Monday, May 30, 2016

Nilai Moral dan Sastra

KONSEP NILAI MORAL DAN HUBUNGANYA DENGAN SASTRA



               Manusia mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan mahkluk yang lain. Manusia unggul dalam segi intelektual serta cara berpikir, mempunyai tujuan dan program untuk mengambil langkah-langkah yang sistematis guna mencapai tujuan. Dengan keunggulan intelektualnya, manusia dapat membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk. Manusia selalu dituntut untuk berpegang teguh pada norma kehidupan yang sudah ditetapkan dan berlaku di masyarakat, negara, dan agama. Tuntutan semacam ini akan mendorong manusia melaksanakan kaidah yang berlaku. Pelanggaran kaidah atau norma akan mendapatkan sangsi moral yang sesuai dengan kekuatan norma tersebut.
Salah satu norma yang berlaku di masyarakat adalah kaidah moral. Kaidah moral ini berhubungan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan batiniahnya. Berbagai usaha untuk menanamkan nilai moral di kalangan masyarakat telah banyak dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui pendidikan formal maupun melalui lingkungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan nilai moral dapat diperoleh dari berbagai bentuk seperti sekolah-sekolah formal dan informal, keluarga serta lingkungan. Bentuk penyampaiannya ada yang berupa ucapan, tindakan dan tulisan.
                Huky (dalam Daroeso, 1989:22) mengatakan untuk memahami moral dengan tiga cara yaitu (1) moral sebagai tingkah laku hidup manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya, (2) moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh kelompok manusia di dalam lingkungan tertentu, (3) moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu. Adapun baik dan buruknya moral adalah segala perbuatan yang membawa kebahagiaan dan kenikmatan yang merupakan tujuan hidup manusia. Yang dimaksud dengan kebahagiaan ialah sesuatu keadaan yang dapat dicapai dengan akal manusia agar tujuan hidup tercapai maka dalam setiap tingkah laku manusia harus mendasarkan diri pada norma-norma yang berlaku.
Adapun baik dan buruknya moral adalah segala perbuatan yang membawa kebahagiaan dan kenikmatan yang merupakan tujuan hidup manusia. Kebahagiaan ialah sesuatu keadaan yang dapat dicapai dengan akal manusia. Agar tujuan hidup tercapai maka dalam setiap tingkah laku manusia harus mendasarkan diri kepada norma-norma yaitu: a) atas dasar keputusan akal yang tertuju pada kenyataan kebenaran, b) sesuai dengan pertimbangan rasa yang tertuju pada keindahan kejiwaan, c) didorong oleh kehendak yang tertuju kepada kebaikan dan memelihara kerja sama akal, rasa dan kehendak yang tertuju pada kenyataan mutlak yang berpedoman kepada wahyu Tuhan.


Konsep Moral
                 Daroeso (1986:22) menyatakan bahwa secara etimologis kata “moral” berasal dari bahasa latin mos yang berarti tata cara kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Nilai tentang bagaimana kita hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai yang terkandung dalam ajaran moral yang berbentuk petuah-petuah, nasehat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar benar-benar menjadi manusia yang baik. Pengertian lain tentang moral berasal dari Daroeso (1986:23) yang mengemukakan bahwa moral adalah ajaran tentang tingkah laku yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.
          Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:665) moral berarti: (1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti dan susila, (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan bagaimana terungkap dalam perbuatan, dan (3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.
           Moral sangat memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap tingkah laku manusia. Daroeso (1989:23) mengatakan bahwa tingkah laku mendasarkan diri pada norma yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral bilamana orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat baik berupa norma agama, hukum, dan sebagainya.
            Berdasarkan semua paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya moral merupakan kualitas perbuatan manusia didasarkan pada nilai-nilai luhur yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar yang timbul dari hati nurani tanpa paksaan dan disertai tanggung jawab. Manusia mempunyai hak dan kewajiban masing-masing agar tidak melanggar prinsip kesusilaan maka moral digunakan sebagai penilaian terhadap tingkah laku seseorang.

Konsep Nilai Moral
            Nilai moral adalah nilai-nilai yang mengacu pada baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia. Hal ini dapat dilihat dari seluruh aspek kehidupan manusia secara kongkret, yang teraktualisasi melalui tutur kata dan perbuatan yang dilakukan secara sadar atau mengerti terlebih dahulu tanpa paksaan atau tekanan dari orang lain.
            Nilai moral tidak merupakan suatu kategori nilai tersendiri disamping kategori-kategori nilai yang lain. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya, misalnya nilai ekonomis, dan lain-lain (Berteens, 2002:142). Setiap nilai memperoleh bobot moral bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral kejujuran, misalnya merupakan suatu nilai moral, tetapi kejujuran itu sendiri “kosong” bila tidak diterapkan pada nilai lain, misalnya nilai ekonomis. Nilai-nilai itu mendahului tahap moral, tetapi bisa mendapat bobot moral karena diikutsertakan dengan tingkah laku moral.    
            Lebih lanjut Berteen (2002:143) mengemukakan bahwa walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru bahkan nilai yang paling tinggi. Hal ini didasarkan pada ciri-ciri nilai moral seperti berikut ini:
a.      berkaitan dengan tanggung jawab
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia, tetapi hal yang sama dapat dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Yang khusus menandai nilai moral adalah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggungjawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah karena ia bertanggung jawab.
b.      berkaitan dengan hati nurani
Semua nilai minta untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam undangan atau imbauan. Nilai estetis, misalnya seolah-olah minta supaya diwujudkan dalam bentuk lukisan, komposisi musik atau yang lain. Kalau jadi, lukisan ‘minta’ untuk dipamerkan dan musik ‘minta’ untuk didengarkan. Pada nilai-nilai moral merupakan ‘imbauan’ dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan ‘suara’ dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.
c.       Mewajibkan
Nilai-nilai mewajibkan kita secara absolute dan tidak bisa ditawar-tawar. Nilai-nilai lain sepatutnya diwujudkan atau seyogyanya diakui. Orang berpendidikan akan mengakui serta mengakui serta menikmati nilai estetis yang terwujud dalam sebuah lukisan yang bermutu tinggi, tetapi orang yang acuh tak acuh terhadap lukisan itu tidak bisa dipersalahkan. Nilai estetis tidak dengan mutlak harus diterima. Lain halnya dengan nilai moral, nilai moral harus diakui dan harus direalisasikan. Tidak bisa diterima jika orang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai ini.

Jadi dapat dikatakan bahwa kewajiban yang melekat pada nilai-nilai moral berasal dari kenyataan, bahwa nilai-nilai ini menyangkut pribadi manusia sebagai keseluruhan sebagai totalitas. Karena kewajiban moral tidak datang dari luar, tidak ditentukan oleh instansi lain tapi berakar dalam diri manusia sendiri.

Jenis dan Wujud Nilai Moral
            Dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam cerita merupakan saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan petunjuk yang ingin diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun. Ia bersifat praktis sebab petunjuk itu dapat ditampilkan atau ditemukan modelnya dalam kehidupan nyata sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita lewat tokoh-tokohnya.
Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari ajaran-ajaran moral yang disampaikan. Nilai moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan atau message. Bahkan unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari karya itu. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa nilai moral yang disampaikan lewat cerita tentulah berbeda efeknya dibandingkan dengan yang lewat tulisan non fiksi. Pada dasarnya setiap karya sastra, baik sastra tradisional atau sastra daerah maupun sastra modern mengandung dan menawarkan nilai moral. Misalnya dalam sebuah novel yang relatif panjang sering terdapat lebih dari satu nilai moral. Hal itu belum lagi berdasarkan pertimbangan atau penafsiran dari pihak pembaca yang juga dapat berbeda-beda baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Jenis nilai moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan, keinginan, dan interes pengarang yang bersangkutan.
Jenis ajaran moral pada prinsipnya mencakup seluruh persoalan hidup dan seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Menurut (Nurgiyantoro, 1995:324) nilai-nilai moral dalam karya sastra tersebut pada prinsipnya meliputi nilai moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, nilai moral kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam. Oleh karena itu, manusia memerlukan ukuran yang berhubungan dengan nilai moral seperti: (1) nilai moral berhubungan dengan Tuhan, (2) nilai moral berhubungan dengan kepribadian, dan (3) nilai moral berhubungan dengan sosial.

Wujud Nilai Moral dalam Kehidupan Manusia dengan Religi          
        Manusia selain sebagai makhluk individu, sosial, juga sebagai makhluk yang meyakini adanya Tuhan. Dengan sadar atau tidak sadar tiap manusia mengakui bahwa dia adalah salah satu mahkluk ciptaan Tuhan yang hidup di dunia ini. Sebagai makhluk hasil ciptaan Tuhan, maka di dalam dirinya telah dianugerahi sesuatu oleh penciptanya. Apapun yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia adalah berupa pribadi manusia itu sendiri yang dilengkapi dengan potensi-potensi essensinya sebagai manusia antara lain: pikiran, perasaan, kemauan, anggota badan dan sebagainya.
        Agama bagi manusia adalah tuntutan dan pedoman hidup. Agama menerangkan kepada kita tentang segala sesuatu, menjelaskan siapa Tuhan, manusia, dan apa saja fungsi hidup. Agama pula yang menerangkan kedudukan manusia dihadapan makhluk yang lain. Agama sebenarnya adalah kebutuhan manusia, dengan begitu kita akan memperoleh ketenangan dan ketentraman hidup. Atas segala karunia Tuhan yang tidak ternilai, sudah seyogyanya manusia mensyukurinya. Perwujudan rasa syukur kepada Tuhan adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
          Sebenarnya agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Dalam praktek hidup sehari-hari, motivasi kita yang terpenting dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama. Nilai-nilai moral yang berhubungan dengan Tuhan disebut juga dengan nilai moral ketuhanan. Nilai moral ketuhanan adalah nilai-nilai moral yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Percaya kepada Tuhan pada hakikatnya merupakan pengakuan terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta segala mahkluk serta isi dan alam semesta.
               Kepercayan kepada Tuhan diwujudkan dengan pemelukan terhadap salah satu agama yang diyakini. Setiap agama mengandung suatu ajaran moral yang menjadi pegangan  bagi perilaku para penganutnya. Jika kita membandingkan berbagai agama, ajaran moralnya barangkali sedikit berbeda, tetapi secara menyeluruh perbedaannya tidak terlalu besar. Dengan adanya Tuhan, manusia  dapat mengendali-kan diri, dapat memilah-milah perbuatan yang baik dan buruk serta berpegang teguh bahwa kepada sesuatu itu sudah ada yang mengatur yaitu Tuhan.

Kepercayaan manusia kepada Tuhan
             Percaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:669) berarti mengakui bahwa sesuatu yang diakui itu benar atau nyata. Dengan demikian adanya Tuhan itu  bersifat keyakinan, keberadaan Tuhan tidak sama dengan keberadaan manusia. Keimanan manusia kepada Tuhan, ditandai oleh adanya getaran pada dada yang mengakui zat yang transender.  Bagi manusia yang percaya adanya Tuhan, hidup akan jelas arahnya. Hidup dari Tuhan dan selanjutnya akan kembali kepada Tuhan. Semakin dekat dengan semakin baik karena manusia selalu membutuhkan Tuhan. Manusia tidak hanya percaya adanya Tuhan. Dia juga percaya bahwa Tuhanlah penolongnya. Tuhan ada sejak awal hingga akhir membimbing serta menolong setiap orang yang mempercayakan hidup kepada-Nya. Pengharapan menemukan maknanya justru pada kehadiran Tuhan yang senantiasa memperhatikan kebutuhan hidup manusia.
              Tuhan lebih tahu apa yang dibutuhkan manusia daripada manusia itu sendiri. Dengan melihat keberadaan kehidupan di sekeliling kita, manusia sudah dapat meyakini bahwa sebenarnya itu ada asal dan penciptanya. Oleh karena itu dipercaya bahwa Tuhan itu ada. Orang yang percaya pada Tuhan tidak sekedar mengharapkan keselamatan di dunia, melainkan keselamatan hidup di akhirat. Setiap manusia beragama pasti mengharapkan kebahagiaan abadi di surga. Penyerahan hidup kepada  Tuhan merupakan dasar bagi orang beragama untuk berharap agar kelak dapat berpartisipasi dalam kehidupan abadi diakhirat. Eksistensi manusia di dunia bukanlah terjadi dengan sendirinya, melainkan karena diciptakan oleh Tuhan.
           Manusia adalah mahkluk ciptaan, bukan mahkluk yang mengadakan dirinya sendiri. Karena itu, makna hakiki hidup manusia pun terletak pada relasinya yang permanen dengan Tuhan. Dengan kepercayaanlah manusia membangun jembatan penghubung antara kehidupannya di dunia dengan kehidupan ilahi atau kehidupan abadi. Dengan percaya akan Tuhan, manusia pun boleh berharap untuk memiliki masa depan yang damai sejahtera.  Oleh karena itu iman ataupun kepercayaan kepada Tuhan itu haruslah terus-menerus ditingkatkan kualitasnya. Percaya kepada Tuhan merupakan jalan pemenuhan harapan manusia akan kebaikan dan kesempurnaan diri.

Kedekatan Hubungan Manusia dengan Tuhan
                Manusia yang beragama mempunyai naluri untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya sampai pada titik terdekat. Seorang hamba yang telah sampai pada titik terdekat dengan Tuhannya akan merasa selalu bersama Tuhan. sebagai mahkluk Tuhan, manusia mempunyai kemampuan untuk meyakini dan mematuhi ajaran-ajaran agama dalam arti melaksanakan hal-hal yang baik dan terpuji serta mninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Tuhan. Keimanan dan ketakwaan manusia dapat dimanifestasikan melalui tingkah laku dan tindakan manusia yang senantiasa ditunjukkan kepada Tuhan mengharapkan keridhoaAktualisasi dari keimanan dan ketakwaan dinyatakan dalam bentuk perilaku yang mencerminkan nilai-nilai keadilan. Dalam kehidupan, manusia telah diperintahkan oleh Tuhan untuk mengangkat derajatnya dengan hanya menghamba kepada Tuhan. Segala hidup serta masa depan, takdirnya sudah ditentukan oleh Tuhan. Apabila kita mengaku sebagai manusia yang beragama maka ia harus beriman dan bertakwa. Bertakwa berarti mematuhi ajaran-ajaran agama yang telah ditentukan dan meninggalkan segala perbuatan yang dilarang. Seseorang yang beriman dan bertakwa juga dapat dilihat dengan cara menjalani hidupnya. Nilai-nilai moral juga mendasari, menuntun, dan menjadi tujuan tindakan hidup ketuhanan manusia. Dalam melangsungkan, mempertahankan dan mengembangkan hidup manusia juga memakai cara-cara yang benar dan ditujukan pada tujuan-tujuan yang benar pula. Untuk itu, manusia diharapkan mempunyai hubungan totalitas kepada Tuhan. 

Wujud Nilai Moral yang Berkaitan Dalam Kehidupan Manusia Dengan Diri Sendiri atu individual
            Nilai moral individual adalah nilai moral yang menyangkut hubungan manusia dengan kehidupan diri pribadi atau cara manusia memperlakukan diri pribadi. Nilai moral tersebut mendasari dan menjadi panduan hidup manusia yang merupakan arah dan aturan yang perlu dilakukan dalam kehidupan pribadinya. Nilai kepribadian itu digunakan untuk melangsungkan, mempertahankan dan mengem-bangkan yang merupakan prinsip pemandu dalam mengambil kebijaksanaan hidup pribadinya.
                Untuk semua hal itu manusia harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani, dan rohani dengan cara-cara yang benar didasari dan dituntun oleh nilai-nilai kebenaran dan ditujukan kepada tujuan-tujuan yang benar pula, sehingga tidak akan merugikan orang lain. Nilai moral dalam hubungan manusia dengan diri sendiri pada dasarnya merupakan nilai kepribadian manusia. Nilai kepribadian yang mendasari dan menjadi panduan hidup pribadi manusia. Menurut Simongkir (1978:14) nilai kepribadian merupakan arahan dan aturan yang perlu dilakukan sebagai pribadi manusia. Kepribadian merupakan sifat jasmaniah dan rohaniah yang terealisasikan dalam bentuk tabiat dan tingkah laku yang  membedakan seseorang dengan orang lain.
            Nilai moral individual diperlukan oleh setiap manusia. Nilai moral individual akan mendorong manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup sebagai pribadi melalui pemanfaatan seluruh potensi, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya tanpa merugikan orang lain. Perlunya nilai moral individual itu bagi manusia didasarkan pada kenyataan bahwa dalam melangsungkan hidup, manusia memerlukan hal yang bersifat jasmaniah dan rohaniah dengan cara dan tujuan yang benar.
Keberanian Hidup
            Mangunsangkoro (1956:42) mengemukakan bahwa keberanian hidup adalah suatu semangat hidup yang membuat orang sanggup menanggung resiko untung rugi, hidup mati tetapi dengan pemikiran yang tenang dan dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan menurut Salam (1997:34) keberanian hidup adalah berani berbuat, berani bertanggung jawab. Berani dalam arti, pengambilan keputusan tersebut sesuai dengan norma dan nilai kebenaran yang berlaku dalam masyarakat.
Berani disini didorong oleh rasa keikhlasan tidak bersikap ragu dan takut terhadap segala macam rintangan. Kesanggupan menanggung resiko juga berarti kesanggupan mewujudkan keinginan hidup walau harus melewati rintangan. Kesanggupan tersebut direalisasikan dengan kerja keras dan pantang menyerah. Dengan demikian keberanian hidup bukan hanya berani membela kebenaran tetapi juga mengambil keputusan tanpa ragu-ragu sehingga tidak menghambat kelangsung-an tindakan yang sedang dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Salam (2000:188) mengatakan hikmah dari keberanian hidup antara lain: (1) keberanian mendorong manusia untuk mencapai kemajuan, sebagaimana telah dibuktikan oleh orang-orang yang berjasa bagi bangsa, agama, dan kemanusiaan, (2) keberanian menimbulkan ketentraman, (3) keberanian menghilangkan kesulitan dan kepahitan, perasaan sulit sebenarnya berakar pada rasa takut (cemas), jika keberanian timbul maka hilanglah rasa kesulitan dan (4) keberanian membuahkan berbagai kreasi yang produktif atau daya cipta yang berguna. 
Dalam kehidupan bermasyarakat, keberanian hidup berarti aktifitas manusia yang bertujuan untuk mempertahankan hidup dari ancaman bahaya yang datang dari mahkluk lain maupun ancaman dari luar. Selain itu, keberanian hidup merupakan aktivitas manusia yang bertujuan untuk mengolah dan mengembangkan kehidupan agar tujuan yang ingin di capai dapat terwujud.

Hidup Realistis
            Menurut Sukatman (1992:37) hidup realistis adalah suatu kondisi yang ada pada manusia berupa kesanggupan untuk menerima kenyataan hidup yang telah dan sedang dialami oleh manusia. Sikap realistis pada orang Jawa dikenal dengan istilah Nrimo (mau menerima pada apa yang didapat) yang berarti dalam keadaan kecewa dan kesulitan sekalipun masih bereaksi dengan rasional.
Bentuk penghargaan itu berupa kesanggupan untuk menerima dan menjalani hidup tanpa adanya suatu penyesalan dan pertentangan terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Sikap realistis ini bukanlah sikap yang negatif atau pasif menunggu dan menerima kenyataan hidup begitu saja tanpa suatu usaha tetapi sikap realistis lebih bersifat menstabilkan keadaan jiwa dalam keadaan kecewa dan kesulitan hidup. Kerealistisan hidup juga berarti menerima apa yang diberikan Tuhan tanpa menginginkan milik orang lain.

Bertanggung Jawab
                     Berkaitan dengan tanggung jawab, Salam (1997:39) berpendapat bahwa tanggung jawab berarti menghendaki supaya setiap pribadi memiliki keberanian dan keikhlasan dalam melaksanakan kewajibannya. Berani tidak saja pada saat-saat yang menguntungkan tetapi juga pada saat kritis dan krisis, tanggung jawab juga mengan-dung arti adanya pengorbanan. Jadi tanggung jawab itu menuntut supaya setiap orang dapat menunaikan tugas kewajiban yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya sebagai pencerminan dari jiwa yang berpribadi.  
                   Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Hal ini berarti, pertama, kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap patuh terhadap tugas yang membebani kita dan tidak merasa terikat untuk menyelesaikannya. Kedua, sikap bertanggung jawab mengatasi segala etika peraturan. Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu boleh atau tidak. Jadi pada dasarnya manusia hidup pasti memikul tanggung jawab. Ketiga, dengan wawasan orang yang untuk bertanggung jawab secara prinsipil tidak terbatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja diperlukan. Ia bersedia untuk mengerahkan tenaga dan kemampuan dimana Ia ditantang untuk menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif. Keempat, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk diminta dan untuk memberikan pertanggungjawaban atas tindakan tindakannya. Kalau orang tersebut lalai atau melakukan kesalahan, orang tersebut bersedia untuk dipersalahkan (Suseno, 1987:145-146).
     Pada dasarnya tanggung jawab hendaknya dicari pada hal yang lain, bukan pada wewenang, juga bukan pada adanya norma-norma umum yang harus dipatuhi. Dasar tanggung jawab harus dicari pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahkluk yang mau menjadi baik dan memperoleh kebahagiaan. Menghendaki dan melakukan kebaikan adalah sikap dasar hidup manusia. Sikap inilah yang mendorong manusia keluar dari ruang lingkup dirinya sendiri untuk membangun kerja sama dengan sesama demi kebaikan bersama. Dengan demikian manusia dapat mengatasi keterbatasan segi jasmaniahnya dan berkembang ke arah manusia seutuhnya.
Untuk itulah setiap manusia harus bertanggung jawab. Tanggung jawab terhadap masyarakat merupakan wujud atau aktualisasi manusia sebagai mahkluk sosial, dan merupakan perluasan wujud tanggung jawab kita terhadap sesama. Tanggung jawab itu dapat dipelajari. Setiap orang dapat memupuk dan melatih tanggung jawab yang terdapat dalam dirinya sehingga menjadi terbiasa, orang yang bertanggung jawab berarti tahu akan apa yang telah diperbuatnya. Setiap manusia harus dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang telah diperbuatnya. Kualitas manusia dapat diukur melalui kesadarannya untuk bertanggung jawab. Segala perbuatan yang dilakukan manusia akan memerlukan pertanggungjawabannya dimanapun Ia berada. 

Teguh Pendirian
     Teguh pendirian adalah suatu sikap yang ajeg dan tidak berganti-ganti dalam memberikan pernyataan atau putusan jika hal yang dinyatakan atau diputuskan itu benar. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran yang bisa diterima oleh orang lain dan bukan benar menurut diri sendiri.
Teguh pendirian ini merupakan lawan dari sikap yang tidak tegas. Sikap ini berbeda dengan istilah “keras kepala” keteguhan pendirian didasarkan pada akal sehat, pertimbangan dan pemikiran yang matang menurut hati nurani yang tetap penuh rasa tanggung jawab, tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga kepentingan umum. Dengan demikian ketetapan hati dapat dikatakan merupakan nyawa atau roh yang memberikan isi kepada sikap keteguhan pendirian.

Wujud Nilai Moral yang Berkaitan dalam Kehidupan Manusia dengan Lingkup Sosial
            Sebagai makhluk sosial manusia tidak akan lepas dari interaksinya dengan manusia lain. Manusia pasti melakukan hubungan dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun bernegara. Dalam melakukan hubungan itu, manusia perlu memahami norma-norma yang berlaku agar hubungannya dapat berjalan dengan lancar atau tidak terjadi kesalahpahaman. Manusia harus mampu membedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk dalam melakukan hubungan dengan manusia lain. Hal inilah yang disebut dengan nilai moral. Wujud pesan moral yang mendasari, menuntun dan menjadi tujuan tindakan atau tingkah laku dalam kehidupan sosial manusia dalam melangsungkan hidup sosialnya. manusia harus mampu memenuhi kebutuhan sosialnya dengan jalan yang benar dan ditujukan pada tujuan yang benar pula.
            Magnis-Suseno, (2001:34) berbuat hormat kepada orang lain merupakan suatu dasar dalam hidup sosial, baik antar kelompok maupun intra kelompok. Sikap hormat kepada orang lain merupakan suatu kaidah untuk dapat hidup bersama dalam masyarakat. Selain sebagai mahkluk pribadi, manusia juga merupakan mahkluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia dilahirkan ke dunia dalam kondisi lemah tak berdaya. Manusia tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain.
     Dengan kenyataan ini, berkehidupan sosial justru menyempurnakan pribadi-nya secara individual. Dalam hubungannya dengan dengan mahkluk sosial lain sebaiknya tidak membedakan antara ras, suku bangsa, keturunan, maupun agama. Justru dengan adanya perbedaan itu mendorong manusia untuk lebih mengenal satu sama lain, sehingga terwujud kehidupan duniawi dan kerja sama menuju suatu pertumbuhan manusia dalam mewujudkan persamaan. Maka dari itu diperlukan nilai-nilai moral yang dipegang oleh manusia untuk hidup bermasyarakat.
           
Adil Terhadap Manusia Lain
     Keadilan adalah memberikan sesuatu kepada orang lain yang telah menjadi haknya tanpa terkecuali (Mustopo, 1989:158). Adil pada hakekatnya memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya dan menganggap bahwa semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntunan keadilan ialah pelakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan situasi dan kondisi. Dari segi filasafat, penerapan keadilan dapat dibagi atas 4 golongan:
a.      Adil pada diri sendiri berarti memperhatikan kebutuhan sendiri tetapi tidak membiarkan diri berbuat tidak adil sampai merugikan diri sendiri dan orang lain.
b.      Adil pada sesama manusia, islam mengajarkan bahwa pada harta si kaya terdapat hak si miskin. Hal ini merupakan tuntunan dan bagi mereka yang “dipinjami” oleh Tuhan berupa kekayaan dan harta supaya jangan lupa untuk mengeluarkan zakat. Ajaran ini menyuruh kita berbelas kasih pada sesama manusia.
c.       Adil pada mahkluk lain yang bernyawa, adil pada binatang peliharaan misalnya menyediakan makanan dan minum. Terhadap tumbuh-tumbuhan sebaiknya jangan dirusak karena dengan memeliharanya dan tidak dirusak berarti kita sudah berbuat adil.
d.      Adil pada alam berarti kita bersikap sabar dan bijaksana terhadap diri sendiri, jadi berbuat baik terhadap alam merupakan sikap  yang adil yaitu dengan cara me-manfaatkan sikap isi dan taat mengikuti apa yang telah diperintahkannya (Salam, 1997:119:121).
Keadilan merupakan tindakan yang berusaha menjaga keselarasan dan kehormatan demi terciptanya integritas masyarakat yang didasarkan pada akal sehat dan pengendalian diri untuk meletakkan sesuatu masalah pada proporsinya (Suseno dalam faricha, 2004:41). Adil pada hakikatnya kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu tindakan adil adalah tindakan yang layak, tidak berat sebelah dan tidak merugikan pihak-pihak tertentu..

Gotong Royong
     Kegotongroyongan berasal dari kata gotong royong yang berarti bekerja bersama-sama, tolong menolong, bantu membantu. Sedangkan bergotong royong artinya secara bersama-sama mengerjakan sesuatu atau cara menyelesaikan suatu karya atau tugas hidup tertentu secara bersama-sama. Gotong royong merupakan sebuah ciri khas bahwa manusia dalam hidupnya tidak senang memisahkan dirinya dengan lingkungan dan golongannya. Salah satu wujud kebersamaan itu adalah gotong royong. Oleh karena itu dalam bermasyarakat, kita harus mengembangkan sikap gotong royong demi terwujudnya kesejahteraan bersama dalam kehidupan sehari-hari.
     Agar sifat gotong royong itu terus tertanam sebagai kebiasaan masyarakat, maka kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya di antara sesama manusia masih saling memerlukan, saling ketergantungan, sehinggga kenyataan ini menuntut serta untuk mau dan mampu kerjasama searah yang lebih baik dan harmonis. Selain itu harus dihindari kebiasaan terlalu mementingkan kepentingan sendiri karena dengan mementingkan diri sendiri akan merusak sifat gotong royong yang sudah lama tertanam sebagai sifat  dalam hidup bermasyarakat. Suatu pandangan bahwa penderi-taan orang lain merupakan bagian dari penderitaan kita serta kebahagiaan orang lain juga adalah kebahagiaan kita, dengan adanya pandangan ini maka secara sendirinya sifat gotong royong dapat tertananam dalam diri manusia.
     Kerja sama yang baik akan saling meringankan beban hidup di antara sesama manusia. Oleh karena itu, pada hakikatnya kekuatan manusia tidak terletak pada kemampuan fisiknya atau kemampuan jiwanya semata. Kekuatan manusia terletak pada kemampuannya untuk bekerja sama dengan manusia lainnya. Hal demikian dapat dilihat kecendrungan manusia pada kemajuan untuk bekerja sama secara bergotong royong terutama dalam menyelesaikan masalah yang besar.

Musyawarah
     Musyawarah adalah cara pengambilan keputusan yang mendengarkan semua suara dan semua opini. Semuanya dianggap sama benar dan berguna bagi keputusan yang sedang diusahakan. Musyawarah merupakan suatu ciri atau tata cara masyarakat untuk menetapkan suatu keputusan, artinya sebelum suatu keputusan disepakati dan ditetapkan,  pokok masalahnya harus dimusyawarahkan. Sebagai mahkluk sosial ma-nusia tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Di dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari berbagai masalah, dari yang sangat kecil hingga besar. Semua masalah dengan mudah akan dapat terselesaikan apabila pemecahannya sangat cepat.
     Apabila suatu masalah yang diselesaikan mengalami jalan buntu, maka penyelesaian dapat ditempuh dengan jalan suara terbanyak, tetapi sangat diharapkan sebelum mengambil jalan alternatif, sebaiknya keputusan harus diselesaikan dengan musyawarah, sebab musyawarah merupakan cara  penyelesaian yang terbaik. Aspirasi masyarakat akan ditampung dan dapat dipastikan bahwa hasil yang akan dicapai secara mufakat sehingga dapat memenuhi kepentingan orang banyak. Musyawarah sebenarnya merupakan salah satu jalan untuk mengambil keputusan secara bersama-sama atau saling menghargai dan menghormati sehingga setiap pendapat dapat dikemukakan dan merupakan asas demokrasi yang telah diterapkan di Indonesia.
      Jadi dalam masyarakat tidak boleh saling menyalahkan dan sakit hati atas hasil keputusan. Musyawarah mengandung resiko yaitu penekanan terhadap ambisi-ambisi individual. Dalam musyawarah sangat diharapkan kerelaan dan pengorbanan, kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan harus dikesampingkan semua harus mengabdi untuk kepentingan bersama demi terwujudnya musyawarah. Semangat kekeluargaan, kerukunan, saling menghargai dan keterbukaan pikiran-pikiran yang jernih adalah unsur untuk menyelesaikan masalah, sehingga suatu masalah akan mudah terselesaikan dan tidak mengalami jalan buntu. 

Tinjauan Hubungan Nilai Moral dalam Karya Sastra
      Adanya nilai moral dalam karya sastra sebagai pesan, menunjukkan bahwa karya sastra bernilai tinggi. Hal itu karena karya sastra diciptakan pengarang tidak semata-mata mengandalkan bakat dan kemampuan berkreasi, tetapi pengarang melahirkan karya sastra memiliki visi, inspirasi, itikad baik dan juga perjuangan sehingga karya sastra yang dihasilkan bernilai tinggi. Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia (Nurgiyantoro, 1995:322). Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan gaya kini kebenarannya oleh manusia. Moral dalam karya sastra atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra selalu dalam pengertian baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang yang kurang terpuji, baik sebagai tokoh antagonis maupun protagonis tidak berarti pengarang menyarankan untuk bertindak kurang terpuji seperti itu.         
        Sebagai salah satu genre sastra, karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi: (1) pengarang atau narrator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur instrinsik yang membangun karya sastra itu sendiri sehingga menjadi suatu wacana. Dalam karya sastra termuat pesan kehidupan yang ingin disampaikan pengarang untuk pembaca. Pesan-pesan ini biasanya memberi contoh yang baik dan buruk dalam perbuatan. perbuatan ini dapat dikategorikan  dalam nilai moral. Pengarang menonjolkan nilai moral yang berguna bagi manusia.
            Kenny (dalam Nurgiyantoro, 1995:322) mengatakan moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca dan makna terkandung dalam sebuah karya sastra. Moral merupakan unsur isi bila ditinjau dari segi bentuk isi karya sastra. Moral kadang-kadang diidentikkan pengertiannya dengan tema meskipun tidak selalu mengarah pada maksud yang sama. Tema bersifat lebih kompleks dari pada moral disamping tidak memiliki nilai langsung sebagai saran yang ditujukan kepada para pembaca. Moral dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan  tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan oleh pembaca.
            Wellek dan Warren (1993:109) mengatakan bahwa sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Studi sastra merupakan masalah sosial yang berisi masalah tradisi, konvensi, norma, jenis sastra, simbol dan mitos. Sementara Darma (dalam Nurgiyantoro, 1995:105) menyatakan bahwa sastra identik dengan moral. Dikatakan identik karena sastra juga mempelajari masalah manusia yang selalu mengajak pembaca untuk menjujung tinggi norma-norma moral. Sifat-sifat sastra yang menuntut orang untuk melihat kenyataan, kalau perlu yang tidak sejalan dengan kepentingan moral, dan bukannya melihat apa yang seharusnya terjadi. Sementara itu, sastra masih harus melaksanakan tugasnya untuk membentuk jiwa humanitat (tekad manusia untuk menciptakan nilai-nilai yang baik) jauh dari segala sesuatu yang tidak sejalan dengan kepentingan moral. Manusia mempunyai instink untuk memperbaiki dirinya untuk mencapai sifat-sifat luhur kemanusiaan. Sastra sebagai suatu wacana bukan hanya menyenangkan untuk dibaca, tetapi ada hubungannya dengan keperluan sehari-hari. Karya sastra dapat memberikan pengalaman batin, pengetahuan, wawasan hidup, dan sikap moral. Tugas utama sastra adalah sebagai alat penting untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil keputusan bila ia menghadapi masalah. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa karya sastra mengandung arti yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.

Daftar Pustaka
Bertens, K. 2005. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Daroeso, Bambang.1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.

Simongkir,O.P. 1978. Etika Jabatan. Jakarta: Angkasa Persada Press

Mangunwijaya, YB. 1988. Sastra dan Religiusitas. Yogyakarta: Kanisius
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Salam, B. 1997. Etika Sosial: Asas Moral dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

               . 2000. Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukada, Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa

Sukatman. 1992. Nilai-nilai cultural Edukatif dan Peribahasa Telah didokumen-tasikan. Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sarjana: IKIP Malang

Suseno, Frans Magnis. 1987. Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.     Yogyakarta: Kanisius

Mustopo, M. Habib. 1983. Ilmu Budaya Dasar: Kumpulan Essay Manusia dan Budaya. Surabaya: Usaha Nasional

Nurgiyantoro, Burhanudin. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM

Wellek, Rene & Austin, Warren. 1993. Teori Kesusasteraan di terjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta: Gramedia

No comments:

Post a Comment