TEORI
BELAJAR KOGNITIF
Indra Agung Pamuja, Winda Adlisa
Universitas Negeri Malang
Program Pascasarjana
A.
Pendahuluan.
Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha
yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat
dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu
perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan
nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Teori belajar kognitif lebih
menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran
manusia.Belajar merupakan
perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman
(Hamalik, 2003). Adapun menurut sardiman belajar merupakan perubahan tingkah
laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya (Sardiman, 1988).
Secara umum, terdapat tiga macam teori belajar
yang sudah dikenal, yakni: Teori belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif
dan teori Belajar Konstruktivistik. Pada pembahasan berikut, akan disampaikan
pembahasan tentang Teori Belajar Kognitif.
Ada banyak asumsi yang mendeskripsikan tentang
belajar kognitif.Istilah“Cognitif” berasal dari kata “Cognition”
yang padanannya “Knowing”, berarti mengetahui.
Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan dan penggunaan
pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif
menjadi populer dan menjadi salah satu domain atau wilayah atau ranah
psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berkaitan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
kesenjangan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga
berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian
dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Teori ini memiliki asumsi filosofis, yaitu the way in which we learn. Pengetahuan
seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran ini , kita belajar disebabkan oleh kemampuan
kita dalam menafsirkan peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan. (Sukardjo, 2010).
Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan menjelaskan secara alami
kegiatan mental internal dalam diri kita. Oleh karena itu, dalam aliran
kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada belajar itu sendiri
karena belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks.
Teori kognitif ini, yang didasari oleh
pandangan adanya mekanisme dan proses pertumbuhan, yaitu dari bayi
kemudian anak berkembang menjadi individu yang dapat bernalar dan berfikir
menggunakan hipotesa. Asumsi dasar yang melandasi deskripsi demikian ialah
pengertian Jean Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya tentang
hakikat kecerdasan (Gredler, 1991).
B.
Teori Belajar Kognitif.
1.
Teori Perkembangan Jean Piaget.
Jean Piaget (1896-1980) lahir di Swiss, seorang
pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif, yang pada awal mulanya
bukanlah seorang psikolog melainkan seorang ahli biologi, tetapi telah berhasil
menulis lebih dari 30 buku bermutu, yang bertemakan perkembangan anak dan
kognitif (Syah, 1996).
Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan
suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
yaitu perkembangan sistim syaraf. Dengan semakin bertambahnya usia sesesorang
maka semakin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula
kemampuannya di dalam segala hal.
Pada saat seseorang tumbuh menjadi dewasa, maka
orang tersebut akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya dan akan
menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif dalam struktur kognitifnya. Apabila
seseorang menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan
dimodifikasi hingga sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses
ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitifnya yang harus
diseuaikan dengan informasi yang diterima, maka proses ini disebut akomodasi.
Jadi asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila terjadi konflik koginitif
atau suatu ketidak seimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang
dilihat atau dialaminya sekarang. Adaptasi akan terjadi apabila telah terjadi
keseimbangan dalam struktur kognitif. Tugas seorang dosen dalam proses belajar
mengajar adalah menyajikan materi yang harus dipelajari mahasiswa sedemikian
rupa sehingga menyebabkan adanya ketidak seimbangan kognitif pada diri mahasiswa.
Dengan demikian ia akan berusaha untuk mengadopsi informasi baru ke dalam
struktur kognitifnya yang telah ada.
Menurut Piaget proses belajar seseorang akan
mengikuti pola dan tahap tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya.
Penjenjangan ini bersifat hirarkis artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu
dan orang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Di
sini terdapat empat macam jenjang, mulai jenjang sensomotorik (0 – 2 tahun)
yang bersifat eksternal, preoperasional (2 – 6 tahun), operasional konkrit (6/7
– 11/12 tahun) dan jenjang formal (11/2 – 18 tahun) yang bersifat internal (mampu
berfikir abstrak atau mengadakan penalaran). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat perkembangan individu tersebut pada 4 tahapan. Yang pertama adalah
sensori motor, yakni perkembangan ranah
kognitif yang terjadi pada usia 0 – 2
tahun. Yang kedua adalah preoperational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 2 – 7 tahun. Yang ketiga adalah concrete operational, yakni
perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 7 – 11 tahun. Yang terakhir
adalah formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada
usia 11 sampai dewasa awal (Slavin, 1994).
Yang merupakan titik pusat teori Perkembangan
Kognitif Piaget ialah bagaimana individu mengalami kemajuan tingkat
perkembangan mental atau pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi. Hal yang pokok
dalam teori ini adalah kepercayaan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu
dalam interaksi dengan lingkungan yang terusmenerus dan selalu berubah.
Dalam usahanya memahami mekanisme perkembangan
kognitif, Piaget menyampaikan fungsi kecerdasan dari tiga perspektif. Ketiganya
adalah: (1) proses mendasar yang terjadi dalam interaksi dengan lingkungan
(asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi), (2) cara bagaimana pengetahuan disusun
(pengalaman fisik dan logismatematis), dan (3) perbedaan kualitatif dalam berfikir
pada berbagai tahap perkembangan (skema tindakan) mulai dari sensomotorik,
praoperasional, operasional konkrit dan operasional formal.
Perkembangan kognitif menurut Piaget
dipengaruhi oleh tiga proses dasar: asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi.
Secara singkat, asimilasi ialah pemaduan data atau informasi baru dengan
struktur kognitif yang ada, akomodasi ialah penyesuaian struktur terhadap
situasi baru, dan ekuilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus-menerus
dilakukan antara asimilasi dan akomodasi
(Gredler, 1991).
Berikut adalah kelemahan-kelemahan dari teori
Piaget. Belajar individual tidak dapat dilaksanakan karena untuk belajar
mandiri diperlukan kemampuan kognitif yang lengkap dan kompleks dan tidak bisa
diuraikan dalam jenjang-jenjang. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan
kognitif tingkat tinggi dapat dicapai oleh anak-anak yang belum mencapai umur
yang sesuai dengan jenjang-jenjang teori Piaget. Sebaliknya, banyak orang yang
tidak mencapai tahap operasional formal tanpa adanya manipulasi hal-hal yang
bersifat konkrit seperti pemakaian gambar, demonstrasi, pemberian model dll.
Keterampilan ternyata lebih baik dipelajari melalui urutan, bukan berdasarkan
tahapan umur.
2.
Teori Kognitif Jerome S. Bruner
Jerome S. Bruner adalah seorang pakar psikologi
perkembangan dan pakar psikologi belajar kognitif, penelitiannya dalam bidang
psikologi antara lain persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam
mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan
pencipta informasi (Dahar, 1988).
Dalam pembahasan perkembangan kognisi, Bruner
menekankan pada adanya pengaruh kebudayaan pada tingkah laku seseorang. Bila
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif berpengaruh pada perkembangan
bahasa seseorang, maka sebaliknya Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa
besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognisi.
Menurut Bruner, perkembangan kognisi seseorang
terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara dia melihat lingkungannya.
Tahap pertama adalah tahap aktif, di mana individu melakukan
aktivitas-aktivitas untuk memahami lingkungannya. Tahap kedua adalah tahap
ikonik di mana ia melihat dunia atau lingkungannya melalui gambar-gambar atau
visualisasi verbal. Tahap terakhir adalah tahap simbolik, di mana ia mempunyai
gagasan secara abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika, komunikasi dilakukan
dengan bantuan sistem simbol. Makin dewasa makin dominan pula sistem simbol
seseorang.
Untuk belajar sesuatu, Bruner berpendapat tidak
perlu menunggu sampai anak mencapai suatu tahap perkembangan tertentu. Apabila
bahan yang diberikan sudah diatur dengan baik, maka individu dapat belajar
meskipun umurnya belum memadai. Dengan kata lain, perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan cara mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan sistem ini dalam
dunia pendidikan disebut “kurikulum spiral” di mana satu obyek diberikan mulai
dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan materi yang sama tetapi
tingkat kesukaran yang bertingkat, dan materinya disesuaikan pula dengan
tingkat perkembangan kognisi seseorang.
Prinsip-prinsip belajar Bruner adalah sebagai
berikut. Makin tinggi tingkat perkembangan intelektual, makin meningkat pula
ketidaktergantungan individu terhadap stimulus yang diberikan. Pertumbuhan
seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan
memproses informasi. Data atau informasi yang diterima dari luar perlu diolah
secara mental.
Perkembangan intelektual meliputi peningkatan
kemampuan untuk mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol. Untuk
mengembangkan kognisi seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara
pengajar dan pembelajar. Dalam Perkembangan kognisi seseorang, semakin tinggi
tingkatannya semakin meningkat pula kemampuan untuk memikirkan beberapa alternatif
secara serentak dan kemampuan untuk memberikan perhatian terhadap beberapa
stimuli dan situasi sekaligus.
C. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat
belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses
internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak pada teori belajar kognitif ini
sudah banyak digunakan. Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan
strategi dan tujuan pembelajaran, tidak
lagi sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar sangat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan
pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Siswa bukan
sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami
perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.
Anak usia
pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika
mendengarkan benda-benda kongrit.
3.
Keterlibatan
siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan
pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.
Untuk
menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5.
Pemahaman
dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan
pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.
Belajar
memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7.
Adanya
perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
D. Kesimpulan.
Istilah “Cognitif” berasal dari kata “Cognition” yang
padanannya “Knowing”, berarti mengetahui. Dalam arti luas, kognisi ialah
perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan.Pengetahuan
seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran ini , kita belajar disebabkan oleh kemampuan
kita dalam menafsirkan peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan.
Pengetahuan seseorang
diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran
ini , kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan
peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan. Jadi kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar sangat diperhitungkan, agar belajar
lebih bermakna bagi siswa.
Ada beberapa ahli yang
mengkaji tentang pembelajaran kognitif. Menurut Piaget perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme
biologis yaitu perkembangan sistim syaraf. Dengan semakin bertambahnya usia
sesesorang maka semakin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat
pula kemampuannya di dalam segala hal.
Selanjutnya menurut Bruner,
perkembangan kognisi seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh
cara dia melihat lingkungannya. Tahap pertama adalah tahap aktif, di mana
individu melakukan aktivitas-aktivitas untuk memahami lingkungannya. Tahap
kedua adalah tahap ikonik di mana ia melihat dunia atau lingkungannya melalui
gambar-gambar atau visualisasi verbal. Tahap terakhir adalah tahap simbolik, di
mana ia mempunyai gagasan secara abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan
logika, komunikasi dilakukan dengan bantuan sistem simbol. Makin dewasa makin
dominan pula sistem simbol seseorang.
Chaplin, J. P. 1972. Dictionaryof Psycology. New
York: Dell Publishing Co. Inc.
Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta:
Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PPLPTK.
Darsono, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Gredler, Margaret & E. Bell. 1986. Learning
And Instruction Theory Into Practice. Mc.Milan Publishing
Company. Diterjemahkan oleh Munandir. 1991. Jakarta: Rajawali.
Hamalik, Oemar.
2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi
Aksara.
Neiser, Uris. 1976. Cognition and Reality:
Principles and Implication of Cognitive Psycology. San Fransisco:
Freman and Company.
Sardiman, A.M.
2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Slameto, 2003.
Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 1994. Educational Psycology: Theory
and Practice. America: The United States of America.
Sukardjo 2010. Landasan pendidikan konsep dan
aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin. 1996. Psikologi Pendidikan: Suatu
Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment