Sunday, June 12, 2016

Uji Validitas Alat Tes



Disusun oleh: Marcelus Ungkang, Musaffak, Yohanes Mariano Dangku, dan Agga Ramses W.                        

PENYUSUNAN DAN PEMVALIDASIAN TES

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoJw1Tgse7B2l8pVH0N-IzAecuX85Yg0v9JtNdNif4hcvxXi7EjcZi01b8vx5Q6AUIB9Wslc-IAjxYcnppPJ_VRJ8c7IZyEYPkIBqyai74-bl-2pVnfplhhGmdKlfGihsKwabKbEs3ZA/s1600/validitas_melesset.png
1. Penyusunan Tes
1.1 Penyusunan Tes Berdasarkan Taksonomi Bloom
                Di bawah ini merupakan penyusunan tes berdasarkan taksonomi Bloom yang menyangkut tiga ranah atau domain sebagai berikut:
1) Ranah Kognitif (Cognitive Domain)
                Ranah kognitif mencakup kegiatan otak. Bloom mengungkapkan bahwa segala upaya yang menyangkut aktifitas otak termasuk ranah proses berfikir. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berfikir yaitu:
a. Pengetahuan/Ingatan/Hafalan (Knowledge)
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, atau rumus, dan sebagainya (Sudijono, 2001:50). Dalam hal ini pengetahuan disebut juga dengan pengetahuan hafalan atau untuk diingat.
Soal ingatan adalah pertanyaan yang jawabannya dapat dicari dengan mudah pada buku atau catatan. Pertanyaan ingatan biasanya dimulai dengan kata-kata mendeskripsikan, mengidentifikasikan, menjodohkan, menyebutkan dan menyatakan (Arikunto, 2003:155).  Tes yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe melengkapi, tipe isian dan tipe benar salah.
b. Pemahaman (Comprehension)
                Pada jenjang ini siswa diharapkan tidak hanya mengetahui, mengingat tetapi juga harus mengerti. Memahami berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan menggunakan kata-katanya sendiri (Sudijono, 2001:50).
Pemahaman dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu:
a)        Pemahaman terendah adalah pemahaman terjemahan.
b)        Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
c)        Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ini seseorang diharapkan mampu melihat di balik yang tertulis.
c. Aplikasi/Penerapan (Application)
                Aplikasi adalah pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atau prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan.
            Sementara itu menurut Arikunto (2003:156) soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan siswa dalam mengaplikasikan (menerapkan) pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehari-hari atau persoalan yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan keterangan yang terdapat dalam pelajaran yang dicatat.
Mengetes Aplikasi  
Bloom membedakan delapan tipe aplikasi dalam rangka menyusun item tes tentang aplikasi, yaitu:
a)        Dapat menetapkan prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang dihadapi.
b)        Dapat menyusun kembali masalahnya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.
c)        Dapat memberikan spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi.
d)        Dapat mengenali hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalisasi.
e)        Dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu.
f)         Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu.
g)        Dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan.
h)        Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.
d. Analisis (Analysis)
                Analisis adalah suatu kemampuan peserta didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya (Sudijono, 2001:51).
Mengetes kecakapan analisis, untuk membuat item tes kecakapan analisis perlu mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis, yakni:
a)        Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase atau pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria tertentu.
b)        Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas.
c)        Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria dan hubungan materinya.
d)        Dapat mengetengahkan pola, tata atau pengaturan materi dengan menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab-akibat dan peruntutan.
e)        Dapat mengenal organisasi, prinsip-prinsip organisasi dan pola-pola materi yang dihadapi.
f)         Dapat meramalkan sudut pandang, kerangka acuan, dan tujuan materi yang dihadapinya.
e. Sintesis (Synthesis)
                Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh atau sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga menjadi suatu proses yang berstruktur atau berbentuk pola baru (Sudijono, 2001:51).
Mengetes kecakapan sintesis, kecakapan sintesis dibagi ke dalam beberapa tipe, yaitu:
ü  Kemampuan mengkomunikasikan gagasan, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk tulisan.
ü  Kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau problem yang diketengahkan.
ü  Kemampuan mengabstraksikan sejumlah besar gejala, data, dan hasil observasi menjadi terarah, skema, model, hipotesis.
                Penyusunan soal dalam bentuk sintesis, pertanyaan-pertanyaannya disusun dengan baik sehingga meminta siswa untuk menggabungkan atau menyusun kembali hal-hal yang spesifik agar dapat mengembangkan struktur yang baru. Soal sintesis yaitu menyimpulkan, mengkategorikan, mengkombinasikan, mengarang, membuat disain, mengorganisasikan, menghubungkan, membuat rencana dan menciptakan.
f. Penilaian (Evaluation)
        Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide. Soal evaluasi adalah soal yang berhubungan dengan menilai, mengambil kesimpulan, membandingkan, mengkritik, membedakan, menerangkan, memutuskan dan menafsirkan.
Mengetes kecakapan evaluasi, untuk mengetes kecakapan evaluasi seseorang setidak-tidaknya dapat dikategorikan ke dalam enam tipe, yaitu:
a)        Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen.
b)        Dapat memberikan evaluasi satu sama lain antara asumsi, evidensi, dan kesimpulan.
c)        Dapat memahami nilai serta sudut pandang yang dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan.
d)        Dapat mengevaluasi suatu karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang relevan.
e)        Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.
f)         Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan sejumlah kriteria yang eksplisit.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixncfsvWe61N8qUEL66vwRmuJARJ6OqMqdvCOlFrXglK3UeoUi1DIm3pMlYLb6u7FpgVjDnp0REssybGvpujR4z2hwSK967aVEni0U7TtAuehK3y_x3kGEdZG-Nw_CK1nuaKctE0QWjaZc/s1600/01b_validity-reliability.gif

2) Ranah Afektif (Afektive Domain)
                Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar:
a. Menerima (Receiving)
                Menerima artinya kemauan untuk memperlihatkan suatu kegiatan atau menerima merupakan kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang pada siswa dalam bentuk situasi. Salah satu yang termasuk jenjang ini ialah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan rangsangan dari luar.
b. Menanggapi (Responding)
                Menanggapi yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Peserta didik cukup berkomitmen untuk menunjukkan perilaku bahwa ia bersedia untuk merespon bukan karena takut atau hukuman, namun karena dirinya sendiri atau secara sukarela.
c. Penilaian (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari penilaian (valuing) atau asesmen (assessment) dan juga merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap dalam diri siswa (internalized) atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk melakukan penilaian. Unsur utama yang terdapat pada perilaku dalam melakukan penilaian adalah bahwa perilaku tersebut dimotivasi, bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang patuh, namun oleh komitmen terhadap nilai yang mendasari munculnya perilaku.
d. Mengorganisasikan (Organization)
                 Mengorganisasikan adalah pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e. Karakteristik Nilai/Menjadikan Pola Hidup (Characteriszation by a Value)
                Karakteristik nilai ialah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku.
                Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan keterampilan (belajar kognitif), kerena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang baru dipelajari, karena lebih menekankan segi penghayatan dan apresiasi. Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Nilai-nilai yang demikian ini acapkali tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga dapat bersifat multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut (Iskandarwassid dan Sunendar, 2009:204-205).

3) Ranah Psikomotor
                Ranah psikomotor adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas otak, fisik, atau gerakan-gerakan anggota badan. Hasil belajar yang bersifat psikomotoris adalah keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami peristiwa belajar. keterampilan gerak tersebut senantiasa dikaitkan dengan gerak keterampilan atau penampilan yang sesuai dengan bidang studi yang diajarkan. Penilaian hasil belajar dengan alat tes yang berupa tes perbuatan. Penilaian terhadap aspek perbuatan tersebut menuntut kita untuk bertindak dan bersikap teliti terhadap tiap jenis penampilan siswa. Karena sifatnya yang kompleks penilaian ranah psikomotor sebaiknya dilakukan dalam proses, yaitu sewaktu pengajaran masih belangsung (Nurgiyantoro, 2001:330-331).

https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSoJTy2GbSgKhTXcPaFw0r5cLN5_WvjRi0H4TnnqxiXq5N6iij9rA
1.2 Penyusunan Tes Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
                Pada dasarnya penyusunan tes berdasarkan KTSP hampir sama dengan penyusunan tes berdasarkan taksonomi Bloom. Hanya saja terdapat pengembangan sesuai dengan tujuan kurikulum tersebut. Penyusunan tes dalam KTSP didasarkan pada kompetensi dan indikator kompetensi yang akan dicapai.
Berikut akan dipaparkan mengenai penjelasan aspek-aspek tersebut:
No.
Aspek
Kompetensi
Indikator Kompetensi
1.
Kognitif
Pengetahuan (Knowledge)

Pemahaman (Comprehension)

Penerapan (Application)


Analisis (Analysis)
Sintesis (Synthesis)

Evaluasi (Evaluation)
Menyebutkan, menuliskan, menyatakan, mengurutkan, mengidentifikasi, mendefinisi, mencocokkan, memberi nama, memberi tabel, melukiskan.
Mengubah, menerjemahkan, menggeneralisasikan, menguraikan, merangkum, membedakan, mempertahankan, menyimpulkan, mengemukakan pendapat, menjelaskan, membuat parafrase, meramalkan.
Mengoperasikan, mengubah, menghasilkan, mengatasi, menggunakan, menunjukkan, mempersiapkan, menghitung, menemukan, memodifikasi, meramalkan, menghubungkan, memecahkan.
Menguraikan, membagi-bagi, memilih, memerinci, menyimpulkan, menghubungkan, memisahkan.
Mengkategorisasikan, mengkombinasikan, menyusun, mengarang, menciptakan, mendesain, merencanakan, menulis kembali, meringkas, menceritakan.
Mengkritis, menafsirkan, memberikan evaluasi, membandingkan, membenarkan, memutuskan, meringkas, menyokong, menghubungkan, menjelaskan.
2.
Afektif
Penerimaan (Receiving)
Menanggapi (Responding)
Penanaman nilai (Valuing)
Pengorganisasian (Organisation)
Karakteristik (Characterization)
Pengamatan (Observing)
Mempercayai, memilih, mengikuti, bertanya, menjawab, menggunakan, mengidentifikasi.
Konfirmasi, menjawab, membaca, membantu, melaksanakan, melaporkan, dan menampilkan.
Mengundang, melibatkan, mengusulkan dan melakukan.
Menyusun, menyatukan, menghubungkan, mempengaruhi.

Menggunakan nilai-nilai sebagai pandangan hidup, mempertahankan nilai yang sudah diyakini.

Mengamati proses, memberi perhatian pada tahap-tahap sebuah perbuatan dan sebuah artikulasi.
3.
Psikomotor
Peniruan (Imitation)

Pembiasaan (Practicing)
Penyesuaian (Adapting)
Melatih, mengubah, membangun kembali sebuah struktur dan menggunakan sebuah model.
Mengontrol kebiasaan agar tetap konsisten.
Menyesuaikan model, mengembangkan model dan menerapkan model.



1.3 Pembuatan Kisi-kisi Pengujian
Kisi-kisi adalah sebuah cetak biru, perencanaan, yang dijadikan pedoman untuk pembuatan dan perakitan soal-soal ujian. Kisi-kisi haruslah mengandung sejumlah komponen, yaitu identitas dan sejumlah isian yang biasa dibuat dalam kolom-kolom. Kolom-kolom yang dimaksud untuk tes objektif pilihan ganda paling tidak berupa kolom (a) standar kompetensi, (b) kompetensi dasar, (c) materi pokok, (d) indikatro, (e) jumlah soal, (f) nomor soal, dan (g) bentuk soal. Tentang kolom apa saja yang harus ada dalam sebuah kisi-kisi, tampaknya tidak ada kepastian. Namun, kisi-kisi yang baik harus lengkap tetapi sederhana, jelas, dan mudah diikuti karena akan dijadikan rujukan penulisan butir-butir soal.
Tabel 2
Contoh Kisi-kisi Pengujian untuk SMP Kelas 8 Semester II
                                Nama Sekolah                         : SMP ...
                                Mata Pelajaran         : Bahasa Indonesia
                                Kelas/Semester        : 8/II
                                Waktu                                      : 120 menit
No.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Indikator
Soal Nomor
Jumlah Soal
Bentuk Soal
1.







2.







-







n







Jumlah:


                Jika hanya bermaksud untuk membuat soal yang hanya melibatkan satu standar kompetensi saja, misalnya untuk ulangan harian, kita dapat meletakkan rumusan standar kompetensi yang dimaksud di luar kolom. Contoh kisi-kisi yang dimaksud sebagai berikut.
Tabel 3
Contoh Kisi-kisi Pengujian untuk SMP Kelas 8 Semester II
                                Nama Sekolah                         : SMP ...
                                Mata Pelajaran         : Bahasa Indonesia
                                Kelas/Semester        : 8/II
                                Waktu                                      : 120 menit
                                Standar Kompetensi                : ...
No.
Kompetensi Dasar
Materi Pokok
Indikator
Soal Nomor
Jumlah Soal
Bentuk Soal
1.






2.






-






n






Jumlah:


2. Pemvalidasian Tes
2.1 Hakikat Validitas
                Menurut Gronlund (dalam Nurgiyantoro, 2010:151) mengungkapkan bahwa validitas dalam kaitanya dengan tes, terdapat beberapa pertimbangan. Pertama, validitas merujuk pada kelayakan interpretasi yang berdasarkan skor hasil tes. Yang berkaitan dengan penggunaan tertentu dan bukan terhadap instrumentnya. Kedua, validitas adalah masalah kadar, maka harus dihindari pemikiran bahwa hasil tes itu valid atau tidak valid. Ketiga, validitas berkaitan dengan penggunaan khusus karena tidak ada sutu tes pun yang valid untuk semua tujuan.
                Jadi, validitas merupakan dukungan bukti dan teori terhadap penafsiran tes sesuai dengan tujuan penggunaan tes. Proses validasi merupakan pengumpulan bukti-bukti untuk menunjukan dasar saintivik penafsiran skor sebagai mana yang direncanakan. Validitas adalah penafsiran hasil skortes dan bukan alat tesnya itu sendiri.
                Grondlund dan Popham (dalam Nurgiyantoro, 2010:153) mengemukakan bahwa terdapat tiga pendekatan validasi, yaitu (1) bukti berdasarkan isi, (2) bukti berdarkan kriteria, dan (3) berdasarkan konstruk.
Tabel 4
Tiga Pendekatan Validasi Tes
Jenis Pendekatan
Prosedur
Makna
Bukti berdasarkan isi (Content-Related Evidence)

Bukti Berdasarkan Kriteria (Criterion- Related Evidence)

Bukti Berdasarkan Konstruk (Construk Related Evidence)
Pembandingan butir-butir tes dengan deskripsi spesifikasi tes.

Pembandingan Skor hasil tes dengan skor kinerja yang kemudian, atau yang sekarang

Penetapan makna skor tes dengan mengontrol atau menguji pengembangan tes dan secara eksperimental menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi tampilan tes
Sejauh mana sampel tes mewakili ranah yang diukur.


Sejauh mana kinerja tes meprediksikan tampilan yang akan datang, atau mampu mengestimasi. Kinerja lain yang dilakukan sekarang.
Seberapa baik kinerja tes dapat ditafsirkan sebagai ukuran yang bermakna dari suatu karakteristik atau kualitas

2.2 Macam Validitas
                Menurut Nurgiyantoro (2010:154-155), mengungkapkan bahwa berdasarkan jenis data dan kerja analisis, validitas dibedakan menjadi dua kategori, yaitu analisis rasional dan analisis data empirik. Berdasarkan analisis rasional atau pertimbangan logis, validitas dibedakan menjadi 2 macam, yaitu validitas isi dan validitas konsep atau konstruk. Berdasarkan data empirik (empiris), validitas dibedakan menjadi dua macam, yaitu validitas sejalan dan validitas ramalan atau prediktif.

a.          Validitas Isi
Menurut Gronlund (dalam Nurgiyantoro, 2010:155) memyatakan cinta bahwa validitas isi dimaknai sebagai proses penentuan seberapa jauh suatu alat tes menunjukkan kerelevansian dan keterwakilan terhadap ranah tugas yang diukur. Tackman (dalam Nurgiyantoro, 2010:155) juga mengungkapakan bahwa validitas isi dimaknai apakah alat tes itu mempunyai kesejajaran (sesuai) dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan.
Esensi validitas isi adalah penentuan ketepatan pengambilan sampel bahan ajar yang akan diteskan. Validitas isi adalah proses penentuan sejauh mana alat tes itu relevan dan dapat mewakili ranah yang dimaksudkan. Validitas isi merupakn jenis validitas yang harus terpenuhi dalam alat tes, khususnya alat tes yang disusun oleh guru untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar peserta didik.
b.          Validitas Konstruk
Menurut Gronlund dan Pophum (dalam Nurgiyantoro, 2010:156), mengungkapkan bahwa validitas konstruk berkaitan dengan konstruk atau konsep bidang ilmu yang akan diuji validitas tesnya. Konstruk merupakan suatu asumsi atau hipotesis yang berkenaan dengan suatu bidang ilmu atau sub bidang kelimuan tertentu. Konstuk berkaitan dengan ciri atau kualitas psikologis, misalnya penalaran matematis adalah sebuah kosntruk. Begitu juga dengan intelegensi, kreatifitas, minat dan motivasi, membaca pemahaman, keramahan, kecemasan, dan lain-lain.
Validitas konstruk adalah proses penentuan sejauhmana performansi tes dapat diinterpretasikan dalam kaitanya dengan satu atau sejumlah konstruk psikologis. Uji tinggi rendahnya kadar validitas konstruk dapat dilakukan melalui respon peserta tes hasil pengukuran. Penentuan kadar validitas konstruk, melibatkan bukti-bukti berdasarkan isi dan bukti berdasarkan kriteria. Prosedurnya adalah mengklarifikasi apa yang sedang diukur dan faktor  yang mempengaruhi skor tes sehingga performasi tes dapat diinterpretasikan lebih bermakna.
c.          Validitas Sejalan
Menurut Gronlund dan Pophum (dalam Nurgiyantoro, 2010:158) menyatakan bahwa validitas sejalan dimaknai sebagai proses penentu sejauh mana skors sebuah tes berkaitan dengan tes yang lain. Skor pengukuran hasil tes yang lain itulah yang disebut sebagai kriteria atau pembanding. Makna lain validitas sejalan adalah pembuktian apakah skor hasil tes pada suatu bidang mencerminkan atau sesuai dengan bidang-bidang yang lain yang waktu pengukurannya bersamaan.
Cara membuktikan kadar validitas sejalan adalah dilakukan dengan mengorelasikan sekor hasil tes (alat tes yang diuji) dengan hasil tes bidang yang lain yang sekarakteristik tersebut (alat tes yang sebagai pembanding). Skor bidang lain yang sebagai pembanding tersebut tidak harus sekarakteristik dengan skor tes yang dibandingkan.
d.          Validitas Prediktif
Validitas prediktif menunjuk pada pengertian pembuktian apakah skor alat tes yang diujikan kini mempunyai kaitan (kemampuan memprediksikan) dengan skor tes atau prestasi yang diteskan atau dicapai kemudian. Validitas prediktif menafsirkan kadar validitasnya dengan membuktikannya dengan kriteria lain.
Untuk membuktikan tinggi rendahnya kadar validitas prediktif yaitu dilakukan dengan mencari koefesien korelasi antara hasil tes yang pertama dan hasil tes atau prestasi yang dicapai kemudian. Tinggi rendahnya koefisien korelasi yang diperoleh membuktikan kadar validitas prediktif alat tes yang diuji validitasnya itu (Nurgiyantoro, 2010:160).

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Validitas
Menurut Gronlund (dalam Nurgiyantoro, 2010:163) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi validitas terbagi atas (1) faktor alat tes, (2) faktor pelaksanaan pengukuran dan penyekoran, dan (3) faktor jawaban peserta tes.
a.          Faktor Alat Tes
Hal-hal berikut merupakan hasil identifikasi faktor-faktor yang masih ditemukan dalam pengembangan alat tes.
a)     Adanya ketidakjelasan perintah tentang apa atau bagaimana yang mesti dilakukan peserta tes, misalnya bagaiman menjawab pertanyaan.
b)     Kosakata atau struktur kalimat pada teks atau soal terlalu sulit untuk ukuran peserta didik yang mengerjakan tes. Hal itu dapat menyebabkan kesalahan menjawab, kesalahan belum tentu karena mereka tidak dapat menjawab pertanyaan, tetapi karena tidak memahami teks.
c)      Ketidaklayakan tingkat kesulitan soal tes. Soal mungkin terlalu sulit atau terlalu mudah bagi tingkat peserta tes. Keduanya sama-sama menyebabkan soal menjadi kurang valid.
d)     Pembuatan soal yang kurang baik, misalnya hubungan antarunsur tidak jelas.
e)     Bahasa yang dipakai bermakna ambigu sehingga dapat ditafsirkan lebih dari satu makna.
f)       Butir-butir soal kurang mengukur yang seharusnya diukur, misalnya hanya mengukur berbagai hal-hal yang faktual saja dan tidak sampai ke tuntutan pemahaman yang lebih kompleks.
g)     Soal terlalu pendek, hanya sedikit pertanyaan sehingga tidak mewakili secara representatif kompetensi dan bahan ajar yang dibelajarkan.
h)     Ketidaktepatan penyusunan butir-butir, misalnya soal yang sulit ditempatkan di awal dan yang mudah malah di belakang.
i)       Jawaban soal tes objektif yang terpola, misalnya AA, BB, CC, DD, dan seterusnya. 
b.          Faktor Pelaksanaan Pengukuran dan Penyekoran
Faktor pelaksanaan pengukuran dan penyekoran yang tidak dilakukan secara terencana dan cermat juga dapat mempengaruhi kadar validitas, misalnya pelaksanaan tes yang tergesa-gesa seperti kekurangan waktu. Sehingga peserta tes tidak dapat membaca dan mengerjakan dengan baik atau bahkan belum selesai mengerjakan tes. Pelaksanaan tes yang tidak diawasi dengan baik sehingga peserta tes dapat berlaku tidak jujur.
c.          Faktor Jawaban Peserta Tes
Jawaban peserta tes dapat mempengaruhi validitas tes. Hal itu dapat terjadi, misalnya peserta tes tidak cermat membaca perintah, tidak cermat membaca soal, menjawab terburu-buru, dan hanya asal menjawab.

Daftar Pustaka
Iskandarwassid dan Sunendar, Dadang. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

____________________. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Sudijono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.


No comments:

Post a Comment