implikatur merupakan tuturan tidak langsung karena memerlukan penjelasan yang lebih kongkrit, karena didalamnya mengandung maksud ujaran. Seperti pada tuturan:

(3) Bapak datang, jangan menangis.

Maksud tuturan (3) tidak hanya bermaksud memberi informasi bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Penutur bermaksud mengingatkan mitra tutur bahwa sang ayang bersifat keras dan kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah seorang yang keras dan kejam, sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis (Kunjana, 2005:43).

Perikutan
Hubungan antara tuturan dengan maksudnya bersifat tidak mutlak. Penafsirannya harus didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang sama (the same back ground knowledge) antara penutur dan mitra tutur tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Berbeda dengan hal tersebut, di dalam entailment hubungan tersebut bersifat mutlak seperti pada tuturan
(4) Orang itu berlari
(5) (Orang itu bergerak)
Verbel bergerak merupakan implikasi logis dari verba berlari. Hal itu demikian karena tidak ada aktivitas berlari tanpa bergerak (Rustono, 1998:91).


Baryadi, I. Praptomo. 2002. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa.
                 Yogyakarta : Pustaka Gondhosuli.

Brown, Penelope dan S. C. Levinson. 1978. Universals in Language Usage :
                Politness Phenomena dalam Ester N. Goody (ed) Question and
                Politness. Cambrige University Press. Halaman 56 - 324.

Grice, H. Paul. 1975. "Logic and conversation" dalam Cole, Dater dan S. Morgen
                (ed). Pragmatik : A. Readers. New York : Oxford University Press.

Gunarwan, Asim. 1993c. "Kesantunan Negatif di Kalangan Dwi Bahasawan
              Indonesia - Jawa di Jakarta : Kajian Sosiopragmatik". Makalah pada
             Pelba VII, Jakarta 26-27 Oktober 1993.

Gunarwan, Asim. 1994. "Pragmatik : Pandangan Mata Burung" dalam Soenjono

Dardjowidjojo (ed) Mengiring Rekan Sejati : Festschrift Buat Pak Ton. Jakarta : Unika Atmajaya.

Gunarwan, Asim. 1995. "Direktif dan Sopan Santun Bahasa Dalam Bahasa Indonesia : Kajian                   Pendahuluan". Makalah Universitas Indonesia Depok.

Ibrahim, A. S. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya : Usaha Nasional.

Kunjana, Rahadi. 2005. Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Lakoff, R. 1972. The Pragmatics of Modality Papers from The 8th Regional Meeting. Chicago  Linguistik Society.

Leech, Geoffrey. 1983. Principle of Pragmatics. Terjemahan ke Dalam Bahasa Indonesia oleh M. D.

D. Oka. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press. London : Longman.

Lubis. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung : Angkasa.
Mey, Jacob. L. 1994. Pragmaties : An Introduction. Oxford & Cambrige, USA : Black Well.

Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang : IKIP Semarang Press.

-----------. 1998. Implikatur Percakapan Sebagai Pengungkap Humor Di Dalam

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : University Press.

Susiloningsih, Dyah. 2001. Jenis dan Fungsi Tindak TuturDirektif dalam Wacana Kuis di Televisi. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis : The Sociolinguistics Analysis of Natural Language. Oxford : Basil Black Well.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta : Angkasa.

Wiryotinoyo, Mujiyono. 1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Disertasi FPS. IKIP Malang.

Yule, Gerge (terjemahan Wahyuni, Indah Fajar). 2006. Pragmatik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

No comments:

Post a Comment