HAKIKAT BIPA
Pendahuluan
Menurut Iskandarwassid (2011:
262) “era globalisasi dan internasionalisasi memberi peluang yang luas bagi
bangsa ini untuk mengembangkan diri”. Pernyataan tersebut tentunya harus
diupayakan dengan pembuktian. Salah satu buktinya adalah dengan menyiapkan SDM
yang bagus. SDM yang bagus tersebut merupakan kunci utama dari keberhasilan
bangsa.
Situasi ini sangat menguntungkan bagi para
pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing (Iskandarwassid, 2011: 262). Hal
ini akan membuka lowongan pekerjaan baru di bidang pengajaran bahasa Indonesa
untuk penutur asing. Di tempat kursus, les, atau bimbingan belajar, ada
kemungkinan ada tutur BIPA di sana dan juga diikuti dengan warga asing yang
ingin belajar bahasa Indonesia. Pada awalnya, pengajaran bahasa Indonesia bagi
penurut asing (BIPA) ini hanya diperuntukkan sebagai bentuk pelayanan bagi
warga asing yang ingin belajar bahasa Indonesia. Namun, sekarang pengajaran
BIPA mulai diminati oleh warga asing, terutama di kawasan asia-pasifik.
Menurut Iskandarwassid (2011:
262) menyatakan bahwa ada beberapa alasan warga asing ingin belajar bahasa
Indonesia. Alasan tersebut antara lain: populasi pendudukan, letak geografis,
keindahan alam, kebudayaan yang kaya, dan para investor asing. Warga asing yang
belajar bahasa Indonesia memiliki tujuan yang berbeda-beda.
Kejadian krisis moneter tahun
1999 disusul krisis politik dan kepemimpinan di Indonesia mengakibatkan peminat
bahasa Indonesia berkurang. Keadaan tersebut ditambah dengan keamanan negara
yang tidak kondusif. Hal ini membuat
negara tetangga memberlakukan travel
warning bagi warganya, sehingga membuat pembelajaran BIPA kurang
peminatnya. Hal ini tidak hanya dirasakan di tanah air saja melainkan juga di
luar negeri (Iskandarwassid, 2011: 262).
Peminat bahasa Indonesia
sekarang berangsung-angsur bertambah jumlahnya (Iskandarwassid, 2011: 263). Di
beberapa sekolah umum yang ada di luar negeri, bahasa Indonesia di tetepkan
menjadi salah satu pelajaran bahasa yang wajib diikuti. Prancis, selandia baru,
austraslia dan jepang merupakan beberapa negara yang menjadikan bahasa
Indonesia mata pelajaran atau mata kuliah.
Posisi
Bahasa Indonesia
Menurut
Iskandarwassid (2011: 263) bahasa “Indonesia memiliki peluang untuk menjadi
bahasa pengantar dalam berbagai keperluan, misalnya perniagaan dan penyampaian
informasi”. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Arifin (1985: 23) menyatakan
bahwa Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara yaitu (1)
bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga
pendidikan, (3) bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan, (4) bahasa
resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern.
Permasalah
yang dihadapi adalah kesiapan bahasa Indonesia untuk bersaing dengan bahasa bahasa lain dalam mengembang peran
tersebut. Tentunya dibutuhkan peran aktif seluruh rakyat Indonesia. Satu usaha
yang dilakukan pemerintaah sekarang ini adalah pengembangan bahasa Indonesia
yang tidak pernah berhenti setiap hari menyesuaikan dengan perkembangan
kehiupan yang era globalisasi sekarang ini.
Menurut
Iskandarwassid (2011: 264) menyatakan bahwa jumlah penutur bahasa Indonesia
jika di ukur dari jumlah penduduk Indonesia menempati posisi keempat di dunia.
Fakta ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia bisa menjadi kekuatan besar di
dunia disamping bahasa-bahasa yang lainnya. Jumlah penduduk yang besar
dibarengi dengan jumlah penutur bahasa Indonesia yang banyak tentunya
menjadikan bahasa Indonesia sebuah potensi untuk menghadapi globalisasi. Akan
tetapi kalau tidak dibarengi dengan SDM yang baik, maka akan tetap kalah
bersaing dengan negara lain dan kalah bersaing dengan bahasa yang lain,
seperti: Cina, Inggris dan Spanyol.
Peningkatan
SDM salah satunya bisa dilakukan dengan peningkatan mutu pembelajaran bahasa
Indonesia, karena bahasa Indonesia menjadi pintu gerbang penguasaan ilmu dan pengetahuan
(Iskandarwassid (2011: 264). Hal ini sesuai dengan fungsi dan kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Selanjutnya bahasa Indonesia menempatkan
dirinya menjadi salah satu bahasa yang diperhitungkan dalam jajaran-jajaran
bahasa di dunia. Kenyataan ini mendorong bangsa-bangsa lain mempelajari bahasa
Indonesia.
Pengajaran
BIPA
Metode pengajaran BIPA sudah banyak dibentuk, sudah
banyak diciptakan disusun oleh berbagai kalangan di tanah air, dari tingkat
dasar, sampai tingkat SMA. Buku-buku metode pembelajara BIPA juga sudah banyak
diterbutkan untuk kebutuhan praktis untuk peminat bahasa Indonesia. Beberapa
metode pembelajaran bahasa antara bahasa satu dengan bahasa yang lainya
membutuhkan metode yang berbeda. Metode pembelajara bahasa Inggris akan berbeda
dengan metode pembelajaran bahasa Jepang (Iskandarwassid (2011: 265).
Berdasarkan pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa metode pembelajaran BIPA
(bahasa Indonesia) haruslah berbeda dengan pembelajaran yang lainnya.
Pembejaran bahasa Indonesia memiliki beberapa aspek: menyimak, berbicara,
membaca dan menulis. Tentunya masing-masing aspek tersebut memiliki metode yang
berbeda-beda.
Materi pembelajara BIPA pada umumnya berkisar pada
penggunaan lisan bahasa Indonesia. Hal ini tentunya disesuai dengan kebutuhan
penutur berdasarkan tingkatan kemampuannya. Contoh materi pembelajaran BIPA
yaitu dialog-dialog sederhana, pengucapan salam, meminta informasi, menanyakan
waktu, menolak dan menerima undangan, dan lain sebagainya yang semuanya besifat
praktis (Iskandarwassid, 2011: 265). Namun, pembelajaran BIPA dalam tataran
bahasa tulis juga harus mendapat berhatian khusus, karena menulis merupakan
kegiatan yang kompleks. Kemampuan bahasa seseorang dapat dinilai dari
tulisannya. Pembelajaran BIPA pada tatapan menulis tentunya membutuhkan materi
dan metode yang berbeda dengan tahapan berbicara. Menulis haruslah dapat
menciptakan tulisan yang bagus dan gramatikal sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia.
Pembelajaran BIPA dapat juga digolongkan dua konteks:
informal dan formal (Iskandarwassid, 2011: 263). Dalam konteks formal seperti
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dilakukan dengan memperhatikan beberapa
kriteria yang sistematis. Mulai dari jumlah tatap muka, jumlah menit per
pertemuan, pemilihan materi-materi yang dimulai dari yang mudah dilanjutkan ke
yang sulit, pemilihan model pembelajaran yang invonatif, komunikatif,
menyenangkan dan tentunya dikaitkan dengan ketata bahasan yang kompleks.
PROBLEMATIKA PENGAJARAN BIPA DI INDONESIA
Pendahuluan
Tantangan Indonesia memasuki era globalisasi sangatlah
beragam. Salah satunya adalah mempersiapkan SMD. SDM yang ini diperlukan untuk
meningkatkan jumlah dan mutu pembelajaran bahasa Indonesia bagi bangsa lain
yang akan mempelajari bahasa Indonesia (Iskandarwassid, 2011: 266). Oleh karena
itu perlu adanya kerja sama antara pelaku pembelajaran BIPA dan pemerintah.
Kebijakan-kebijakan nasional yang meliputi: kurikulum, bahan ajar, tenaga
pengajar, dan sarana perlu dibentuk untuk meningkatkan pelayanan pembelajaran
BIPA.
a. Kurikulum
Kurikulum dijadikan landasan perpijak proses
pembelajaran. BIPA membutuhkan kurikulum yang sesuai dengan pembelajar asing,
yang disesuaikan dengan tingkat kemampuannya. Berbagai pengembangan telah
dilakukan dalam dunia pengajaran, baik dalam pendekatan, metode, teknik, bahan
ajar maupun perkembanan prilaku peserta didik (Iskandarwassid, 2011: 267). Menurut Karmin (dalam buku Iskandarwassid,
2011: 267) menjelaskan pertanyaan yang relevan dengan kurikulum BIPA adalah Siapa, Apa dan Mengapa. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah (1) penutur asing
dan pengajar, (2) bahasa Indonesia, dan (3) pelajar ingin menggunakan bahasa
itu untuk berbagai keperluan.
Keberadaan kurikulum BIPA pada saat ini masih belum ada
yang standar. Program BIPA diselenggarakan dengan kurikulum yang dibentuk
sendiri. Hal tentunya akan buat kurikulum BIPA yang berbeda-beda antara satu
instansi penyelengara dengan instansi penyelenggara yang lain. Akan tetapi
Karmin (dalam buku Iskandarwassid, 2011: 267) telah menyusun kerangka kurikulum
BIPA secara sederhana. Berikut ini kerangka kurikulum BIPA tersebut.
1)
Tujuan Umum
a) Pelajar BIPA mengenal bahasa Indonesia sebagai lambang
identitas nasional Indonesia.
b) Pelajar BIPA memahami bahasa nasional secara linguistis
(ejaan, fonologi, morfologi, sintaksis dan kosakata).
c) Pelajar BIPA mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam
berbagai ragamnya baik reseptif maupun produktif.
d) Pelajar BIPA mampu mengapresiasi sastra Indonesia dalam
berbagai bentuknya (prosa, puisi, drama, syair lagu).
2)
Tujuan Khusus
a)
Mengucapkan kata dan kalimat dengan ucapan yang tepat dan
intonasi yang sesuai dengan maksudnya.
b)
Menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang baku dengan
tepat.
c)
Menggunakan berbagai bentuk imbuhan dengan maknanya.
d)
Menggunakan kata dengan maknanya.
e)
Mendapatkan dan menggunakan sinomin, antonim dan homonim.
f)
Memahami bahwa pesan yang sama dapat diungkapkan dalam
berbagai bentuk dan dapat menggunakannya.
g)
Memahami bahwa bentuk yang sama dapat mengungkapkan
berbagai makna.
h)
Mengenal dan menikmatai puisi, prosa dan drama Indonesia.
i)
Menerima pesan dan ungkapan perasaan orang lain dan
menanggapinya secara lisan dan tertulis.
j)
Mengungkapkan perasaan pendapat, angan-angan dan
penglaman secara lisan atau tertulis sesuai medianya.
k)
Berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain
secara lisan menurut keadaan.
l)
Menikmati keindahan dan menangkap pesan yang disampaikan
dalam puisi, prosa, drama dan syait lagu.
b. Ruang Lingkup Bahan dan
Sumber Pengajaran BIPA
Menurut Iskandarwassid (2011: 269) ruang lingkup
pengajaran BIPA meliputi kebahasaan, kecapakan berbahasa (mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis) dan apresiasi sastra. Selanjutnya sumber
ajarnya bisa dari sumber tertulis dan lisan. Sumber tertulis meliputi buku,
majalah, surat kabar, dokumen, surat, iklan, pengumuman, karya sastra, lagu dan
sebagainya. Adapun sumber lisan meliputi: pidato, sambutan, diskusi, percakapan
resmi dan tidak resmi, siaran radio, televisi dan lain-lainnya.
c. Sistem Evaluasi
Pengajaran BIPA membutuhkan suatu bentuk evaluasi untuk
melihat keberhasilan yang telah dilakukan. Pembuatan alat, menentukan indikator
keberhasilan, penskoran sampai perbaikan merupakan suatu hal harus dilalui
pengajar BIPA. Evaluasi dapat dilakukan secara sumatif yaitu pada akhir program
atau dengan evaluasi yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Hal
tersebut untuk mengetahui perubahan pelajar dan keefektifan proses pembelajaran
itu sendiri. Evaluasi lebih baik jika pelajar ikut serta di dalamnya, guna
mengetahui sendiri sejauh mana kemampuan masing-masing pelajar. Bentuk evaluasi
bisa disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan pada proses pengajaran yang
telah dilakukan. Pengajar BIPA secara bebas menentukan dan membuat sendiri
sistem evaluasi dan tentunya berdasarkan kemampuan dan tingkatan pelajar BIPA.
d. Bahan Ajar BIPA
Pengajar BIPA dapat digolongkan berdasarkan tujuan mereka
ingin belajar bahasa Indonesia, ada yang tujuannya sekedar kunjungan wisata dan
ada juga belajar bahasa indonesia untuk tujuan akademik atau profesional yaitu
belajar di Indonesia atau bekerja di Indonesia. Berdasarkan perbedaan tersebut
mengindikasikan bahwa bahan ajar untuk pelajar harus dibedakan karean tujuan
mereka belajar bahasa Indonesia berbeda. Akan tetapi, Iskandarwassid (2011:
271) menyatakan bahwa belajar bahasa Indonesia harus dipandang sebagai sistem
belajar bahasa yang memiliki kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, bahan ajar
BIPA meliputi: aspek ejaan, aspek
linguistif (fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon), aspek kecapakan
berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis) dan aspek kesastraan
Indonesia.
e. Tenaga Pengajar BIPA
Pengajar BIPA di dalam negeri maupun di luar negeri saat
sangat dibutuhkan. Hal tersebut mengingat adanya perluasan pelayanan, dan peningkatan
mutu penyelenggaraan program BIPA. Selain itu, posisi bahasa Indonesia yang
banyak diminati oleh bangsa lain, seperti penjelasan pada uraian sebelumnya.
Menurut Iskandarwassid (2011: 271) menjelaskan bahwa pengajar BIPA selama ini
kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Pengajar BIPA harus dari lulusan
sekolah apa dan dari mana dan ditempatkan di penyelenggaraan program BIPA di
mana, semuanya masih belum pasti. Namun, keinginan yang lebih baik itu pasti
ada. Pengajar BIPA yang dimiliki sekarang ini bisa dikatan belum terlatih.
Lulusan atau sarjana BIPA sampai sekarang jarang ada. Selain itu, materi dan
kurikulum atau mata kuliah BIPA masih belum mantap di adakan di semua perguruan
tinggi.
Pengajar BIPA di Indonesia tidak pernah lelah dan mencoba
berbagai kiat pengajaran. Hal ini dengan satu tujuan untuk meningkatkan SDM
pengajar BIPA dan mutu pelayanan pengajaran BIPA. Selajutnya secara tidak
langsung bahasa Indonesia semakin diminati oleh bangsa lain dan semakin banyak
investor yang datang ke Indonesia, membuat Indonesia semakin berkembang.
Semuanya itu bisa menjadikan Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi
globalisasi.
e. Sarana Pengajaran BIPA
Pengajaran BIPA memerlukan sarana yang baik. Sarana yang
baik itu dapat menggunakan berbagai macam media audio, audio-visual, dan
kecanggihan informasi berupa internet. Sarana-sarana yang berisi ragam budaya
dan alam Indonesia dalam pengajaran BIPA akan menambah perhatian pelajar BIPA.
Ketepatan memilih sarana dapat tercermin dari keberhasilan pelajar dari hasil
evaluasi atau tes yang dilakukan.
Kesulitan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
Menurut Sunendar (dalam buku Iskandarwassid, 2011: 273)
menyatakan ada beberapa permasalah pengajaran BIPA, yaitu.
- Kurangnya penanaman impresi yang baik.
- Kesulitan menentukan materi ajar.
- Pengajar dan pembelajar terperangkap pada masalah strutur atau tata
bahasa.
- Pembelajara memiliki karakter bahasa yang tidak sama dengan bahasa
Indonesia.
Selanjutnya,
menurut Hidayat (dalam buku Iskandarwassid, 2011: 273) menjelaskan ada berbagai
kendala pelajar BIPA dalam memperlajari bahasa Indonesia. Kendala-kendala yang
dihadapi sebagai berikut.
a.
Kandungan makna yang terdapat dalam struktur kalimat BI
masih kurang dipahamai pelajar BIPA.
b.
Pemahaman terhadap konsep struktut kalimat BI masih
sama-samar.
c.
Satuan-satuan linguistik yang menjadi unsur pembangun
kalimat BI belum mereka pahami.
d.
Kerancuan pemahaman terhadap posisi fungsi, kategori, dan
peran dalam sebuah kalimat.
e.
Penggunaan BI masih dipengaruhi kebiasaan pengguaan bahasa
ibunya.
f.
Struktur pola BI berbeda dengan bahasa ibu mereka
g.
Penguasaan kosa kata dan proses pembentukannya belum
mreka kuasai sepenuhnya.
h.
Penguasaan membaca buku-buku kebahasaan masih kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Aristha. (2011). Keterampilan Menyimak. From: http://aristhaserenade.
blogspot.com/p/keterampilan-menyimak.html. Diaksesn pada 09.09.2014.
KetBasiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994.Yogyakarta: Depdikbud.
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing.
Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana.
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi
Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan
IPTDI.
Hamalik,
O. 1994. Media Pendidikan. Bandung:
Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.
Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung:
Rosda.
Julianto, Ari.(2013). Keterampilan Berbicara. From: http://skripsi-fkip-inggris.blogspot.com/2013/10/hakikat-keterampilan-berbicara-speaking.html.
Diakses pada 09.09.2014.
Machfudz, Imam. 2000. Metode
Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM.
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
Robhista (2014). Keterampilan
Berbicara. From: http://rosielementary.
wordpress.com/tag/keterampilan-berbicara-bahasa-indonesia/. Diakses pada
09.09.2014.
Saddhono, Khundaru
& Slamet. 2014. Pembelajaran
Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi
Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.
Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan
Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM.
Skripsi. Tidak diterbitkan.
Sadiman,
A.S., Rahardjo, R., Haryono, A., & Rahadjito. 1990. Media Pendidikan: pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, edisi 1.
Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.
No comments:
Post a Comment