Saturday, May 28, 2016

Belajar dan Pembelajaran serta PTK

HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN





Belajar tidak akan pernah lepas dari manusia karena pada hakikatnya belajar dilakukan manusia sepanjanghayatnya atau sekurang-kurangnya dia terus belajar walaupun sudah lulus sekolah. Di era globalisasi dewasa ini yang mana situasi lingkungan terus berubah seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kearah yang lebih modern, belajar menjadi suatu kebutuhan yang penting.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami, dilakukan dan dihayati oleh siswa itu sendiri, dimana siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar, proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan baik itu berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar (Dimyati & Mudjiono,2013:7).
Pada abad sekarang ini banyak teori-teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli, berikut ini akan dikemukakan beberapa teori belajar.Menurut pandangan teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon, seorang siswa dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya (Budiningsih, 2005:20). Teori kognitif mendefinisikan belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak sehingga dapat diasumsikan bahwa proses belajar akan belajar dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.



Pandangan konstruktivistik memandang belajar merupakan usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada struktur kognitifnya, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan yang mana pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari sehingga guru harus dapat menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat siswa itu sendiri atau dengan istilah lain kendali belajar sepenuhnya ada pada diri siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah merupakan  Aktivitas yang sengaja dilakukan untuk menghasilkan perubahan pada pada diri individu pembelajaran dan perubahan itu akan tampak kesempatan yang akan datang berupa kecakapan baru, dan mampu memberikan siswa suatu wawasan dan pengalaman sebagai hasil dari pembelajan tersebut.
Sedangkan pembelajaran menurut Gagne (dalam Dimyanti,Mudjiono 2013:10) pembelajaran adalah ”seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, dan mendukung belajar siswa.”
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik, dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang datang dari individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan tingkah laku.
Pembelajaran memuat dua proses kegiatan yaitu kegiatan guru dan kegiatan siswa. Kegiatan siswa adalah melakukan kegiatan belajar. Sedangkan kegiatan guru adalah melakukan proses dan menjadikan siswa belajar.Saputra,(dimyanti,Mujiono) 2013:10 menyebutkan bahwa:

”Pembelajaran adalah tindakan yang dirancang untuk menghasilkan terjadinya proses belajar. Dimasa lampau peranan guru yang utama adalah penyebar informasi. Tindakan pembelajaran yang dilakukan guru antara lain adalah berceramah kepada sejumlah anak dikelas, memelihara disiplin kelas, dan mengevaluasi tiap-tiap siswa secara hati-hati melalui tanya jawab atau tes, tetapi seiring dengan perkembangan pengetahuan dan semakin kompleksnya pengetahuan manusia sekarang ini. Tindak pembelajaran yang diperankan guru tidak sekedar sebagai penyebar informasi tetapi juga memegang berbagai peran antara lain sebagai fasilitator, orang sumber, organisator, moderator maupun evaluator”

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang sengaja dilakukan  antara peserta didik, guru dan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.Dengan pembelajaran guru dapat mengetahui sifat dan karakteristik dari setiap siswa. Disamping itu guru bisa memantau perkembangan paserta didik dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan dan sebagai sarana tolak ukur terhadap kemampuan siswa.
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. (Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar (Usman, 2000: 4).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar bahasa Indonesia meliputi kegiatan yang dilakukan guru dan siswa mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran bahasa. Tujuan dari proses belajar ini untuk mengubah tingkah laku siswa dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.

HAKIKAT PTK




Menurut Hopkins (dalam Sukidin dkk 2010:13) disebut dengan classroom action research. Penelitian model ini sedang berkembang dengan pesat di negara-negara maju, seperti Inggris, Amerika, Australia dan Kanada. Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK. Hal ini disebabkan jenis penelitian ini mampu menawarkan berbagai cara dan prosedur yang baru dan lebih mengena dan bermanfaat dalam memperbaiki dan meningkatkan  profesionalisme guru dalam proses pembelajaran dikelas.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian tindak kelas mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penelitian formal. PTK merupakan (a) an inquiry on practive from within, (b) a collaborative effort between  school teacher and teacher educators dan (c) areflective practive made public.
Beberapa karakteristik tersebut dapat dijelaskan bahwa kegiatan PTK dipicu oleh permasalahan praktis yang secara langsung dihayati dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh guru sebagai pengelola program pembelajaran di kelas. Guru sebagai jajaran staf pengajar di suatu sekolah secara praktis mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapi di kelasnya berkaitan dengan permasalahan pengajaran.
PTK itu bersifat  practive driven dan action driven. Hal itu berarti bahwa PTK bertujuan memperbaiki secara praktis dan secara langsung. Oleh karena itu, banyak kalangan menamakan PTK sebagai penelitian praktis(practical inquiry). PTK hanya memusatkan perhatian pada permasalahan yang spesifik dan kontekstual  sehingga tidak terlalu menghiraukan kerepresentifan sampel karena berbeda dari penelitian formal. Dengan demikian, kita perlu memahami sekali bahwa tujuan PTK bukanlah menemukan pengetahuan baru yang dapat diberlakukan secara meluas (generalizable) tetapi bersifat menemukan bentuk pengajaran dikelas yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi secara lokal.
Dengan pelaksanaan PTK, para guru, pendidik dan peneliti yang terlibat akan secara langsung mendapatkan metode yang tepat yang dibangun sendiri melalui tindakan yang diuji kemanjurannya dalam proses pembelajaran. Menurut tim penyusun Buku Penataan PTK(1999), PTK akan mampu menghasilkan teori sehingga guru menjadi the theorizing practitioner.
Menurut Mc Niff (1992:1) dalam bukunya yang berjudul ”action research Principles and Practive” memandang PTK sebagai bentuk penelitian refleksi yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar dan sebagainya.
Guru dapat meneliti sendiri praktik pembelajaran yang ia lakukan dikelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa yang dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Selain itu, PTK guru dan peneliti secara kolaboratif juga dapat melakukan penelitian terhadap proses dan produk pembelajaran secara reklektif dikelas. Pendek kata, dengan melakukan PTK, guru dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaran  menjadi lebih efektif .
            Selain itu, dalam PTK guru tidak perlu mengorbankan proses pembelajaran demi melakukan PTK. Dengan melakukan PTK, guru dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak akan membebani pekerjaan guru dalam kegiatan sehariannya. Jika guru melakukan PTK secara kolaboratif dengan peneliti tentu tidak akan mengesampingkan tugas mengajar sehari-hari. Sebaliknya, PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari. Oleh sebab itu, guru tidak perlu takut terganggu dalam mencapai target kurikulumnya jika melaksanakan PTK.
Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti kegiatannya sendiri, yakni didalam kelas sendiri dengan melibatkan siswanya sendiri dalam melakukan sebuah tindakan-tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, maka guru akan memperoleh umpan balik yang sistematis mengenai apa yang selama ini selalu mereka lakukan dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar-mengajar yang diterapkan di kelas itu baik atau tidak. Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, guru melakukan PTK dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan proses dan produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal dan fungsional.
Selanjutnya, dalam bentuk PTK guru juga dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang selama ini dilakukan memiliki efektifitas yang tinggi. Selama penghayatannya itu, guru dapat menyimpulkan praktik-praktik pembelajaran tertentu, seperti pemberian pekerjaan rumah siswa yang terlalu banyak, umpan balik yang bersifat terhadap kegiatan siswa di kelas tidak efektif, cara bertanya guru kepada siswa di kelas yang tidak mampu merangsang siswa untuk berpikir, dan sebagainya. Guru dapat merumuskan secara tentatif tindakan tertentu untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan melalui prosedur PTK. Dari uraian diatas, kita dapat mendenifisikan pengertian PTK secara lebih rinci, lugas, sederhana, lengkap dan mengarah. Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelaahan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/ atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran dikelas secara lebih profesional.
Menurut Hopkins dalam bukunya yang berjudul ” A teacher’s Guide to Classroom research”(1993) menyatakan bahwa PTK merupakan suatu bentuk kajian reflektif oleh pelaku tindakan dan PTK dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, dan memperbaiki kondisi praktik-praktik pembelajaranyang telah dilakukan.
Guru melakukan kolaborasi dengan tenaga dosen dari PTK terdekat, dengan harapan dosen tersebut dapat dijadikan sounding board (pemantul gagasan) bagi guru yang merasa tengah menghadapi permasalahan nyata yang dirasakan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Selain itu, kegiatan kolaboratif yang dilakukan diharapkan dapat meringankan sekaligus membantu mengartikulasi permasalahan yang dirasakannya  sehingga dapat dijajaki dan dicarikan jalan keluarnya melalui PTK. Guru sebagai pengelola program pembelajaran dan dosen lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK) dalam PTK punya komitmen untuk mengubah diri secara berpikir sekaligus cara bekerja sesuai dengan arahan yang dapat diperoleh dari hasil penyelenggaraan PTK di kelas/ sekolahnya.
Berdasarkan pemahaman yang diperolehnya, guru dapat secara sistematis menjejaki alternatif-alternatif tindakan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kinerjanya menuju kearah perbaikan. Mc Niff (1992:9) menekankan bahwa dengan PTK, guru terbiasa menyambut tantangan, bukan menghindar dari tantangan guna peningkatan kinerja dan bersedia dengan sungguh-sungguh membuka diri terhadap pengalaman dan berbagai proses pembelajaran yang baru yang dirasa dapat digunakan untuk meningkatkan pengajaran dan mengurangi berbagai kendala yang selama ini dirasa sangat mengganggu proses pembelajarannya. PTK juga dapat berfungsi sebagai pemicu dan pemacu kemampuan guru dalam penelitian jabatan guru sehingga dapat dikatakan bahwa PTK berpijak pada dua landasan, yaitu pertama, involvement merupakan keterlibatan langsung guru dalam penggelaran PTK. Kedua, improvement merupakan komitmen guru untuk melakukan perbaikan, termasuk perubahan dalam cara berpikir dan kerja. Oleh karena itu, juga dapat dikatakan bahwa PTK merupakan self-reflective inquiry of as well as in real situasions.
Kehadiran dosen LPTK bukan sebagai pemberi dan pengatur permasalahan garapan penelitian, akan tetapi hanya sebagai fasilitator pelaksanaan penelitian sehingga hasil penelitian benar-benar dapat membawa dampak perubahan yang berarti secara praktis dan dapat secara langsung di aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari oleh guru manakala menemui permasalahan yang serupa. Oleh karena itu, pihak yang paling berminat melakukan PTK seyogyanya adalah guru karena gurulah yang merasakan kebutuhan untuk melakukan PTK. Oleh karena itu, ciri kolaboratif ini harus secara konsisten tertampilkan sebagai kerja sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan penyelenggaraan PTK, mulai identifikasi pemasalahan dan diagnosis keadaan, perancangan tindakan perbaiakan, pengumpulan data, analisis data, refleksi temuan, dan penyusunan laporan. Hasil yang dapat dipetik dari penyelenggaraan PTK secara efektif adalah (1) tumbuhya mekanisme dan tradisi interaksi kesejawatan yang lebih luas antara dosen LPTK dengan guru dan (2) terciptanya jembatan antara LPTK dan sekolah, antara kampus, dan lapangan. Keterlibatan dosen LPTK dalam PTK bukanlah sebagai ahli pendidikan yang tengah mengemban fungsi sebagai pembina guru sekolah menengah atau sebagai pendidik calon guru. Keterlibatan dosen LPTK seyogyanya memiliki kesadaran untuk belajar mengakrabi lapangan demi peningkatan mutu kinerjanya sendiri.
Dengan demikian, PTK terkait dengan persoalan praktis pembelajaran sehari-hari yang dihadapi seorang guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi persoalan rendahnya nimat siswa mengikuti pelajaran matematika, maka guru dapat melakukan penelitian tindak kelas agar minat siswa dapat ditingkatkan. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat mencoba berbagai tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu, seperti mencoba menggunakan bahan pengajaran yang memiliki gambar dan cerita yang menarik, memanfaatkan cerita-cerita lokal dengan mengkaitkan angka dan hitungan, menggunakan buku yang dimiliki cerita lucu dan juga berkaitan dengan angka dan hitungan, dan sebagainya.
Program pembelajaran yang dirancang sebagai bentuk PTK, guru dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat para siswanya. Sebaliknya, jika siswa telah memiliki minat yang tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkan bahkan latihan secara tepat, guru dapat melakukan PTK untuk mencari dan memilih terapi yang tepat terhadap kesalahan siswa dalam memanfaatkan bahan latihan yang kurang fungsional. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, PTK dilaksanakan dalam bentuk proses pengkajian berdaur(cyclical).

No comments:

Post a Comment