Sunday, June 12, 2016

KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Bigharta Bekti Susetyo, Redemptus De Ferentino Nino
Universitas Negeri Malang
Program Pascasarjana
E-mail: bighartabekti@yahoo.com, redem.deferentonino@yahoo.com

PENDAHULUAN
            Belajar merupakan kegiatan untuk merubah pola pikir, sikap dan pengetahuan menjadi lebih baik. Teori belajar pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli banyak macamnya. Teori-teori belajar beraneka ragam dipengaruhi oleh adanya perbedaan dalam mengidentifikasi fakta, perbedaan penafsiran fakta, perbedaan terminologi (peristilahan) yang digunakan serta konotasi, dan perbedaan penekanan terhadap aspek tertentu (pandangan tradisional dan modern) (Hanafiah dan Suhana, 2010:5)
            Teori-teori belajar mengajarkan pada kita dalam memahami makna belajar. Kita dapat memperoleh pengetahuan belajar bagaimana tahap persiapan, proses belajar, evaluasi beserta tindak lanjutnya. Teori yang berkembang dan saling memperbaiki membuat kita senantiasa berinovasi dalam meningkatkan tantangan pendidikan dimasa mendatang. Tantangan ke depan adalah bagaimana mempersiapkan peserta didik menghadapi era pendidikan infromasi, komukasi dan teknolgi (Hartono:2015).
Era teknologi komunikasi dan informasi yang sangat masif oleh pemerintah telah diantisipasi salah satunya dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter tersebut sesuai dengan nilai jati diri bangsa Indonesia. Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Wardoyo, 2013:90). Pendidikan Indonesia kedepan diharapkan memiliki wawasan global namun tidak melupakan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air.
HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
            Belajar merupakan kegiatan yang bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Belajar merupakan kebutuhan manusia untuk memperoleh ilmu atau informasi yang dibutuhkan dalam hidupnya. Belajar merupakan tindakan dan perilaku yang kompleks (Dimyati dan Mudjiono, 1994:8). Siswa menggunakan lingkungan sekitar seperti lingkungan fisik, sosial dan antar region yang dijadikan bahan dalam mempelajari materi. Pembelajaran sebagai tindakan guru menyampaikan informasi dan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari pandanngan teori belajar. Terdapat beberapa teori mengenai belajar yakni (Dimyati dan Mudjiono, 1994:8):
A.    Pandangan Behaviorisme
Pandangan behaviorisme mempunyai ciri yakni perubahan tingkah tingkah laku akibat interaksi stimulus dan respon. Perubahan tersebut terjadi karena siswa setelah belajar mempunyai tingkah laku yang baru sebagai hasil output dari belajar. Berikut ini teori-teori belajar behaviorisme.
a.       Pandangan Belajar Menurut Thorndike
Pandangan Thorndike terkait teori belajar ialah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa apa saja, bisa lingkungan siswa sehari-hari. Respon bisa berupa pikiran, ucapan dan tingkah laku siswa. Thorndike berpendapat bahwa perubahan tingkah laku dapat berupa kongkrit yaitu dapat diamati dan tidak kongkrit yaitu tidak dapat diamati. Kelemahan Thorndike, belum menjelaskan bagaimana pengukuran untuk perubahan tingkah laku yang tidak dapat diamati (Budiningsih, 2005:21).
Teori yang dari Thorndike disebut aliran connectism ini memiliki kajian inti. Kajian pada jaringan asosiasi atau hubungan antara stimulus dan respon S-R Bond Teoryyang kemudian dirumuskan dalam tiga hukum belajar. Hukum yang pertama, law of readiness belajar akan terjadi apabila terdapat kesiapan dari siswa. Hukum kedua, law of excercise hubungan antara stimulus dan respon dalam proses belajar akan diperkuat atau diperlemah oleh tingkat intensitas dan durasi dari pengulangan hubungan atau latihan. Hukum ketiga, law of effect hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat apabila belajar menjadi menyenangkan, begitu juga sebaliknya (Yaumi, 2013:29).
b.      Pandangan Belajar Menurut Watson
Pandangan Watson tentang behaviorisme dalam belajar terkait dengan perbedaan sudut pandang tentang tingkah lakuk dengan Thorndike. Watson beranggapan bahwa, stimulus dan respon harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan diukur. Watson beranggapan perubahan tingkah laku tidak dapat diukur dan yang tidak dapat diamati merupakan hal yang tidak penting, namun Watson tidak menampik bahwa perubahan mental siswa merupakan hal yang penting (Budiningsih, 2005:22)
c.       Pandangan Belajar Menurut Edwin Guthrie
Edwin Guthrie mengemukakan proses belajar dipengaruhi oleh stimulus dan respon. Gutrhie berpendapat bahwa stimulus dan respon cenderung sementara sehingga, perlu dilakukan berulang-ulang. Pendapat lain yakni, Guthrie meyakini bahwa hukuman dapat memperkuat proses belajar namun, seletah Skinner memperkenalkan reinforcement atau penguatan, perlahan pendapat Guthrie tentang hukuman punishment tidak dibenarkan sepnuhnya (Budiningsih, 2005:23)
d.      Pandangan Belajar Menurut Ivan Pavlov
Pavlov merupakan salah satu aliran behaviorisme. Pandangan Pavlov terkait belajar dikenal sebagai teori classical conditioning. Teori ini didasarkan kepada reaksi sistem yang tak terkontrol di dalam diri seseorang dan reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem syaraf otonom serta gerak refleks setelah menerima stimulus dari luar (Woolfolk, 2009, dalam Yaumi, 2013:29)
e.       Pandangan Belajar Menurut Skinner
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu prilaku. Siswa yang belajar responnya menjadi baik, sebaliknya apabila siswa tidak belajar responnya turun. Pada teori Skinner, guru harus memperhatikan dua hal penting, pemilihan stimulus deskriminatif dan penggunaan penguatan. Stimulus deskriminatif berhubungan dengan pemberlakuan reward and punishment. Penggunaan penguatan berkaitan dengan penguatan dalam belajar bisa memakai gerakan ataupun ucapan dari guru. Pada kegiatan belajar ditemukan berbagai hal berikut (Dimyati dan Mudjiono, 1994:8):
1. Kesempatan terjadi peristiwa yang menimbulkan respon siswa
2. Respon siswa
3. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatan konsekuensi tersebut.
f.       Pandangan Belajar Menurut Gagne
Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan infromasi, menjadi kapabilitas baru. Hasil belajar berupa kapabilitas, setelah belajar siswa memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut bersumber dari:
1.      Stimulasi yang berasal dari lingkungan
            2.   Proses kognitif yang dilakukan oleh siswa.



Gagne berpendapat bahwa dalam belajar memerlukan beberapa tahap. Tahap pertama yakni persiapan untuk belajar. Tahap kedua yakni pemerolehan dan unjuk performa dan tahap ketiga yakni alih perhatian. Tiga tahap tersebut terdapat dalam sembilan fase belajar dan pembelajaran. Sembilan fase tersebut yakni:
Tahap
Fase Belajar
Acara Pembelajaran
Persiapan Belajar
1.       Mengarahkan perhatian
Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus

2.       Ekspektansi
Memberitahu siswa mengenai tujuan belajar

3.       Retrival (Informasi ketrampilan yang relevan untuk memori kerja)
Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar  (apa yang telah dipelajari) sebelumnya.
Pemerolehan Demonstrasi (Unjuk Peforma)
4.       Persepsi selektif atas sifat stimulus
Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya

5.       Sandi semantik
Memberikan bimbingan belajar

6.       Retrival dan respon
Memunculkan perbuatan siswa

7.       Penguatan
Memberikan feedback infromatif
Retrival dan alih belajar
8.       Pengisyaratan
Menilai perbuatan siswa

9.       Pemberlakuan secara umum
Meningkatkan retensi dan alih belajar
            Sumber: Gredell, 1991:210, Gagne, Briggs dan Wager 1988:22, dalam Dimyati dan Mudjiono, 1994:12
A.    Teori Belajar Kognitif
a.       Pandangan Belajar Menurut Piaget
Belajar menurut Piaget berdasarkan pengetahuan dibentuk oleh individu. Individu yang berinteraksi dengan lingkungan akan mengasah perkembangan intelektualnya. Belajar menurut pandangan Piaget meliputi tiga tahap. Tahap tersebut yakni tahap eksplorasi, pengenalan konsep dan pengaplikasian konsep. Tahap eksplorasi merupakan tahap siswa dalam mengidetifikasi gelaja/fenomena. Tahap pengenalan konsep, siswa mengetahui konsep yang ada. Tahap aplikasi konsep merupakan tahap siswa dalam mengelaborasi berbagai fenomena/gelaja dengan konsep yang telah ditemukan.
Pada pembeljaran menurut Piaget terdapat empat langkah sebagai berikut (Dimyati dan Mudjiono, 1994:13):
1.      Penentuan topik yang dapat dipelajari oleh siswa
2.      Memilih ata mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tertentu
3.      Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertayaan penunjang  proses pemecahan masalah
4.      Menilai setiap pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan dan melakukan revisi
Pada teori kognitif, titik pusatnya adalah lebih mementingkan proses belajar. Belajar tidak hanya terpaku pada stimulus dan respon namun, perubahan tingkah laku dipengaruhi oleh proses belajar siswa. Semakin banyak permasalahan dan umur manusia, maka sel-sel otak akan berkembangproses belajara akan semakin konpleks. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif menjadi empat tahap yakni (Budiningsih, 2005:37):
1.      Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
2.      Tahap Preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
3.      Tahap Operasional Kongkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
4.      Tahap Operasional Formal (umur 11/12 -18 tahun)
b.      Pandangan Belajar Menurut Bruner
Bruner berpandangan bahwa proses belajar siswa dipengaruhi oleh budaya sesorang yang berpengaruh pada tingkah laku (Budiningsih, 2005:41). Bruner berpendapat bahwa tahap perkembangan kognitif siswa terjadi dalam tiga tahap. Berikut tahap perkembangan kognitif tersebut (Budiningsih, 2005:41):
1.      Tahap Enaktif
Tahap enaktif yakni, siswa melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
2.      Tahap Ikonik
Tahap ikonik yakni, siswa memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
3.      Tahap Simbolik
Tahap simbolik yakni, siswa telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa dan logika.
c.       Pandangan Belajar Bermakna Ausubel
Belajar merupakan kegiatan yang seharusnya menyenangkan bagi siswa. Kegiatan tidak menyenangkan ketika siswa disesaki dengan banyak materi yang mengharuskan siswa menghafal dan tidak terkait dengan kehidupannya.Ausubel mengemukakan pentingnya struktur kognitif yang dihubungkan dengan pengetahuan umum ke khusus dan kerangkan pembelajaran (Budiningsih, 2005:44). Pemikiran Ausubel pada saat ini berkembang menjadi teori kognitif skemata. Anderson secara lebih jauh mengemukakan karakteristik teori skema sebagai berikut (Yaumi, 2013:35):
1.      Skemata selalu terorganisasi secara bermakna dapat ditambah seperti seorang individu memperoleh pengalaman, berkembang lebih bervariatif dan spesifik
2.      Setiap skema dilekatkan dengan skeata yang lain dan mencakup beberapa subskema.
3.      Skemata berubah seiring dengan bertambahnya informasi yang diterima
4.      Skemata dapat dikenal keika data yang masuk memenuhi suatu kebutuhan untuk menyusun kembali konsep.
5.      Representasi mental digunakan selama berlangsung proses persepsi dan pemahaman, yang berkembang sebagai suatu hasil dari proses penggabungan untuk membentuk keseluruhanyang lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya.
d.      Pandangan Belajar Menurut Rogers
Pandangan belajar menurut Rogers berpusat pada segi pengajaran. Peran guru dalam pandangan Rogers sangat dominan, sedangkan siswa hanya menerima meteri dari guru. Guru harus mementingkan prinsip pembelajaran sebagai berikut (Dimyati dan Mudjiono, 1994:15):
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan perubahan diri secara terus-menerus.
5.      Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggungjawab dalam proses belajar.
6.      Belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajarmengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, evaluasi diri dan kritik diri.
7.      Belajar mengalami menurut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
B.     Teori Belajar Konstruktivisme
Teori konstruktvistik berkembang dari beberapa tokoh. Tokoh Piaget dan Vygotsky mempengaruhi berkembangnya teori ini. Teori Piaget dalam konstruktivistik dikenal sebagai individual cognitive construktivist theory dan teori Vygotsky dikeal sebagai socioculturalconstruktivist theory. Perbedaan lain yakni meyangkut tahapan berkembangan siswa yang dilihat dari segi umur yang tidak berpengaruh menurut Vygotsky.
a.       Teori Konstruktivistik Piaget
Teori kognitif Piaget yang lebih dikemukakan lambat laun mulai berubah. Teori kognitif Piaget berubah danberkembang menjadi konstruktivistik dengan tiga proses fundamental. Tiga proses tersebut adalah asimilasi, akomodasi dan keseimbangan (equilibrium) (Yaumi, 2013:41). Asimilasi merupakan proses siswa dalam menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa. Akomodasi merupakan proses siswa memodifikasipengetahuan yang sudah dimiliki dari informasi yang sudah didapat. Keseimbangan merupakan proses siswa dalam mengelaborasi proses akomodasi dan asimilasi. Piaget beranggapan, keseimbangan (equilibrium) merupakan kunci utama dalam menjelaskan mengapa siswa memiliki intelegensi logis berkembang lebih cepat dari pada siswa lain (Yaumi, 2005:42). Kekurangan dalam teori Piaget ini, siswa sangat aktif dengan diri dan kelompoknya dan kurang dapat berkembang dengan orang yang lebih dewasa (Budinigsih, 2005:98).
b.      Teori Konstruktivistik Vygotsky
Teori belajar konstruktivistik Vygotsky belatar belakang pada latar sosial budaya dan sejarahseseorang (Budiningsih, 2005:99). Hal tersebut membantah anggapan dari Piaget yang beranggapan dari tahapan kognitif dari umur sesorang, namun sejauh mana aktualisasi potensi yang terdapat dalam diri manusia dan lingkungannya (Yaumi, 2005:43). Tahapan perkembangan siswa menurut Vygotsky ada empat tahap yakni:
1.      More dependence to others stage
Kinerja siswa mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti guru, teman sebaya, orang tua, masyarakat dll.
2.      Less dependence external assistence stage
Kinerja siswa tidak lagi terlalu banyak mendapat bantuan, belajar sendiri dan mengerjakan sesuatu dengan mandiri.
3.      Internalization and automatization stage
Kinerja siswa mulai terinternalisasi secara otomatis
4.      De-automatization stage
Kinerja siswa mulai perasaan dari kalbu, jiwa dan emosinya yang dilakukan secara berulang (Semiawan, 2004, dalam Yaumi, 2013:44).
C.    Teori Belajar Humanistik
Aliran humanistik berpegang pada hakikat belajar. Hakikat memanusiakan manusia dalam belajar merupakan inti dalam proses belajar. Berikut ini beberapa pandangan tokoh-tokoh teori humanistik.
a.       Teori Humanistik Kobl
Teori humanistik Kobl dikenal melalui empat tahap belajar. Berikut empat tahap belajar menurut Kobl (Budiningsih, 2005:70):
1.      Tahap pengalaman konkret
Merupakan tahap awal siswa belajar. Peristiwa dan pengalaman yang didapat siswa dari pembelajaran kelas dan lingkungan secara sadar atau tidak siswa belum dapat memilah infromasi/pengetahuan tersebut.
2.      Tahap pengalaman aktif dan reflektif
Siswa mulai mempunyai rasa ingin tahu. Siswa secara aktif melakukan pencarian informasi dan pemecahan masalah. Siswa melalui kegiatan belajar mulai merefleksikan diri terhadap peristiwa yang dialami.
3.      Tahap konseptualisasi
Siswa sudah membangun abstraksi dan konsep tentang pengetahuan/infromasi berdsarkan informasi dan peristiwa yang dialaminya.
4.      Tahap eksperimentasi aktif
Siswa dapat mengaplikasikan konsep, teori, atau aturan dalam dunia nyata.
b.      Teori Humanistik Honey dan Mumford
Teori dari Honey dan Mumford menggolongkan empat tipe orang belajar. Berikut ini empat golongan belajar menurut Honey dan Mumfor (Budiningsih, 2005:72):
1.      Kelompok aktivis
Orang yang masuk kelompok aktivis merupakan golongan yang suka mencari pengalaman-pengalaman baru dan suka melibatkan diri dalam kegiatan dan berpatisipasi aktif.
2.      Kelompok reflektor
Kelompok ini merupakan golongan orang yang berkebalikan dengan kelompok aktivis. Mereka penuh pertimbangan dan selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan.
3.      Kelompok Teoris
Merupakan golongan orang yang sangat kritis, suka menganalisis, berfikir rasional sesuai dengan nalarnya.
4.      Kelompok pragmatis
Merupakan golongan orang yang berfikir praktis dan tidak menyukai sesuatu yang berpanjang lebar/bertele-tele mereka terkadang mengabaikan konsep/teori. Golongan ini menyukai sesuatu dengan to the point.
c.       Teori Humanistik Habermas
Teori Habermas merupakan pembagian tipe belajar berdasarkan interaksi siswa dengan lingkungannya. Berikut tipe belajar menurut Habermas (Budininngsih, 2005:73):
1.      Belajar teknis (Technical learning)
Belajar teknis menurut Habermas ialah belajar interaksi individu dengan lingkungannya dengan benar.
2.      Belajar praktis (Practical learning)
Belajar praktis merupakan belajar bagaimana individu berinteraksi dengan lingkungan sosialnya dengan baik.
3.      Belajar emansipatoris (Emancipatory learning)
Belajar emansipatoris merupakan proses upaya individu agar mencapai pemahaman dan kesadaran tinggi akan terjadinya perubahan transformasi budaya dalam lingkungan sosialnya.
d.      Teori Humanistik Bloom dan Krathwohl
Pada teori Bloom dan Krathwohl lebih menekankan tujuan belajar dari pada sitimulus dan respon. Proses belajar juga dikesampingkan, dan saat ini tujuan belajar Bloom dan Krathwohl dikenal dengan tiga ranah tujuan belajar atau taksonomi Bloom. Berikut ini taksonomi Bloom secara ringkas (Budiningsih, 2005:73):
1.      Domain Kognitif
i.           Pengetahuan (mengingat, menghafal)
ii.         Pemahaman (mengintepretasikan)
iii.       Aplikasi (menggunakan konsep dalam pemecahan masalah)
iv.       Analisis (menjabarkan suatu konsep)
v.         Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi satu konsep utuh)
vi.       Evaluasi (Membandingkan nilai-nilai, ide, metode, dsb)
2.      Domain Afektif
i.           Pengenalan (ingin menerima, sadar adanya sesuatu)
ii.         Merespon (aktif berpartisipasi)
iii.       Penghargaan ( menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu)
iv.       Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)
v.         Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya)
3.      Domain Psikomotor
i.           Peniruan (menirukan gerak)
ii.         Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)
iii.       Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)
iv.       Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar)
v.         Naturalisasi (melakukan gerakan dengan wajar)
D.    Teori Belajar Sibernetik (Pemrosesan Infromasi)
Teori ini beranggapan bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk semua siswa (Budiningsih, 2005:81). Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meproses infromasi dan pengalaman berdasarkan yang dialaminya. Beberapa tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Landa dan Pask dan Scott.
a.      Teori Belajar Sibernetik Landa
Landa menggunakan pendekatan algoritmik dan heuristik. Proses berpikir algoritmik merupakan proses berpikir sistematis sedangkan proses berpikir heuristik merupakan proses berpikir yang tidak sistematis cenderung berfokus lebih dari satu tujuan. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam materi dalam mengolah infromasi. Studi eksak fisika, kimia maupun matematika membutuhkan pemikiran empiris dan berstuktur linier. Materi dengan pemahaman sosial cenderung menuntun pemikiran siswa untuk berfikir divergen yang langsung mengggunakan berbagai konsepsi/informasi sekaligus.
b.      Teori Belajar Sibernetik Pask dam Scott
Pask dan Scott menggunakan pembagian siswa menjadi tipe menyeluruh wholist dan serial serialist. Cara berpikir serialist hampir sama dengan algoritmik, sedangkan berpikir menyeluruh (wholist) berbeda dengan heuristik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat kedepan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem infromasi (Budiningsih, 2005:88).

E.    Teori Kecerdasan Ganda
Teori ini dikembangkan oleh Howard Gardner. Ia berpendapat bahwa siswa pada dasarnya menggunakan seluruh kecerdasannya dalam proses belajar. Gardner berpendapat ada delapan kecerdasan yang sampai sekarang ditambah dua oleh tokoh-tokoh sesudah Gardner. Berikut sepuluh kecerdasan tersebut (Budiningsih, 2005:114):
a.       Kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intellegence)
Kecerdasan ini terkait kemampuan berbahasa baik secara formal dan verbal.
b.      Kecerdasan logika/matematika (mathematical/logical intellegence)
Kecerdasan mengenai berpikir ilmiah, empiris termasuk berpikir induktif dan deduktif.
c.       Kecerdasan visual/ruang (visual/spatial intelligence)
Kecerdasan visual berkaitan dengan seni rupa, navigasi, keruangan, perwilayahan, dsb.
d.      Kecerdasan tubuh/gerak tubuh (body/kinesthetic intellegence)
Kemampuan siswa dalam gerak dan kinestetik berkaitan dengan materi olahraga maupun ketrampilan softskill.
e.       Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhytmic intelligence)
Kecerdasan dalam menganalisis, membuat dan merasakan nada dan ritme musik. Siswa yang suka dalam bidang musik biasanya mempunyai kepekaan terhadap lingkungannya.
f.       Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence)
Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
g.      Kecerdasanintrapersonal (intrapersonal intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan dalam mengendalikan diri sendiri, emosi, perasaan, egoisme, dan sebagianya. 
h.      Kecerdasan naturalis (naturalistic intellegence)
Merupakan kecerdasan memahami lingkungan sekitar dimana kepekaan dalam melihat tanda-tanda/fenomena alam menjadi fokus perhatian.
i.        Kecerdasan spiritual (spirituallist intellegence)
Kecerdasan spriritual berkaitan dengan hubungan seseorang dengan tuhannya.
j.        Kecerdasan eksistensial (exixtentialist intellegence)
Kecerdasan ini merupakan kemampuan diri dalam menghayati pemahaman dan tujuan hidup. Filsuf dan tokoh pemikir merupakan orang yang unggul dalam kecerdasan eksistensial.
            Pembelajaran menurut UU No.23 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah suatu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungan belajar (Badarudin, 9:2015). Pembelajaran sebagai upaya yang disengaja untuk mengelola kejadian atau peristiwa belajar dalam memfasilitasi peserta didik, sehingga memperoleh tujuan yang dipelajari (Yaumi, 2013:18). Melalui pembelajaran, terdapat upaya untuk siswa belajar, mengubah prilaku, tujuan belajar, dan pengaturan/pengorganisasian dalam belajar. Kegiatan tersebut memerlukan peran guru yang aktif, kreatif dalam kegiatan belajar pembelajaran.
            Teori-teori dalam psikologi pendidikan yang telah dikemukakan, berperan dalam bagaimana guru mengetahui karakter siswa, strategi pengajaran, maupun paradigma pembelajaran. Paradigma pada zaman dahulu, guru merupakan pusat dari pembelajaran siswa seperti gelas yang teru menerus diisi informasi dan ilmu pengetahuan. Pada zaman sekarang, siswa merupakan pusat dalam belajar dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Paradigma siswa belajar selalu menggunakan buku teks sebagai sumber belajar utama mulai tergantikan dengan pembelajaran riset dan kontekstual. Paradigma lain mengemukakan bahwa pembelajaran lebih demokratis tidak beorientasi pengetahuan saja namun, memperhatikan nilai-nilai kognitif, afektif dan psikomotor.
            Kegiatan pembelajaran di kelas maupun di luar kelas hendaknya memperhatikan beberapa hal. Perbedaan gaya guru dalam mengajar, gaya belajar siswa dan tujuan belajar memerlukan adaptasi atau model pembelajaran. Model pembelajaran sebagai akomodir dari perbedaan-perbedaan tersebut. Model pembelajaran klasikal maupun outdoor diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar.
            Model pembelajaran beraneka ragam. Kemampuan guru dalam menganalisis pembelajaran, karakter siswa dan model belajar yang relevan dengan materi (Hanafiah dan Sujana, 2010:41). Peran dan fungsi guru dalam kegiatan pembelajaran menyesuaikan dengan model yang dipakai.
PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
a.      Prinsip Belajar dalam Pembelajaran
Terdapat beberapa prinsip pembelajaran. Berikut ini prinsip-prinsip pembelajaran (Basri, 2013:203):
1.      Kesiapan Belajar
2.      Perhatian
3.      Motivasi
4.      Keaktifan Siswa
5.      Siswa Mengalami Sendiri
6.      Pengulangan
7.      Materi Pembelajaran yang Menantang
8.      Balikan dan Penguatan
9.      Perbedaab Individual
b.      Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran (Sanjaya,2006:131)
Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran pada dasarnya tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan karena setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri.
Prinsip-prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut :
1.      Berorientasi pada Tujuan
Sistem pembelajaran tujuan merupakan komponen yang utama. Segala aktivitas guru dan siswa, mestilah diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebab mengajar adalah proses yang bertujuan, oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa  yang dicapai.
Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Hal ini sering dilupakan guru. Guru yang senang berceramah, hamper setiap tujuan menggunakan strategi penyampaian, seakan-akan dia berpikir bahwa segala jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi yang demikian namun hal ini tentu saja sangat keliru. Apabila kita menginginkan siswa terampil menggunakan alat atau media pembelajaran tertentu misalkan, siswa diharapkan terampil dalam menggambar peta suatu wilayah tentunya tidak mungkin menggunakan strategi penyampaian atau ceramah namun untuk mencapai tujuan tersebut, siswa harus dilatih menggambar dengan cara praktik secara langsung.
2.      Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan, oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.
3.      Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada sekelompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku setiap siswa. Contohnya : seorang dokter dapat dikatakn dokter yang profesional apabila ia menangani 50 orang pasien dan seluruhnya sembuh, begitupun sebaliknya kalau dalam penanganan itu yang sembuh hanya 1 orang dan yang 49 sakitnya bertambah maka dokter itu akan dikatakan tidak baik atau tidak professional. Demikian juga halnya dengan guru, dikatakatakan guru yang baik dan professional manakala ia menangani 50 orang siswa dan seluruh siswa berhasil mencapai tujuan pembelajaran sehingga apabila hanya 1 atau 2 orang saja yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran dan yang lainnya tidak maka, guru tersebut akan dikatakan guru yang tidak baik dan tidak profesional. Oleh karena itu, sebaiknya standar keberhasilan guru di tentukan setinggi-tingginya. Semakin tinggi standar keberhasilan ditentukan, maka semakin berkualitas proses pembelajaran.
4.      Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan psikomotor. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadiansiswa secara berintegritas.
c. Prinsip Khusus dalam Pengelolaan Pembelajaran, sebagai berikut :
1.      Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa, akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Proses pembelajaran adalah proses interaksi  antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa, maupun antara siswa dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, dapat memungkinkan kemampuan siswa akan berkembang baik mental maupun intelektual.
2.      Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan harga mati yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang siswa untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu, guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan siswa sehingga siswa bisa dapat berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap subjek belajar.
3.      Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala siswa terbebas dari rasa takut dan menengangkan. Oleh karena itu perlu diupayakan agar proses pembelajaran dapat menyenangkan. Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan, pertama, dengan  menata ruangan yang rapi dan menarik, kedua, melalui pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media dan sumber belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa.
4.      Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang menantang siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi.
5.      Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan siswa untuk bertindak dan melakukan sesuatu.
MOTIVASI BELAJAR
a.       Pengertian Motivasi
Hamzah B. Uno (2006: 16) Mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan-rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku / aktivitas tertentu lebih baik dari kenyataan sebelumnya, sedangkan Sardiman A.M (2007: 75) menyatakan bahwa motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu.
b.      Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Haris Mudjiman (2006:37 ) motivasi belajar adalah kekuatan pendorong dan pengarah perbuatan belajar. Motivasi belajar ini dapat dibedakan menjadi motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri untuk menguasai kompetensi guna mengatasi masalah, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah sesuatu dari luar diri, sedangkan Sadirman A.M (2007:75 ) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai.
c.       Pentingnya Motivasi dalam Belajar dan Pembelajarn
Motivasi merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar dan pembelajaran, yaitu :
1. Menentukan hak-hak yang dapat menjadi penguat belajar,
2. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai,
3. Menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar,
4. Menentukan ketekunan belajar (Uno, 2006:37).
Motivasi dapat mempengaruhi adanya kegiatan yang dilakukan, sehubungan dengan hal itu, motivasi dapat berfungsi sebagai:
1.        Mendorong manusia berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
2.      Menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
Menyeleksi perbuatan yakni menentukkan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasa guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat (Sardiman, 2007:83)
PENDEKATAN PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013
            Pendekatan kurikulum 2013 menekankan pada siswa aktif, efektif dan pembelajaran bermakna. Tema kurikulum 2013 adalah menghasilkan output siswa yang produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2014:99). Kurikulum 2013 memiliku tujuan untuk membekali siswa pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang memiliki karakter bangsa Indonesia. Pembelajaran menyenangkan, efektif dan bermakna dalam kurikulum dapat diwujudkan dalam beberpa tahap yakni (Mulyasa, 2014:100):
1.      Pemanasan dan Apersepsi
Pemanasan dan apersepsi dilakukan dalam awal kegiatan belajar. Melakukan sapaan salam dan doa kemudian mengantarkan siswa ke pengantar materi.
2.      Eksplorasi
Guru bertindak selaku fasilitator merangsang rasa ingin tahu dengan mengkaitkan materi dengan lingkungan siswa sehari-hari. Siswa diharapkan memilki pengetahuan dasar terlebih dahulu sebelum masuk dalam kegiatan belajar.
3.      Konsolidasi Pembelajaran
Kegiatan belajar dan pembelajaran yang terjadi di kelas maupun di luar kelas melibatkan kemampuan kogniif, afektif dan psikomotor siswa. Melibatkan peserta didik dalam materi dan penugasan diharapkan memberi penguatan materi kepada siswa.
4.      Pembentukan Sikap, Kompetensi dan Karakter
Pembentukan sikap, kompetensi dan karakter siswa dalam kurikulum 2013 terdapat dalam proses belajar mengajar. Materi yang telah di susun dalam rencana pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan sikap, kompetensi dan karakter. Terdapat delapan belas karakter menurut Bloom, yang dapat dikembangkan guru didalam proses belajar. Guru dirahapkan kreatif dalam menerapkan pembelajaran.
5.      Penilaian Formatif
Tes merupakan salah satu media evaluasi. Kurikulum 2013 menggunakan proses tes dan non tes yang dikemas melalui lembar kerja siswa dan ulangan harian. Rubrik-rubrik penilaian sikap dilakukan untuk mengetahui sikap dan karakter yang berkembang di dalam diri siswa. Hal tersebut yang membedakan kurikulum 201 dengan kurikulum sebelumnya.
Kurikulum 2013 secara khusus bertujuan untuk (Mulyasa, 2014:108):
1.      Memperkenalkan kehidupan kepada siswa sesuai dengan konsep learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to life together.
2.      Menumbuhkan keasadaran siswa tentang pentingnya belajar dalam kehidupan, yang harus direncanakan dan dikelola secara sistematis.
3.      Memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada siswa, agar mereka dapat belajar dengan tenang dan menyenangkan.
4.      Menumbuhkan proses pembelajaran yang kondusif bagi tumbuh kembangnya potensi peserta didik, melalui penanaman berbagai kompetensi dasar.

KONSEP DASAR EVALUASI BELAJAR
            Evaluasi merupakan usaha dalam menentukan harga (nilai) terhadap hasil yang dicapai siswa setelah menyelesaikan tugas-tugas belajar. Penilaian umumnya digunakan untuk menentukan nilai atau kualitas  hasil belajar siswa, walaupun dapat juga dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses belajar mereka (Purwanto, 2011:5).
Evaluasi belajar mempunyai prinsip-prinsip yang digunakan. Prinsip-prinsip evaluasi tersebut yakni (Purwanto, 2011:4):
1.      Prinsip Ojektifitas
Prinsip objektif berkaitan dengan hasil berdasarkan keadaan apa adanya. Tindakan subjektif guru dalam memberikan nilai tidak dibenarkan.
2.      Prinsip Keadilan
Hasil evaluasi adil tidak membeda-membedakan siswa. Guru tidak memiliki keberpihakan kepada siswa tertentu.
3.      Prinsip Keberlanjutan
Evaluasi ditindaklanjuti oleh guru. Evaluasi tidak berhenti pada proses akhir pembelajaran, namun terus menerus dilakukan agar pembelajaran semakin baik.
4.      Prinsip Keseluruhan
Kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan kemudian dievaluasi secara menyeluruh. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui materi atau siswa mana yang masih memiliki kendala/kekurangan. Pola tersebut menjadi bahan analisis guru untuk melalukan perbaikan.
5.      Prinsip Kependidikan
Evaluasi yang dilakukan dirapkan untuk bahan evaluasi dalam pembelajaran. Siswa dimotivasi dalam memperoleh hasil belajar, sikap dan pengetahuan yang lebih baik.
            Berdasarkan prinsip-prinsip evaluasi, kemudian digunakan sebagai tujuan diadakannya evaluasi. Evaluasi sebagai merupakan salah satu proses belajar mengajar yang penting dilakukan dengan bertujan pada (Ahmadi dan Supriono, 1991 dalam Fathurrohman dan Sutikno, 2009):
1.      Memberikan umpan balik (feed back)  kepada guru sebagai dasae untuk memperbaiki proses pengajaran serta mengadakan perbaikan program bagi siswa.
2.      Memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari siswa.
3.      Menentukan posisi siswa didalam situasi belajar mengajar agar sesuai dengan tingkat kemampuan (dan karekter lain) yang dimiliki masing-masing siswa.
4.      Mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar.
MASALAH ATAU KENDALA DALAM BELAJAR
Siswasering mengalami kendala-kendala dalam belajar. Kendala belajar dapat berasal dari dalam diri maupun pengaruh lingkungan siswa. Faktor yang pada umumnya terdapat pada dalam diri siswa adalah kebiasan belajar yang tidak teratur, tidak memiliki catatan yang memadai, tidak mengerjakan PR, sering membolos, seringkali mengharapkan cotekan soal ulangan harian/ujian untuk mendapatkan nilai bagus (Sarwono, 2003, dalam Hanafiah dan Suhana, 2010:10).
Siswa menjadi anak yang ingin praktis dan tidak mau berusaha. Pada sisi yang lain, siswa memiliki cita-cita yang tinggi. Pola pikir siswa tersebut harus dirubah dengan semangat menuntut ilmu dan ketrampilan guna mempersiapkan tantangan pendidikan dan kehidupan dimasa mendatang.
Brofenbenner mengemukakan pandangannya terkait faktror-faktro makro yang terkait kendala belajar. Berikut ini empat faktor tersebut (Hanafiah dan Suhana, 2010:11):
1.      Lingkungan paling dekat dengan anak, yakni sistem mikro yang terdiri atas keluarga sekolah dan guru, taman bermain, tetangga daan lingkungan yang sehari-hari terkait siswa.
2.      Interaksi antar faktor-faktor dalam sistem mikro (hubungan orang tua dengan guru, orang tua dengan teman, antar teman dan sebagainya), sistem ini dinamakan sistem meso.
3.      Sistem exo, yakni, lingkup yang lebih luas yang tidak langsung menyentuh pribadi anak, tetapi besar pengaruhnya, seperti keluarga besar, koran, tv, media online dan sebagainya.
4.      Sistem makro, yakni terdirilingkup yang luas seperti kebijakan pemeritah, ideologi negara, tradisi adat budaya, hukum nasional dan sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN
Badaruddin. 2005. Hakikat Belajar dan Pembelajaran. (PDF) (Online), diakses pada 10 Oktober 2015.
Basri, H. 2013. Landasan Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia.
Budiningsih, Asri C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dimyati dan Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jederal Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobri. 2009. Strategi Belajar dan Mengajar melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.
Hanafiah, Nanang dan Suhana Cucu. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Hartono. 2015. Pedidikan Geografi di Era Global: Tinjauan Substantif di Era program Nawa Cita dan Isu Dunia. Makalah disajikan dalam Kuliah Tamu Geografi, Jurusan Geografi FIS UM, 3 September.
Mudjiman, Haris. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta : UNS Press.
Mulyasa, H.E, 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Edi. 2011. Evaluasi Proses dan Hasil Belajardalam Pembelajaran. Malang: UM Press.
Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran  Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Uno, Hamzah.B. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara.
Wardoyo, Sigit Mangun. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme: Teori dan Aplikasi Pembelajaran dalam Pembentukan Karakter. Bandung: Alfabeta.
Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Perdana Grup.

No comments:

Post a Comment