Monday, May 23, 2016

Unsur Pembangun Intrinsik Novel


UNSUR INTRINSIK NOVEL

        
          Karya sastra merupakan satuan totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangun. Struktur novel terdiri atas berbagai unsur-unsur yang membentuk suatu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Abrams (dalam Nurgiyantoro,1994:36) menyatakan bahwa struktur karya satra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya. Secara berasama membentuk kebulatan yang indah. Struktur sebuah karya sastra juga diartikan sebagai hubungan antara berbagai unsur intrinsik yang bersifat timbal balik, saling mempengaruhi yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam novel adalah: tema, penokohan, latar, alur, gaya bahasa, dan sudut pandang.

TEMA
        Nurgiyantoro (1994: 66) mengatakan bahwa setiap karya fiksi tentulah mengandung Tema, namun isi tema tidak mudah untuk ditunjukkan, tema haruslah dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan unsur-unsur pembangun yang lain. Pada intinya tema adalah ide yang mendasari cerita, gagasan umumnya yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Penggolongan tema dilihat dari tingkat keutamaannya, dibedakan menjadi tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan  dasar umum karya itu. Sedangkan tema minor adalah makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian cerita yang dapat didefinisikan sebagian makna bagian, makna tambahan (Nurgiyantoro, 1994:83)
        Menentukan tema dalam sebuah novel harus disimpulkan keseluruhan, cerita tidak hanya didasarkan pada bagian-bagian tertentu saja. Tema merupakan makna keseluruhan yang terkandung dalam cerita. Umumnya tema melukiskan pengarang secara implisit. Menurut Aminuddin (1995: 92) dalam upaya pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah sebagai berikut.


a.    Memahami setting  dalam prosa fiksi yang dibaca.
b.  Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
c.       Memahami peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.
d.      Memahami plot atau alur cerita pada prosa fiksi yang dibaca.
e.       Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya disimpulkan dari satuan-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
f.       Menentukan sikap penyair terhadap pokok-pokok pikiran yang ditampilkannya.
g.      Mengedentifikasi tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pkok pikiran yang ditampilkan.
h.      Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkan dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan pengarangnya.


         Dengan  memahami tema yang telah disinggung dalam  delapan di atas, terdapat unsur lain yang akan diperoleh ketika pembaca memahami tema yaitu lewat pemahaman pokok persoalan atau pokok pikiran yang juga diistilahkan dengan subject matter. Dengan memahami pokok persoalan atau pikiran tersebut pembaca akan menemukan nilai-nilai didaktis yang berhubungan dengan masalah kehidupan manusia.

LATAR
        Latar merupakan unsur penunjang karya sastra yang sangat penting, suatu cerita tidak akan hidup apabila tidak ditunjang dengan latar yang sesuai dengan cerita. Abrams (dalam Nurgiantoro,1994: 217) berpendapat latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, penyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial, tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas, menciptakan suasana tertentu seolah-olah berada dalam kenyataan. Tempat kejadian cerita merupakan salah satu faktor pembantu untuk memperjelas cerita yang dikarang. Oleh karena itu, setting meliputi latar belakang fisik, ruang dan lingkungan tempat terjadinya cerita (Badrun, 1983 : 90) Nurgiantoro, (1994: 227-233) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: latar tempat, latar waktu, latar sosial.

LatarTempat
Latar tempat mengarah  pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi, biasanya dalam sebuah cerita terdapat lebih dari satu lokasi. Latar akan pindah-pindah dari satu tempat ketempat lain sejalan dengan perkembangan tokoh dan plot.
Latar Sosial
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu juga dikaitkan dengan latar tempat, sebab pada kenyataannya kedua unsur latar tesebut saling berkaitan. keadaan yang diceritakan harus mengacu pada waktu tertentu karena latar waktu akan selalu berubah-ubah.
Latar Sosial

Latar sosial mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan pilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial itu dapat berupa bahasa atau dialek tertentu, nama tokoh ataupun status sosial dan kedudukan orang yang bersangkutan. Latar dalam suatu cerita membantu pembaca untuk dapat mengimajinasikan tempat, waktu, dan suasana selama tokoh yang ada dalam cerita tersebut berintransi.


PENOKOHAN

        Nurgiantoro (1994 : 165) berpendapat bahwa dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istulah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau krakter dan karakterisasi secara bergantian yang hampir sama. Istilah “tokoh” menunjjukan pada orangnya, sedangkan “watak, perwatakan, dan karakter” menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 1994: 165) tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan adalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertetu seperti yang diekpresikan dalam ucapan dan apa yang dilkukan dalam tindakan. Menampilkan tokoh pengarang dapat menggunakan sebagai macam cara. Mungkin pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya hidup di alam mimpi atau kehedupan yang sebenarnya. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memilki peranan yang berbeda-beda. Aminuddin (1987:79) mengatakan, “seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut dengan tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang lain memiliki peranan tidak penting karena pemunculannya hanya melengkapi, melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu”.  Para pembaca suatu karya fiksi tentu ingin mengenal, mengetahui rupa atau watak para tokoh cerita, sang pengarang harus dapat melukiskan rupa, pribadi atau watak para tokoh. Menurut Tarigan (1991:133) cara yang dapat dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan rupa, watak atau pribadi para tokoh sebagai berikut.


a.       Melukiskan bentuk lahir dari pelaku.
b.      Melukiskan jalan pikiran pelaku atau apa yang terlintas dalam pikiran.
c.       Melukiskan bagaimana reaksi pelaku itu terhadap kejadian-kejadian.
d.      Pengarang dengan langsung menganalisis watak pelaku.
e.       Pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku. 
f.    Pengarang melukiskan bagaimana pandangan-pandangan pelaku lain dalam suatu cerita terhadap pelaku utama


          Berdasarkan perwatakannya Foster (dalam Nurgiyantoro, 1994: 181) membedakan tokoh menjadi dua macam


a.       Tokoh sederhana (flat character)
Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat atau watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Ia tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Sifat seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, dan hanya mencerminkan satu watak tertentu.
b.      Tokoh bulat (round character)
Tokoh bulat berbeda halnya dengan tokoh sederhana, yaitu tokoh yang memiliki berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun umumnya sulit dideskripsikan secara tepat. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan (Abrams, 1981: 20).


KONFLIK


Wellek & Warren (dalam Nurgiantoro, 2004:122) Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.
Konflik merupakan seluruh perjalanan cerita di jiwai oleh konflik pelakunya, konflik itu terjadi oleh pelaku yang mendukung cerita (sering disebut pelaku utama) yang bertentangan. Dengan pelaku pelawan arus cerita (pelaku penentang).
Beberapa bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian, dapat di bedakan ke dalam dua kategori sebagai berikut:
a.       Konflik Eksternal, konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam atau lingkungan manusia.
b.      Konflik Internal, konflik internal adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia lebih merupakan permasalahan interen seorang manusia.

Daftar Pustaka


Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar Ilmu Sastra. Surabaya: PT. Usaha Nasional
Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. University Press: Gadjah Mada
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta :
       Gramedia.
Suyanto. 2010. Menulis Karya Sastra. Banyuwangi: Forum Banyuwangi Untuk
        Kebudayaan
 



No comments:

Post a Comment