Bank
Perkreditan Rakyat (BPR)
Pengertian
1. BPR adalah lembaga keuangan bank yang
menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha
BPR.
2. Status BPR diberikan kepada Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga
Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK),
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank
Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi
persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3. Ketentuan tersebut diberlakukan karena
mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan
masyarakat Indonesia,
serta masih diperlukan oleh masyarakat, makd keberadaan lembaga dimaksud
diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan
status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam
pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian status
lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Asas BPR
Dalam
melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang
dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai
pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberalism,
etatisme, dan monopoli).
Fungsi BPR
Penghimpun
dan penyalur dana masyarakat.
Tujuan BPR
Menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
Sasaran BPR
Melayani
kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan
pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk
lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha,
pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang
(rentenir dan pengijon).
Usaha BPR
Usaha
BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan
mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan
pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat
Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau
tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia
kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.
Usaha yang Tidak Boleh
Dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang
dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh
dilakukan BPR adalah :
1. Menerima simpanan berupa giro.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent
banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah
ke bawah.
4. Melakukan usaha perasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha
sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.
Alokasi Kredit BPR
Dalam
mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu
:
1.
Dalam
memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi
ketentuan Bank Indonesia
mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang
serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam
yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama
dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari
modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi
ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian
jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada
pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor,
anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat
BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan
pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal
disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan
keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari
modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Perijinan BPR
1 Usaha BPR harus mendapatkan ijin dari
Menteri Keuangan, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
diatur dengan undang-undang tersendiri.
2. Ijin usaha BPR diberikan Menteri Keuangan
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
3. Untuk mendapatkan ijin usaha, BPR wajib
memenuhi persyaratan tentang susunan organisasi, permodalan, kepemilikan,
keahlian di bidang perbankan, kelayakan rencana kerja, hal-hal lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia, dan
memenuhi persyaratan tentang tempat kedudukan kantor pusat BPR di kecamatan.
BPR dapat pula didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya sepanjang di
ibukota kabupaten Jan Kotamadya belum terdapat BPR.
4. Pembukaan kantor cabang BPR di ibukota
negara, ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya hanya dapat
dilakukan dengan ijin Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
5. Pembukaan kantor cabang BPR di luar ibukota
negara, ibukota propinsi, ibukota Kabupaten, dan kotamadya serta pembukaan
kantor di bawah kantor cabang BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
Persyaratan dan tatacara pembukaan kantor tersebut ditetapkan Menteri Keuangan
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
6. BPR tidak dapat membuka kantor cabangnya di
luar negeri karena BPR dilarang rnelakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
(transaksi valas).
Bentuk Hukum BPR
Bentuk
hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi
Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Kepemilikan
BPR
1. BPR hanya
dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia
yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat
dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang
seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.
2. BPR yang berbentuk hukum koperasi,
kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang
perkoperasian yang berlaku.
3. BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas,
sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.
4. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan
kepada Bank Indonesia.
5. Merger
dan konsolidasi antara BPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat
ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan
Peraturan Pemerintah.
Pembinaan
dan Pengawasan BPR
Fungsi
Bank Indonesia
sebagai pembina dan pengawas bank pada umumnya. (baca UU Pokok Perbankan Nomor
7 Tahun 1992 Bab V Pembinaan dan Pengawasan Pasal 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35,
36, dan 37).
Pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR meliputi :
1. pemberian
bantuan dan layanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak
terjangkau bantuan dan layanan bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman
kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat
rentenir dan menghimpun dana mayarakat.
2. membantu pemerintah dalam ikut mendidik
masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
3. penciptaan pemerataan kesempatan berusaha
bagi masyarakat.
Dalam
melakukan pengawasan akan terjadi beberapa kesalahan, yaitu :
1. organisasi dan sistem manajemen, termasuk di
dalamnya perencanaan yang dite-tapkan.
2. kekurangan tenaga trampil dan profesional.
3. mengalami kesulitan likuiditas.
4. belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana
mestinya (sesuai UU).
Pengaturan
dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI
1. BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai
pengganti Bank Desa, kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan
penggabungan Bank Desa yang ada dan
kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit kecil untuk
pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan
berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil
di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang
menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun
dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.
3. BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah
Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit
pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit
ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
4. BRI melayani langsung kredit yang relatif
besar atau kredit yang dipinjamkan kepada pengusaha menengah di pedesaan atau
di perkotaan.
Masalah
yang dihadapi BPR
1. Apakah Bank Desa atau Bank Kredit Desa dalam satu
kecamatan harus merger, apakah Bank Kredit Desa mampu menyesuaikan
permodalannya menjadi Rp 50 juta, siapakah yang akan mengelolanya?
2. Apakah ada penampungan bagi lembaga keuangan
selain yang termasuk dalam kategori BPR dan apakah mampu lembaga keuangan
selain yang termasuk dalam BPR menyesuaikan permodalannya menjadi Rp50 juta?
3. Kesulitan bagi lembaga keuangan selain yang
termasuk dalam BPR dan tidak menjalan-kan fungsinya sebagai BPR, serta tidak
mampu menjadi bank umum apabila harus menciutkan usahanya dan pindah ke kota lain.
4. Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu
terganggunya pangsa pasar dan kemungkinan timbulnya pengangguran karyawan.
5. Apabila harus pindah ke kota lain maka ada kesulitannya yaitu dengan
adanya BPR milik pemerintah daerah.
6. Adanya pendatang BPR akan menambah persaingan
menjadi semakin ketat.
No comments:
Post a Comment