Disusun oleh: Marcelus Ungkang, Musaffak, Yohanes Mariano Dangku, dan Agga
Ramses W.
PENYUSUNAN DAN PEMVALIDASIAN TES
1. Penyusunan Tes
1.1 Penyusunan Tes
Berdasarkan Taksonomi Bloom
Di bawah ini merupakan
penyusunan tes berdasarkan taksonomi Bloom yang menyangkut tiga ranah atau
domain sebagai berikut:
1) Ranah Kognitif (Cognitive
Domain)
Ranah kognitif mencakup kegiatan
otak. Bloom mengungkapkan bahwa segala upaya yang menyangkut aktifitas otak
termasuk ranah proses berfikir. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang
proses berfikir yaitu:
a.
Pengetahuan/Ingatan/Hafalan (Knowledge)
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, atau
rumus, dan sebagainya (Sudijono, 2001:50). Dalam hal ini pengetahuan disebut
juga dengan pengetahuan hafalan atau untuk diingat.
Soal ingatan adalah pertanyaan yang jawabannya dapat dicari
dengan mudah pada buku atau catatan. Pertanyaan ingatan biasanya dimulai dengan
kata-kata mendeskripsikan, mengidentifikasikan, menjodohkan, menyebutkan dan
menyatakan (Arikunto, 2003:155). Tes
yang paling banyak dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah tipe
melengkapi, tipe isian dan tipe benar salah.
b. Pemahaman (Comprehension)
Pada jenjang ini siswa
diharapkan tidak hanya mengetahui, mengingat tetapi juga harus mengerti.
Memahami berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai
segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat
memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan menggunakan kata-katanya sendiri
(Sudijono, 2001:50).
Pemahaman dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu:
a)
Pemahaman terendah
adalah pemahaman terjemahan.
b)
Tingkat kedua adalah
pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang
diketahui berikutnya, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
c)
Pemahaman tingkat
ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ini
seseorang diharapkan mampu melihat di balik yang tertulis.
c. Aplikasi/Penerapan (Application)
Aplikasi adalah pemakaian
hal-hal abstrak dalam situasi konkret. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa
ide umum, aturan atau prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide
dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan.
Sementara itu menurut Arikunto (2003:156)
soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan siswa dalam mengaplikasikan
(menerapkan) pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehari-hari atau persoalan
yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan keterangan yang terdapat
dalam pelajaran yang dicatat.
Mengetes Aplikasi
Bloom membedakan delapan tipe aplikasi dalam rangka menyusun
item tes tentang aplikasi, yaitu:
a)
Dapat menetapkan
prinsip atau generalisasi yang sesuai untuk situasi baru yang dihadapi.
b)
Dapat menyusun kembali
masalahnya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang
sesuai.
c)
Dapat memberikan
spesifikasi batas-batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi.
d)
Dapat mengenali
hal-hal khusus yang terpampang dari prinsip dan generalisasi.
e)
Dapat menjelaskan
suatu gejala baru berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu.
f)
Dapat meramalkan
sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu.
g)
Dapat menentukan
tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan
menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan.
h)
Dapat menjelaskan
alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan
peserta didik untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut
bagian-bagian yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan mampu
memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan
faktor-faktor lainnya (Sudijono, 2001:51).
Mengetes kecakapan analisis, untuk membuat item tes kecakapan
analisis perlu mengenal berbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis,
yakni:
a)
Dapat
mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase atau pertanyaan-pertanyaan dengan
menggunakan kriteria tertentu.
b)
Dapat meramalkan
sifat-sifat khusus tertentu yang tidak disebutkan secara jelas.
c)
Dapat meramalkan
kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit atau yang perlu ada berdasarkan
kriteria dan hubungan materinya.
d)
Dapat mengetengahkan
pola, tata atau pengaturan materi dengan menggunakan kriteria seperti
relevansi, sebab-akibat dan peruntutan.
e)
Dapat mengenal
organisasi, prinsip-prinsip organisasi dan pola-pola materi yang dihadapi.
f)
Dapat meramalkan sudut
pandang, kerangka acuan, dan tujuan materi yang dihadapinya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah penyatuan
unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh atau sintesis
merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara
logis sehingga menjadi suatu proses yang berstruktur atau berbentuk pola baru
(Sudijono, 2001:51).
Mengetes kecakapan sintesis, kecakapan sintesis dibagi ke
dalam beberapa tipe, yaitu:
ü Kemampuan mengkomunikasikan gagasan,
perasaan, dan pengalaman dalam bentuk tulisan.
ü Kemampuan menyusun rencana atau
langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau problem yang diketengahkan.
ü Kemampuan mengabstraksikan sejumlah besar
gejala, data, dan hasil observasi menjadi terarah, skema, model, hipotesis.
Penyusunan soal dalam bentuk
sintesis, pertanyaan-pertanyaannya disusun dengan baik sehingga meminta siswa
untuk menggabungkan atau menyusun kembali hal-hal yang spesifik agar dapat
mengembangkan struktur yang baru. Soal sintesis yaitu menyimpulkan,
mengkategorikan, mengkombinasikan, mengarang, membuat disain,
mengorganisasikan, menghubungkan, membuat rencana dan menciptakan.
f. Penilaian (Evaluation)
Evaluasi adalah
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai
atau ide. Soal evaluasi adalah soal yang berhubungan dengan menilai, mengambil
kesimpulan, membandingkan, mengkritik, membedakan, menerangkan, memutuskan dan
menafsirkan.
Mengetes kecakapan evaluasi, untuk mengetes kecakapan
evaluasi seseorang setidak-tidaknya dapat dikategorikan ke dalam enam tipe,
yaitu:
a)
Dapat memberikan
evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen.
b)
Dapat memberikan
evaluasi satu sama lain antara asumsi, evidensi, dan kesimpulan.
c)
Dapat memahami nilai
serta sudut pandang yang dipakai orang dalam mengambil suatu keputusan.
d)
Dapat mengevaluasi
suatu karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang relevan.
e)
Dapat mengevaluasi
suatu karya dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.
f)
Dapat memberikan
evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan sejumlah kriteria yang
eksplisit.
2) Ranah Afektif (Afektive
Domain)
Ranah afektif berkenaan dengan
sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi
belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar:
a. Menerima (Receiving)
Menerima artinya kemauan untuk
memperlihatkan suatu kegiatan atau menerima merupakan kepekaan dalam menerima
rangsangan dari luar yang datang pada siswa dalam bentuk situasi. Salah satu
yang termasuk jenjang ini ialah kesadaran dan keinginan untuk menerima
stimulus, kontrol, dan rangsangan dari luar.
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi yakni reaksi yang
diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. Hal ini
mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar
yang datang kepada dirinya. Peserta didik cukup berkomitmen untuk menunjukkan
perilaku bahwa ia bersedia untuk merespon bukan karena takut atau hukuman,
namun karena dirinya sendiri atau secara sukarela.
c. Penilaian (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan
hasil dari penilaian (valuing) atau asesmen (assessment) dan juga
merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap dalam diri siswa (internalized)
atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk melakukan penilaian.
Unsur utama yang terdapat pada perilaku dalam melakukan penilaian adalah bahwa
perilaku tersebut dimotivasi, bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang
patuh, namun oleh komitmen terhadap nilai yang mendasari munculnya perilaku.
d. Mengorganisasikan (Organization)
Mengorganisasikan adalah pengembangan dari
nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan
nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e. Karakteristik
Nilai/Menjadikan Pola Hidup (Characteriszation by a Value)
Karakteristik nilai ialah
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah laku.
Belajar afektif berbeda dengan
belajar intelektual dan keterampilan (belajar kognitif), kerena segi afektif
sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus
yang baru dipelajari, karena lebih menekankan segi penghayatan dan apresiasi.
Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung,
disadari atau tidak. Nilai-nilai yang demikian ini acapkali tersembunyi, dan
ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga dapat bersifat
multidimensional, ada yang relatif dan ada yang absolut (Iskandarwassid dan
Sunendar, 2009:204-205).
3) Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas otak, fisik, atau gerakan-gerakan
anggota badan. Hasil belajar yang bersifat psikomotoris adalah
keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami
peristiwa belajar. keterampilan gerak tersebut senantiasa dikaitkan dengan
gerak keterampilan atau penampilan yang sesuai dengan bidang studi yang
diajarkan. Penilaian hasil belajar dengan alat tes yang berupa tes perbuatan.
Penilaian terhadap aspek perbuatan tersebut menuntut kita untuk bertindak dan
bersikap teliti terhadap tiap jenis penampilan siswa. Karena sifatnya yang
kompleks penilaian ranah psikomotor sebaiknya dilakukan dalam proses, yaitu
sewaktu pengajaran masih belangsung (Nurgiyantoro, 2001:330-331).
1.2 Penyusunan Tes
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pada dasarnya penyusunan tes
berdasarkan KTSP hampir sama dengan penyusunan tes berdasarkan taksonomi Bloom.
Hanya saja terdapat pengembangan sesuai dengan tujuan kurikulum tersebut.
Penyusunan tes dalam KTSP didasarkan pada kompetensi dan indikator kompetensi
yang akan dicapai.
Berikut akan dipaparkan mengenai penjelasan aspek-aspek
tersebut:
No.
|
Aspek
|
Kompetensi
|
Indikator Kompetensi
|
1.
|
Kognitif
|
Pengetahuan
(Knowledge)
Pemahaman
(Comprehension)
Penerapan
(Application)
Analisis (Analysis)
Sintesis (Synthesis)
Evaluasi
(Evaluation)
|
Menyebutkan,
menuliskan, menyatakan, mengurutkan, mengidentifikasi, mendefinisi,
mencocokkan, memberi nama, memberi tabel, melukiskan.
Mengubah,
menerjemahkan, menggeneralisasikan, menguraikan, merangkum, membedakan,
mempertahankan, menyimpulkan, mengemukakan pendapat, menjelaskan, membuat
parafrase, meramalkan.
Mengoperasikan,
mengubah, menghasilkan, mengatasi, menggunakan, menunjukkan, mempersiapkan,
menghitung, menemukan, memodifikasi, meramalkan, menghubungkan, memecahkan.
Menguraikan,
membagi-bagi, memilih, memerinci, menyimpulkan, menghubungkan, memisahkan.
Mengkategorisasikan,
mengkombinasikan, menyusun, mengarang, menciptakan, mendesain, merencanakan,
menulis kembali, meringkas, menceritakan.
Mengkritis,
menafsirkan, memberikan evaluasi, membandingkan, membenarkan, memutuskan,
meringkas, menyokong, menghubungkan, menjelaskan.
|
2.
|
Afektif
|
Penerimaan
(Receiving)
Menanggapi
(Responding)
Penanaman nilai
(Valuing)
Pengorganisasian
(Organisation)
Karakteristik
(Characterization)
Pengamatan
(Observing)
|
Mempercayai,
memilih, mengikuti, bertanya, menjawab, menggunakan, mengidentifikasi.
Konfirmasi,
menjawab, membaca, membantu, melaksanakan, melaporkan, dan menampilkan.
Mengundang,
melibatkan, mengusulkan dan melakukan.
Menyusun,
menyatukan, menghubungkan, mempengaruhi.
Menggunakan
nilai-nilai sebagai pandangan hidup, mempertahankan nilai yang sudah
diyakini.
Mengamati proses,
memberi perhatian pada tahap-tahap sebuah perbuatan dan sebuah artikulasi.
|
3.
|
Psikomotor
|
Peniruan (Imitation)
Pembiasaan
(Practicing)
Penyesuaian
(Adapting)
|
Melatih, mengubah,
membangun kembali sebuah struktur dan menggunakan sebuah model.
Mengontrol kebiasaan
agar tetap konsisten.
Menyesuaikan model,
mengembangkan model dan menerapkan model.
|
1.3 Pembuatan
Kisi-kisi Pengujian
Kisi-kisi adalah sebuah cetak biru, perencanaan, yang
dijadikan pedoman untuk pembuatan dan perakitan soal-soal ujian. Kisi-kisi
haruslah mengandung sejumlah komponen, yaitu identitas dan sejumlah isian yang
biasa dibuat dalam kolom-kolom. Kolom-kolom yang dimaksud untuk tes objektif
pilihan ganda paling tidak berupa kolom (a) standar kompetensi, (b) kompetensi
dasar, (c) materi pokok, (d) indikatro, (e) jumlah soal, (f) nomor soal, dan
(g) bentuk soal. Tentang kolom apa saja yang harus ada dalam sebuah kisi-kisi,
tampaknya tidak ada kepastian. Namun, kisi-kisi yang baik harus lengkap tetapi
sederhana, jelas, dan mudah diikuti karena akan dijadikan rujukan penulisan
butir-butir soal.
Tabel 2
Contoh Kisi-kisi Pengujian untuk SMP Kelas 8 Semester II
Nama Sekolah : SMP ...
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : 8/II
Waktu : 120
menit
No.
|
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Materi Pokok
|
Indikator
|
Soal Nomor
|
Jumlah Soal
|
Bentuk Soal
|
1.
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
|
|
|
|
-
|
|
|
|
|
|
|
|
n
|
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah:
|
|
Jika hanya bermaksud untuk membuat soal
yang hanya melibatkan satu standar kompetensi saja, misalnya untuk ulangan
harian, kita dapat meletakkan rumusan standar kompetensi yang dimaksud di luar
kolom. Contoh kisi-kisi yang dimaksud sebagai berikut.
Tabel 3
Contoh Kisi-kisi Pengujian untuk SMP Kelas 8 Semester II
Nama Sekolah : SMP ...
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : 8/II
Waktu : 120
menit
Standar
Kompetensi : ...
No.
|
Kompetensi Dasar
|
Materi Pokok
|
Indikator
|
Soal Nomor
|
Jumlah Soal
|
Bentuk Soal
|
1.
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
|
|
|
|
|
|
-
|
|
|
|
|
|
|
n
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah:
|
|
2. Pemvalidasian Tes
2.1 Hakikat Validitas
Menurut Gronlund (dalam
Nurgiyantoro, 2010:151) mengungkapkan bahwa validitas dalam kaitanya dengan
tes, terdapat beberapa pertimbangan. Pertama, validitas merujuk pada kelayakan
interpretasi yang berdasarkan skor hasil tes. Yang berkaitan dengan penggunaan
tertentu dan bukan terhadap instrumentnya. Kedua, validitas adalah masalah
kadar, maka harus dihindari pemikiran bahwa hasil tes itu valid atau tidak
valid. Ketiga, validitas berkaitan dengan penggunaan khusus karena tidak ada
sutu tes pun yang valid untuk semua tujuan.
Jadi, validitas merupakan
dukungan bukti dan teori terhadap penafsiran tes sesuai dengan tujuan
penggunaan tes. Proses validasi merupakan pengumpulan bukti-bukti untuk
menunjukan dasar saintivik penafsiran skor sebagai mana yang direncanakan.
Validitas adalah penafsiran hasil skortes dan bukan alat tesnya itu sendiri.
Grondlund dan Popham (dalam
Nurgiyantoro, 2010:153) mengemukakan bahwa terdapat tiga pendekatan validasi,
yaitu (1) bukti berdasarkan isi, (2) bukti berdarkan kriteria, dan (3)
berdasarkan konstruk.
Tabel 4
Tiga Pendekatan Validasi Tes
Jenis Pendekatan
|
Prosedur
|
Makna
|
Bukti berdasarkan isi (Content-Related Evidence)
Bukti Berdasarkan Kriteria (Criterion- Related Evidence)
Bukti Berdasarkan Konstruk (Construk Related Evidence)
|
Pembandingan butir-butir tes dengan deskripsi spesifikasi tes.
Pembandingan Skor hasil tes dengan skor kinerja yang kemudian, atau yang
sekarang
Penetapan makna skor tes dengan mengontrol atau menguji pengembangan tes
dan secara eksperimental menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi
tampilan tes
|
Sejauh mana sampel tes mewakili ranah yang diukur.
Sejauh mana kinerja tes meprediksikan tampilan yang akan datang, atau
mampu mengestimasi. Kinerja lain yang dilakukan sekarang.
Seberapa baik kinerja tes dapat ditafsirkan sebagai ukuran yang bermakna
dari suatu karakteristik atau kualitas
|
2.2 Macam Validitas
Menurut Nurgiyantoro
(2010:154-155), mengungkapkan bahwa berdasarkan jenis data dan kerja analisis,
validitas dibedakan menjadi dua kategori, yaitu analisis rasional dan analisis
data empirik. Berdasarkan analisis rasional atau pertimbangan logis, validitas
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu validitas isi dan validitas konsep atau
konstruk. Berdasarkan data empirik (empiris), validitas dibedakan menjadi dua
macam, yaitu validitas sejalan dan validitas ramalan atau prediktif.
a.
Validitas Isi
Menurut Gronlund (dalam Nurgiyantoro, 2010:155) memyatakan
cinta bahwa validitas isi dimaknai sebagai proses penentuan seberapa jauh suatu
alat tes menunjukkan kerelevansian dan keterwakilan terhadap ranah tugas yang
diukur. Tackman (dalam Nurgiyantoro, 2010:155) juga mengungkapakan bahwa
validitas isi dimaknai apakah alat tes itu mempunyai kesejajaran (sesuai)
dengan tujuan dan deskripsi bahan pelajaran yang diajarkan.
Esensi validitas isi adalah penentuan ketepatan pengambilan
sampel bahan ajar yang akan diteskan. Validitas isi adalah proses penentuan
sejauh mana alat tes itu relevan dan dapat mewakili ranah yang
dimaksudkan. Validitas isi merupakn jenis validitas yang harus terpenuhi dalam
alat tes, khususnya alat tes yang disusun oleh guru untuk mengukur tingkat
keberhasilan belajar peserta didik.
b.
Validitas Konstruk
Menurut Gronlund dan Pophum (dalam Nurgiyantoro, 2010:156),
mengungkapkan bahwa validitas konstruk berkaitan dengan konstruk atau konsep
bidang ilmu yang akan diuji validitas tesnya. Konstruk merupakan suatu asumsi
atau hipotesis yang berkenaan dengan suatu bidang ilmu atau sub bidang kelimuan
tertentu. Konstuk
berkaitan dengan ciri atau kualitas psikologis, misalnya penalaran matematis
adalah sebuah kosntruk. Begitu juga dengan intelegensi, kreatifitas, minat dan
motivasi, membaca pemahaman, keramahan, kecemasan, dan lain-lain.
Validitas konstruk adalah proses penentuan
sejauhmana performansi tes dapat diinterpretasikan dalam kaitanya dengan satu
atau sejumlah konstruk psikologis. Uji tinggi rendahnya kadar validitas
konstruk dapat dilakukan melalui respon peserta tes hasil pengukuran. Penentuan
kadar validitas konstruk, melibatkan bukti-bukti berdasarkan isi dan bukti
berdasarkan kriteria. Prosedurnya adalah mengklarifikasi apa yang sedang diukur
dan faktor yang mempengaruhi skor tes
sehingga performasi tes dapat diinterpretasikan lebih bermakna.
c.
Validitas Sejalan
Menurut Gronlund dan Pophum (dalam Nurgiyantoro, 2010:158)
menyatakan bahwa validitas sejalan dimaknai sebagai proses penentu sejauh mana
skors sebuah tes berkaitan dengan tes yang lain. Skor pengukuran
hasil tes yang lain itulah yang disebut sebagai kriteria atau pembanding. Makna
lain validitas sejalan adalah pembuktian apakah skor hasil tes pada suatu
bidang mencerminkan atau sesuai dengan bidang-bidang yang lain yang waktu
pengukurannya bersamaan.
Cara membuktikan
kadar validitas sejalan adalah dilakukan dengan mengorelasikan sekor hasil tes
(alat tes yang diuji) dengan hasil tes bidang yang lain yang sekarakteristik
tersebut (alat tes yang sebagai pembanding). Skor bidang lain yang sebagai
pembanding tersebut tidak harus sekarakteristik dengan skor tes yang
dibandingkan.
d.
Validitas Prediktif
Validitas prediktif menunjuk pada pengertian pembuktian
apakah skor alat tes yang diujikan kini mempunyai kaitan (kemampuan
memprediksikan) dengan skor tes atau prestasi yang diteskan atau dicapai
kemudian. Validitas
prediktif menafsirkan kadar validitasnya dengan membuktikannya dengan kriteria
lain.
Untuk membuktikan tinggi rendahnya kadar
validitas prediktif yaitu dilakukan dengan mencari koefesien korelasi antara
hasil tes yang pertama dan hasil tes atau prestasi yang dicapai kemudian.
Tinggi rendahnya koefisien korelasi yang diperoleh membuktikan kadar validitas
prediktif alat tes yang diuji validitasnya itu (Nurgiyantoro, 2010:160).
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Validitas
Menurut Gronlund (dalam Nurgiyantoro,
2010:163) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi validitas terbagi atas (1)
faktor alat tes, (2) faktor pelaksanaan pengukuran dan penyekoran, dan (3)
faktor jawaban peserta tes.
a.
Faktor Alat Tes
Hal-hal berikut
merupakan hasil identifikasi faktor-faktor yang masih ditemukan dalam
pengembangan alat tes.
a) Adanya ketidakjelasan perintah tentang apa atau bagaimana yang mesti
dilakukan peserta tes, misalnya bagaiman menjawab pertanyaan.
b)
Kosakata atau struktur kalimat pada teks atau soal terlalu
sulit untuk ukuran peserta didik yang mengerjakan tes. Hal itu dapat
menyebabkan kesalahan menjawab, kesalahan belum tentu karena mereka tidak dapat
menjawab pertanyaan, tetapi karena tidak memahami teks.
c) Ketidaklayakan
tingkat kesulitan soal tes. Soal mungkin terlalu sulit atau terlalu mudah bagi
tingkat peserta tes. Keduanya sama-sama menyebabkan soal menjadi kurang
valid.
d) Pembuatan soal yang kurang baik, misalnya hubungan antarunsur tidak jelas.
e) Bahasa yang dipakai bermakna ambigu sehingga dapat ditafsirkan lebih dari
satu makna.
f) Butir-butir soal kurang mengukur yang seharusnya diukur, misalnya hanya
mengukur berbagai hal-hal yang faktual saja dan tidak sampai ke tuntutan
pemahaman yang lebih kompleks.
g) Soal terlalu pendek, hanya sedikit pertanyaan sehingga tidak mewakili
secara representatif kompetensi dan bahan ajar yang dibelajarkan.
h) Ketidaktepatan penyusunan butir-butir, misalnya soal yang sulit
ditempatkan di awal dan yang mudah malah di belakang.
i) Jawaban soal tes objektif yang terpola, misalnya AA, BB, CC, DD, dan
seterusnya.
b.
Faktor Pelaksanaan Pengukuran dan
Penyekoran
Faktor pelaksanaan
pengukuran dan penyekoran yang tidak dilakukan secara terencana dan cermat juga
dapat mempengaruhi kadar validitas, misalnya pelaksanaan tes yang tergesa-gesa
seperti kekurangan waktu. Sehingga peserta tes tidak dapat membaca dan
mengerjakan dengan baik atau bahkan belum selesai mengerjakan tes. Pelaksanaan
tes yang tidak diawasi dengan baik sehingga peserta tes dapat berlaku tidak
jujur.
c.
Faktor Jawaban Peserta Tes
Jawaban peserta tes
dapat mempengaruhi validitas tes. Hal itu dapat terjadi, misalnya peserta tes
tidak cermat membaca perintah, tidak cermat membaca soal, menjawab
terburu-buru, dan hanya asal menjawab.
Daftar Pustaka
Iskandarwassid dan
Sunendar, Dadang. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan.
2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta.
____________________.
2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Sudijono, Anas. 2001. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Arikunto, Suharsimi.
2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.
No comments:
Post a Comment