Rima
/ Sajak dalam Puisi
Rima
adalah persamaan atau pengulangan bunyi dalam puisi. Bunyi yang sama tidak
terbatas pada akhir baris, tetapi juga untuk keseluruhan baris, bahkan juga
bait. Persamaan bunyi pada puisi baik di awal, tengah, maupun akhir baris
puisi. Persamaan bunyi yang dimaksudkan disini adalah persamaan (pengulangan)
bunyi yang memberikan kesan merdu, indah, dan dapat mendorong suasana yang
dikehenaki oleh penyair dalam puisi. Menurut Padi (2013::29) sajak terbagi ke
dalam enam jenis, yaitu:
1) Sajak Awal
Sajak awal ialah
persamaan bunyi yang terdapat pada awal baris.
Contoh:
Kalau karena bulan
Tidaklah bintang meninggi hari
Kalau tidak karena Tuan
Tidaklah saya sampai kemar
2) Sajak Tengah
Sajak
tengah ialah persamaan yang terdapat pada tengah baris.
Contoh:
Guruh petus penuba limbat
Ikan lumba berenang-renang
Tujuh ratus jadikan ubat
Badan berjumpa maka senang
3) Sajak Akhir
Sajak
akhir ialah sajak yang terdapat pada akhir baris.
Contoh: Berdiri aku di tepi pantai
Memandang
lepas ke tengah laut
Ombak
pulang pecah berderai
Karibaan
pasir rindu berpaut
4) Asonansi
Asonansi
ialah persamaan bunyi huruf vokal yang terdapat dalam perkataan atau baris.
Contoh:
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua mana mutiara
Jauhari
ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad
5) Sajak Sempurna
Dalam
memilih perkataan untuk mencapai persamaan bunyi, tiadalah selalu bunyi itu
jatuh dengan sempurna pada suara yang sama, ada yang mirip dan benar-benar tepat.
Yang tepat disebut sajak sempurna.
Contoh: Gabak hari awan pun
mendung
Pandan
terkulai menderita
Sajak
mati ayah kandung
Makan berhurai air mata
6) Sajak Tak Sempurna
Sajak tak sempurna ialah hanya pada
bunyi yang hampir bersamaan.
Contoh:
Uncang buruk tak bertali
Kian kemari tergantung-gantung
Bujang buruk tak berbini
Kian ke mari meraung-meraung
Menurut Suyoto, Agustinus. Rima atau
sajak adalah persamaan bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal pengulangan bunyi
yang cerah ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta kesenangan.
Bunyi semacam ini disebut euphony.
Ada pula bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suawasana kesedihan.
Bunyi semacam ini disebut cacophony.
a. Berdasarkan jenisnya
rima atau persajkan dibedakan menjadi :
1)
Rima sempurna, yaitu persamaan bunyi pada suku-suku kata terakhir.
Contoh: Jaga segala gadis berhias diri
Biar mereka pesta dan menari
Mereka akan terima cintaku
Siapa bercinta dengan
aku
2)
Rima
tak sempurna, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata
terakhir
Contoh: Aku laksanakan dari lautan menghantam
malam hari
Aku panglima dari segala burung rajawali
Aku tutup segala kota, aku sebar segala
api
Aku jadikan belantara,
jadi hutan mati
3) Rima mutlak, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak.
Contoh: -Rata
- Rata
- Rata
4)
Rima terbuka, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada akhir terbuka atau
dengan vokal sama.
Contoh: ku-da
la-da
ke-mu-mu
il-mu
5) Rima tertutup, yaitu persamaan bunyi
yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
Contoh: la-mun
da-un
cem-pe-dak
beng-kak
6) Rima aliterasi, yaitu persamaan bunyi
yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau baris yang
beralainan.
Contoh: Kau keraskan kalbuku
Bagai batu membesi benar
Bukan beta pijak berperi
7)
Rima asonansi, yaitu persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal
tengah kata (penyesuaian bunyi vokal yang membuat puisi menjadi indah
bunyinya).
Contoh: Burung perkutut diladang berumput
Neba berkawan menelani kerikil
Kami segan memasang pulut
Memikat burung begitu mungil
8)
Rima disonansi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada huruf-huruf mati (konsonan)
Contoh: bu-dak
ti-das
tan-ding
man-dur
Berdasarkan letaknya, rima dibedakan
menjadi :
1) Rima awal, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
Contoh: Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemuda jangan suka berpangku tangan
2) Rima tengah, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat di tengah baris pada bait puisi.
Contoh: Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemuda kaulah harapan negeri
3) Rima akhir, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada akhir baris pada tiap bait puisi.
Contoh: Tolong-menolong umpama jari
Bantu membantu setiap hari
Bekerja selalu berlima diri
Itulah ,isal Tuhan memberi
4) Rima tegak, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal.
Contoh: Kejahata diri sembunyikan
Kebaikan diri diamkan
Keaiban orang jangan dibuka
Keaiban diri hendaklah sangka
5) Rima datar, yaitu persamaan bunyi yang
terdapat pada baris puisi secara horisontal.
Contoh: Air
mengalir menghilir sungai
(bunyi ir pada akhir ketiga kata)
6)
Rima sejajar, yaitu persamaan bunyi yang dipakai berulang-ulang dalamkalimat
yang beruntun.
Contoh: Dapat sama
laba
Cicir sama rugi
Bukit sama didaki
Lurah sama dituruni
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Terapng sama hanyut
Terendam sama basah
7)
Rima berpeluk, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama antara baris
pertama berima dengan baris keempat, baris kedua berima dengan baris ketiga
(ab-ba).
Contoh: Perasaan siapa takkan nyala (a)
Melihat anak belagu dendang (b)
Seorang sajak di tepi padang (b)
Tiada berbaju buka kepala (a)
8) Rima bersilang, yaitu persamaan bunyi
yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik ketiga dan larik
kedua dengan keempat (ab-ab).
Contoh: Burung nuri burung dara (a)
Terbang kesisi taman kayangan (b)
Karangan janggal banyak tak kena (a)
Daripada paham belum sempurna (b)
9) Rima rangkai/rima rata, yaitu persamaan
bunyi yang tersussun sama pada akhir semua larik (aaaa).
Contoh: Hatiku rindu bukan kepalang (a)
Dendam berahi berulang-ulang (a)
Air mata bercucuran selang menyelang (a)
Mengenangkan adik kekasih abang (a)
Diriku lemah anggotaku layu (b)
Rasakan cinta bertalu-talu (b)
Kalau begini datanglah selalu (b)
Tentulah kanda berpulang dahulu (b)
10) Rima kembar/rima berpasangan yaitu persaamaan
bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
Contoh: Sedikitpun matamu tak berkeling (a)
Memandang ibumu sakit beguling (a)
Air matamu tak bercucuran (b)
Tinggalkan ibumu tak penghiburan (b)
(J.E. Tatengkeng)
11) Rima patah, yaitu persamaan bunyi yang
tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-a-b-a) atau (b-c-b-b)
Contoh: Beli baju ke pasar Minggu (a)
Jangan lupa beli duku (a)
Beli kemeja ke pasar senen (b)
Jangan lupa ajaklah daku (a)
Dari kedua pendapat para ahli di
atas, peneliti lebih condong kepada Agustnus Suyoto. Karena pendapat dari
Agustinus Suyoto lebih mudah unduk dipahami, dan lebih relevan dijadikan bahan
rujuakan penelitian ini.
No comments:
Post a Comment