KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Bigharta
Bekti Susetyo, Redemptus De Ferentino Nino
Universitas Negeri Malang
Program Pascasarjana
E-mail: bighartabekti@yahoo.com,
redem.deferentonino@yahoo.com
PENDAHULUAN
Belajar
merupakan kegiatan untuk merubah pola pikir, sikap dan pengetahuan menjadi
lebih baik. Teori belajar pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli banyak
macamnya. Teori-teori belajar beraneka ragam dipengaruhi oleh adanya perbedaan
dalam mengidentifikasi fakta, perbedaan penafsiran fakta, perbedaan terminologi
(peristilahan) yang digunakan serta konotasi, dan perbedaan penekanan terhadap
aspek tertentu (pandangan tradisional dan modern) (Hanafiah dan Suhana, 2010:5)
Teori-teori belajar mengajarkan pada
kita dalam memahami makna belajar. Kita dapat memperoleh pengetahuan belajar
bagaimana tahap persiapan, proses belajar, evaluasi beserta tindak lanjutnya.
Teori yang berkembang dan saling memperbaiki membuat kita senantiasa berinovasi
dalam meningkatkan tantangan pendidikan dimasa mendatang. Tantangan ke depan
adalah bagaimana mempersiapkan peserta didik menghadapi era pendidikan
infromasi, komukasi dan teknolgi (Hartono:2015).
Era
teknologi komunikasi dan informasi yang sangat masif oleh pemerintah telah
diantisipasi salah satunya dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter
tersebut sesuai dengan nilai jati diri bangsa Indonesia. Undang-Undang No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyebutkan, pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Wardoyo,
2013:90). Pendidikan Indonesia kedepan diharapkan memiliki wawasan global namun
tidak melupakan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air.
HAKIKAT BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN
Belajar
merupakan kegiatan yang bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Belajar
merupakan kebutuhan manusia untuk memperoleh ilmu atau informasi
yang dibutuhkan dalam hidupnya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang
kompleks (Dimyati dan Mudjiono, 1994:8). Siswa menggunakan lingkungan sekitar
seperti lingkungan fisik, sosial dan antar region yang dijadikan bahan dalam
mempelajari materi. Pembelajaran sebagai tindakan guru menyampaikan informasi
dan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari pandanngan teori belajar. Terdapat
beberapa teori mengenai belajar yakni (Dimyati dan Mudjiono, 1994:8):
A.
Pandangan
Behaviorisme
Pandangan
behaviorisme mempunyai ciri yakni perubahan tingkah tingkah laku akibat interaksi
stimulus dan respon. Perubahan tersebut terjadi karena siswa setelah belajar
mempunyai tingkah laku yang baru sebagai hasil output dari belajar. Berikut ini teori-teori belajar behaviorisme.
a. Pandangan
Belajar Menurut Thorndike
Pandangan
Thorndike terkait teori belajar ialah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus dapat berupa apa saja, bisa lingkungan siswa sehari-hari.
Respon bisa berupa pikiran, ucapan dan tingkah laku siswa. Thorndike
berpendapat bahwa perubahan tingkah laku dapat berupa kongkrit yaitu dapat
diamati dan tidak kongkrit yaitu tidak dapat diamati. Kelemahan Thorndike,
belum menjelaskan bagaimana pengukuran untuk perubahan tingkah laku yang tidak
dapat diamati (Budiningsih, 2005:21).
Teori
yang dari Thorndike disebut aliran connectism
ini memiliki kajian inti. Kajian pada jaringan asosiasi atau hubungan
antara stimulus dan respon S-R Bond Teoryyang
kemudian dirumuskan dalam tiga hukum belajar. Hukum yang pertama, law of readiness belajar akan terjadi
apabila terdapat kesiapan dari siswa. Hukum kedua, law of excercise hubungan antara stimulus dan respon dalam proses
belajar akan diperkuat atau diperlemah oleh tingkat intensitas dan durasi dari
pengulangan hubungan atau latihan. Hukum ketiga, law of effect hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat
apabila belajar menjadi menyenangkan, begitu juga sebaliknya (Yaumi, 2013:29).
b. Pandangan
Belajar Menurut Watson
Pandangan
Watson tentang behaviorisme dalam belajar terkait dengan perbedaan sudut
pandang tentang tingkah lakuk dengan Thorndike. Watson beranggapan bahwa,
stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan diukur. Watson
beranggapan perubahan tingkah laku tidak dapat diukur dan yang tidak dapat
diamati merupakan hal yang tidak penting, namun Watson tidak menampik bahwa
perubahan mental siswa merupakan hal yang penting (Budiningsih, 2005:22)
c. Pandangan
Belajar Menurut Edwin Guthrie
Edwin
Guthrie mengemukakan proses belajar dipengaruhi oleh stimulus dan respon.
Gutrhie berpendapat bahwa stimulus dan respon cenderung sementara sehingga,
perlu dilakukan berulang-ulang. Pendapat lain yakni, Guthrie meyakini bahwa
hukuman dapat memperkuat proses belajar namun, seletah Skinner memperkenalkan reinforcement atau penguatan, perlahan
pendapat Guthrie tentang hukuman punishment
tidak dibenarkan sepnuhnya (Budiningsih, 2005:23)
d. Pandangan
Belajar Menurut Ivan Pavlov
Pavlov
merupakan salah satu aliran behaviorisme. Pandangan Pavlov terkait belajar
dikenal sebagai teori classical
conditioning. Teori ini didasarkan kepada reaksi sistem yang tak terkontrol
di dalam diri seseorang dan reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem syaraf
otonom serta gerak refleks setelah menerima stimulus dari luar (Woolfolk, 2009,
dalam Yaumi, 2013:29)
e.
Pandangan Belajar
Menurut Skinner
Skinner
berpandangan bahwa belajar adalah suatu prilaku. Siswa yang belajar responnya
menjadi baik, sebaliknya apabila siswa tidak belajar responnya turun. Pada
teori Skinner, guru harus memperhatikan dua hal penting, pemilihan stimulus
deskriminatif dan penggunaan penguatan. Stimulus deskriminatif berhubungan
dengan pemberlakuan reward and
punishment. Penggunaan penguatan berkaitan dengan penguatan dalam belajar
bisa memakai gerakan ataupun ucapan dari guru. Pada kegiatan belajar ditemukan
berbagai hal berikut (Dimyati dan Mudjiono, 1994:8):
1. Kesempatan terjadi peristiwa
yang menimbulkan respon siswa
2.
Respon siswa
3.
Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Pemerkuat terjadi pada
stimulus yang menguatan konsekuensi tersebut.
f.
Pandangan Belajar
Menurut Gagne
Belajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan infromasi, menjadi
kapabilitas baru. Hasil belajar berupa kapabilitas, setelah belajar siswa
memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas
tersebut bersumber dari:
1. Stimulasi
yang berasal dari lingkungan
2. Proses kognitif yang
dilakukan oleh siswa.
Gagne
berpendapat bahwa dalam belajar memerlukan beberapa tahap. Tahap pertama yakni
persiapan untuk belajar. Tahap kedua yakni pemerolehan dan unjuk performa dan
tahap ketiga yakni alih perhatian. Tiga tahap tersebut terdapat dalam sembilan
fase belajar dan pembelajaran. Sembilan fase tersebut yakni:
Tahap
|
Fase
Belajar
|
Acara
Pembelajaran
|
Persiapan Belajar
|
1. Mengarahkan
perhatian
|
Menarik perhatian siswa dengan
kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus
|
|
2. Ekspektansi
|
Memberitahu siswa mengenai tujuan
belajar
|
|
3. Retrival
(Informasi ketrampilan yang relevan untuk memori kerja)
|
Merangsang siswa agar mengingat
kembali hasil belajar (apa yang telah
dipelajari) sebelumnya.
|
Pemerolehan Demonstrasi (Unjuk
Peforma)
|
4. Persepsi
selektif atas sifat stimulus
|
Menyajikan stimulus yang jelas
sifatnya
|
|
5. Sandi
semantik
|
Memberikan bimbingan belajar
|
|
6. Retrival
dan respon
|
Memunculkan perbuatan siswa
|
|
7. Penguatan
|
Memberikan feedback infromatif
|
Retrival dan alih belajar
|
8. Pengisyaratan
|
Menilai perbuatan siswa
|
|
9. Pemberlakuan
secara umum
|
Meningkatkan retensi dan alih belajar
|
Sumber: Gredell, 1991:210, Gagne, Briggs dan Wager
1988:22, dalam Dimyati dan Mudjiono, 1994:12
A.
Teori
Belajar Kognitif
a. Pandangan
Belajar Menurut Piaget
Belajar
menurut Piaget berdasarkan pengetahuan dibentuk oleh individu. Individu yang
berinteraksi dengan lingkungan akan mengasah perkembangan intelektualnya.
Belajar menurut pandangan Piaget meliputi tiga tahap. Tahap tersebut yakni
tahap eksplorasi, pengenalan konsep dan pengaplikasian konsep. Tahap eksplorasi
merupakan tahap siswa dalam mengidetifikasi gelaja/fenomena. Tahap pengenalan
konsep, siswa mengetahui konsep yang ada. Tahap aplikasi konsep merupakan tahap
siswa dalam mengelaborasi berbagai fenomena/gelaja dengan konsep yang telah
ditemukan.
Pada
pembeljaran menurut Piaget terdapat empat langkah sebagai berikut (Dimyati dan
Mudjiono, 1994:13):
1. Penentuan
topik yang dapat dipelajari oleh siswa
2. Memilih
ata mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tertentu
3. Mengetahui
adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertayaan penunjang proses pemecahan masalah
4. Menilai
setiap pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melakukan revisi
Pada
teori kognitif, titik pusatnya adalah lebih mementingkan proses belajar.
Belajar tidak hanya terpaku pada stimulus dan respon namun, perubahan tingkah
laku dipengaruhi oleh proses belajar siswa. Semakin banyak permasalahan dan
umur manusia, maka sel-sel otak akan berkembangproses belajara akan semakin
konpleks. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat tahap
yakni (Budiningsih, 2005:37):
1. Tahap
Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
2. Tahap
Preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
3. Tahap
Operasional Kongkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
4. Tahap
Operasional Formal (umur 11/12 -18 tahun)
b. Pandangan
Belajar Menurut Bruner
Bruner
berpandangan bahwa proses belajar siswa dipengaruhi oleh budaya sesorang yang
berpengaruh pada tingkah laku (Budiningsih, 2005:41). Bruner berpendapat bahwa
tahap perkembangan kognitif siswa terjadi dalam tiga tahap. Berikut tahap
perkembangan kognitif tersebut (Budiningsih, 2005:41):
1. Tahap
Enaktif
Tahap enaktif yakni, siswa melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
2. Tahap
Ikonik
Tahap ikonik yakni, siswa memahami
objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3. Tahap
Simbolik
Tahap simbolik yakni, siswa telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan
berbahasa dan logika.
c. Pandangan
Belajar Bermakna Ausubel
Belajar
merupakan kegiatan yang seharusnya menyenangkan bagi siswa. Kegiatan tidak
menyenangkan ketika siswa disesaki dengan banyak materi yang mengharuskan siswa
menghafal dan tidak terkait dengan kehidupannya.Ausubel mengemukakan pentingnya
struktur kognitif yang dihubungkan dengan pengetahuan umum ke khusus dan
kerangkan pembelajaran (Budiningsih, 2005:44). Pemikiran Ausubel pada saat ini
berkembang menjadi teori kognitif skemata. Anderson secara lebih jauh
mengemukakan karakteristik teori skema sebagai berikut (Yaumi, 2013:35):
1. Skemata
selalu terorganisasi secara bermakna dapat ditambah seperti seorang individu
memperoleh pengalaman, berkembang lebih bervariatif dan spesifik
2. Setiap
skema dilekatkan dengan skeata yang lain dan mencakup beberapa subskema.
3. Skemata
berubah seiring dengan bertambahnya informasi yang diterima
4. Skemata
dapat dikenal keika data yang masuk memenuhi suatu kebutuhan untuk menyusun
kembali konsep.
5. Representasi
mental digunakan selama berlangsung proses persepsi dan pemahaman, yang
berkembang sebagai suatu hasil dari proses penggabungan untuk membentuk
keseluruhanyang lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya.
d. Pandangan
Belajar Menurut Rogers
Pandangan
belajar menurut Rogers berpusat pada segi pengajaran. Peran guru dalam
pandangan Rogers sangat dominan, sedangkan siswa hanya menerima meteri dari
guru. Guru harus mementingkan prinsip pembelajaran sebagai berikut (Dimyati dan
Mudjiono, 1994:15):
1. Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
3. Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses
belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan
perubahan diri secara terus-menerus.
5. Belajar
yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggungjawab
dalam proses belajar.
6. Belajar
mengalami (experiental learning)
dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajarmengalami dapat
memberi peluang untuk belajar kreatif, evaluasi diri dan kritik diri.
7. Belajar
mengalami menurut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
B.
Teori
Belajar Konstruktivisme
Teori
konstruktvistik berkembang dari beberapa tokoh. Tokoh Piaget dan Vygotsky
mempengaruhi berkembangnya teori ini. Teori Piaget dalam konstruktivistik
dikenal sebagai individual cognitive
construktivist theory dan teori Vygotsky dikeal sebagai socioculturalconstruktivist theory. Perbedaan
lain yakni meyangkut tahapan berkembangan siswa yang dilihat dari segi umur
yang tidak berpengaruh menurut Vygotsky.
a. Teori
Konstruktivistik Piaget
Teori
kognitif Piaget yang lebih dikemukakan lambat laun mulai berubah. Teori
kognitif Piaget berubah danberkembang menjadi konstruktivistik dengan tiga
proses fundamental. Tiga proses tersebut adalah asimilasi, akomodasi dan
keseimbangan (equilibrium) (Yaumi,
2013:41). Asimilasi merupakan proses
siswa dalam menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada
pada siswa. Akomodasi merupakan proses siswa memodifikasipengetahuan yang sudah
dimiliki dari informasi yang sudah didapat. Keseimbangan merupakan proses siswa
dalam mengelaborasi proses akomodasi dan asimilasi. Piaget beranggapan,
keseimbangan (equilibrium) merupakan
kunci utama dalam menjelaskan mengapa siswa memiliki intelegensi logis
berkembang lebih cepat dari pada siswa lain (Yaumi, 2005:42). Kekurangan dalam
teori Piaget ini, siswa sangat aktif dengan diri dan kelompoknya dan kurang
dapat berkembang dengan orang yang lebih dewasa (Budinigsih, 2005:98).
b. Teori
Konstruktivistik Vygotsky
Teori
belajar konstruktivistik Vygotsky belatar belakang pada latar sosial budaya dan
sejarahseseorang (Budiningsih, 2005:99). Hal tersebut membantah anggapan dari
Piaget yang beranggapan dari tahapan kognitif dari umur sesorang, namun sejauh
mana aktualisasi potensi yang terdapat dalam diri manusia dan lingkungannya
(Yaumi, 2005:43). Tahapan perkembangan siswa menurut Vygotsky ada empat tahap
yakni:
1. More dependence to others
stage
Kinerja siswa mendapat banyak bantuan
dari pihak lain seperti guru, teman sebaya, orang tua, masyarakat dll.
2. Less dependence
external assistence stage
Kinerja siswa tidak lagi terlalu banyak
mendapat bantuan, belajar sendiri dan mengerjakan sesuatu dengan mandiri.
3. Internalization and
automatization stage
Kinerja siswa mulai terinternalisasi
secara otomatis
4. De-automatization stage
Kinerja siswa mulai perasaan dari kalbu,
jiwa dan emosinya yang dilakukan secara berulang (Semiawan, 2004, dalam Yaumi,
2013:44).
C.
Teori
Belajar Humanistik
Aliran
humanistik berpegang pada hakikat belajar. Hakikat memanusiakan manusia dalam
belajar merupakan inti dalam proses belajar. Berikut ini beberapa pandangan
tokoh-tokoh teori humanistik.
a. Teori
Humanistik Kobl
Teori
humanistik Kobl dikenal melalui empat tahap belajar. Berikut empat tahap
belajar menurut Kobl (Budiningsih, 2005:70):
1. Tahap
pengalaman konkret
Merupakan tahap awal siswa belajar.
Peristiwa dan pengalaman yang didapat siswa dari pembelajaran kelas dan
lingkungan secara sadar atau tidak siswa belum dapat memilah
infromasi/pengetahuan tersebut.
2. Tahap
pengalaman aktif dan reflektif
Siswa mulai mempunyai rasa ingin tahu.
Siswa secara aktif melakukan pencarian informasi dan pemecahan masalah. Siswa
melalui kegiatan belajar mulai merefleksikan diri terhadap peristiwa yang
dialami.
3. Tahap
konseptualisasi
Siswa sudah membangun abstraksi dan
konsep tentang pengetahuan/infromasi berdsarkan informasi dan peristiwa yang
dialaminya.
4. Tahap
eksperimentasi aktif
Siswa dapat mengaplikasikan konsep,
teori, atau aturan dalam dunia nyata.
b. Teori
Humanistik Honey dan Mumford
Teori
dari Honey dan Mumford menggolongkan empat tipe orang belajar. Berikut ini
empat golongan belajar menurut Honey dan Mumfor (Budiningsih, 2005:72):
1. Kelompok
aktivis
Orang yang masuk kelompok aktivis
merupakan golongan yang suka mencari pengalaman-pengalaman baru dan suka
melibatkan diri dalam kegiatan dan berpatisipasi aktif.
2. Kelompok
reflektor
Kelompok ini merupakan golongan orang yang
berkebalikan dengan kelompok aktivis. Mereka penuh pertimbangan dan selalu
berhati-hati dalam mengambil keputusan.
3. Kelompok
Teoris
Merupakan golongan orang yang sangat
kritis, suka menganalisis, berfikir rasional sesuai dengan nalarnya.
4. Kelompok
pragmatis
Merupakan golongan orang yang berfikir
praktis dan tidak menyukai sesuatu yang berpanjang lebar/bertele-tele mereka
terkadang mengabaikan konsep/teori. Golongan ini menyukai sesuatu dengan to the point.
c. Teori
Humanistik Habermas
Teori
Habermas merupakan pembagian tipe belajar berdasarkan interaksi siswa dengan
lingkungannya. Berikut tipe belajar menurut Habermas (Budininngsih, 2005:73):
1. Belajar
teknis (Technical learning)
Belajar teknis menurut Habermas ialah
belajar interaksi individu dengan lingkungannya dengan benar.
2. Belajar
praktis (Practical learning)
Belajar praktis merupakan belajar
bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dengan baik.
3. Belajar
emansipatoris (Emancipatory learning)
Belajar emansipatoris merupakan proses
upaya individu agar mencapai pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya
perubahan transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya.
d. Teori
Humanistik Bloom dan Krathwohl
Pada
teori Bloom dan Krathwohl lebih menekankan tujuan belajar dari pada sitimulus
dan respon. Proses belajar juga dikesampingkan, dan saat ini tujuan belajar
Bloom dan Krathwohl dikenal dengan tiga ranah tujuan belajar atau taksonomi
Bloom. Berikut ini taksonomi Bloom secara ringkas (Budiningsih, 2005:73):
1. Domain
Kognitif
i.
Pengetahuan (mengingat,
menghafal)
ii.
Pemahaman
(mengintepretasikan)
iii. Aplikasi
(menggunakan konsep dalam pemecahan masalah)
iv. Analisis
(menjabarkan suatu konsep)
v.
Sintesis (menggabungkan
bagian-bagian konsep menjadi satu konsep utuh)
vi. Evaluasi
(Membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb)
2. Domain
Afektif
i.
Pengenalan (ingin
menerima, sadar adanya sesuatu)
ii.
Merespon (aktif
berpartisipasi)
iii. Penghargaan
( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu)
iv. Pengorganisasian
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
v.
Pengamalan (menjadikan
nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
3. Domain
Psikomotor
i.
Peniruan (menirukan
gerak)
ii.
Penggunaan (menggunakan
konsep untuk melakukan gerak)
iii. Ketepatan
(melakukan gerak dengan benar)
iv. Perangkaian
(melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
v.
Naturalisasi (melakukan
gerakan dengan wajar)
D.
Teori
Belajar Sibernetik (Pemrosesan Infromasi)
Teori ini beranggapan bahwa tidak
ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk
semua siswa (Budiningsih, 2005:81). Setiap siswa memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam meproses infromasi dan pengalaman berdasarkan yang
dialaminya. Beberapa tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Landa dan Pask
dan Scott.
a. Teori
Belajar Sibernetik Landa
Landa menggunakan pendekatan
algoritmik dan heuristik. Proses berpikir algoritmik merupakan proses berpikir
sistematis sedangkan proses berpikir heuristik merupakan proses berpikir yang
tidak sistematis cenderung berfokus lebih dari satu tujuan. Perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh berbagai macam materi dalam mengolah infromasi. Studi eksak
fisika, kimia maupun matematika membutuhkan pemikiran empiris dan berstuktur
linier. Materi dengan pemahaman sosial cenderung menuntun pemikiran siswa untuk
berfikir divergen yang langsung mengggunakan berbagai konsepsi/informasi
sekaligus.
b. Teori
Belajar Sibernetik Pask dam Scott
Pask dan Scott menggunakan
pembagian siswa menjadi tipe menyeluruh wholist
dan serial serialist. Cara
berpikir serialist hampir sama dengan algoritmik, sedangkan berpikir menyeluruh
(wholist) berbeda dengan heuristik.
Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat kedepan,
langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem infromasi (Budiningsih, 2005:88).
E.
Teori
Kecerdasan Ganda
Teori ini dikembangkan oleh Howard
Gardner. Ia berpendapat bahwa siswa pada dasarnya menggunakan seluruh
kecerdasannya dalam proses belajar. Gardner berpendapat ada delapan kecerdasan
yang sampai sekarang ditambah dua oleh tokoh-tokoh sesudah Gardner. Berikut sepuluh
kecerdasan tersebut (Budiningsih, 2005:114):
a. Kecerdasan
verbal/bahasa (verbal linguistic
intellegence)
Kecerdasan ini terkait kemampuan
berbahasa baik secara formal dan verbal.
b. Kecerdasan
logika/matematika (mathematical/logical
intellegence)
Kecerdasan mengenai berpikir ilmiah,
empiris termasuk berpikir induktif dan deduktif.
c. Kecerdasan
visual/ruang (visual/spatial
intelligence)
Kecerdasan visual berkaitan dengan seni
rupa, navigasi, keruangan, perwilayahan, dsb.
d. Kecerdasan
tubuh/gerak tubuh (body/kinesthetic
intellegence)
Kemampuan siswa dalam gerak dan
kinestetik berkaitan dengan materi olahraga maupun ketrampilan softskill.
e. Kecerdasan
musikal/ritmik (musical/rhytmic
intelligence)
Kecerdasan dalam menganalisis, membuat
dan merasakan nada dan ritme musik. Siswa yang suka dalam bidang musik biasanya
mempunyai kepekaan terhadap lingkungannya.
f. Kecerdasan
interpersonal (interpersonal
intelligence)
Kecerdasan ini berkaitan dengan
kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
g. Kecerdasanintrapersonal
(intrapersonal intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan dalam
mengendalikan diri sendiri, emosi, perasaan, egoisme, dan sebagianya.
h. Kecerdasan
naturalis (naturalistic intellegence)
Merupakan kecerdasan memahami lingkungan
sekitar dimana kepekaan dalam melihat tanda-tanda/fenomena alam menjadi fokus
perhatian.
i.
Kecerdasan spiritual (spirituallist intellegence)
Kecerdasan spriritual berkaitan dengan
hubungan seseorang dengan tuhannya.
j.
Kecerdasan eksistensial
(exixtentialist intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan diri
dalam menghayati pemahaman dan tujuan hidup. Filsuf dan tokoh pemikir merupakan
orang yang unggul dalam kecerdasan eksistensial.
Pembelajaran menurut UU No.23 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah suatu proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar (Badarudin,
9:2015). Pembelajaran sebagai upaya yang disengaja untuk mengelola kejadian
atau peristiwa belajar dalam memfasilitasi peserta didik, sehingga memperoleh
tujuan yang dipelajari (Yaumi, 2013:18). Melalui pembelajaran, terdapat upaya
untuk siswa belajar, mengubah prilaku, tujuan belajar, dan
pengaturan/pengorganisasian dalam belajar. Kegiatan tersebut memerlukan peran
guru yang aktif, kreatif dalam kegiatan belajar pembelajaran.
Teori-teori dalam psikologi
pendidikan yang telah dikemukakan, berperan dalam bagaimana guru mengetahui
karakter siswa, strategi pengajaran, maupun paradigma pembelajaran. Paradigma
pada zaman dahulu, guru merupakan pusat dari pembelajaran siswa seperti gelas
yang teru menerus diisi informasi dan ilmu pengetahuan. Pada zaman sekarang,
siswa merupakan pusat dalam belajar dan guru hanya bertindak sebagai
fasilitator. Paradigma siswa belajar selalu menggunakan buku teks sebagai
sumber belajar utama mulai tergantikan dengan pembelajaran riset dan
kontekstual. Paradigma lain mengemukakan bahwa pembelajaran lebih demokratis
tidak beorientasi pengetahuan saja namun, memperhatikan nilai-nilai kognitif,
afektif dan psikomotor.
Kegiatan pembelajaran di kelas
maupun di luar kelas hendaknya memperhatikan beberapa hal. Perbedaan gaya guru
dalam mengajar, gaya belajar siswa dan tujuan belajar memerlukan adaptasi atau
model pembelajaran. Model pembelajaran sebagai akomodir dari
perbedaan-perbedaan tersebut. Model pembelajaran klasikal maupun outdoor diperlukan untuk menunjang
kegiatan belajar.
Model pembelajaran beraneka ragam.
Kemampuan guru dalam menganalisis pembelajaran, karakter siswa dan model
belajar yang relevan dengan materi (Hanafiah dan Sujana, 2010:41). Peran dan
fungsi guru dalam kegiatan pembelajaran menyesuaikan dengan model yang dipakai.
PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
a.
Prinsip
Belajar dalam Pembelajaran
Terdapat
beberapa prinsip pembelajaran. Berikut ini prinsip-prinsip pembelajaran (Basri,
2013:203):
1.
Kesiapan
Belajar
2.
Perhatian
3.
Motivasi
4.
Keaktifan
Siswa
5.
Siswa
Mengalami Sendiri
6.
Pengulangan
7.
Materi
Pembelajaran yang Menantang
8.
Balikan
dan Penguatan
9.
Perbedaab
Individual
b.
Prinsip
Penggunaan Strategi Pembelajaran (Sanjaya,2006:131)
Prinsip
umum penggunaan strategi pembelajaran pada dasarnya tidak semua strategi
pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan
karena setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri.
Prinsip-prinsip umum penggunaan strategi
pembelajaran sebagai berikut :
1.
Berorientasi
pada Tujuan
Sistem
pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan
siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebab
mengajar adalah proses yang bertujuan, oleh karenanya keberhasilan suatu
strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa yang dicapai.
Tujuan
pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Hal ini
sering dilupakan guru. Guru yang senang berceramah, hamper setiap tujuan
menggunakan strategi penyampaian, seakan-akan dia berpikir bahwa segala jenis
tujuan dapat dicapai dengan strategi yang demikian namun hal ini tentu saja
sangat keliru. Apabila kita menginginkan siswa terampil menggunakan alat atau
media pembelajaran tertentu misalkan, siswa diharapkan terampil dalam
menggambar peta suatu wilayah tentunya tidak mungkin menggunakan strategi
penyampaian atau ceramah namun untuk mencapai tujuan tersebut, siswa harus
dilatih menggambar dengan cara praktik secara langsung.
2.
Aktivitas
Belajar
bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat,
memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan, oleh
karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa.
Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga
meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.
3.
Individualitas
Mengajar
adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada
sekelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan
perilaku setiap siswa. Contohnya : seorang dokter dapat dikatakn dokter yang
profesional apabila ia menangani 50 orang pasien dan seluruhnya sembuh,
begitupun sebaliknya kalau dalam penanganan itu yang sembuh hanya 1 orang dan
yang 49 sakitnya bertambah maka dokter itu akan dikatakan tidak baik atau tidak
professional. Demikian juga halnya dengan guru, dikatakatakan guru yang baik
dan professional manakala ia menangani 50 orang siswa dan seluruh siswa
berhasil mencapai tujuan pembelajaran sehingga apabila hanya 1 atau 2 orang
saja yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran dan yang lainnya tidak maka,
guru tersebut akan dikatakan guru yang tidak baik dan tidak profesional. Oleh
karena itu, sebaiknya standar keberhasilan guru di tentukan setinggi-tingginya.
Semakin tinggi standar keberhasilan ditentukan, maka semakin berkualitas proses
pembelajaran.
4.
Integritas
Mengajar
harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar
bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi
pengembangan aspek afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, strategi
pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadiansiswa secara
berintegritas.
c. Prinsip
Khusus dalam Pengelolaan Pembelajaran, sebagai berikut :
1.
Interaktif
Prinsip
interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan
pengetahuan dari guru ke siswa, akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses
mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Proses
pembelajaran adalah proses interaksi
antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, maupun antara siswa
dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, dapat memungkinkan kemampuan
siswa akan berkembang baik mental maupun intelektual.
2.
Inspiratif
Proses
pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk
mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah
dalam pembelajaran bukan harga mati yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan
hipotesis yang merangsang siswa untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena
itu, guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa
sehingga siswa bisa dapat berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya
sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai
oleh setiap subjek belajar.
3.
Menyenangkan
Proses
pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa.
Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari
rasa takut dan menengangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses
pembelajaran dapat menyenangkan. Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat
dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang rapi dan menarik, kedua, melalui pengelolaan pembelajaran
yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model
pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru
yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.
4.
Menantang
Proses
pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat
ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan
mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi.
5.
Motivasi
Motivasi
adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya
motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu,
membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap
proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang
memungkinkan siswa untuk bertindak dan melakukan sesuatu.
MOTIVASI BELAJAR
a.
Pengertian
Motivasi
Hamzah B. Uno (2006: 16) Mengemukakan bahwa motivasi
adalah suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan-rangsangan dari dalam
maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan
tingkah laku / aktivitas tertentu lebih baik dari kenyataan sebelumnya,
sedangkan Sardiman A.M (2007: 75) menyatakan bahwa motivasi adalah serangkaian
usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seorang mau dan
ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk
meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.
b.
Pengertian
Motivasi Belajar
Menurut
Haris Mudjiman (2006:37 ) motivasi belajar adalah kekuatan pendorong dan
pengarah perbuatan belajar. Motivasi belajar ini dapat dibedakan menjadi
motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah dorongan dari
dalam diri untuk menguasai kompetensi guna mengatasi masalah, sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah sesuatu dari luar diri, sedangkan Sadirman A.M (2007:75
) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan
belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai.
c.
Pentingnya
Motivasi dalam Belajar dan Pembelajarn
Motivasi merupakan hal yang penting dalam kegiatan
belajar dan pembelajaran, yaitu :
1. Menentukan
hak-hak yang dapat menjadi penguat belajar,
2. Memperjelas
tujuan belajar yang hendak dicapai,
3. Menentukan
ragam kendali terhadap rangsangan belajar,
4. Menentukan
ketekunan belajar (Uno, 2006:37).
Motivasi dapat mempengaruhi adanya
kegiatan yang dilakukan, sehubungan dengan hal itu, motivasi dapat berfungsi
sebagai:
1.
Mendorong
manusia berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
2.
Menentukan
arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
Menyeleksi perbuatan yakni menentukkan perbuatan-perbuatan
apa yang harus dikerjakan yang serasa guna mencapai tujuan dengan menyisihkan
perbuatan yang tidak bermanfaat (Sardiman, 2007:83)
PENDEKATAN
PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013
Pendekatan
kurikulum 2013 menekankan pada siswa aktif, efektif dan pembelajaran bermakna. Tema
kurikulum 2013 adalah menghasilkan output siswa yang produktif, kreatif,
inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi (Mulyasa, 2014:99). Kurikulum 2013 memiliku tujuan untuk membekali
siswa pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memiliki karakter bangsa
Indonesia. Pembelajaran menyenangkan, efektif dan bermakna dalam kurikulum
dapat diwujudkan dalam beberpa tahap yakni (Mulyasa, 2014:100):
1. Pemanasan
dan Apersepsi
Pemanasan dan apersepsi
dilakukan dalam awal kegiatan belajar. Melakukan sapaan salam dan doa kemudian
mengantarkan siswa ke pengantar materi.
2. Eksplorasi
Guru bertindak selaku
fasilitator merangsang rasa ingin tahu dengan mengkaitkan materi dengan
lingkungan siswa sehari-hari. Siswa diharapkan memilki pengetahuan dasar
terlebih dahulu sebelum masuk dalam kegiatan belajar.
3. Konsolidasi
Pembelajaran
Kegiatan belajar dan
pembelajaran yang terjadi di kelas maupun di luar kelas melibatkan kemampuan
kogniif, afektif dan psikomotor siswa. Melibatkan peserta didik dalam materi
dan penugasan diharapkan memberi penguatan materi kepada siswa.
4. Pembentukan
Sikap, Kompetensi dan Karakter
Pembentukan sikap,
kompetensi dan karakter siswa dalam kurikulum 2013 terdapat dalam proses
belajar mengajar. Materi yang telah di susun dalam rencana pembelajaran
diharapkan dapat meningkatkan sikap, kompetensi dan karakter. Terdapat delapan
belas karakter menurut Bloom, yang dapat dikembangkan guru didalam proses
belajar. Guru dirahapkan kreatif dalam menerapkan pembelajaran.
5. Penilaian
Formatif
Tes merupakan salah
satu media evaluasi. Kurikulum 2013 menggunakan proses tes dan non tes yang
dikemas melalui lembar kerja siswa dan ulangan harian. Rubrik-rubrik penilaian
sikap dilakukan untuk mengetahui sikap dan karakter yang berkembang di dalam
diri siswa. Hal tersebut yang membedakan kurikulum 201 dengan kurikulum
sebelumnya.
Kurikulum
2013 secara khusus bertujuan untuk (Mulyasa, 2014:108):
1. Memperkenalkan
kehidupan kepada siswa sesuai dengan konsep learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together.
2. Menumbuhkan
keasadaran siswa tentang pentingnya belajar dalam kehidupan, yang harus
direncanakan dan dikelola secara sistematis.
3. Memberikan
kemudahan belajar (facilitate of
learning) kepada siswa, agar mereka dapat belajar dengan tenang dan
menyenangkan.
4. Menumbuhkan
proses pembelajaran yang kondusif bagi tumbuh kembangnya potensi peserta didik,
melalui penanaman berbagai kompetensi dasar.
KONSEP DASAR
EVALUASI BELAJAR
Evaluasi
merupakan usaha dalam menentukan harga (nilai) terhadap hasil yang dicapai
siswa setelah menyelesaikan tugas-tugas belajar. Penilaian umumnya digunakan
untuk menentukan nilai atau kualitas
hasil belajar siswa, walaupun dapat juga dapat digunakan untuk
menentukan kualitas proses belajar mereka (Purwanto, 2011:5).
Evaluasi belajar mempunyai
prinsip-prinsip yang digunakan. Prinsip-prinsip evaluasi tersebut yakni
(Purwanto, 2011:4):
1. Prinsip
Ojektifitas
Prinsip objektif berkaitan dengan hasil
berdasarkan keadaan apa adanya. Tindakan subjektif guru dalam memberikan nilai
tidak dibenarkan.
2. Prinsip
Keadilan
Hasil evaluasi adil tidak membeda-membedakan
siswa. Guru tidak memiliki keberpihakan kepada siswa tertentu.
3. Prinsip
Keberlanjutan
Evaluasi ditindaklanjuti oleh guru.
Evaluasi tidak berhenti pada proses akhir pembelajaran, namun terus menerus
dilakukan agar pembelajaran semakin baik.
4. Prinsip
Keseluruhan
Kegiatan pembelajaran yang sudah
dilakukan kemudian dievaluasi secara menyeluruh. Kegiatan tersebut bertujuan
untuk mengetahui materi atau siswa mana yang masih memiliki kendala/kekurangan.
Pola tersebut menjadi bahan analisis guru untuk melalukan perbaikan.
5. Prinsip
Kependidikan
Evaluasi yang dilakukan dirapkan untuk
bahan evaluasi dalam pembelajaran. Siswa dimotivasi dalam memperoleh hasil
belajar, sikap dan pengetahuan yang lebih baik.
Berdasarkan prinsip-prinsip
evaluasi, kemudian digunakan sebagai tujuan diadakannya evaluasi. Evaluasi
sebagai merupakan salah satu proses belajar mengajar yang penting dilakukan
dengan bertujan pada (Ahmadi dan Supriono, 1991 dalam Fathurrohman dan Sutikno,
2009):
1. Memberikan
umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasae untuk memperbaiki
proses pengajaran serta mengadakan perbaikan program bagi siswa.
2. Memberikan
angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari siswa.
3. Menentukan
posisi siswa didalam situasi belajar mengajar agar sesuai dengan tingkat
kemampuan (dan karekter lain) yang dimiliki masing-masing siswa.
4. Mengenal
latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) siswa yang mengalami
kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
pemecahan kesulitan-kesulitan belajar.
MASALAH ATAU
KENDALA DALAM BELAJAR
Siswasering mengalami
kendala-kendala dalam belajar. Kendala belajar dapat berasal dari dalam diri
maupun pengaruh lingkungan siswa. Faktor yang pada umumnya terdapat pada dalam
diri siswa adalah kebiasan belajar yang tidak teratur, tidak memiliki catatan
yang memadai, tidak mengerjakan PR, sering membolos, seringkali mengharapkan
cotekan soal ulangan harian/ujian untuk mendapatkan nilai bagus (Sarwono, 2003,
dalam Hanafiah dan Suhana, 2010:10).
Siswa menjadi anak yang ingin
praktis dan tidak mau berusaha. Pada sisi yang lain, siswa memiliki cita-cita
yang tinggi. Pola pikir siswa tersebut harus dirubah dengan semangat menuntut
ilmu dan ketrampilan guna mempersiapkan tantangan pendidikan dan kehidupan
dimasa mendatang.
Brofenbenner mengemukakan
pandangannya terkait faktror-faktro makro yang terkait kendala belajar. Berikut
ini empat faktor tersebut (Hanafiah dan Suhana, 2010:11):
1. Lingkungan
paling dekat dengan anak, yakni sistem mikro yang terdiri atas keluarga sekolah
dan guru, taman bermain, tetangga daan lingkungan yang sehari-hari terkait
siswa.
2. Interaksi
antar faktor-faktor dalam sistem mikro (hubungan orang tua dengan guru, orang
tua dengan teman, antar teman dan sebagainya), sistem ini dinamakan sistem
meso.
3. Sistem
exo, yakni, lingkup yang lebih luas yang tidak langsung menyentuh pribadi anak,
tetapi besar pengaruhnya, seperti keluarga besar, koran, tv, media online dan
sebagainya.
4. Sistem
makro, yakni terdirilingkup yang luas seperti kebijakan pemeritah, ideologi
negara, tradisi adat budaya, hukum nasional dan sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN
Badaruddin. 2005. Hakikat Belajar dan Pembelajaran. (PDF)
(Online), diakses pada 10 Oktober 2015.
Basri, H. 2013. Landasan Pendidikan. Bandung. Pustaka
Setia.
Budiningsih,
Asri C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta
Dimyati
dan Mudjiono. 1994. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jederal Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD.
Fathurrohman,
Pupuh dan Sutikno, Sobri. 2009. Strategi
Belajar dan Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung:
Refika Aditama.
Hanafiah,
Nanang dan Suhana Cucu. 2010. Konsep
Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Hartono.
2015. Pedidikan Geografi di Era Global:
Tinjauan Substantif di Era program Nawa Cita dan Isu Dunia. Makalah
disajikan dalam Kuliah Tamu Geografi, Jurusan Geografi FIS UM, 3 September.
Mudjiman, Haris. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta : UNS Press.
Mulyasa,
H.E, 2014. Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto,
Edi. 2011. Evaluasi Proses dan Hasil
Belajardalam Pembelajaran. Malang: UM Press.
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Uno, Hamzah.B. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya.
Jakarta : Bumi Aksara.
Wardoyo,
Sigit Mangun. 2013. Pembelajaran
Konstruktivisme: Teori dan Aplikasi Pembelajaran dalam Pembentukan Karakter. Bandung:
Alfabeta.
Yaumi,
Muhammad. 2013. Prinsip-Prinsip Desain
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Perdana Grup.
No comments:
Post a Comment