Pengembangan RPP
2.2.1
Pengembangan Indikator
Departemen
pendidikan nasional mengemukakan bahwa indikator merupakan penanda pencapaian
kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.
Mekanisme
pengembangan indikator, yang juga dikemukakan Depdiknas adalah (a) menganalisis
tingkat kompetensi dalam SK dan KD; (b) mempertimbangkan karakteristik mata
pelajaran, peserta didik, dan sekolah; (c) mempertimbangkan kebutuhan dan
potensi; (d) merumuskan indikator pencapaian; (e) mengembangkan indikator
penilaian.
Dalam
mengembangkan indikator perlu menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD.
Abdul Madjid (2012:121) menyimpulkan pengertian
kompetensi dari beberapa ahli, yakni kompetensi adalah pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai yang dimiliki dan dikuasai peserta didik yang
dapat teraktualisasikan secara nyata dalam menjalankan tugas-tugas dalam
kehidupannya.
Berdasarkan
pengertian kompetensi diatas, maka hal tersebut sejalan dengan Taksonomi Bloom.
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti mengklarsifikasi dan nomos yang berarti
aturan. Jadi Taksonomi berarti hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau
aturan. Istilah ini kemudian digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang
psikolog bidang pendidikan yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai
kemampuan berfikir dalam proses pembelajaran.
Taksonomi
Bloom adalah struktur hierarkhi yang mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi. Tentunya
untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus dipenuhi lebih
dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh Bloom dibagi
menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual behaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ranah
Kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti
pengetahuan, dan keterampilan berfikir. Ranah afektif mencakup perilaku terkait
dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, minat, motivasi, dan sikap. Sedangkan
ranah Psikomotorik berisi perilaku yang menekankan fungsi manipulatif dan
keterampilan motorik / kemampuan fisik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Para trainer biasanya mengkaitkan ketiga ranah ini dengan Knowledge, Skill andAttitude (KSA). Kognitif menekankan pada Knowledge. Afektif pada Attitude, dan Psikomotorik pada Skill.
Ranah
kognitif mengurutkan keahlian berfikir sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Proses berpikir menggambarkan tahap berpikir yang harus dikuasai oleh siswa
agar mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Ranah kognitif ini terdiri
atas enam level, yaitu : (1) knowledge
(pengetahuan), (2) comprehension
(pemahaman atau persepsi), (3) application
(penerapan), (4) analysis (penguraian
atau penjabaran), (5) synthesis
(pemaduan), dan (6) evaluation
(penilaian).
Ranah
Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan
kemampuan fisik. Keterampilan ini dapat diasah jika sering melakukannya.
Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan, ketepatan, jarak,
cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah psikomotorik mulai dari
tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
2.2.1
Pemilihan Model dan
Metode Pembelajaran
Dalam
pembelajarkan suatu materi (tujuan/ kompetensi) tertentu, tidak ada satu model
pembelajaran yang lebih baik dari model pembelajaran lainnya. Artinya, setiap
model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat
dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus
mempertimbangkan antara lain: materi pelajaran, lingkungan belajar, dan
fasilitas penunjang yangtersedia.
Dengan
cara ini, tujuan (kompetensi) pembelajaran yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Sejalan dengan pendapat Arends (1997: 7) yaitu model pembelajaran mengacu pada
pendekatanpembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahapkegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas. Harapannya bahwa setiap model pembelajaran dapat mengarahkan
kita mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sehingga dalam pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi
oleh: 1) sifat dari materi yang akan diajarkan, 2) tujuan yang akan dicapai
dalam pembelajaran, 3) tingkat kemanpuan peserta didik, 4) jam pelajaran (waktu
pelajaran), 5) lingkungan belajar, dan 6) fasilitas penunjang yang tersedia.
Sedangkan
dalam memilih dan menganalisis metode pembelajaran, terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
a) Keadaan
murid yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan,
perbedaan individu lainnya.
b) Tujuan
yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode driil
kurang tepat digunakan.
c) Situasi
yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan. Bila
jumlah muridbegitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apalagi bila
ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan antara lain
jangkauan suara guru.
d) Alat-alat
yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan digunakan.
Bilametode eksperimen yang akan dipakai, maka alat-alat untuk eksperimen harus
tersedia, dipertimbangkan juga jumlah dan mutu alat itu.
e)
Kemampuan pengajar
tentu menentukan, mencakup kemampuan fisik, keahlian. Metodeceramah memerlukan
kekuatan guru secara fisik. Guru yang mudah payah, kurang kuat berceramahdalam
waktu yang lama. Dalam hal ini ia sebaiknya menggunakan metode yang lain yang
tidak memerlukan tenaga yang banyak. Metode diskusi menuntut keahlian guru yang
agak tinggi,karena informasi yang diperlukan dalam metode diskusi kadang-kadang
lebih banyak daripadasekedar bahan yang diajarkan.Sifat bahan pengajaran. Ini
hampir sama dengan jenis tujuan yang dicapai seperti pada poin 2diatas. Ada
bahan pelajaran yang lebih baik disampaikan lewat metode ceramah, ada yanglebih
baik dengan metode driil, dan sebagainya.
Demikianlah
beberapa pertimbangan dalammenentukan metode yang akan digunakan dalam proses
interaksi belajar mengajar.Disamping itu masih banyak redaksi-redaksi lain yang
menawarkan hal yang hampir sama, akan tetapi terdapat sedikit perbedaan yang
akan penulis ungkap disini. Metode apapun yang digunakan oleh pendidik atau
guru dalam proses pembelajaran, yang perlu diperhatikan adalah akomodasi
menyeluruh terhadap prinsip-prinsip KBM.
a) Pertama,
berpusat
kepada anak didik. Guru harus memandang anak didik sebagai
sesuatuyang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka
kembar.
b) Kedua,
belajar dengan melakukan. Supaya proses belajar itu menyenangkan, guru
harusmemberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang
dipelajarinya, sehingga iamemperoleh pengalaman nyata.
c) Ketiga,
mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain
sebagaiwahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk
berinteraksi sosial.
d) Keempat,
mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan
pendidikanharus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik.
e) Kelima,
mengembangkan kreatifitas dan ketrampilan memecahkan masalah. Proses
pembelajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru bagaimana merangsang
kreativitas dan imanjinasi anak untuk menemukan jawaban setiap masalah yang
dihadapi anak didik.
2.2.1
Materi Pembelajaran
Sanjaya
(2008:141) menyimpulkan “bahan atau materi pembelajaran adalah segala sesuatu
yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan
kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata
pelajaran dalam satuan pendidikan tertentu”. Materi pembelajaran merupakan
bagian terpenting dalam proses pembelajaran, bahkan dalam pengajaran yang
berpusat pada materi pelajaran, materi pelajaran merupakan inti dari kegiatan
pembelajaran. Materi pembelajaran setidaknya mencakup tujuan dari kompetensi
dasar yang ingin dicapai
Materi
pembelajaran dapat dibedakan menjadi pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Merril (1977) dalam buku Sanjaya (2008:142) , membedakan isi (materi pelajaran)
menjadi empat macam yaitu : fakta, konsep, prosedur, dan prinsip. Fakta adalah
sifat dari suatu gejala, peristiwa, benda, yang wujudnya dapat ditangkap oleh
pancaindra. Fakta merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan data – data
spesifik baik yang telah maupun yang sedang terjadi yang dapat diuji tau
diobservasi.
Konsep
adalah abstraksi kesamaan atau keterhubungan dari sekelompok benda atau sifat.
Suatu konsep memiliki bagian yang disebut atribut. Atribut adalah karakteristik
yang dimiliki suatu konsep. Gabungan dari berbagai atribut menjadi satu pembeda
antara satu konsep dengan konsep lainnya.
Prosedur
adalah materi pelajaran yang berhubungan dengan kemampuan siswa untuk
menjelaskan langkah – langkah secara sistematis tentang sesuatu. Misalnya,
prosedur tentang lngkh – langkah melakukan suatu percoban,langkah – langkah
membuat suatu karangan, dan lain sebagainya.
Hubungan
antara dua atau lebih konsep yang sudah teruji secara empiris dinamakan
generalisasi yang selanjutnya dapat ditarik kedalam prinsip. Contoh prinsip
tentang ketertiban lalu lintas, prinsip tentang radiasi, prinsip tentang
penguapan, dan lain sebagainya. Materi pembelajaran prinsip akan lebih sulit
dibandingkan dengan fakta atau konsep. Sebab, seorang akan dapat menarik suatu prisip
apabila sudah memahami berbagai fakta dan konsep yang relevan.
Disamping
jenis di atas, ada juga jenis materi pembelajaran yang disebut dengan
keterampilan. Keterampilan adalah pola kegiatan yang memiliki tujuan tertentu
yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi. Keterampilan dapat
dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu keterampilan intelektual dan keterampilan
fisik. Keterampilan intelektual adalah keterampilan berfikir melalui usaha
menggali, menyusun, dan menggunakan berbagai informasi, baik berupa data,
fakta, konsep, ataupun prinsip, dan teori. Keterampilan fisik adalah
keterampilan motorik seperti keterampilan mengoprasikan komputer, keterampilan
mengemudi, keterampilan memperbaiki suatu alat dan lain sebagainya.
Menurut
Taba (1962) dalam buku Sanjaya (2008:144), bahan atau materi pelajaran dapat
digolongkan menjadi 4 tingkatan, yakni fakta khusus, ide – ide pokok, konsep,
dan sistem berpikir. Fakta khusus adalah bentuk materi kurikulum yang sangat
sederhana. Fakta khusus ini biaanya merupakan informasi yang tingkat kegunaanya
paling rendah.
Ide
– ide pokok bisa berupa prinsip atau generalisasi. Memahami ide pokok,
memungkinkan kita bisa menjelaskan sejumlah gejala spesifik atau sejumlah
materi pelajaran.
Konsep
menurut Hilda Taba lebih tinggi tingkatannya dari ide pokok. Memahami konsep
berarti memahami sesuatu yang abstrak sehingga mendorong anak untuk berfikir
lebih mendalam. Konsep akan muncul dalam berbagai konteks, sehingga pemahaman
konsep akan terkait dalam berbagai situasi.
Sistem
berfikir, berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah secara empiris,
sistematis dan terkontrol yang kemudian dinamakan berfikir ilmiah. Setiap
disiplin ilmu memiliki sistem berfikir yang tidak sama. Oleh sebab itu, materi
tentang sistem berfikir erat kaitannya dengan struktur keilmuan. Dari beberapa
pendapat di atas yang dikemukaan para ahli maka materi pelajaran pada
hakikatnya bisa berupa fakta, konsep, prosedur, prinsip dan keterampilan.
Sumber
materi pembalajaran yang dapat dimanfaatkan untuk proses pembelajaran dapat
dikategorikan sebagai berikut :
a. Tempat
atau Lingkungan
Lingkungan merupakan sumber pelajaran
yang sangat kaya sesuai dengan tuntutan kurikulum. Ada dua bentuk lingkungan
belajar, yakni pertama lingkungan atau tempat yang sengaja didesain untuk
belajar siswa seperti laboratorium, perpustakaan, ruang internet, dan lain
sebagainya. Kedua, lingkungan yang tidak didesain untuk proses pembelajaran
akan tetapi keberadaanya dapat dimanfaatkan, misalnya halaman sekolah, taman
sekolah, kantin, kamar mandi, dan lain sebagainya. Kedua bentuk lingkungan ini
dapat dimanfaatkan oleh setiap guru karena memang selain memiliki informasi
yang sangat kaya untuk mempelajari materi pembelajaran, juga dapat secara
langsung dijadikan tempat belajar setiap siswa.
b. Orang
atau Narasumber
Pengetahuan itu tidak statis, akan
tetapi bersifat dinamism yang terus berkembang sangat cepat. Oleh karena
perkembangan yang cepat itu, kadang – kadang apa yang disajikan dalam buku teks
tidak sesuai lgi dengan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir.
c. Objek
Objek atau benda yang sebenarnya
merupakan sumber informasi yang akan membawa siswa pada pemahaman yang lebih
sempurna tentang sesuatu. Mempelajari bahan pelajaran dari benda yang
sebenarnya bukan hanya dapat menghindari kesalahan presepsi tentang isi
pelajaran, akan tetapi juga dapat membuat pelajaran lebih akurat disamping
motivasi belajar siswa akan lebih baik.
d. Bahan
Cetak dan Noncetak
Bahan
cetak adalah berbagai informasi sebagai materi pelajaran yang disimpan dalam
berbagai bentuk tercetak seperti buku, majalah, koran, dan lain sebagainya.
Sedangkan, bahan belajar noncetak adalah informasi sebagai materi pelajaran,
yang disimpan dalam berbagai bentuk alat komunikasi elektronik yang biasanya
berfungi sebagi media pembelajaran misalnya dalam bentuk kaset, video,
komputer, CD, dan lain sebainya.
Pengemasan
materi dan pesan pembalajarn dapat dilakukan dengan dua cara yakni pengemasan
secara visual dan pengemasan dalam bentuk cetakan. Beberapa pertimbanagn teknis
dalam dalam mengemas materi pembelajaran menjadi bahan belajar diantaranya
adalah :
a. Kesesuaian
dengan tujuan yang harus dicapai
Kesesuaian antara pengemasan bahan
pelajaran dengan tujuan yang harus dicapai, seperti yang dirumuskan dalam
kurikulum secara teknis harus menjadi pertimbangan pertema, sebab dalam
pendekatan sistem tujuan adalah komponen yang utama dalam proses pembelajaran.
Artinya apapun yang direncanakan termasuk pengemasan materi pelajaran diarahkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Oleh sebab itu, sebelum
dilakukan pengemasan materi pembelajaran sebaiknya ditentukan terlebih dahulu
tujuan yang harus dicapai baik tujuan dalam bentuk perubahan perilaku yang
bersifat umum, maupun perilaku terukur dalam bentuk
indikator hasil belajar.
b. Kesederhanaan
Bahan pelajaran dikemas dengan
tujuan untuk mempermudah siswa belajar. Dengan demikian, keserhanaan pengemasan
merupakan salah satu pertimbagan yang harus diperhatikan. Pengemasan tersebut
bukan hanya tercermin dari bentuk pengemasannya itu sendiri, akan tetapi juga
dilihat dari bentuk penyajiannya, misal dari bentuk dialog yang tidak banyak
menggunakan kalimat majemuk, bahasa yang komunikatif dan mudah ditangkap
maknanya atau mungkin kesederhanaan dalam perintah penggunaan bahan ajar yang
lebih praktis.
c. Unsur
– unsur desain pesan
Dalam bentuk kemasan sebaiknya
terdapat unsur gambar dan caption. Pengemasan materi yang hanya terdiri atas
gambar atau caption saja akan mengurangi makna penyajian informasi. Walaupun
bahan pelajaran dikemas dalam bentuk visual misalnya, unsur caption harus
menjadi bagian dari tehnik penyajian, sebab salah satu kriteria keberhasilan
pengemasan adalah apakah pengemasan pesan atau informasi yang disajikan itu
mudah dipahami atau tidak. Agar mudah dipahami, maka penyajian pesan dan
informasi harus menyertakan unsur gambar atau caption.
d. Pengorganisasian
bahan
Bahan pelajaran sebaiknya disusun
dalam bagian – bagian menuju keseluruhan. Bahan pelajaran akan lebih mudah
dipahami manakala disususn dalam bentuk unit – unit terkecil atau dalam bentuk
pokok – pokok bahasan yang dikemas secara induktif. Selesai siswa mempelajari
unit tertentu segera berikan umpan balik, demikian seterusnya sampai siswa
menguasai materi secara keseluruhan secara tuntas.
e. Petunjuk
cara penggunaan
Dalam bentuk apa pun pengemasan
materi harus disusun petunjuk cara penggunaannya. Hal ini penting, apalagi
seandainya bahan ajar dikemas untuk pembelajaran mandiri seperti modul,
pengajaran berprograma (program teaching)
atau mungkin CD interaktif dan pembelajaran melalui kaset.
2.2.1
Penentuan Sumber
Belajar
Implementasi
pemanfaatan sumber belajar di dalam proses pembelajaran tercantum dalam
kurikulum saat ini bahwa dalam proses pembelajaran yang efektif adalah proses
pembelajaran yang menggunakan berbagai ragam sumber belajar.
AECT
(Assocation for Educational Communication and Tecnologi) membedakan enam jenis
sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar yaitu,
a. Pesan
Pesan
merupakan sumber belajar yang meliputi pesan formal, yaitu pesan yang
dikeluarkan oleh lembaga resmi, seperti pemerintah atau pesan yang disampaikan
guru dalam situasi pembelajaran. Pesan – pesan ini selain disampaikan secara
lisan juga dibuat dalam bentuk dokumen, seperti kurikulum, peraturan
pemerintah, perundangan, GBPP, silabus, satuan pembelajaran, dan sebagainya.
Pesan non formal, yaitu pesan yang ada di lingkungan masyarakat luas yang dapat
digunakan sebagai bahan pembelajaran, miasalnya cerita rakyat, legenda, ceramah
oleh tokoh masyarkat dan ulama, prasasti, relief – relief pada candi, kitab –
kitab kuno, dan peninggalan sejarah yang lainnya.
b. Orang
Semua
orang pada dasarnya dapat berperan sebagai sumber belajar, namun secara umum
dapat dibagi dua kelompok. Pertama, kelompok orang yang didesain khusus sebagai
sumber belajar utama yang dididik secara profesional untuk mengajar,seperti
guru, konselor, instruktur, widyaiswara. Termasuk kepala sekolah, laboran,
teknisi sumber belajar, pustakawan, dan lain – lain. Kelompok yang kedua adalah
orang yang memiliki profesi selain tenanga yang berada dilingkungan pendidikan
dan profesinya tidak terbatas. Misalnya politisi, tenaga kesehatan, pertanian,
arsitek, psikolog, lawyer, polisi,
pengusaha, dan lain – lain.
c. Bahan
Bahan merupakan suatu
format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran, seperti buku paket,
buku teks, modul, program video, film, OHT, program slide, alat peraga dan sebagainya (biasa disebut software).
d. Alat
Alat yang dimaksud
disini adalah benda – benda yang berbentuk fisik sering disebut juga dengan
prangkat keras (software). Alat ini berfungsi untuk menyajikan bahan – bahan
pada butir ketiga di atas. Di dalamnya mencakup multimedia projektor, slide
projektor, OHP, film tape recorder, opaqe projektor, dan sebagainya.
e. Teknik
Teknik yang dimaksud
adalah cara yang digunakan orang dalam memberikan pembelajaran guna tercapai
tujuan pembelajaran. Di dalam mencakup ceramah, permainan / simulasi, tanya jawab, sosiodrama (roleplay), dan sebagainya.
f. Latar
Latar atau lingkungan
yang berada di dalam sekolah maupun lingkungan yang berada di luar seolah, baik
yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara khusus disiapkan untuk
pembelajaran; termasuk di dalamnya adalah pengaturan ruang, pencahayaan, ruang
kelas, perpustakaan, laboratorium, tempat workshop,
halaman sekolah, kebun sekolah, lapangan sekolah, dan sebagainya.
2.2.2
Skenario Pembelajaran
Lebih
lanjut pada Standar Proses dinyantakan bahwa pelaksanaan pembelajaran merupakan
implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan pendahuluan, guru 1)
menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran; (2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; (3) menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; (4) menyampaikan cakupan
materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Behaviorisme
adalah teori yang berlandaskan pada prinsip stimulus-respon. Menurut teori ini
seluruh perilaku manusia muncul karena rangsangan eksternal. Tokoh yang
berkontribusi pada teori ini di antaranya adalah Ivan Pavlov. Dengan
menggunakan teori itu sebagai dasar pengelolaan kegiatan pembelajaran, peran
utama pendidik sebagai faktor eksternal harus memberikan rangsangan kepada
siswa agar siswa mampu merespon dengan baik serta meningkatkan perhatian
atas apa yang harus dipelajarinya. Guru juga berperan agar respon yang siswa
berikan diarahkan pada prilaku yang guru harapkan.
Tidak
semua pakar sependapat dengan teori itu. Alasannya, respon dalam teori
behaviorisme hanya berlaku pada hewan. Secara faktual kekuatan pada diri
manusia tidak sesederhana itu. Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat
menunjukkan tingkat aktivitas yang jauh lebih sempurna. Manusia dapat
mengembangkan aktivitas pikirannya jauh lebih kompleks. Manusia tidak hanya
dapat merespon, namun dapat mengembangkan potensi pikirannya tanpa ada stimulus
dari luar dirinya sekalipun. Manusia menunjukan kelebihannya sebagai
konsekuensi dari proses berpikir atas akal yang dimilikinya.
Sekali
pun prilaku siswa menunjukan kompleksitasnya, namun perubahan perilaku siswa
dapat diamati terutama dari hasil belajarnya. Pandangan seperti ini muncul dari
pihak yang pro kognitivisme. Penganut kognitivisme mengibaratkan pikiran
manusia seperti komputer; mendapat input informasi, memproses informasi, dan
menghasilkan outcomes tertentu. Alur sistem ini selanjutnya dijadikan landasan
dalam meningkatkan mutu belajar.
Para
ahli dari kelompok kognitif pada dasarnya berargumen bahwa “kotak gelap” otak
manusia itu harus dibuka dan dipahami. Para pembelajar dipandang sebagai
prosesor informasi dalam komputer. Oleh karena itu terdapat beberapa kata kunci
dalam usaha memahami kecakapan berpikir seperti : skema, pengolahan informasi,
manipulasi simbol, pemetaan informasi, penafsiran informasi, dan mental model.
Studi
kognitivisme berfokus pada kegiatan batin atau mental, membuka kotak gelap
pikiran manusia agar dapat memahami bagaimana orang belajar. Proses mental
seperti berpikir, mengingat, mengetahui, memahami, memecahkan masalah perlu
dicermati dengan teliti. Pengetahuan dapat dipahami sebagai skema atau
konstruksi simbol-simbol mental. Belajar dipandang sebagai proses perubahan
pada pikiran siswa.
Eksplorasi
Eksplorasi
adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui peningkatan pemahaman atas
suatu fenomena (American Dictionary). Strategi yang digunakan memperluas dan
memperdalam pengetahuan dengan menerapkan strategi belajar aktif.Pendekatan
belajar yang eksploratif tidak hanya berfokus pada bagaimana mentransfer ilmu
pengetahuan, pemahaman, dan interpretasi, namun harus diimbangi dengan
peningkatan mutu materi ajar. Informasi tidak hanya disusun oleh guru. Perlu
ada keterlibatan siswa untuk memperluas, memperdalam, atau menyusun informasi
atas inisiatifnya. Dalam hal ini siswa menyusun dan memvalidasi informasi
sebagai input bagi kegiatan belajar (Heimo H. Adelsberger, 2000).
Peta
Konsep yang dikembangkan oleh Laurillard (2002) dalam tulisan Heimo menunjukan
kompleksitas kegiatan eksplorasi dalam proses pembelajaran yang mengharuskan
adanya proses dialog yang (1) interaktif (2) adaptif, interaktif dan reflektif
(3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan pokok bahasan (4) menggambarkan
level kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan keterampilan menyelesaikan
tugas sehingga memeperoleh pengalaman yang bermakna.
Pendekatan
eksploratif berkembang sebagai pendekatan pembelajaran dalam bidang lingkungan atau
sains. Sylvia Luretta dari Fakultas Pendidikan Queensland misalnya,
mengintegrasikan pendekatan ini dengan lima faktor yang menyebabkan kegiatan
pembelajaran menjadi lebih bermakna, yaitu belajar aktif, belajar konstruktif,
belajar intens, belajar otentik, dan kolaboratif yang menegaskan pernyataan
bahwa pembelajaran eksploratif lebih menekankan pada pengalaman belajar
daripada pada materi pelajaran.
Eksplorasi
merupakan proses kerja dalam memfasilitasi proses belajar siswa dari tidak tahu
menjadi tahu. Siswa menghubungkan pikiran yang terdahulu dengan pengalaman
belajarnya. Mereka menggambarkan pemahaman yang mendalam untuk memberikan
respon yang mendalam juga. Bagaimana membedakan peran masing-masing dalam
kegiatan belajar bersama. Mereka melakukan pembagian tugas seperti dalam tugas
merekam, mencari informasi melalui internet serta memberikan respon kreatif
dalam berdialog. Di samping itu siswa menindaklanjuti penelusuran informasi
dengan membandingkan hasil telaah. Secara kolektif, mereka juga dapat mengembangkan
hasil penelusuran informasi dalam bentuk grafik, tabel, diagram serta
mempresentasikan gagasan yang dimiliki.
Pelaksanaan
kegiatan eksplorasi dapat dilakukan melalui kerja sama dalam kelompok kecil.
Bersama teman sekelompoknya siswa menelusuri informasi yang mereka butuhkan,
merumuskan masalah dalam kehidupan nyata, berpikir kritis untuk menerapkan ilmu
yang dimiliki dalam kehidupan yang nyata dan bermakna. Melalui kegiatan
eksplorasi siswa dapat mengembangkan pengalaman belajar, meningkatkan penguasaan
ilmu pengetahuan serta menerapkannya untuk menjawab fenomena yang ada. Siswa
juga dapat mengeksploitasi informasi untuk memperoleh manfaat tertentu sebagai
produk belajar.
Elaborasi
Kognitivisme
memiliki beberapa cabang ilmu, di antaranya teori asimilasi, atribusi,
pertunjukkan komponen, elaborasi, mental model, dan pengembangan kognitif.Teori elaborasi adalah teori mengenai
desain pembelajaran dengan dasar argumen bahwa pelajaran harus diorganisasikan
dari materi yang sederhana menuju pada harapan yang kompleks dengan
mengembangkan pemahaman pada konteks yang lebih bermakna sehingga berkembang
menjadi ide-ide yang terintegrasi. Pengertian ini
dirumuskan Charles Reigeluth dari Indiana University dan koleganya pada tahun
1970-an. Konsep ini memiliki tiga kata kunci yang fokus pada urutanelaborasi
konsep, elaborasi teori,
danpenyederhanaan kondisi.
Pembelajaran
dimulai dari konsep sederhana dan pekerjaan yang mudah. Bagaimana mengajarkan
secara menyeluruh dan mendalam, serta menerapkan prinsip agar menjadi lebih
detil. Prinsipnya harus menggunakan topik dengan pendekatan spiral. Sejumlah
konsep dan tahapan belajar harus dibagi dalam “episode belajar”. Selanjutnya
siswa memilih konsep, prinsip, atau versi pekerjaan yang dielaborasi atau
dipelajari. Pendekatan elaborasi berkembang sejalan dengan tumbuhnya perubahan
paradigma pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa
sebagai kebutuhan baru dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran.
Dari
pikiran Reigeluth lahirlah desain yang bertujuan membantu penyeleksian dan
pengurutan materi yang dapat meningkatkan pecapaian tujuan. Para pendukung
teori ini juga menekankan pentingnya fungsi-fungsi motivator, analogi,
ringkasan, dan sintesis yang membantu meningkatkan efektivitas belajar. Teori
ini pun memberikan perhatian pada aspek kognitif yang kompleks dan pembelajaran
psikomotor. Ide dasarnya adalah siswa perlu mengembangkan makna kontekstual
dalam urutan pengetahuan dan keterampilan yang berasimilasi.
Menurut
Reigeluth (1999), teori elaborasi mengandung beberapa nilai lebih, seperti di
bawah ini.
a) Terdapat
urutan instruksi yang mencakup keseluruhan sehingga memungkinkan untuk
meningkatkan motivasi dan kebermaknaan.
b) Memberi
kemungkinan kepada pelajar untuk mengarungi berbagai hal dan memutuskan urutan
proses belajar sesuai dengan keinginannya.
c) Memfasilitasi
pelajar dalam mengembangkan proses pembelajaran dengan cepat.
d) Mengintegrasikan
berbagai variabel pendekatan sesuai dengan desain teori.
Teori
elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi yang utama, (1) urutan elaborasi
(2) urutan prasyarat belajar (3) ringkasan (4) sintesis (5) analogi (6)
strategi kognitif, dan (7) kontrol terhadap siswa. Komponen terpenting yang
melandasi semua itu adalah perhatian. Semua stratregi itu harus berlandaskan
pada materi dalam bentuk konsep, prosedur, dan prinsip. Hal itu terkait erat
dengan proses elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam pengembangan
ide atau keterampilan dalam aplikasi praktis. Strategi ini memungkinkan siswa
untuk menambahkan sendiri ide dalam menguatkan pengetahuannya. Contoh yang
tepat untuk ini adalah peserta didik yang memiliki daftar contoh konsep atau
sifat yang dapat bermanfaat.
Konfirmasi
Kebenaran
ilmu pengetahuan itu relatif. Sesuatu yang saat ini dianggap benar bisa berubah
jika kemudian ditemukan fakta baru yang bertentangan dengan konsep tersebut.
Oleh karena itu, sikap keilmuan selalu terbuka dalam memperbaiki pengetahuan
sebelumnya berdasarkan penemuan terbaru. Sikap berpikir kritis dan terbuka
seperti itu telah membangun sikap berpikir yang apriori, yaitu tidak meyakini
sepenuhnya yang benar saat ini mutlak benar atau yang salah mutlak salah. Semua
dapat berubah.
DAFTAR RUJUKAN
Departemen Pendidikan Nasional.2009. Materi Pelatihan KTSP. (2013:214)
Kemendikbud.
2012. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
Kemendiknas.
2010. Pembelajaran Berbasis PAIKEM.
Jakarta : Direktorat Tenaga Kependidikan –Depdiknas.
Moleong,
J Lexy. 2014. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya Offset .
Mulyasa,
E.H. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter.
Jakarta : Bumi Aksara.
Nurgiyanto,
Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran
Berbahasa.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Riduwan.
2014. Dasar – Dasar Statistika.
Bandung : Alfabeta.
Sanjaya,
Wina. 2013. Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran. Bandung : Kencana.
Kusmarni,
Yani. Tanpa Tahun. Studi Kasus.
Suyadi.
2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan
Karakter. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Yulianto, Bambang. 2013. Modul PLPG Bahasa Indonesia.
No comments:
Post a Comment