Thursday, June 9, 2016

Kajian Konsep Fonologi





KAJIAN FONOLOGI

https://hegie4689.files.wordpress.com/2012/08/speech1.jpg

A.      Pengertian Fonologi
              Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi, yang berasal dari gabungan kata Yunani phone 'bunyi' dan 'logos' tatanan, kata, atau ilmu' disebut juga tata bunyi. Di bawah payung Fonologi, terdapat dua cabang ilmu yang masing-masingnya merupakan kajian berbeda. Yang satu bernama fonetik dan yang satu lagi bernama fonemik. Secara sekilas, istilah ini memang mirip sehingga sering dirancukan penggunaannya oleh orang awam tetapi bagi linguis, kedua ilmu ini adalah dua ilmu yang berbeda sehingga perlu dipahami dengan benar pengertian dan cakupannya agar tidak terjadi salah kaprah.
B.         Fonetik
            Fonetik adalah sebuah ilmu yang merupakan bagian fonologi yang mempelajari produksi bunyi bahasa. Ilmu ini berangkat dari teori fisika dasar yang mendeskripsikan bahwa bunyi pada hakikatnya adalah gejala yang timbul akibat adanya benda yang bergetar dan menggetarkan udara di sekelilingnya. Dalam fonetik, bunyi bahasa dianggap setara dengan bunyi, yaitu sebuah gejala fisika yang dapat diamati proses produksinya. Fonetik memang berorientasi dalam deskripsi produksi bunyi bahasa serta cara-cara yang dapat mengubah bunyi bahasa itu dalam produksinya. Oleh karena itu, fonetik bertugas mendeskripsikan bunyi-bunyi bahasa yang terdapat di dalam suatu bahasa. Berdasarkan proses terjadinya, fonetik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Fonetik Artikulatoris
Fonetik artikulatoris adalah fonetik yang mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat ucap manusia menghasilkan bunyi bahasa serta pengklasifikasian bahasa berdasarkan artikulasinya. Bunyi bahasa dibedakan sebagai bunyi “segmental” dan “suprasegmental”. Yang dimaksudkan dengan bunyi segmental adalah bunyi yang dibentuk berdasarkan segmen-segmennya. Contoh : pada kata dan. Kata ini ini terdiri dari bunyi [d], [a],dan [dan], dalam urutan tersebut. Jadi ketiga bunyi itu adalah “segmen-segmen” dari kata dan itu. Sedangkan bunyi supra segmental dapat dibayangkan sebagai bunyi yang ”di atas” bunyi segmental itu. Contoh pada tuturan dia telah datang dan dia telah datang? Tidak terdiri atas perbedaan secara segmental melainkan perbedaan secara intonasi atau lagu yang berbeda dalam tuturan tersebut.
b. Fonetik Akustis
Fonetik akustis mempelajari bunyi bahasa yang berupa getaran udara dan mengkaji tentang frekuensi getaran bunyi, amplitudo, intensitas dan timbrenya. Ada tiga jenis frekuensi yang lahir dari fonetik akustik ini antara lain 1. Frekuensi atau titi nada yaitu gerakan partikel secara gelombang itu berirama artinya berjalan secara ritmis. 2. Amplitudo adalah sesuatu yang ditangkap oleh telinga serupa keras, nyaring, atau intensitas bunyi secara akuistik pada luas atau lebar udara dan bersifat netral terhadap titi nada. 3. Resonansi terjadi apabila suatu benda bergetar karena pengaruh suatu bunyi , yaitu bunyi yang dihasilkan suatu sumber.
Fonetik akustik memperlajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya. Dan fonetik akustik ini lebih berkenaan dengan bidang fisika.
c. Fonetik Auditoris
Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga dari udara yang bergetar. Dan fonetik auditoris ini lebih berkenaan dengan bidang kedokteran yaitu neurologi, meskipun tidak tertutup kemungkinan linguistik yang juga bekerja dalam kedua bidang fonetik itu.
C.        Fonemik
Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari fungsi bunyi bahasa sebagai pembeda makna. Pada dasarnya, setiap kata atau kalimat yang diucapkan manusia itu berupa runtutan bunyi bahasa. Pengubahan suatu bunyi dalam deretan itu dapat mengakibatkan perubahan makna. Perubahan makna yang dimaksud bisa berganti makna atau kehilangan makna.
 
contoh:
b
a
b
i
‘binatang berkaki empat’



p
a
p
i
sebutan lain untuk ayah
Pada contoh di atas, kata babi memiliki dua konsonan [b] yang menjadi awal suku kata pertama dan kedua sedangkan kata papi memiliki konsonan [p] sebagai awal suku kata pertama dan keduanya. Selain kedua bunyi itu, bunyi lainnya dan posisi/urutan bunyi lain itu sama. Perbedaan bunyi [b] dan [p] pada posisi/urutan yang sama dapat mengubah makna kata, inilah yang dikaji oleh fonemik.
C.    Penghasilan Bunyi Bahasa
Pada umumnya manusia berkomunikasi melalui bahasa dengan cara menulis atau berbicara. Jika komunikasi itu dilakukan dengan tulisan, tidak ada alat ucap yang terlibat di dalamnya. Sebaliknya, jika komunikasi tersebut dilakukan secara lisan, alat ucap memegang peranan yang sangat penting.
Getaran udara yang masuk ke telinga dapat berupa bunyi atau suara. Getaran udara yang dinamakan bunyi itu dapat terjadi karena dua benda atau lebih bergeseran atau berbenturan. Bunyi sebagai getaran udara dapat pula merupakan hasil yang dibuat oleh alat ucap manusia seperti pita suara, lidah, dan bibir. Bunyi bahasa dibuat oleh manusia untuk mengungkapkan sesuatu. Bunyi bahasa dapat berupa nyanyian maupun tuturan. Pada umumnya manusia berkomunikasi melalui bahasa, dan bahasa lisan tentunya diwakili oleh alat ucap yang memegang peranan penting.
Dalam pembentukan bunyi bahasa ada tiga faktor utama yang terlibat, yakni sumber tenaga, alat ucap yang menimbulkan getaran, dan rongga pengubah getaran. Proses pembentukan bunyi bahasa dimulai dengan memanfaatkan pernafasan sebagi sumber tenaganya. Berikut ini adalah gambar alat-alat ucap penghasil bunyi.





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrJlg6roxuWVCuAc98y4uxqs6xpFBkUFu-RWxX1F9Ap-LP3_gIyH-eiqRmTvx6kPKHhh6-GwH-03Sjy9W-1rUDTFKRZDyUWL1wKprhRjYHOph2-H2udLnsGk5gkSoBM0d9SuImaNF0bA3t/s320/rajah+artikulasi.jpg




      KETRERANGAN
1.      Bibir Atas (labium)                                          
2.      Bibir Bawah (labium)
3.      Gigi Atas (dentes)
4.      Gigi Bawah (dentes)
5.      Gusi (alveolum)
6.      Lelangit Keras (palatum)
7.      Lelangit Lembut (velum)
8.      Anak Tekak (uvula)
9.      Hujung Lidah
10.  Hadapan Lidah
11.  Tengah Lidah
12.  Belakang Lidah
13.  Akar Lidah
14.  Epiglotis
15.  Rongga Suara
16.  Rongga Tekak
17.  Rongga Hidung
18.  Rongga Mulut
19.  Rahang
20.  Tenggorok (laring)
21.  Trakea


Alat-alat ucap yang termasuk Artikulator
  1. Bibir bawah ( labium)
  2. Gigi bawah ( dentum)
  3. Ujung lidah (apeks)
  4. Lidah depan (font of the tongue)
  5. Tengah lidah (lamino)
  6. Belakang lidah dan akar lidah (dorsum)
Alat-alat ucap titik artikulasi
  1. Bibir atas (labium)
  2. Gigi atas ( dentum)
  3. Lengkung kaki gigi atas (olveolum)
  4. Langit-langit keras (palatum)
  5. Langit-langit lunak (velum)
  6. Anak tekak (uvula)
Alat-alat yang menunjang proses terjadinya bunyi bahasa
1.      Hidung (nose)
2.      Rongga hidung (nasal)
3.      Rongga mulut (oral)
4.      Pangkal kerongkongan (faring)
5.      Katub jakung (epiglotis)
6.      Pita suara
7.      Pangkal tenggorokan (laring)
8.      Batang tenggorokan (trakea)
9.      Paru-paru
10.  Selaput rongga dada (diafragma)
11.  Saraf diafragma
12.  Selaput rongga dada (pleural)
13.  Bronchus

Alat Artikulasi
Alat artikulasi hanya terdiri daripada :
  • Lidah
  • Gigi
  • Bibir
  • Gusi
  • Lelangit
  • Rongga Hidung
  • Pita Suara
 http://4h4i.com/wp-content/uploads/2015/11/Screen-Shot-11-09-15-at-08.39-PM.png



C.      Cara kerja alat-alat bicara
Berikut ini adalah berbagai kemungkinan produksi bunyi-bunyi bahasa berdasarkan tempat penyempitan.
a.       Antara pita-pita suara: bunyi “bersuara”. Misalnya, semua bunyi vokal, seperti bunyi vokal [a] atau [o]
b.       Antara akar lidah dan dinding belakang rongga kerongkongan : bunyi [h] seperti dalam kata halal.
c.       Antara pangkal lidah dan anak tekak : bunyi [F] yang uvular seperti pelafalan orang sumatera.
d.      Antara pangkal lidah dan langit-langit lunak : bunyi dorso-velar. Misalnya [k] (karunia), [g] (gusi).
e.       Antara tengah lidah dan langit-langit keras : bunyi medio-laminal. Misalnya [] ( masyarakat ), [c] ( cacat), dan [j] (jarum).
f.       Antara daun lidah dan langit-langit keras : bunyi lamino palatal. Misalnya [s] (sakit) dan [z] (sat).
g.      Antara ujung lidah dan langit-langit keras : bunyi apiko palatal. Misalnya [d] (dhateng).
h.      Antara ujung lidah dan lengkung kaki gigi atas: bunyi apiko-alveolar. Misalnya [t] (tari, [d] (dari).
i.        Antara ujung lidah dan gigi atas : bunyi apiko-denatal. Misalnya [Ф] (inggris thin) dan [σ] (there).
j.        Antara bibir bawah dan gigi atas : bunyi labio-dental. Misalnya [f] (fasih), [v] (inggris visa)
k.      Antara bibir atas dan bibir bawah : bunyi bilabial. Misalnya [p] (hadap), [b] (bawah) dan [wb] (wawasan).



 http://assets-a2.kompasiana.com/statics/files/14319986891231114162.png?t=o&v=760

 
C.      Bunyi konsonan dan bunyi Vokal
Ada dua kelas bunyi bahasa, konsonan dan vokal. Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan mempergunakan artikulasi pada salah satu bagian alat-alat bicara. Apabila pengartikulasian konsonantal pita-pita suara dipakai untuk menghasilkan suara, maka konsonan itu adalah konsonan bersuara. Sebaliknya bila peranan pita-pita suara itu tidak ada, konsonan tersebut adalah konsonan tak bersuara.
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan melibatkan pita-pita suara –tanpa penyempitan atau penutupan apapun pada tempat pengartikulasian manapun.
  1. Beberapa Jenis Konsonan
Menurut cara pengartikulasiannya, kita dapat membedakan konsonan sebagai berikut:
a.       Konsonan letupan, adalah konsonan yang dihasilkan dengan menghambat arus udara seluruhnya di tempat artikulasi tertentu secara tiba-tiba dan lalu alat bicara di tempat itu dilepaskan kembali , tahap pertama disebut hambatan atau implosi, dan tahap kedua disebut letupan atau eksplosi.
Contoh : terjadinya pada salah satu tempat artikulasi yakni di antara bibir : hasilnya [p] atau [b[ (paman, batak).
b.      Konsonan kontinuan, adalah semua konsonan yang bukan letupan. Disebut kontinuan karena dapat dilanjutkan pelafalannya. Meliputi konsonan sengau, sampingan, geseran, paduan, getaran dan aliran.
c.       Konsonan sengau, adalah yang dihasilkan dengan menutup arus udara keluar melalui rongga mulut, dengan membuka jalan  agar dapat keluar melalui rongga hidung.
Contoh:  di antara bibir hasilnya [m] (masih)
               di antara tengah lidah dan langit-langit keras, hasilnya [n] (nyamuk)
d.      Konsonan sampingan, konsonan yang dihasilkan dengan menghalangi arus udara sedemikian rupa sehingga dapat keluar hanya melalui sebelah atau kedua belah sisi lidah.. tempat artikulasi adalah antara ujung lidah dan lengkung kaki gigi, hasilnya [l] (melamun).
e.       Konsonan geseran, atau frikatif adalah konsonan yang dihasilkan oleh alur yang amat sempit sehingga sebagian besar arus udara terhambat. Penghambatan dapat terjadi secara faringal, hasilnya [h] (hamil).antara bibir bawah dan gigi atas, hasilnya [f], [v] ( fat, vat).  
f.       Konsonan paduan atau afrikat, adalah konsonan yang dihasilkan dengan menghambat arus udara pada salah satu tempat artikulasi secara implosif, lalu melepaskan secara “frikatif” . dapat terjadi:  antara tengah lidah dan langit-langit keras , hasilnya [ts] atau [d3] ( inggris church, gereja, dan bridge jembatan)
g.      Konsoanan alir (an), adalah konsonan konstituan yang tidak frikatif atau paduan. Demikian, misalnya konsonan sengau dan kosonan sampingan adalah konsonan alir(an). 
h.      Konsonan kembar atau jeminat, konsonan yang diperpanjang pelafalannya. Konsonan dapat terjadi di banyak bahasa. Contoh bahasa Itali cappa ‘jubah’, dalam bahasa inggris book buku’, bahasa Toba allang, ‘’makan’.  
i.        Konsonan getaran, adalah konsonan yang pelafalannya terdiri atas pengulangan cepat dari apa yang dapat disebut “pengartikulasian dasar”. Contoh trpenting adalah [r], namanya ‘r’ getar, yang dilafalkan secara apiko-alveolar, yakni ujung lidah menyentuh gusi sebentar lalu dilepaskan lagi, lalu menyentuh lagi, dan seterusnya. Contohnya pelafalan kata (rumah) oleh orang Jawa dan orang Sumatera berbeda.  
  1. Beberapa jenis vokal
a.       Vokal tinggi, vokal rendah, vokal tengah, adalah jenis vokala yang dipengaruhi oleh letak lidah. Misalnya pada vokal [i] lidh tinggi dekat pada langit-langit, sedangkan vokal [e] lidah berada di sekitar tengah langit-langit dan vokal [a] lidah berada rendah di bawah langit-langit.
b.      Vokal depan, vokal belakang, vokal madya, adalah pembedaan vokal berdasarkan posisi lidah. Jika lidah datar permukaannya, adalah vokal depan [a], [i]. apabila lebih rendah di belakang maka disebut vocal belakang [o]. posisi lidah kurang lebih berada di anatra depan dan belakang adalah vokal madya, seperti [e] (tengah), [Λ] (but).
c.       Vokal nasal (sengau), vokal oral, adalah pengucapan vokal ketika seluruh arus udara keluar dari mulut, dan rongga hidung tertutup. ( dengan menggerakan langit-langit lunak ke dinding belakang rongga kerongkongan). Contohnya pada kata dalam bahasa perancis [o] (oncle) paman. [a] (bande) rombongan.
d.      Vokal bundar, vokal tak bundar, adalah vocal yang dibedakan menurut bundar tidaknya dari kedua bibir. Misalnya vokal [i] merupakan vocal tak bundar, dan bila posisi lidah menurut tinggi rendahnya serta menurut depan-belakangnya dipertahankan tetapi dengan memperbundar kedua bibir,maka hasilnya adalah vocal [ü] seperti dalam kata Jerman grun ‘hijau’.
e.       Vokal panjang, vokal pendek, adalah menyangkut lamanya (kuantitas) pelafalan vocal. Contohnya [u] dalam kata Inggris (full) lebih pendek dibanding [u] (fool).
f.       Vokal tunggal, dan vokal rangkap dua atau diftong.
Vokal tunggal pada [a] bangun mulut sama dari permulaan hingga akhir pelafalan. Vokal semacam ini disebut vokal tunggal.
Vokal rangkap dua atau diftong, dalam pelafalannya mengalami perubahan bangun mulut. Contoh pada pelafalan [au] dalam kalau adalah sebuah diftong ; pelafalannya mulai dengan bangun mulut rendah-depan, dan berakhir dengan bangun tinggi-belakang. Contoh lain dalam kata balai, diftong [ai] mulai dengan bangun mulut rendah-depan dan berakhir dengan bangun tinggi-depan.    
Di samping kedua jenis bunyi di atas, terdapat pula bunyi semi vokal. Bunyi semi vokal adalah bunyi bahasa di antara konsonan dan vokal. Hanya ada dua : [y] dan [wb].
D.      Premis-premis fonologis
Dalam mengenal fonem terdapat beberapa pokok pikiran umum yang disebut premis-premis fonologis. Berdasarka sifat umumnya premis-premis bahasa tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Bunyi bahasa mempunyai kencenderungan untuk dipengaruhi oleh lingkungannya. contoh: konsonan [n] akan tetap berbunyi [n] apabila diikuti bunyi vokal. Akan tetapi apabila diikuti bunyi apiko dental bukan [n] lagi tapi [n], seperti pantang, penting, pantai, panjang, ranjang,kunjung
b.      Sistem bunyi mempunyai kecenderungan bersifat simetris.
Bahwa bunyi bahasa itu berpasangan. Contoh bunyi nasal [m], [n], [η] bunyi oral [p], [b], [f], [v], [k], [g], [c], [j.
 c. Bunyi-bunyi bahasa yang secara fonetis mirip harus digolongkan ke dalam kelas-kelas bunyi (fonem) yang berbeda, apabila terdapat pertentangan di dalam lingkungan yang sama.
Contohnya
 1. raga dan raka
 2. rupa dan lupa
 3. Kabur dan kabut
d. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip dan terdapat di dalam distribusi yang komplementer, harus dimasukkan ke dalam kelas-kelas bunyi (fonem) yang sama. Salah satu bunyi itu hanya terdapat pada lingkunyannya dan tidak dapat berada dalam lingkungan yang lain.
Contoh :
1.    [batu’] bukan [batUk]
2.    [kain] bukan [‘ain]
3.    [sabU’] bukan [sabUk]
4.    [aku] bukan [a’u]
Oleh karena bunyi bahasa juga merupakan bunyi, bunyi bahasa tentunya diciptakan dari adanya getaran suatu benda yang menyebabkan udara ikut bergetar. Perbedaan antara bunyi bahasa dengan bunyi lainnya menurut fonetik adalah bunyi bahasa tercipta atas getaran alat-alat ucap manusia sedangkan bunyi biasa tercipta dari getaran benda-benda selain alat ucap manusia.



 https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQUhx7mFoY5c-UYaRDgwzWub-MReryGsn1F8l_83vGq6BlACM4z





DAFTAR PUSTAKA

Dardjowodjojo, Soenjono, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai                        Pustaka
Samsuri. 1990. Analis Bahasa. Jakarta: PT Erlangga.
Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Wahab, Abdul. 1990. Butir-butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.
Verhaar, J. W. M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

No comments:

Post a Comment