“SANG IBU”
Tinggalah sebuah keluarga tak mampu yang hanya memiliki
seorang putri di desa Umbulrejo.
Ayahnya sudah lama meninggalkan mereka, dan kini hanya seorang ibu dan putri
tercintanya yang tinggal dan saling mengerti satu sama lain.
Demi membesarkan putrinya, sang ibu terus berjuang dan membanting tulang
sendiri. Cahaya dari lampu templek yang menemani sang anak belajar, sedangkan
sang ibu menjahit baju untuk anaknya dengan penuh kasih sayang.
Bulan ini memasuki putrinya untuk melanjutkan ke sekolah
menengah atas.Tetapi tidak disangka justru saat ini sang ibu mengidap penyakit kronis yang
sudah stadium terahir sehingga tidak bisa lagi bekerja membantu ditempat
tetangganya untuk menyapu, memasak, dan mencuci.
Untuk membayar spp saat itu setiap bulannya yang harus
dibayarkan kesekolah sebesar dua ratus ribu rupiah. Mungkin karna sang anak
mengerti dengan keaadaan Ibunya dan pastinya tidak mampu untuk memberikan uang
SPP tersebut. Sang anak mendekatinya dan berkata: “ Ibu, saya mau berhenti
sekolah saja. Saya ingin membantu Ibu bekerja.” Kemudian dengan tangan yang
mengelus kepala anaknya sang ibu berkata:” Nak, Ibu sangat senang mendengar
niat kamu seperti ini. Tetapi kamu harus tetap sekolah. Ibu berani melahirkan
kamu, berarti Ibu berani menanggung kewajiban kamu dan akan menjagamu. Kamu harus
tetap sekolah, nanti biar Ibu yang membayar langsung ke sekolahmu.”
Sang anak terus bersikeras dan terus ingin berhenti sekolah
karna mau membantu ibunya bekerja. Tiba-tiba sebuah tamparan melesap di pipi
putrinya. Dan hal ini merupakan peristiwa pertama kali sang ibu memukul
putrinya. Hasilnya sang anak mendengarkan sang ibu dan berjanji akan
melanjutkan sekolahnya. Sambil melihat bayangan putrinya yang menjauh sehabis
berjanji kepadanya. Sang ibu berfikir dan merenung dalam hati.
Nafas tergesa gesa dan dengan terpincang pincang, sang ibu
datang di depan tempat pembayaran SPP di sekolah menengah atas yang cukup
ternama di kota Jember,
dan menyodorkan sekantong plastik kusut dengan penuh uang receh dari kantong
sakunya. Kariawan yang biasa menerima uang SPP, menghitung dan berkata:” Uang
receh kayak gini kok buat bayar SSP sekolah, emang ini sekolah kotak amal.”
Sang ibu yang mendengar perkataan itu malu dan meminta maaf kepada kariawan
tersebut.
Bulan berikutnya dengan kantong plastik yang sama dan uang
receh didalamnya, sang ibu masuk di tempat biasanya membayar SPP. Dengan
tatapan yang kurang bersahabat sang kariawan berkata:” Receh lagi receh lagi,
malas bu yang mau menghitung.” Kariawan itu berfikir apakah kemarin ibu ini
tidak tersinggung dengan nasehatnya dan kemudian berkata:” ibu, lain kali
jangan gunakan uang receh untuk bayar SPP disini. Selanjutnya kalau tetap
menggunakan receh lagi, mohon maaf saya tidak mau menerimanya.” Sang ibu hanya
bisa melontarkan kata “ maaf” kepada kariawan tersebut.
Diawal bulan ketiga, sang ibu kembali ke sekolah untuk
membayar SPP. Hari ini sang kariawan dalam kondisi yang tidak baik, dengan nada
kasar berkata:” kok masih pake uang receh buat bayar SPP bu, ini bu saya tidak
mau menerima uang ibu, bawa saja uang receh ini pulang.”
Jatuhlah air mata sang ibu dan langsung berlutut dihadapan kariawan tersebut dan
berkata:” maafkan saya bapak, sebenarnya uang yang saya serahkan kepada bapak
adalah hasil dari mengemis.” Seketika kariawan itu kaget dan seperti lidahnya
mengeras dan tak dapat berkata apa-apa lagi. Kemudian sang ibu duduk di lantai
sambil menyingkap sedikit dasternya dan melihatkan kakinya yang membiru dan
membengkak.
Sambil menghapus air matanya sang ibu berkata:” saya
menderita kencing manis stadium terakhir, untuk berjalan saja susah, apalagi
untuk melanjutkan bekerja membantu dirumah tetangga. Putri saya sangat mengerti
keadaan saya dan bersikeras untuk berhenti sekolah karna ingin membantu saya
bekerja. Tetapi saya selalu melarangnya dan saya menyuruhnya untuk terus
bersekolah.”
Selama ini sang ibu merahasiakan hal ini dari sanak saudara
demi putrinya karna sang ibu takut menghancurkan harga diri putrinya. Setiap
hari sebelum matahari naik kepermukaan dengan sebuah kaleng kosong dan dibantu
dengan tongkat kayu jambu, pergi ke desa sebelah sampai matahari terbenam
kembali. Dan sampai awal bulan uang hasil mengemis terkumpul untuk membayar
SPP.
Mendengar cerita sang ibu, kariawan tersebut meneteskan air
mata dan mengangkat sang ibu yang duduk di laintai sambil berkata:” Ibu saya
minta maaf atas perlakuan saya. Saya akan melapor kepada Kepala sekolah tentang
masalah keluarga Ibu. Agar keluarga Ibu mendapatkan sumbangan dari sekolah.”
Sang ibu bergegas menolak dan menjawab:” jangan Bapak, kalau anak saya tau
kalau Ibunya mengemis demi dia agar tetap sekolah. Saya takut akan
menghancurkan harga dirinya dan akhirnya akan mengganggu sekolahnya. Saya
sangat berterimakasih atas niatan Bapak, tetapi saya mohon rahasiakan hal ini
untuk putri saya.”
Sehebat hebatnya merahasiakan sesuatu, akhirnya terdengar
juga di telinga Kepala sekolah tentang masalah ini. Dan secara diam-diam Kepala
sekolah memberikan beasiswa selama tiga tahun.
selama tiga tahun, kini sang anak telah lulus dari sekolah
tersebut. Di acara perpisahan sekolah. Sengaja Kepala sekolah mengundang sang
ibu dari anak ini dan duduk diatas kursi yang sudah disediakan. Sang ibu
bertanya-tanya karena banyak murid-murid dengan nilai yang baik. Tetapi, kenapa hanya ibu yang di undang ke sini. Dan
yang lebih anehnya sang ibu melihat terdapat tiga kantong plastik yang penuh
dengan uang receh di meja atas panggung.
Kepala sekolahpun naik keatas panggung dan bercerita tentang
seorang ibu yang membanting tulang dengan cara mengemis demi putrinya agar
terus bisa bersekolah. Dengan mengangkat tiga kantong plastik yang kusut, dan
dalam suasana haru, Kepala sekolah berkata:” Inilah sang ibu tokoh utama dalam
cerita tadi” dan mempersilahkan sang ibu yang luar biasa untuk naik keatas
panggung.
Dengan penuh keraguan sang anak berdiri menoleh kebelakang dan melihat
sang guru yang menuntun seorang Ibu berjalan
menuju panggung. Sang anak serentak keluar dari barisan tempat duduknya. Dengan
deraian air mata sang anak berlari menghampiri Ibunya, kini mereka berhadapan dan saling bertatap
mata . pandangan penuh kasih sayang yang luar biasa terpancar diri mata sang
ibu untuk putrinya. Sang anak menangis dan mendekap sang Ibu dengan erat dan
berkata: “ AKU SAYANG IBU”
terimakasih untuk informasinya.
ReplyDelete