HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Belajar tidak akan pernah lepas dari manusia karena pada
hakikatnya belajar dilakukan manusia sepanjanghayatnya atau sekurang-kurangnya
dia terus belajar walaupun sudah lulus sekolah. Di era globalisasi dewasa ini
yang mana situasi lingkungan terus berubah seiring dengan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kearah yang lebih modern, belajar menjadi suatu
kebutuhan yang penting.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang
kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami, dilakukan dan dihayati
oleh siswa itu sendiri, dimana siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya
proses belajar, proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada
di lingkungan baik itu berupa keadaan alam, benda-benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar (Dimyati
& Mudjiono,2013:7).
Pada abad sekarang ini banyak teori-teori belajar yang
dikemukakan oleh para ahli, berikut ini akan dikemukakan beberapa teori
belajar.Menurut pandangan teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah
laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon, seorang
siswa dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah lakunya (Budiningsih, 2005:20). Teori kognitif mendefinisikan belajar
sebagai perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat
sebagai tingkah laku yang tampak sehingga dapat diasumsikan bahwa proses
belajar akan belajar dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Pandangan konstruktivistik memandang belajar merupakan
usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan
akomodasi yang menuju pada struktur kognitifnya, belajar merupakan suatu proses
pembentukan pengetahuan yang mana pembentukan ini harus dilakukan oleh si
belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan
memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari sehingga guru harus dapat
menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun
pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat
siswa itu sendiri atau dengan istilah lain kendali belajar sepenuhnya ada pada
diri siswa.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah merupakan
Aktivitas yang sengaja dilakukan untuk menghasilkan perubahan pada pada
diri individu pembelajaran dan perubahan itu akan tampak kesempatan yang akan
datang berupa kecakapan baru, dan mampu memberikan siswa suatu wawasan dan
pengalaman sebagai hasil dari pembelajan tersebut.
Sedangkan pembelajaran menurut Gagne (dalam
Dimyanti,Mudjiono 2013:10) pembelajaran adalah ”seperangkat peristiwa yang
diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, dan mendukung belajar
siswa.”
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih
baik, dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor internal yang datang dari individu maupun faktor eksternal yang datang
dari lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan tingkah laku.
Pembelajaran memuat dua proses kegiatan yaitu kegiatan
guru dan kegiatan siswa. Kegiatan siswa adalah melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan kegiatan guru adalah melakukan proses dan menjadikan siswa
belajar.Saputra,(dimyanti,Mujiono) 2013:10 menyebutkan bahwa:
”Pembelajaran adalah tindakan yang dirancang untuk
menghasilkan terjadinya proses belajar. Dimasa lampau peranan guru yang utama
adalah penyebar informasi. Tindakan pembelajaran yang dilakukan guru antara
lain adalah berceramah kepada sejumlah anak dikelas, memelihara disiplin kelas,
dan mengevaluasi tiap-tiap siswa secara hati-hati melalui tanya jawab atau tes,
tetapi seiring dengan perkembangan pengetahuan dan semakin kompleksnya
pengetahuan manusia sekarang ini. Tindak pembelajaran yang diperankan guru
tidak sekedar sebagai penyebar informasi tetapi juga memegang berbagai peran
antara lain sebagai fasilitator, orang sumber, organisator, moderator maupun
evaluator”
Berdasarkan beberapa pendapat
tentang pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan
suatu proses interaksi yang sengaja dilakukan antara peserta didik, guru dan lingkungannya
sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.Dengan pembelajaran guru dapat mengetahui
sifat dan karakteristik dari setiap siswa. Disamping itu guru bisa memantau
perkembangan paserta didik dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan
dan sebagai sarana tolak ukur terhadap kemampuan siswa.
Proses dalam pengertian disini merupakan interaksi semua komponen atau
unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling
berhubungan (inter independent) dalam
ikatan untuk mencapai tujuan (Usman, 2000: 5).
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai
dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar
akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,
keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,
dari tidak mengerti menjadi mengerti. (Usman, 2000: 5).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab moral yang
cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan suatu
usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan
pengajaran yang menimbulkan proses belajar.
Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama. Proses belajar mengajar
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan
siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar
(Usman, 2000: 4).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar
mengajar bahasa Indonesia meliputi kegiatan yang dilakukan guru dan siswa mulai
dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak
lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu
yaitu pengajaran bahasa. Tujuan dari proses belajar ini untuk mengubah tingkah
laku siswa dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.
HAKIKAT PTK
Menurut Hopkins (dalam Sukidin dkk 2010:13) disebut dengan
classroom action research. Penelitian model ini sedang berkembang dengan
pesat di negara-negara maju, seperti Inggris, Amerika, Australia dan Kanada.
Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini menaruh perhatian yang cukup
besar terhadap PTK. Hal ini disebabkan jenis penelitian ini mampu menawarkan
berbagai cara dan prosedur yang baru dan lebih mengena dan bermanfaat dalam
memperbaiki dan meningkatkan
profesionalisme guru dalam proses pembelajaran dikelas.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian tindak kelas
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan penelitian formal. PTK merupakan
(a) an inquiry on practive from within, (b) a collaborative effort
between school teacher and teacher
educators dan (c) areflective practive made public.
Beberapa karakteristik tersebut dapat dijelaskan bahwa
kegiatan PTK dipicu oleh permasalahan praktis yang secara langsung dihayati
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh guru sebagai pengelola program
pembelajaran di kelas. Guru sebagai jajaran staf pengajar di suatu sekolah
secara praktis mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapi di kelasnya
berkaitan dengan permasalahan pengajaran.
PTK itu bersifat practive
driven dan action driven. Hal itu berarti bahwa PTK bertujuan
memperbaiki secara praktis dan secara langsung. Oleh karena itu, banyak
kalangan menamakan PTK sebagai penelitian praktis(practical inquiry).
PTK hanya memusatkan perhatian pada permasalahan yang spesifik dan
kontekstual sehingga tidak terlalu
menghiraukan kerepresentifan sampel karena berbeda dari penelitian formal.
Dengan demikian, kita perlu memahami sekali bahwa tujuan PTK bukanlah menemukan
pengetahuan baru yang dapat diberlakukan secara meluas (generalizable)
tetapi bersifat menemukan bentuk pengajaran dikelas yang sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi secara lokal.
Dengan pelaksanaan PTK, para guru, pendidik dan peneliti
yang terlibat akan secara langsung mendapatkan metode yang tepat yang dibangun
sendiri melalui tindakan yang diuji kemanjurannya dalam proses pembelajaran.
Menurut tim penyusun Buku Penataan PTK(1999), PTK akan mampu menghasilkan teori
sehingga guru menjadi the theorizing practitioner.
Menurut Mc Niff (1992:1) dalam bukunya yang berjudul ”action
research Principles and Practive” memandang PTK sebagai bentuk penelitian
refleksi yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan
sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan
keahlian mengajar dan sebagainya.
Guru dapat meneliti sendiri praktik pembelajaran yang ia
lakukan dikelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan
penelitian terhadap siswa yang dilihat dari aspek interaksinya dalam proses
pembelajaran. Selain itu, PTK guru dan peneliti secara kolaboratif juga dapat
melakukan penelitian terhadap proses dan produk pembelajaran secara reklektif
dikelas. Pendek kata, dengan melakukan PTK, guru dapat memperbaiki
praktik-praktik pembelajaran menjadi
lebih efektif .
Selain itu,
dalam PTK guru tidak perlu mengorbankan proses pembelajaran demi melakukan PTK.
Dengan melakukan PTK, guru dapat meningkatkan kualitas proses dan produk
pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak akan membebani pekerjaan guru
dalam kegiatan sehariannya. Jika guru melakukan PTK secara kolaboratif dengan peneliti
tentu tidak akan mengesampingkan tugas mengajar sehari-hari. Sebaliknya, PTK
dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari. Oleh sebab
itu, guru tidak perlu takut terganggu dalam mencapai target kurikulumnya jika
melaksanakan PTK.
Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani
kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena
setelah meneliti kegiatannya sendiri, yakni didalam kelas sendiri dengan
melibatkan siswanya sendiri dalam melakukan sebuah tindakan-tindakan yang
direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, maka guru akan memperoleh umpan
balik yang sistematis mengenai apa yang selama ini selalu mereka lakukan dalam
kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, guru dapat membuktikan apakah suatu
teori belajar-mengajar yang diterapkan di kelas itu baik atau tidak. Jika
sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, guru melakukan
PTK dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan proses dan produk
pembelajaran yang lebih efektif, optimal dan fungsional.
Selanjutnya, dalam bentuk PTK guru juga dapat melihat,
merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang selama ini
dilakukan memiliki efektifitas yang tinggi. Selama penghayatannya itu, guru
dapat menyimpulkan praktik-praktik pembelajaran tertentu, seperti pemberian
pekerjaan rumah siswa yang terlalu banyak, umpan balik yang bersifat terhadap
kegiatan siswa di kelas tidak efektif, cara bertanya guru kepada siswa di kelas
yang tidak mampu merangsang siswa untuk berpikir, dan sebagainya. Guru dapat
merumuskan secara tentatif tindakan tertentu untuk memperbaiki keadaan tersebut
dengan melalui prosedur PTK. Dari uraian diatas, kita dapat mendenifisikan
pengertian PTK secara lebih rinci, lugas, sederhana, lengkap dan mengarah.
Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelaahan
penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu
agar dapat memperbaiki dan/ atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran
dikelas secara lebih profesional.
Menurut Hopkins dalam bukunya yang berjudul ” A
teacher’s Guide to Classroom research”(1993) menyatakan bahwa PTK
merupakan suatu bentuk kajian reflektif oleh pelaku tindakan dan PTK dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, dan memperbaiki kondisi
praktik-praktik pembelajaranyang telah dilakukan.
Guru melakukan kolaborasi dengan tenaga dosen dari PTK
terdekat, dengan harapan dosen tersebut dapat dijadikan sounding board (pemantul
gagasan) bagi guru yang merasa tengah menghadapi permasalahan nyata yang
dirasakan dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari. Selain itu, kegiatan
kolaboratif yang dilakukan diharapkan dapat meringankan sekaligus membantu
mengartikulasi permasalahan yang dirasakannya
sehingga dapat dijajaki dan dicarikan jalan keluarnya melalui PTK. Guru
sebagai pengelola program pembelajaran dan dosen lembaga pendidikan tenaga
keguruan (LPTK) dalam PTK punya komitmen untuk mengubah diri secara berpikir
sekaligus cara bekerja sesuai dengan arahan yang dapat diperoleh dari hasil
penyelenggaraan PTK di kelas/ sekolahnya.
Berdasarkan pemahaman yang diperolehnya, guru dapat secara
sistematis menjejaki alternatif-alternatif tindakan yang bisa digunakan untuk
meningkatkan kinerjanya menuju kearah perbaikan. Mc Niff (1992:9) menekankan
bahwa dengan PTK, guru terbiasa menyambut tantangan, bukan menghindar dari
tantangan guna peningkatan kinerja dan bersedia dengan sungguh-sungguh membuka
diri terhadap pengalaman dan berbagai proses pembelajaran yang baru yang dirasa
dapat digunakan untuk meningkatkan pengajaran dan mengurangi berbagai kendala
yang selama ini dirasa sangat mengganggu proses pembelajarannya. PTK juga dapat
berfungsi sebagai pemicu dan pemacu kemampuan guru dalam penelitian jabatan
guru sehingga dapat dikatakan bahwa PTK berpijak pada dua landasan, yaitu
pertama, involvement merupakan keterlibatan langsung guru dalam
penggelaran PTK. Kedua, improvement merupakan komitmen guru untuk melakukan
perbaikan, termasuk perubahan dalam cara berpikir dan kerja. Oleh karena itu,
juga dapat dikatakan bahwa PTK merupakan self-reflective inquiry of as well
as in real situasions.
Kehadiran dosen LPTK bukan sebagai pemberi dan pengatur
permasalahan garapan penelitian, akan tetapi hanya sebagai fasilitator
pelaksanaan penelitian sehingga hasil penelitian benar-benar dapat membawa
dampak perubahan yang berarti secara praktis dan dapat secara langsung di
aplikasikan dalam kegiatan sehari-hari oleh guru manakala menemui permasalahan
yang serupa. Oleh karena itu, pihak yang paling berminat melakukan PTK
seyogyanya adalah guru karena gurulah yang merasakan kebutuhan untuk melakukan
PTK. Oleh karena itu, ciri kolaboratif ini harus secara konsisten tertampilkan
sebagai kerja sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan penyelenggaraan PTK,
mulai identifikasi pemasalahan dan diagnosis keadaan, perancangan tindakan
perbaiakan, pengumpulan data, analisis data, refleksi temuan, dan penyusunan
laporan. Hasil yang dapat dipetik dari penyelenggaraan PTK secara efektif
adalah (1) tumbuhya mekanisme dan tradisi interaksi kesejawatan yang lebih luas
antara dosen LPTK dengan guru dan (2) terciptanya jembatan antara LPTK dan
sekolah, antara kampus, dan lapangan. Keterlibatan dosen LPTK dalam PTK
bukanlah sebagai ahli pendidikan yang tengah mengemban fungsi sebagai pembina
guru sekolah menengah atau sebagai pendidik calon guru. Keterlibatan dosen LPTK
seyogyanya memiliki kesadaran untuk belajar mengakrabi lapangan demi
peningkatan mutu kinerjanya sendiri.
Dengan demikian, PTK terkait dengan persoalan praktis
pembelajaran sehari-hari yang dihadapi seorang guru. Sebagai contoh, jika guru
menghadapi persoalan rendahnya nimat siswa mengikuti pelajaran matematika, maka
guru dapat melakukan penelitian tindak kelas agar minat siswa dapat
ditingkatkan. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat mencoba berbagai
tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu, seperti mencoba menggunakan
bahan pengajaran yang memiliki gambar dan cerita yang menarik, memanfaatkan
cerita-cerita lokal dengan mengkaitkan angka dan hitungan, menggunakan buku
yang dimiliki cerita lucu dan juga berkaitan dengan angka dan hitungan, dan
sebagainya.
Program pembelajaran yang dirancang sebagai bentuk PTK, guru
dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat para siswanya. Sebaliknya, jika
siswa telah memiliki minat yang tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkan
bahkan latihan secara tepat, guru dapat melakukan PTK untuk mencari dan memilih
terapi yang tepat terhadap kesalahan siswa dalam memanfaatkan bahan latihan
yang kurang fungsional. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, PTK dilaksanakan
dalam bentuk proses pengkajian berdaur(cyclical).
No comments:
Post a Comment