Sunday, June 5, 2016

Contoh Cerpen "SANG IBU"



“SANG IBU”



http://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/ilustrasi-hari-ibu-56a1a38dbc22bdb816e4d4a1.jpg?t=o&v=760






Tinggalah sebuah keluarga tak mampu yang hanya memiliki seorang putri di desa Umbulrejo. Ayahnya sudah lama meninggalkan mereka, dan kini hanya seorang ibu dan putri tercintanya yang tinggal dan saling mengerti satu sama lain.
Demi membesarkan putrinya, sang ibu terus berjuang dan membanting tulang sendiri. Cahaya dari lampu templek yang menemani sang anak belajar, sedangkan sang ibu menjahit baju untuk anaknya dengan penuh kasih sayang.
Bulan ini memasuki putrinya untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas.Tetapi tidak disangka justru saat ini sang ibu mengidap penyakit kronis yang sudah stadium terahir sehingga tidak bisa lagi bekerja membantu ditempat tetangganya untuk menyapu, memasak, dan mencuci.
Untuk membayar spp saat itu setiap bulannya yang harus dibayarkan kesekolah sebesar dua ratus ribu rupiah. Mungkin karna sang anak mengerti dengan keaadaan Ibunya dan pastinya tidak mampu untuk memberikan uang SPP tersebut. Sang anak mendekatinya dan berkata: “ Ibu, saya mau berhenti sekolah saja. Saya ingin membantu Ibu bekerja.” Kemudian dengan tangan yang mengelus kepala anaknya sang ibu berkata:” Nak, Ibu sangat senang mendengar niat kamu seperti ini. Tetapi kamu harus tetap sekolah. Ibu berani melahirkan kamu, berarti Ibu berani menanggung kewajiban kamu dan akan menjagamu. Kamu harus tetap sekolah, nanti biar Ibu yang membayar langsung ke sekolahmu.”
Sang anak terus bersikeras dan terus ingin berhenti sekolah karna mau membantu ibunya bekerja. Tiba-tiba sebuah tamparan melesap di pipi putrinya. Dan hal ini merupakan peristiwa pertama kali sang ibu memukul putrinya. Hasilnya sang anak mendengarkan sang ibu dan berjanji akan melanjutkan sekolahnya. Sambil melihat bayangan putrinya yang menjauh sehabis berjanji kepadanya. Sang ibu berfikir dan merenung dalam hati.
Nafas tergesa gesa dan dengan terpincang pincang, sang ibu datang di depan tempat pembayaran SPP di sekolah menengah atas yang cukup ternama di kota Jember, dan menyodorkan sekantong plastik kusut dengan penuh uang receh dari kantong sakunya. Kariawan yang biasa menerima uang SPP, menghitung dan berkata:” Uang receh kayak gini kok buat bayar SSP sekolah, emang ini sekolah kotak amal.” Sang ibu yang mendengar perkataan itu malu dan meminta maaf kepada kariawan tersebut.

 http://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2015/10/24/176-562b1763c1afbdd304857d18.png?t=o&v=760

Bulan berikutnya dengan kantong plastik yang sama dan uang receh didalamnya, sang ibu masuk di tempat biasanya membayar SPP. Dengan tatapan yang kurang bersahabat sang kariawan berkata:” Receh lagi receh lagi, malas bu yang mau menghitung.” Kariawan itu berfikir apakah kemarin ibu ini tidak tersinggung dengan nasehatnya dan kemudian berkata:” ibu, lain kali jangan gunakan uang receh untuk bayar SPP disini. Selanjutnya kalau tetap menggunakan receh lagi, mohon maaf saya tidak mau menerimanya.” Sang ibu hanya bisa melontarkan kata “ maaf” kepada kariawan tersebut.
Diawal bulan ketiga, sang ibu kembali ke sekolah untuk membayar SPP. Hari ini sang kariawan dalam kondisi yang tidak baik, dengan nada kasar berkata:” kok masih pake uang receh buat bayar SPP bu, ini bu saya tidak mau menerima uang ibu, bawa saja uang receh ini pulang.”
Jatuhlah air mata sang ibu dan langsung  berlutut dihadapan kariawan tersebut dan berkata:” maafkan saya bapak, sebenarnya uang yang saya serahkan kepada bapak adalah hasil dari mengemis.” Seketika kariawan itu kaget dan seperti lidahnya mengeras dan tak dapat berkata apa-apa lagi. Kemudian sang ibu duduk di lantai sambil menyingkap sedikit dasternya dan melihatkan kakinya yang membiru dan membengkak.
Sambil menghapus air matanya sang ibu berkata:” saya menderita kencing manis stadium terakhir, untuk berjalan saja susah, apalagi untuk melanjutkan bekerja membantu dirumah tetangga. Putri saya sangat mengerti keadaan saya dan bersikeras untuk berhenti sekolah karna ingin membantu saya bekerja. Tetapi saya selalu melarangnya dan saya menyuruhnya untuk terus bersekolah.”
Selama ini sang ibu merahasiakan hal ini dari sanak saudara demi putrinya karna sang ibu takut menghancurkan harga diri putrinya. Setiap hari sebelum matahari naik kepermukaan dengan sebuah kaleng kosong dan dibantu dengan tongkat kayu jambu, pergi ke desa sebelah sampai matahari terbenam kembali. Dan sampai awal bulan uang hasil mengemis terkumpul untuk membayar SPP.
Mendengar cerita sang ibu, kariawan tersebut meneteskan air mata dan mengangkat sang ibu yang duduk di laintai sambil berkata:” Ibu saya minta maaf atas perlakuan saya. Saya akan melapor kepada Kepala sekolah tentang masalah keluarga Ibu. Agar keluarga Ibu mendapatkan sumbangan dari sekolah.” Sang ibu bergegas menolak dan menjawab:” jangan Bapak, kalau anak saya tau kalau Ibunya mengemis demi dia agar tetap sekolah. Saya takut akan menghancurkan harga dirinya dan akhirnya akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat berterimakasih atas niatan Bapak, tetapi saya mohon rahasiakan hal ini untuk putri saya.”
Sehebat hebatnya merahasiakan sesuatu, akhirnya terdengar juga di telinga Kepala sekolah tentang masalah ini. Dan secara diam-diam Kepala sekolah memberikan beasiswa selama tiga tahun.
selama tiga tahun, kini sang anak telah lulus dari sekolah tersebut. Di acara perpisahan sekolah. Sengaja Kepala sekolah mengundang sang ibu dari anak ini dan duduk diatas kursi yang sudah disediakan. Sang ibu bertanya-tanya karena banyak murid-murid dengan nilai yang baik. Tetapi,  kenapa hanya ibu yang di undang ke sini. Dan yang lebih anehnya sang ibu melihat terdapat tiga kantong plastik yang penuh dengan uang receh di meja atas panggung.
Kepala sekolahpun naik keatas panggung dan bercerita tentang seorang ibu yang membanting tulang dengan cara mengemis demi putrinya agar terus bisa bersekolah. Dengan mengangkat tiga kantong plastik yang kusut, dan dalam suasana haru, Kepala sekolah berkata:” Inilah sang ibu tokoh utama dalam cerita tadi” dan mempersilahkan sang ibu yang luar biasa untuk naik keatas panggung.
Dengan penuh keraguan sang anak berdiri menoleh kebelakang dan melihat sang guru yang menuntun  seorang Ibu berjalan menuju panggung. Sang anak serentak keluar dari barisan tempat duduknya. Dengan deraian air mata sang anak berlari menghampiri Ibunya,  kini mereka berhadapan dan saling bertatap mata . pandangan penuh kasih sayang yang luar biasa terpancar diri mata sang ibu untuk putrinya. Sang anak menangis dan mendekap sang Ibu dengan erat dan berkata: “ AKU SAYANG IBU”

1 comment: