Friday, June 3, 2016

Hakikat BIPA dan Problematikan Pengajaran BIPA

HAKIKAT BIPA



Pendahuluan
Menurut Iskandarwassid (2011: 262) “era globalisasi dan internasionalisasi memberi peluang yang luas bagi bangsa ini untuk mengembangkan diri”. Pernyataan tersebut tentunya harus diupayakan dengan pembuktian. Salah satu buktinya adalah dengan menyiapkan SDM yang bagus. SDM yang bagus tersebut merupakan kunci utama dari keberhasilan bangsa.
 Situasi ini sangat menguntungkan bagi para pengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing (Iskandarwassid, 2011: 262). Hal ini akan membuka lowongan pekerjaan baru di bidang pengajaran bahasa Indonesa untuk penutur asing. Di tempat kursus, les, atau bimbingan belajar, ada kemungkinan ada tutur BIPA di sana dan juga diikuti dengan warga asing yang ingin belajar bahasa Indonesia. Pada awalnya, pengajaran bahasa Indonesia bagi penurut asing (BIPA) ini hanya diperuntukkan sebagai bentuk pelayanan bagi warga asing yang ingin belajar bahasa Indonesia. Namun, sekarang pengajaran BIPA mulai diminati oleh warga asing, terutama di kawasan asia-pasifik.
Menurut Iskandarwassid (2011: 262) menyatakan bahwa ada beberapa alasan warga asing ingin belajar bahasa Indonesia. Alasan tersebut antara lain: populasi pendudukan, letak geografis, keindahan alam, kebudayaan yang kaya, dan para investor asing. Warga asing yang belajar bahasa Indonesia memiliki tujuan yang berbeda-beda.
Kejadian krisis moneter tahun 1999 disusul krisis politik dan kepemimpinan di Indonesia mengakibatkan peminat bahasa Indonesia berkurang. Keadaan tersebut ditambah dengan keamanan negara yang tidak kondusif.  Hal ini membuat negara tetangga memberlakukan travel warning bagi warganya, sehingga membuat pembelajaran BIPA kurang peminatnya. Hal ini tidak hanya dirasakan di tanah air saja melainkan juga di luar negeri (Iskandarwassid, 2011: 262).
Peminat bahasa Indonesia sekarang berangsung-angsur bertambah jumlahnya (Iskandarwassid, 2011: 263). Di beberapa sekolah umum yang ada di luar negeri, bahasa Indonesia di tetepkan menjadi salah satu pelajaran bahasa yang wajib diikuti. Prancis, selandia baru, austraslia dan jepang merupakan beberapa negara yang menjadikan bahasa Indonesia mata pelajaran atau mata kuliah.

 

Posisi Bahasa Indonesia
            Menurut Iskandarwassid (2011: 263) bahasa “Indonesia memiliki peluang untuk menjadi bahasa pengantar dalam berbagai keperluan, misalnya perniagaan dan penyampaian informasi”. Pendapat tersebut senada dengan pendapat Arifin (1985: 23) menyatakan bahwa Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara yaitu (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan, (4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
            Permasalah yang dihadapi adalah kesiapan bahasa Indonesia untuk bersaing dengan  bahasa bahasa lain dalam mengembang peran tersebut. Tentunya dibutuhkan peran aktif seluruh rakyat Indonesia. Satu usaha yang dilakukan pemerintaah sekarang ini adalah pengembangan bahasa Indonesia yang tidak pernah berhenti setiap hari menyesuaikan dengan perkembangan kehiupan yang era globalisasi sekarang ini.
            Menurut Iskandarwassid (2011: 264) menyatakan bahwa jumlah penutur bahasa Indonesia jika di ukur dari jumlah penduduk Indonesia menempati posisi keempat di dunia. Fakta ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia bisa menjadi kekuatan besar di dunia disamping bahasa-bahasa yang lainnya. Jumlah penduduk yang besar dibarengi dengan jumlah penutur bahasa Indonesia yang banyak tentunya menjadikan bahasa Indonesia sebuah potensi untuk menghadapi globalisasi. Akan tetapi kalau tidak dibarengi dengan SDM yang baik, maka akan tetap kalah bersaing dengan negara lain dan kalah bersaing dengan bahasa yang lain, seperti: Cina, Inggris dan Spanyol.
            Peningkatan SDM salah satunya bisa dilakukan dengan peningkatan mutu pembelajaran bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia menjadi pintu gerbang penguasaan ilmu dan pengetahuan (Iskandarwassid (2011: 264). Hal ini sesuai dengan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Selanjutnya bahasa Indonesia menempatkan dirinya menjadi salah satu bahasa yang diperhitungkan dalam jajaran-jajaran bahasa di dunia. Kenyataan ini mendorong bangsa-bangsa lain mempelajari bahasa Indonesia.





Pengajaran BIPA
            Metode pengajaran BIPA sudah banyak dibentuk, sudah banyak diciptakan disusun oleh berbagai kalangan di tanah air, dari tingkat dasar, sampai tingkat SMA. Buku-buku metode pembelajara BIPA juga sudah banyak diterbutkan untuk kebutuhan praktis untuk peminat bahasa Indonesia. Beberapa metode pembelajaran bahasa antara bahasa satu dengan bahasa yang lainya membutuhkan metode yang berbeda. Metode pembelajara bahasa Inggris akan berbeda dengan metode pembelajaran bahasa Jepang (Iskandarwassid (2011: 265). Berdasarkan pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa metode pembelajaran BIPA (bahasa Indonesia) haruslah berbeda dengan pembelajaran yang lainnya. Pembejaran bahasa Indonesia memiliki beberapa aspek: menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Tentunya masing-masing aspek tersebut memiliki metode yang berbeda-beda.
            Materi pembelajara BIPA pada umumnya berkisar pada penggunaan lisan bahasa Indonesia. Hal ini tentunya disesuai dengan kebutuhan penutur berdasarkan tingkatan kemampuannya. Contoh materi pembelajaran BIPA yaitu dialog-dialog sederhana, pengucapan salam, meminta informasi, menanyakan waktu, menolak dan menerima undangan, dan lain sebagainya yang semuanya besifat praktis (Iskandarwassid, 2011: 265). Namun, pembelajaran BIPA dalam tataran bahasa tulis juga harus mendapat berhatian khusus, karena menulis merupakan kegiatan yang kompleks. Kemampuan bahasa seseorang dapat dinilai dari tulisannya. Pembelajaran BIPA pada tatapan menulis tentunya membutuhkan materi dan metode yang berbeda dengan tahapan berbicara. Menulis haruslah dapat menciptakan tulisan yang bagus dan gramatikal sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia.
            Pembelajaran BIPA dapat juga digolongkan dua konteks: informal dan formal (Iskandarwassid, 2011: 263). Dalam konteks formal seperti Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dilakukan dengan memperhatikan beberapa kriteria yang sistematis. Mulai dari jumlah tatap muka, jumlah menit per pertemuan, pemilihan materi-materi yang dimulai dari yang mudah dilanjutkan ke yang sulit, pemilihan model pembelajaran yang invonatif, komunikatif, menyenangkan dan tentunya dikaitkan dengan ketata bahasan yang kompleks. 






PROBLEMATIKA PENGAJARAN BIPA DI INDONESIA

 Pendahuluan
            Tantangan Indonesia memasuki era globalisasi sangatlah beragam. Salah satunya adalah mempersiapkan SMD. SDM yang ini diperlukan untuk meningkatkan jumlah dan mutu pembelajaran bahasa Indonesia bagi bangsa lain yang akan mempelajari bahasa Indonesia (Iskandarwassid, 2011: 266). Oleh karena itu perlu adanya kerja sama antara pelaku pembelajaran BIPA dan pemerintah. Kebijakan-kebijakan nasional yang meliputi: kurikulum, bahan ajar, tenaga pengajar, dan sarana perlu dibentuk untuk meningkatkan pelayanan pembelajaran BIPA.
a. Kurikulum
            Kurikulum dijadikan landasan perpijak proses pembelajaran. BIPA membutuhkan kurikulum yang sesuai dengan pembelajar asing, yang disesuaikan dengan tingkat kemampuannya. Berbagai pengembangan telah dilakukan dalam dunia pengajaran, baik dalam pendekatan, metode, teknik, bahan ajar maupun perkembanan prilaku peserta didik (Iskandarwassid, 2011: 267).  Menurut Karmin (dalam buku Iskandarwassid, 2011: 267) menjelaskan pertanyaan yang relevan dengan kurikulum BIPA adalah Siapa, Apa dan Mengapa. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah (1) penutur asing dan pengajar, (2) bahasa Indonesia, dan (3) pelajar ingin menggunakan bahasa itu untuk berbagai keperluan.
            Keberadaan kurikulum BIPA pada saat ini masih belum ada yang standar. Program BIPA diselenggarakan dengan kurikulum yang dibentuk sendiri. Hal tentunya akan buat kurikulum BIPA yang berbeda-beda antara satu instansi penyelengara dengan instansi penyelenggara yang lain. Akan tetapi Karmin (dalam buku Iskandarwassid, 2011: 267) telah menyusun kerangka kurikulum BIPA secara sederhana. Berikut ini kerangka kurikulum BIPA tersebut.
1)      Tujuan Umum
a)  Pelajar BIPA mengenal bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional Indonesia.
b) Pelajar BIPA memahami bahasa nasional secara linguistis (ejaan, fonologi, morfologi, sintaksis dan kosakata).
c)  Pelajar BIPA mampu menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai ragamnya baik reseptif maupun produktif.
d) Pelajar BIPA mampu mengapresiasi sastra Indonesia dalam berbagai bentuknya (prosa, puisi, drama, syair lagu).
2)      Tujuan Khusus
a)      Mengucapkan kata dan kalimat dengan ucapan yang tepat dan intonasi yang sesuai dengan maksudnya.
b)      Menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang baku dengan tepat.
c)      Menggunakan berbagai bentuk imbuhan dengan maknanya.
d)     Menggunakan kata dengan maknanya.
e)      Mendapatkan dan menggunakan sinomin, antonim dan homonim.
f)    Memahami bahwa pesan yang sama dapat diungkapkan dalam berbagai bentuk dan dapat menggunakannya.
g)   Memahami bahwa bentuk yang sama dapat mengungkapkan berbagai makna.
h)   Mengenal dan menikmatai puisi, prosa dan drama Indonesia.
i)     Menerima pesan dan ungkapan perasaan orang lain dan menanggapinya secara lisan dan tertulis.
j)     Mengungkapkan perasaan pendapat, angan-angan dan penglaman secara lisan atau tertulis sesuai medianya.
k)   Berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain secara lisan menurut keadaan.
l)     Menikmati keindahan dan menangkap pesan yang disampaikan dalam puisi, prosa, drama dan syait lagu.

b. Ruang Lingkup Bahan dan Sumber Pengajaran BIPA
            Menurut Iskandarwassid (2011: 269) ruang lingkup pengajaran BIPA meliputi kebahasaan, kecapakan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis) dan apresiasi sastra. Selanjutnya sumber ajarnya bisa dari sumber tertulis dan lisan. Sumber tertulis meliputi buku, majalah, surat kabar, dokumen, surat, iklan, pengumuman, karya sastra, lagu dan sebagainya. Adapun sumber lisan meliputi: pidato, sambutan, diskusi, percakapan resmi dan tidak resmi, siaran radio, televisi dan lain-lainnya.

c. Sistem Evaluasi
            Pengajaran BIPA membutuhkan suatu bentuk evaluasi untuk melihat keberhasilan yang telah dilakukan. Pembuatan alat, menentukan indikator keberhasilan, penskoran sampai perbaikan merupakan suatu hal harus dilalui pengajar BIPA. Evaluasi dapat dilakukan secara sumatif yaitu pada akhir program atau dengan evaluasi yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung. Hal tersebut untuk mengetahui perubahan pelajar dan keefektifan proses pembelajaran itu sendiri. Evaluasi lebih baik jika pelajar ikut serta di dalamnya, guna mengetahui sendiri sejauh mana kemampuan masing-masing pelajar. Bentuk evaluasi bisa disesuaikan dengan kompetensi yang diharapkan pada proses pengajaran yang telah dilakukan. Pengajar BIPA secara bebas menentukan dan membuat sendiri sistem evaluasi dan tentunya berdasarkan kemampuan dan tingkatan pelajar BIPA.

d. Bahan Ajar BIPA
            Pengajar BIPA dapat digolongkan berdasarkan tujuan mereka ingin belajar bahasa Indonesia, ada yang tujuannya sekedar kunjungan wisata dan ada juga belajar bahasa indonesia untuk tujuan akademik atau profesional yaitu belajar di Indonesia atau bekerja di Indonesia. Berdasarkan perbedaan tersebut mengindikasikan bahwa bahan ajar untuk pelajar harus dibedakan karean tujuan mereka belajar bahasa Indonesia berbeda. Akan tetapi, Iskandarwassid (2011: 271) menyatakan bahwa belajar bahasa Indonesia harus dipandang sebagai sistem belajar bahasa yang memiliki kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, bahan ajar BIPA meliputi:  aspek ejaan, aspek linguistif (fonologi, morfologi, sintaksis dan leksikon), aspek kecapakan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis) dan aspek kesastraan Indonesia.  

e. Tenaga Pengajar BIPA
            Pengajar BIPA di dalam negeri maupun di luar negeri saat sangat dibutuhkan. Hal tersebut mengingat adanya perluasan pelayanan, dan peningkatan mutu penyelenggaraan program BIPA. Selain itu, posisi bahasa Indonesia yang banyak diminati oleh bangsa lain, seperti penjelasan pada uraian sebelumnya. Menurut Iskandarwassid (2011: 271) menjelaskan bahwa pengajar BIPA selama ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Pengajar BIPA harus dari lulusan sekolah apa dan dari mana dan ditempatkan di penyelenggaraan program BIPA di mana, semuanya masih belum pasti. Namun, keinginan yang lebih baik itu pasti ada. Pengajar BIPA yang dimiliki sekarang ini bisa dikatan belum terlatih. Lulusan atau sarjana BIPA sampai sekarang jarang ada. Selain itu, materi dan kurikulum atau mata kuliah BIPA masih belum mantap di adakan di semua perguruan tinggi. 
            Pengajar BIPA di Indonesia tidak pernah lelah dan mencoba berbagai kiat pengajaran. Hal ini dengan satu tujuan untuk meningkatkan SDM pengajar BIPA dan mutu pelayanan pengajaran BIPA. Selajutnya secara tidak langsung bahasa Indonesia semakin diminati oleh bangsa lain dan semakin banyak investor yang datang ke Indonesia, membuat Indonesia semakin berkembang. Semuanya itu bisa menjadikan Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi globalisasi.


e. Sarana Pengajaran BIPA
            Pengajaran BIPA memerlukan sarana yang baik. Sarana yang baik itu dapat menggunakan berbagai macam media audio, audio-visual, dan kecanggihan informasi berupa internet. Sarana-sarana yang berisi ragam budaya dan alam Indonesia dalam pengajaran BIPA akan menambah perhatian pelajar BIPA. Ketepatan memilih sarana dapat tercermin dari keberhasilan pelajar dari hasil evaluasi atau tes yang dilakukan.



 Kesulitan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing
            Menurut Sunendar (dalam buku Iskandarwassid, 2011: 273) menyatakan ada beberapa permasalah pengajaran BIPA, yaitu.
  1. Kurangnya penanaman impresi yang baik.
  2. Kesulitan menentukan materi ajar.
  3. Pengajar dan pembelajar terperangkap pada masalah strutur atau tata bahasa.
  4. Pembelajara memiliki karakter bahasa yang tidak sama dengan bahasa Indonesia.

Selanjutnya, menurut Hidayat (dalam buku Iskandarwassid, 2011: 273) menjelaskan ada berbagai kendala pelajar BIPA dalam memperlajari bahasa Indonesia. Kendala-kendala yang dihadapi sebagai berikut.
a.       Kandungan makna yang terdapat dalam struktur kalimat BI masih kurang dipahamai pelajar BIPA.
b.      Pemahaman terhadap konsep struktut kalimat BI masih sama-samar.
c.       Satuan-satuan linguistik yang menjadi unsur pembangun kalimat BI belum mereka pahami.
d.      Kerancuan pemahaman terhadap posisi fungsi, kategori, dan peran dalam sebuah kalimat.
e.       Penggunaan BI masih dipengaruhi kebiasaan pengguaan bahasa ibunya.
f.       Struktur pola BI berbeda dengan bahasa ibu mereka
g.      Penguasaan kosa kata dan proses pembentukannya belum mreka kuasai sepenuhnya.
h.      Penguasaan membaca buku-buku kebahasaan masih kurang.


 DAFTAR PUSTAKA


KetBasiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994.Yogyakarta: Depdikbud.

Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana.

Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI.

Hamalik, O. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.

Iskandarwassid & Dadang Sunendar. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda.


Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra UM.

Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.

Robhista (2014). Keterampilan Berbicara. From: http://rosielementary. wordpress.com/tag/keterampilan-berbicara-bahasa-indonesia/. Diakses pada 09.09.2014.

 Saddhono, Khundaru & Slamet. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.

Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan.

Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A., & Rahadjito. 1990. Media Pendidikan: pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, edisi 1. Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.





No comments:

Post a Comment