GAYA BAHASA
Bentuk
gaya bahasa berupa unsur bahasa secara keseluruhan yang dipilih secara tepat
dan bijaksana, sedangkan secara khusus wujud gaya bahasa dapat berupa kata atau
kalimat yang lebih ditekankan untuk menimbulkan efek artistik dan maksud tertentu.
Dijelaskan oleh Yenni dan Peters (dalam Husniah, 1997:15-16) wujud gaya bahasa
dapat berupa struktur kalimat yang merupakan kalimat pendek, pertanyaan
retoris, kalimat panjang, paralelisme, keseimbangan, antitesis, kalimat yang
dipenggal, kalimat berkala, kalimat inversi, jenis-jenis repetisi yang
divariasikan dan jenis-jenis lain yang
menghubungkan konstruksi yang dapat menimbulkan surprise, menggugah emosi dan
menimbulkan daya tarik.
Adapun
menurut Marsoedi (1983:32) mengklasifikasikan wujud gaya bahasa menjadi tiga
kategori yaitu: (1) kategori kata, yang meliputi kosakata sederhana atau
kompleks, formal atau sehari-hari, umum atau khusus, kata yang bermakna
konotatif atau denotatif, dialek atau register (kata secara umum), kata benda,
kata sifat dan kata keterangan, (2) kategori kalimat yang meliputi tipe-tipe
kalimat kerja atau tipe frase yang lain dan (3) kategori majas yang meliputi
kata tugas, kata ganti atau kata ganti milik yang berfungsi bagi penulis.
Menurut Tarigan (1986:6)
dilihat dari segi bentuknya macam-macam gaya bahasa dapat dikelompokkan ke
dalam empat kategori yaitu gaya bahasa (a) perbandingan, (b) gaya bahasa
pertentangan, (c) gaya bahasa pertautan, dan (d) gaya bahasa perulangan.
Gaya Bahasa Perbandingan
Perumpamaan
Gaya
bahasa perumpamaan adalah gaya bahasa yang berupa perbandingan dua hal yang
pada hakikatnya berlainan tetapi sengaja dianggap sama (Tarigan, 1986:9-10).
Gaya bahasa perumpamaan disebut juga simile, berasal dari bahasa latin ang
bermakna seperti. Itulah sebabnya maka sering pula kata perumpamaan disamakan
dengan persamaan. Persamaan atau simile ini merupakan perbandingan yang
bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang
lain. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti,
laksana, ibarat dan sebagainya (Keraf, 2000:138).
Contoh: Seperti air dengan minyak
Kata air dan minyak dalam
gaya bahasa di atas merupakan dua benda yang berbeda sifat, tapi dianggap sama.
Metafora
Gaya
bahasa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung
atau secara implisit (Tarigan,1986:15). Jadi gaya bahasa metafora ini tanpa
ditandai dengan adanya kata seperti, laksana, ibarat, sebagai, umpama dan
sebagainya seperti pada gaya bahasa perumpamaan. Pendapat Tarigan hamppir sama
dengan pendapat Badudu tentang pengertian metafora yaitu gaya bahaas yang
membandingkan suatu benda dengan benda yang lain, tetapi mempunyai sifat sama
(Badudu,1984:70)
Contoh: Dia anak emas pamanku
Contoh tersebut dianggap
sebagai metafora sebab istilah anak emas merupakan dua hal yang berbeda namun
telah dianggap satu kesatuan. Anak emas dapat diartikan sebagai anak
kesayangan.
Personifikasi
Gaya
bahasa personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati atau abarang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki
sifat kemanusiaan. Personifikasi merupakan suatu benda-benda mati bertindak,
berbuat, berbicara seperti manusia (Keraf,2000:140). Disamping itu, Tarigan
(1986:17) berpendapat bahwa personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan
siaft-sifat insani kepada barang yang
tidaak bernyawa dan ide yang abstrak.
Contoh: Mentari mencubit
wajahku
Contoh tersebut menempatkan mentari (sebagai kata benda)
seolah-olah hidup (bernyawa) dan mampu mencubit.
Depersonifikasi
Gaya
bahasa depersonifikasi merupakan gaya bahasa yang berupa pembendaan manusia
atau insani. Gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian
yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau, andai dan sejenisnya sebagai
penjelas gagasan (Tarigan,1986:21).
Contoh: Andai kamu langit, dia tanah
Contoh tersebut dianggap
sebagai majas depersonifikasi, sebab manusia diandaikan seperti langit dan
tanah (kata benda).
Alegori
Gaya
bahsa alegori merupakan cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang merupakan
mtafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau
gagasan-gagasan yang diperlambangkan (Tarigan,1986: 24). Menurut Keraf
(2000:140) alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Dengan
demikian, alegori merupakan gaya bahasa yang menggunakan simbol-simbol atau
lambang.
Contoh: Cintanya yang suci kini diterpa badai dahsyat.
Contoh tersebut menunjukkan
adanya alegori sebab, kata badai merupakan simbol kesulitan atau kesukaran.
Antitesis
Menurut
Tarigan (1986:27) secara almiah, antitesis berarti lawan yang tepat atau
pertentangan yang benar-benar. Oleh karena itu, antitesis merupakan gaya bahasa
yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim (kata-kata yang
mengandung makna bertentangan). Sedangkan menurut Keraf (2000:126) gaya bahasa
antitesis merupakan gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang
bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
Gaya ini timbul dari kalimat yang berimbang
Contoh: Dia bergembira atas
kegagalanku.
Contoh tersebut merupakan
antitesis sebab, ketika terjadi kegagalan justru kegembiraan yang diunjukkan.
Berkaitan dengan itu, tampak sekali adanya pertentangan kedua hal tersebut di
atas.
Pleonasme
Gaya
bahasa pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak
daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan
(Keraf,2000:133). Sedangkan menurut Tarigan (1986:29) mengatakan bahwa
pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir. Dengan kata lain pleonasme adalah
pemborosan kata.
Contoh : Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya
sendiri.
Contoh tersebut merupakan
gaya bahasa pleonasme karena pemborosan kata atau ada kata yang mubazir pada
kata sendiri.
Tautologi
Gaya
bahasa tautologi yaitu kata berlebihan untuk mengulang kembali gagasan yang
sudah disebut sebelumnya (Keraf,2000:134). Pendapat Keraf hampir sama dengan
pendapat Badudu tentang tautologi yaitu gaya bahasa penegasan dengan mengulang
beberapa kali sepatah kata dalam sebuah kalimat (Badudu,1984:80). Sedangkan
menurut Tarigan mengatakan bahwa tautologi adalah kata yang berlebihan pada
dasar dan mengandung perulangan kata yang lain (Tarigan,1986:29). Dengan
demikian tautologi adalah perulangan
kata yang tidak perlu.
Contoh : Disuruh aku
bersabar, bersabar dan sekali lagi bersabar, tetapi aku tidak tahan lagi.
Contoh tersebut terjadi
pemborosan kata. Hal itu terlihat pada kata
bersabar yang diulang terus menerus yang sebenarnya tidak perlu.
Perifrasis
Menurut
Tarigan (1986:31) perifrasis adalah gaya bahasa yang agak mirip dengan
pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata lebih banyak daripada yang
dibutuhkan. Berbeda dengan Badudu (1984:76) yang mengartikan bahwa perifraasis
adalah gaya bahasa penguraian. Dengan demikian perifrasis adalah gaya bahasa
yang mengggunakan kata lebih banyak, tetapi tidak dibutuhkan serta bersifat
uraian.
Contoh: Saya menerima segala
saran, petunjuk, petuah yang sangat berharga dari pak lurah.
Contoh tersebut merupakan
perifrasis, sebab kalimat di atas kurang memegang efektifitas bahasa. Hal ini
berakibat terhadap bentukan kalimat yang tidak efektif misalnya kata saran,
petunjuk, petuah dapat diganti dengan kata nasihat.
Antisipasi atau Prolepsis
Menurut
Tarigan (1986:33) antisipasi berasal dari bahasa Latin yaitu anticipatio yaitu
mendahului atau penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan
dikerjakan atau akan terjadi. Sedangkan menurut Keraf mengatakan bahwa gaya
bahasa antisipasi atau prolepsis adalah semacam gaya bahasa dimana orang
mempergunakan lebih kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan
yang sebenarnya terjadi (Keraf,2000:134) .
Contoh: Kami sangat gembira,
minggu depan kami memperoleh hadiah dari bapak Bupati.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa prolepsis, sebab minggu depan kami akan memperoleh hadiah dari
bapak Bupati menimbulkan kesan mendahului sesuatu yang masih akan terjadi.
Koreksio atau Epanortosis
Koreksio
atau epanortosis adalah gaya bahasa yang brewujud mula-mula ingin menegaskan
sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memeperbaiki mana-mana yang salah
(Tarigan,1986:34).
Contoh: Kami telah tiga kali
mengunjungi elinoor ke Yogya, ah bukan, sudah lima kali.
Kalimat tersebut mengandung
majas koreksio atau epanortosis karena telah terjadi perbaikan kata yaitu tiga
kali menjadi lima kali.
Gaya Bahasa Pertentangan
Hiperbola
Hiperbola
adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya,
ukuran atau sifatnya, dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan
atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya
(Tarigan,1986:55). Hal ini didukung oleh penggunaan kata-kata, frase atau
kalimat. Pendapat di atas diperkuat oleh Badudu (1984:75) yang menyatakan bahwa
hiperbola adalah sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan
pengertian lebih hebat daripada kata semula. Oleh karena itu hiperbola adalah
gaya bahasa yang melebih-lebihkan atau membesar-besarkan agar memiliki kesan
hebat dan mempengaruhi.
Contoh : Saya terkejut
setengah mati, mendengar berita penangkapan
buronan itu.
Kalimat tersebut mengandung hiperbola, karena kata
terkejut setengah mati terkesan sangat berlebihan. Sebenarnya kata itu bisa
diganti dengan kata sangat terkejut.
Litotes
Tarigan
(1986:58) menjelaskan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung
pernyataan dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya
untuk merendahkan diri. Litotes juga dapat berarti gaya bahaasa yang
mempergunakan kata yang berlawanan artinya dengan yang dimaksud, dengan tujuan
merendahklan diri (Badudu, 1984: 74). Dengan demikian dapat diketahui bahwa
litotes adalah merupakan gaya bahsa yang pernyataannya dikecil-kecilkan dengan
tujuan untuk merendahkan diri.
Contoh : Singgahlah sebentar
ke gubuk kami
Kata gubuk dalam kalimat
tersebut mengesankan rasa merendahkan diri, padahal rumah yang ditempatinya
bagaikan istana.
Ironi
Ironi
merupakan majas atau gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan
maksud berolok-olok (Tarigan, 1986: 61). Selain itu, Badudu (1984:77)
menyatakan bahwa ironi adalah salah satu gaya bahasa sindiran yaitu mengatakan
sebaliknya dari yang sebenarnya. Tujuan gaya bahasa ironi adalah menyindir
orang, misalnya ang besar dikatakan kecil, yang buruk dikatakan bagus. Dengan
demikian gaya bahasa ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna
bertentangan atau sebaliknya dari yang sebenarnya denga tujuan menyindir.
Contoh : Saya percaya benar padamu, tak pernah janjimu
kau tepati.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa ironi, sebab meskipun janji tidak ditepati, seolah tetap
mempercayainya. Disinilah letak nilai sindiran pada contoh di atas.
Oksimoron
Gaya
bahasa oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata
untuk mencapai efek yang bertentangan (Keraf, 2000: 136). Menurut Tarigan
(1986:63) oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan
mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama.
Contoh: Olah raga mendaki
gunung memang menarik hati, walaupun sangat berbahaya.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa oksimoron, sebab meskipun berbahaya tetap menarik hati.
Paranomasia
Paranomasia
adalah gaya bahsa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi
berbeda arti (Tarigan,1986:64). Dengan kata lain paranomasia adalah majas yang
menggunakan kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda.
Contoh: Oh adinda sayang
akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa paranomasia, sebab terdapat penjajaran kata-kata yang berbunyi sama
tetapi berbeda artinya seperti bunga tanjung dan pantai tanjung hati. Bunga
tanjung merupakan nama bunga, sedangkan pantai tanjung hati merupakan isi hati.
Paralipsis
Paralipsis
adalah gaya bahasa yang meupakan suatu formula dan dipergunakan sebagai sarana
untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam
kalimat itu sendiri (Tarigan,1986:66). Dengan kata lain paralipsis adalah gaya
bahasa yang digunakan seseorang untuk mengungkapkan makna tersirat, sehingga
oarng tersebut seolah tidak mengatakannya.
Contoh: Pak guru sering
memuji anak itu, yang saya maksud justru memarahinya.
Kalimat tersebut mengandung
majas paralepsis, sebab kata memuji dalam kalimat di atas sebenarnya berarti
memarahi. Kata memarahi adalah makna tersirat dari kata memuji.
Zeugma dan Silepsis
Zeugma
dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan
dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada
hakikatnya hanya sebuah saja dan mempunyai hubungan dengan kata yang pertama.
Namun, antara zeugma dan silepsis masih ada perbedaan. Perbedaan tersebut
adalah dalam zeugma terdapat gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung
ciri-ciri semantik yang bertentangan (Tarigan,1986:68).
Contoh Zeugma : anak itu memang rajin dan malas di
sekolah
Silepsis
: wanita itu kehilangan harta dan kehorkmatannya
Kalimat tersebut termasuk
zeugma dan silepsis, sebab kata rajin dan malas memiliki hubungan pertentangan.
Sedangkan kata harta dan kehormatan juga saling terkait, sebab kedua kata
mencerminkan kedudukan.
Satire
Satire
diturunkan dari kata satura berarti talam yang berisi penuh buah-buahan. Satire
merupakan gaya bahsa yang menertawakan atau menolak sesuatu (Tarigan,1986:70).
Dengan demikian penekanan majas satire adalah penertawaan dan penolakan.
Contoh: Kau menghilang dalam mercedesmu
Tinggal debu dan aku
Contoh tersebut termasuk
majas satire, sebab ada unsur kekecewaan serta penolakan terhadap cinta. Kecewa
sebab yang dicintainya telah menghilang jauh dari hadapan dirinya.
Inuendo
Gaya bahasa inuendo adalah menyatakan kritik dengan
sugesti yang tidak langsung dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati
(Tarigan,1986:73). Sedangkan Keraf (2000:144) menjelaskan gaya bahassa inuendo
sebagai semacam sindiran dengan mengecilkan kenyatan yang sebenarnya.
Contoh: Pamannya menjadi
orang kaya baru karena sedikit mengkomersialisasikan jabatannya.
Contoh tersebut termasuk gaya bahasa inuendo, sebab kata
mengkomersialisasikan merupakan segala sesuatu yang dinilai dengan uang.
Antifrasis
Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan
sebuah kata dengan makna kebalikannya (Tariga,1986:75).
Contoh: Mari kita sambut
kedatangan sang Raja (maksudnya si jongos)
Contoh tersebut merupakan antifrasis sebab, kata Raja
yang sesungguhnya digunakan untuk menyebut orang berposisi, namun dalam kalimat
di atas digunakan untuk menyebut si jongos (pembantu).
Paradoks
Menurut Soedjito (1992:10) paradoks adalah majas yang
berupa pertentangan dua objek yang berbeda. Disamping itu, paradoks adalah
suatu pernyataan yang diartika selalu berakhir dengan pertentangan
(Tarigan,1986:77). Dengan demikian, dalam gaya bahasa ini yang terlihat
seolah-olah adalah pertentangannya.
Contoh : Aku kesepian ditengah keramaian
Kata kesepian dan keramaian dalam contoh tersebut
merupakan sebuah kata yang menggambarkan mempertentangkan makna.
Klimaks
Kata klimaks berasal dari bahasa yunani yaitu climax yang
berarti tangga. Klimaks adalah jenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan
yang makin lama makin mengandung penekanan (Tarigan,1986:78). Pendapat tersebut
ditegaskan pula oleh Soedjito (1992:121) yang mengemukakan bahwa klimaks adalah
majas yang berupa urutan gagasan yang berjenjang naik, makin meningkat
intensitasnya. Oleh karena itu, klimaks merupakan gaya bahasa yang menyatakan
beberapa hal yang semakin lama semakin memuncak (naik).
Contoh : Dari kecil sampai
dewasa, malah sampai setua ini engkau belajar tak juga pandai-pandainya.
Contoh tersebut termasuk majas klimaks karena kalimat
tersebut dimulai dari tingkat yang terendah sampai tingkat paling tinggi.
Antiklimaks
Antiklimaks adalah kebalikan gaya bahasa klimaks, sebagai
gaya bahasa, antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang
diurutkan dari yang terpenting berturut-turut kegagasan yang kurang penting
(Tarigan,1986:79).
Contoh: Dia memang raja uang
di daerah ini, seorang budak hawa nafsu dan keserakahan.
Contoh tersebut termasuk majas antiklimaks, sebab
kalimatnya mengacu pada gagasan dari yang terpenting berturut-turut kegagasan
yang kurang penting, yaitu pada kata raja uang, hawa nafsu dan keserakahan.
Apostrof
Gaya bahasa apostrof adalah gaya bahasa yang berbentuk
pengalihan amanat dari para hadirin kepada yang tidak hadir (Keraf, 2000: 231).
Sedangkan Tarigan (1986: 83) secara khalamiah mengartikannya seperti berikut
ini. Apostrof berarti penghilangan. Jadi gaya bahasa apostrof adalah gaya
bahasa yang berupa pengalihan amanah dari yang hadir kepada yang tidak
hadir.
Contoh: Wahai roh-roh nenek
moyang yang berada di negeri atas, tengah dan bawah, lindungilah warga desaku
ini.
Contoh tersebut merupakan apostrof sebab menunjukkan
kesan adanya roh yang tidak hadir saat dibutuhkan.
Anastrof atau inversi
Keraf
menjelaskan gaya bahasa anastrof atau inversi sebagai semacam gaya retoris yang
diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat
(Keraf,2000:130). Demikian pula menurut Tarigan (1986:84) anastrof atau inversi
diartikan sebagai semacama gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan
susunan kata yang biasa dalam kalimat.
Contoh: Diceraikanlah istrinya tanpa setahu sanak
saudaranya.
Contoh tersebut termasuk
majas anastrof atau inversi sebab, terdapat pembalikan kata yaitu pada kata
istrinya diletakkan sebelum diceraikannya.
Apovasis atau Preterisio
Apovasis atau preterisio merupakan gaya bahasa yang
dipergunakan penulis, pengarang atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi
kelihatan menyangkal (Tarigan,1986: 86).
Contoh: Saya tidak rela
mengungkapkan dalam peertemuan ini, bahwa bapak telah bermain serong dengan
wanita itu.
Kalimat tersebut mengandung majas apovasis, sebab bapak
telah bermain serong dengan wanita itu merupakan sebuah penegasan yang
diimplisitkan melalui sangkalan yaitu saya tidak rela mengungkapkan dalam
pertemua ini.
Histeron Proteron
Histeron
proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang
logis atau sesuatu yang wajar (Tarigan,1986:87).
Contoh: Pidato yang
berapi-api itu keluar dari mulut orang yang berbicara terbata-bata.
Kalimat tersebut mengandung majas histeron proteron
karrena pidato yang berapi-api biasanya keluar dari orang yang lancar
berbicara, namun dalam kalimat itu keluar dari orang yang berbicara terbata-bata.
Hipalase
Hipalase
adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara
dua komponen gagasan (Tarigan,1986:89).
Contoh: Ia berbaring di atas
sebuah bantal yang gelisah.
Kalimat tersebut termasuk
majas hipalase sebab, yang gelisah dalam kalimat itu bukan bantal, melainkan
dia.
Sinisme
Menurut
Tarigan (1986:91) sinisme merupakan gaya bahasa yang berupa sindiran berbentuk
kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Dengan demikian sinisme hampir sama dengan ironi, tetapi sifatnya lebih kasar.
Contoh: Aku menaiki sebuah kendaraan yang resah.
Contoh tersebut termasuk
majas sinisme karena kata resah untuk mengiringi kendaraan dimaksudkan untuk
menyindir bahwa kendaraan tersebut sudah tidak layak jalan.
Sarkasme
Gaya
bahasa sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme.
Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir
(Karaf,2000:143). Tarigan, menjelaskan bahwa kata sarkasme berasal dari bahasa
Yunani sarkasmos yang diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti
merobek-robek daging seperti anjing, bicaradengan kepahitan atau menggigit
bibir karena marah (Tarigan,1986:92). Oleh karena itu, ciri utama gaya bahasa
sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti
hati dan kurang enak didengar.
Contoh: Cara dudukmu menghina kami
Kalimat tersebut mengandung
sarkasme, terdapat kesan amarah yang terletak pada kata menghina kami.
Gaya Bahasa Pertautan
Metonimia
Metonimia
berasal dari Yunani yaitu meta berarti
bertukar dan onym berarti nama. Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama
ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang atau hal lain
sebagai penggantinya (Tarigan,1986:123). Sementara Keraf (2000:142) mengatakan
bahwa metonimia merupakan gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Contoh: Siswa di kelas kami
senang membaca S.T Alisyahbana.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa metonimia, sebab S.T Alisyahbana dalam kalimat, sebenarnya mengacu
pada karyanya bukan orangnya.
Sinekdoke
Sinekdoke
berasal dari bahasa Yunani synekdechesthai berarti menyediakan atau memberikan
sesuatu kepada apa yang baru disebutkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka
sinekdoke merupaka gaya bahasa yang menyatakan sebagian untuk menggantikan
keseluruhan (Tarigan,1986:124).
Contoh: Setiap kepala
dikenakan sumbangan sebesar Rp 1000,00.
Contoh tersebut termasuk
majas sinekdoke karena pada kata kepala sebenarnya kata pengganti kata orang
karena nama keseluruhan untuk menyatakan sebagian.
Alusi
Gaya bahasa alusi adalah
semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau
peristiwa (Keraf,1986:141). Sementara Tarigan (1986: 128) mengatakan alusi
adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau
tokoh berdasarkan peranggapan adanya pengetahuan yang dimilki oleh pengarang
dan pembaca serta adanya kemampuan pera pembaca untuk menangkap pengacuan itu.
Contoh: Saya ngeri membayangkan kembali peristiwa
Westerling di Sulawesi Selatan.
Contoh tersebut termasuk
majas alusi, sebab kata peristiwa Westerling mengingatkan kembali pada
peristiwa di Sulawesi Selatan.
Eufemisme
Eufemisme
berasal dari bahasa Yunani yaitu euphemizein berarti berbicra dengan kata-kata
yang jelas dan wajar. Jaadi singkatnya eufemisme adalah pandai berbicara.
Tarigan mengatakan bahwa gaya bahasa eufemisme merupakan gaya bahasa yang
menggunakan ungkapan lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap
kasar, merugikan atau tidak menyenangkan (Tarigan,1986:129). Menurut Badudu
(1984:75) menyatakan bahawa eufemisme merupakan gaya bahasa yang menggunakan
sepatah dua kata untuk mengganti maksud lain supaya terdengar lebih sopan menghindar
diri dari yang dianggap tabu. Oleh karen itu, eufemisme adalah gaya bahasa yang
menggunakan kata-kata halus agar terdengar enak dan tidak menyinggung perasaan.
Contoh : Ayahnya sudak tidak
ada di tengah-tengah mereka (mati)
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa eufemisme, sebab kata tidak ada di tengah-tengah mereka merupakan
ungkapan untuk memperhalus meninggal dunia.
Eponim
Eponim
merupakan gaya bahasa yang mengandung nama seseorang dan dihubungkan dengan
sifat tertentu sehingga nama ittu dipakai untuk menyatakan sifat itu
(Tarigan,1986:129).
Contoh : Dewi Sri merestui
petani desa tahun ini.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa eponim, sebab Dewi Sri adalah nama seseorang yang berarti
kesuburan.
Epitet
Epitet
merupakan gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau
ciri khas seseorang atau suatu hal (Tarigan,1986:130).
Contoh : Lonceng pagi
bersahut-sahutan di desa terpencil ini, menyongsong mentari pagi.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa epitet, sebab lonceng pagi sebenarnya mengacu pada ayam jantan
bukan lonceng sebenarnya.
Antonomasia
Gaya
bahasa antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi
atau jabatan sebagai pengganti nama diri (Tarigan,1986:132).
Contoh : Pangeran
menandatangani surat penghargaan tersebut.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa antonomasia, sebab dalam kalimat tersebut terdapat kata pangeran
(jabatan) sebagai pengganti nama orang tersebut.
Erotesis
Erotesis
adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau
pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam atau penekanan
yang wajar dan sama sekali tidak menuntut jawaban (Tarigan,1986:134).
Contoh : Apakah wajar bila kesalahan dan kegagalan itu
ditimpakan semuanya pada guru?
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa erotesis, sebab dalam kalimat tersebut terdapat kata pertanyaan
apakah untuk membuat sebuah penekanan keadaan.
Paralelisme
Menurut
Tarigan, (1986:136) paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai
ksejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase yang menduduki fungsi sama
dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh : Baik kaum pria dan
wanita mempunyain hak dan kewajiban sama secara hukum.
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa paralelisme, sebab terdapat pemakain kata-kata yang sejajar
menduduki fungsi sama yaitu kaum wanita dan kaum pria yang berfungsi sebagai
subjek.
Elipsis
Gaya
bahasa elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan
atau penghilangan kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdsarkan tata
bahasa. Dengan kata lain elipsis adalah penghilangan salah satu unsur penting
dalam konstruksi sintaksis yang lengkap (Tarigan,1986:138). Sedangkan menurut
Keraf, (2000:132) gaya bahasa elipsis adalah suatu gaya yang berwujud
menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi sendiri oleh
pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi
pola yang berlaku.
Contoh : Mereka ke Jakarta minggu lalu
Kalimat tersebut mengandung
majas elipsi, sebab terjadi penghilangan kata dalam kalimat tersebut. Kata yang
dihilangkan adalah pergi. Kalimat tersebut juga bisa menjadi mereka pergi ke
Jakarta minggu lalu.
Gradasi
Menurut
Tarigan, (1986:140) gradasi adlah gaa bahasa yang mengandung suatu rangkaian
atau urutan paling sedikit tiga kata istilah yang secara sintaksis bersamaan
mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan diantara paling
sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan yang bersifat kuantitatif.
Contoh: Kau mempersembahkan cintaku padamu, cinta yang
bersih dan suci, murni tanpa noda, hidup yang berpedoman pada Tuhan; Tuhan
pencipta alam semesta.
Kalimat tersebut mengandung
majas gradasi, sebab kata bersih dan suci murni tanpa noda serta Tuhan; Tuhan
pencipta alam semesta merupakan perulangan kata yang memiliki makna sama.
Asindeton
Asindeton
adalah gaya bahasa yang berupa acuan yang dimampatkan, beberapa kata, frase
atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan oleh keberadaan kata sambung
(Tarigan,1986:142).
Contoh : ayah, ibu, anak
merupakan inti keluarga
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa asindeton, sebab di dalamnya tidak menggunakan tanda penghubung.
Polisindeton
Polisindeton
adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Dalam beberapa
kata, frase atau klausa duhubungkan kata sambung (Tarigan,1986:143).
Contoh : harga padi dan
jagung akhir-akhir ini sangat menggembirakan para petani.
Kalimat tersebut mengandung
majas polisindeton, sebab di dalamnya digunakan kata penghubung dan.
Gaya Bahasa Perulangan
Aliterasi
Gaya
bahasa alietrasi merupakan gaya bahasa yang berwuud pengulangan konsonan yang
sama (Keraf,2000:130). Sedangkan Tarigan, (1986:181) mengatakan bahwa gaya
bahasa aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan pemakaian
kata-kata permulaannya sama bunyinya.
Contoh: Dara damba daku
Kalimat tersebut termasuk
gaya bahasa aliterasi ,sebab telah terjadi perulangan konsonan [d], yaitu dara,
damba, daku.
Asonansi
Menurut
Tarigan, (1986:182) asonansi adalah majas repetisi yang berwujud perulangan
vokal sama. Majas asonansi biasanya dipakai untuk memberikan penkanan dan untuk
mencapai keindahan.
Contoh: Tiada siaga tiada
biasa
Kalimat tersebut termasuk
majas asonansi, sebab telah terjadi perulangan bunyi vokal yang sama secara
berturut yaitu [i,a].
Antanaklasis
Antanaklasis
adalah gaya bahasa yang mengandung
ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda (Tarigan,1986:185).
Contoh: Buah pikiran orang tua itu menjadi buah cakap
orang kampung kami.
Kalimat tersebut mengandung
majas antanaklasis, sebab terdapat perulangan kata buah pada buah pikiran dan
buah pada buah cakap. Kata buah pada buah pikiran berarti ide, sedangkan kata
buah pada buah cakap berarti pembicaraan. Jadi
kedua kata yang diulang tersebut bisa bermakna berbeda.
Kiasmus
Gaya
bahasa kiasmus adalah gaya bahasa yang berisi perulangan dan sekaligus
merupakan inversi hubungan antara satu kata dalam satu kalimat
(Tarigan,1986:187).
Contoh: Dia menyalahkan yang
benar tapi membenarkan yang salah
Kalimat tersebut mengandung
majas kiasmus, sebab terdapat perulangan kata benar pada menyalahkan yang
benar, tetapi membenarkan yang salah. Perulangan kata tersebut menimbulkan
makna terbalik antara benar yang pertama dan benar pada kata yang kedua.
Epizeukis
Epizeukis
merupakan gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung yaitu kata yang
ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut
(Tarigan,1986:188).
Contoh: Anak-nakaku semua, kalian harus rajin belajar,
rajin belajar, ya rajin belajar, agar kalian lulus dalam ujian tahun depan.
Kalimat tersebut termsuk
majas epizeukis, sebab kata rajin belajar dalam contoh tersebut diulang
beberapa kali untuk menekankan sesuatu yang penting pada kata rajin belajar.
Tautotes
Tautotes
adalah gaya bahasa perulangan atau repetisi atas sebuah kata yang diulang dalam
sebuah konstruksi (Tarigan,1986:190).
Contoh: Kau adalah aku, aku adalah kau, kau dan aku
adalah padu
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa tautotes, sebab
terdapat perulangan kata kau dan aku tetapi dalam susunan yang berbeda.
Anafora
Anafora
adalah gaya bahasa repetisi ang berupa perulangan kata pertama pada setiap
baris atau setiap kalimat (Tarigan,1986:192)
Contoh: Tanpa iman yang
teguh engkau akan mudah terperosok ke dalam jurang kenistaan.
Tanpa iman yang teguh engkau mudah tergoda wanita
cantik di sekelilingmu.
Tanpa iman yang teguh engkau akan tergoda oleh uang dan
harta.
Tanpa iman yang teguh engkau tidak akan tentram hatimu.
Kalimat tersebut mengandung
majas anafora, sebab terdapat perulangan kata
tanpa iman yang teguh engkau pada setiap kalimatnya.
Epistrofa
Epistrofa
adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir
baris atau kalimat berurutan (Tarigan,1986:194).
Contoh: Kemarin adalah hari ini
Besok adalah hari ini
Hidup adalah hari ini
Contoh tersebut termasuk
gaya bahasa epistrofa karena telah terjadi perulangan diakhir baris pada kata
hari ini.
Simploke
Simploke
adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa
baris atau kalimat berturut-turut (Tarigan,1986:188).
Contoh: Kau katakan aku
sampah masyarakat. Aku katakan biarlah
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa simploke, sebab terdapat
perulangan katakan dan aku.
Mesodiplosis
Gaya
bahasa mesodiplosis merupakan sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud
perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat
berurutan (Tarigan,1986:199).
Contoh: Anak merindukan
orang tua
Orang tua merindukan anak
Kalimat tersebut mengandung
majas mesodiplosis, sebab terdapat perulangan kata merindukan di tengah-tengah
kalimat.
Epanalepsis
Epanalepsis
adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari
baris, kalimat menjadi terakhir (Tarigan,1986:200).
Conto: Saya akan berusaha
mencapai cita-cita saya
Kalimat tersebut mengandung
majas epanalepsis, sebab terdapat perulangan kata saya yang terletak di awal
dan kata saya di akhir.
Anadiplosis
Anadiplosis
adalah gaya bahasa repetisi dimana kata terakhir dari suatu klausa atau kalimat
menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya
(Tarigan,1986:203).
Contoh: Dalam raga ada darah
Dalam darah
ada tenaga
Dalam
tenaga ada daya
Kalimat tersebut mengandung
gaya bahasa anadiplosis, sebab terdapat perulangan kata terakhir yaitu pada
kata darah menjadi kalimat berikutnya, begitu pula pada kata tenaga menjadi
kalimat berikutnya pula.
FUNGSI DAN MAKNA GAYA BAHASA
Richards
(dalam Aminuddin,1987:110-111) mengatakan bahwa unsur-unsur yang berkaitan
dengan unsur psikologis pengarang dalam upaya telaah makna perlu juga
diperhatikan karena simbol. Bukan hanya referensial karena memiliki fungsi
memaparkan yang ingin dipaparkan pengarang, tetapi juga memiliki fungsi
emotif karena juga memiliki suasana
serta sikap personal pengarang. Selain fungsi emotif dalam sastra atau puisi juga terdapat fungsi
sosial yang berhubungan dengan sosial bermasyarakat, fungsi edukatif yang berhubungan dengan pendidikan dan
pengetahuan, serta fungsi religi yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan.
Stimuli
dan responsi berkaitan dengan penampilan bentuk kebahasaan yang digunakan dalam
teks sebagai unsur yang mampu memberikan rangsangan dan menimbulkan adanya
respon pembacanya. Dalam merespon, kehidupan batiniah pembaca bukan hanya
berkaitan dengan upaya pemahaman terhadap bentuk, melainkan pada isi yang
dikandungnya dan bukan hanya pada struktur kebahasaan, melainkan juga pada
struktur makna (Pradopo,1993:17).
Sedangkan
menurut Waluyo (1987:103-105) bahwa kata-kata dalam puisi tidak tunduk pada
aturan logis pada sebuah kalimat, namun tunduk kepada ritme lirik puisi. Hal
ini disebabkan karena kesatuan kata-kata itu bukanlah kalimat akan tetapi
lirik-lirik puisi itu. Kata-kata tidak terikat oleh struktur kalimat dan lebih
terikat pada lirik-lirik puisi. Dalam lirik-lirik puisi yang lebih pendek,
kesatuan kata atau kata-kata yang mandiri membentuk makna puisi.
Dengan
demikian makna suatu gaya bahasa dengan keinginan yang ada dalam diri Penulis,
diawali dengan penyesuaian keinginan penulis dengan makna gaya bahasa yang
ditulisnya, walaupun dalam kenyataanya kadangkala bisa pula pembacanya
menafsirkan lain. Bisa jadi istilah “matahari” diartikan sebagai satu-satunya
sinar yang ada di dunia, tapi bisa pula merupakan suatu benda alam yang sangat
dibutuhkan oleh makhluk bumi, dan sebagainya. Pengertian terakhir dikembangkan
lagi sehingga sebutan seorang pria untuk gadisnya, ”kau adalah matahariku” yang
bermakna sebagai seseorang yang sangat berharga.
DAFTAR PUSTAKA
Waluyo, Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi.
Jakarta: Erlangga.
Pradopo, Rachmad Djoko. 1993. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Malang: Sinar Baru Algensindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Gaya Bahasa
Indonesia. Bandung. Angkasa.
Marsoedi, I.L.
1983. Pengantar Memahami Hakikat Bahasa. Malang: FKSS IKIP.
Agustina, Leonie
dan Abdul, Chaer. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Ibrahim, Abdul Syukur. 2001. Pengantar Sosiolinguistik.
Malang: UM.
Keraf kok tidak dimasukkan dalam daftar pustaka, padahal disebut di pembahasan
ReplyDelete