Sunday, June 12, 2016

TEORI BELAJAR KOGNITIF



TEORI BELAJAR KOGNITIF
Indra Agung Pamuja, Winda Adlisa
Universitas Negeri Malang
Program Pascasarjana
Email:indra.pamuja@gmail.com, windaadlisa24@gmail.com

A.      Pendahuluan.
Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman (Hamalik, 2003). Adapun menurut sardiman belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya (Sardiman, 1988).
Secara umum, terdapat tiga macam teori belajar yang sudah dikenal, yakni: Teori belajar Behavioristik, Teori Belajar Kognitif dan teori Belajar Konstruktivistik. Pada pembahasan berikut, akan disampaikan pembahasan tentang Teori Belajar Kognitif.
Ada banyak asumsi yang mendeskripsikan tentang belajar kognitif.Istilah“Cognitif” berasal dari kata “Cognition” yang padanannya “Knowing”, berarti menge­tahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan dan penggunaan penge­tahuan (Neisser, 1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer dan menjadi salah satu domain atau wilayah atau ranah psikologis manusia yang meliputi setiap peri­laku mental yang berkaitan dengan pemaham­an, pertimbangan, pengolahan infor­masi, pe­mecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (ke­hendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Teori ini memiliki asumsi filosofis, yaitu the way in which we learn. Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran  ini , kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan. (Sukardjo, 2010). Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan menjelaskan secara alami kegiatan mental internal dalam diri kita. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada belajar itu sendiri karena belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks.
Teori kognitif ini, yang didasari oleh pandangan adanya mekanisme dan proses  pertumbuhan, yaitu dari bayi kemudian anak berkembang menjadi individu yang dapat bernalar dan ber­fikir menggunakan hipotesa. Asumsi dasar yang melandasi deskripsi demikian ialah pengertian Jean Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya tentang hakikat kecerdasan (Gredler, 1991).

B.       Teori Belajar Kognitif.
1.      Teori Perkembangan Jean Piaget.
Jean Piaget (1896-1980) lahir di Swiss, seorang pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif, yang pada awal mulanya bukanlah seorang psikolog melainkan seorang ahli biologi, tetapi telah berhasil menulis lebih dari 30 buku bermutu, yang bertemakan perkembangan anak dan kognitif (Syah, 1996).
Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistim syaraf. Dengan semakin bertambahnya usia sesesorang maka semakin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya di dalam segala hal.
Pada saat seseorang tumbuh menjadi dewasa, maka orang tersebut akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya dan akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif dalam struktur kognitifnya. Apabila seseorang menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi hingga sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitifnya yang harus diseuaikan dengan informasi yang diterima, maka proses ini disebut akomodasi. Jadi asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila terjadi konflik koginitif atau suatu ketidak seimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Adaptasi akan terjadi apabila telah terjadi keseimbangan dalam struktur kognitif. Tugas seorang dosen dalam proses belajar mengajar adalah menyajikan materi yang harus dipelajari mahasiswa sedemikian rupa sehingga menyebabkan adanya ketidak seimbangan kognitif pada diri mahasiswa. Dengan demikian ia akan berusaha untuk mengadopsi informasi baru ke dalam struktur kognitifnya yang telah ada.
Menurut Piaget proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Penjenjangan ini bersifat hirarkis artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan orang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Di sini terdapat empat macam jenjang, mulai jenjang sensomotorik (0 – 2 tahun) yang bersifat eksternal, preoperasional (2 – 6 tahun), operasional konkrit (6/7 – 11/12 tahun) dan jenjang formal (11/2 – 18 tahun) yang bersifat internal (mampu berfikir abstrak atau mengadakan penalaran). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat  perkembangan individu  tersebut pada 4 tahapan. Yang pertama adalah sensori motor, yakni perkembangan  ranah kognitif yang terjadi pada  usia 0 – 2 tahun. Yang kedua adalah preoperational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2 – 7 tahun. Yang ketiga adalah concrete operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 7 – 11 tahun. Yang terakhir adalah formal operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal (Slavin, 1994).
Yang merupakan titik pusat teori Perkembangan Kognitif Piaget ialah bagaimana individu mengalami kemajuan tingkat perkembangan mental atau pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi. Hal yang pokok dalam teori ini adalah kepercayaan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu dalam interaksi dengan lingkungan yang terusmenerus dan selalu berubah.
Dalam usahanya memahami mekanisme perkembangan kognitif, Piaget menyampaikan fungsi kecerdasan dari tiga perspektif. Ketiganya adalah: (1) proses mendasar yang terjadi dalam interaksi dengan lingkungan (asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi), (2) cara bagaimana pengetahuan disusun (pengalaman fisik dan logismatematis), dan (3) perbedaan kualitatif dalam berfikir pada berbagai tahap perkembangan (skema tindakan) mulai dari sensomotorik, praoperasional, operasional konkrit dan operasional formal.
Perkembangan kognitif menurut Piaget dipengaruhi oleh tiga proses dasar: asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Secara singkat, asimilasi ialah pemaduan data atau informasi baru dengan struktur kognitif yang ada, akomodasi ialah penyesuaian struktur terhadap situasi baru, dan ekuilibrasi ialah penyesuaian kembali yang terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi  (Gredler, 1991).
Berikut adalah kelemahan-kelemahan dari teori Piaget. Belajar individual tidak dapat dilaksanakan karena untuk belajar mandiri diperlukan kemampuan kognitif yang lengkap dan kompleks dan tidak bisa diuraikan dalam jenjang-jenjang. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan kognitif tingkat tinggi dapat dicapai oleh anak-anak yang belum mencapai umur yang sesuai dengan jenjang-jenjang teori Piaget. Sebaliknya, banyak orang yang tidak mencapai tahap operasional formal tanpa adanya manipulasi hal-hal yang bersifat konkrit seperti pemakaian gambar, demonstrasi, pemberian model dll. Keterampilan ternyata lebih baik dipelajari melalui urutan, bukan berdasarkan tahapan umur.

2.      Teori Kognitif Jerome S. Bruner
Jerome S. Bruner adalah seorang pakar psikologi perkembangan dan pakar psikologi belajar kognitif, penelitiannya dalam bidang psikologi antara lain persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi (Dahar, 1988).
Dalam pembahasan perkembangan kognisi, Bruner menekankan pada adanya pengaruh kebudayaan pada tingkah laku seseorang. Bila Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif berpengaruh pada perkembangan bahasa seseorang, maka sebaliknya Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognisi.
Menurut Bruner, perkembangan kognisi seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara dia melihat lingkungannya. Tahap pertama adalah tahap aktif, di mana individu melakukan aktivitas-aktivitas untuk memahami lingkungannya. Tahap kedua adalah tahap ikonik di mana ia melihat dunia atau lingkungannya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Tahap terakhir adalah tahap simbolik, di mana ia mempunyai gagasan secara abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika, komunikasi dilakukan dengan bantuan sistem simbol. Makin dewasa makin dominan pula sistem simbol seseorang.
Untuk belajar sesuatu, Bruner berpendapat tidak perlu menunggu sampai anak mencapai suatu tahap perkembangan tertentu. Apabila bahan yang diberikan sudah diatur dengan baik, maka individu dapat belajar meskipun umurnya belum memadai. Dengan kata lain, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan sistem ini dalam dunia pendidikan disebut “kurikulum spiral” di mana satu obyek diberikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi dengan materi yang sama tetapi tingkat kesukaran yang bertingkat, dan materinya disesuaikan pula dengan tingkat perkembangan kognisi seseorang.
Prinsip-prinsip belajar Bruner adalah sebagai berikut. Makin tinggi tingkat perkembangan intelektual, makin meningkat pula ketidaktergantungan individu terhadap stimulus yang diberikan. Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan kemampuan internal untuk menyimpan dan memproses informasi. Data atau informasi yang diterima dari luar perlu diolah secara mental.
Perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol. Untuk mengembangkan kognisi seseorang diperlukan interaksi yang sistematik antara pengajar dan pembelajar. Dalam Perkembangan kognisi seseorang, semakin tinggi tingkatannya semakin meningkat pula kemampuan untuk memikirkan beberapa alternatif secara serentak dan kemampuan untuk memberikan perhatian terhadap beberapa stimuli dan situasi sekaligus.

C.      Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktivitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perceptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpihak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam menemukan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar sangat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik terutama jika mendengarkan benda-benda kongrit.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah memiliki si belajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar mneghafal.
7.      Adanya perbedaan individual pada diri siswa pelu diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

D.      Kesimpulan.
Istilah  “Cognitif” berasal dari kata “Cognition” yang padanannya “Knowing”, berarti mengetahui. Dalam arti luas, kognisi ialah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan.Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran  ini , kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan.
Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran  ini , kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan. Jadi kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar sangat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Ada beberapa ahli yang mengkaji tentang pembelajaran kognitif. Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistim syaraf. Dengan semakin bertambahnya usia sesesorang maka semakin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya di dalam segala hal.
Selanjutnya menurut Bruner, perkembangan kognisi seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh cara dia melihat lingkungannya. Tahap pertama adalah tahap aktif, di mana individu melakukan aktivitas-aktivitas untuk memahami lingkungannya. Tahap kedua adalah tahap ikonik di mana ia melihat dunia atau lingkungannya melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Tahap terakhir adalah tahap simbolik, di mana ia mempunyai gagasan secara abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika, komunikasi dilakukan dengan bantuan sistem simbol. Makin dewasa makin dominan pula sistem simbol seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J. P. 1972. Dictionaryof Psycology. New York: Dell Publishing Co. Inc.
Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PPLPTK.
Darsono, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. 
Gredler, Margaret & E. Bell. 1986. Learning And Instruction Theory Into Practice. Mc.­Mi­lan Publishing Company. Diterjemah­kan oleh Munandir. 1991. Jakarta: Raja­wali.
Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara. 
Neiser, Uris. 1976. Cognition and Reality: Principles and Implication of Cognitive Psycology. San Fransisco: Freman and Company.
Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor Yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 1994. Educational Psycology: Theory and Practice. America: The United States of America.
Sukardjo 2010. Landasan pendidikan konsep dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers.
Syah, Muhibbin. 1996.  Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

No comments:

Post a Comment