HAKIKAT NOVEL Bag 2
Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Italia novella, bahasa Jerman novelle, dan bahasa inggris novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris inilah yang kemudian masuk ke Indonesia. Novel merupakan karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia berisi model kehidupan yang diidealkan dan dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain sebagainya. Manfaat yang didapat adalah memberikan pengalaman, pengganti kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan.
Unsur Pembangun Novel
Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas , di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokan menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak benar-benar pilah (Nurgiyantoro, 1995: 23). Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui unsur-unsur, dimana unsur-unsur tersebut menjadi penguat serta membuat cerita didalamnya menjadi hidup dan berwujud. Unsur pembangun tersebut dibedakan menjadi dua, unsur intrinsik meliputi tema, penokohan dan perwatakan, sudut pandang, alur, latar, gaya bahasa, dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsiknya adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung turut mempengaruhi bangunan karya sastra.
Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 1995: 24).
Peneliti tertarik untuk mengkaji
unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel Sang
Pemimpi, unsur ekstrinsik
yang dikaji adalah nilai-nilai
pendidikan, dikarenakan unsur ekstrinsik yang paling dominan yang terdapat
dalam novel Sang Pemimpi adalah
tentang semangat juang anak-anak muda dalam menggapai mimpinya.
1. Nilai
Ada
dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu
objektif, sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif. Menurut
aliran Idialisme, nilai itu objektif, ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang
diciptakan di dunia ini tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Dengan
demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia. Hanya saja
manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut
juga aliran objektivisme (Herimanto & Winarno, 2006:127).
Nilai
merupakan sesuatu yang diharapkan manusia. Nilai merupakan sesuatu yang
dihasilkan oleh manusia, tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tetapi dampaknya
dapat dirasakan oleh manusia tersebut. Nilai merupakan sesuatu yang normatif,
maksudnya nilai mengandung harapan, cita-cita, suatu keharuan sehingga nilai
memilki sifat ideal.
Nilai
berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting , berguana bagi kemanusiaan, dan
sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya, Sumantri
mengatakan bahwa nilai tampak pada ciri individu dan masyarakat yang relatif
stabil karena itu berkaitan dengan sifat kepribadian dan pencirian budaya
(dalam Yuliawati,dkk. 2012:84). Melaui proses pendidikan maka manusia akan lebih
mudah untuk menyadari dan memahami berbagai niali-nilai, serta menempatkan
secara intergral dalam keseluruhan dalam hidup mereka.
Suhardan
& Suharto (dalam Yuliawati,dkk. 2012:84) mengemukakan bahwa pendidikan
dapat diartikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, dan sistematis untuk
mentransmisikan kebudayaan dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap moral,
nilai-nilai hidup dan kehidupan serta keterampilan) dari suatu generasi ke
generasi lain. Pada mulanya karya sastra memang untuk dinikmati keindahannya,
bukan untuk dipahami, akan tetapi, mengingat bahwa karya sastra juga merupakan
suatu produk budaya, maka persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang
sesuai dengan kearifan zaman sehingga lama-kelamaan sastra pun berkembang
fungsinya. Karya sastra senantiasa menawarkan nilai-nilai hidup dan pesan-pesan
luhur yang mampu memberikan pencerahan kepada manusia dalam memahami kehidupan.
Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan
dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Oleh karena
itu, karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi
lebih arif dan bijaksana (Yuliawati.dkk. 2012:84-85).
2 Pendidikan
Untuk mengetahui
definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan
formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang SISDIKNAS, yakni pendidikan adalah uasaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut
Langeveld (dalam Soemanto dan Soetopo. 1982: 9-10) “pendidikan diartikan
sebagai pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada
mereka yang masih memerlukannya. Pendidikan berlangsung dalam suatu pergaulan
antara pendidik dan anak didik. Pendidik adalah orang dewasa yang berusaha
memberikan pengaruh, perlindungan dan pertolongan yang tertuju kepada
pendewasaan anak didiknya. Tugas pendidik ialah membantu/menolong anak didik
agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri atas tanggung jawabnya
sendiri. Pertolongan tersebut bersifat rohani, karena berupa bimbingan terhadap
fungsi-fungsi rohani anak didik, misalnya akal, ingatan dan emosi anak”.
Menurut
Langefeld (dalam Fattah, Nanang. 2002: 13) mengemukakan ”ilmu pendidikan
dipandang sebagai ilmu teoritis dan ilmu praktis yang memepelajari proses
pembentukan kepribadian manusia yang dirancang secara sistematis dalam proses
interaksi antara pendidikan dengan peserta didik, baik di dalam maupun di luar
sekolah”.
Dari
pernyataan di atas dapat dikemukakan bahwa proses pendidikan merupakan
kombinasi atau perpaduan antara konsep teoritis dan konsep praktis guna
mencapai kepribadian yang matang melalui proses interaksi pembelajaran antara
pendidikan dan yang dididik yang dirancang secara sistematis.
Berdasarkan
uraian di atas penulis berasumsi sebagai berikut. Motivasi pendidikan sangat
diperlukan oleh siswa sebagai inspirasi dalam belajar, sehingga siswa dapat
melanjutkan pendidikan dan disamping itu motivasi pendidikan juga berfungsi
sabagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.
3
Religius
Perilaku religius merupakan perilaku yang dekat dengan
hal-hal spiritual. Perilaku religius merupakan usaha manusia dalam mendekatkan
dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya. Religiositas merupakan sikap batin
seseorang berhadapan dengan realitas kehidupan luar dirinya misalnya hidup,
mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan sebaginya.
Sebagai orang yang bertuhan kekuatan itu diyakini sebagai kekuatan Tuhan.
Kekuatan tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan hidup
seseorang apabila ia mampu menemukan maknanya. Orang mampu menemukannya apabila
ia berani merenung dan merefleksikannya. Melalui refleksi pengalaman hidup
memungkinkan seseorang menyadari memahami, dan menerima keterbatasan dirinya
sehingga terbangun rasa syukur kepada Tuhan sang pemberi hidup, hormat kepada
sesama dan lingkungan alam.Untuk dapat menumbuhkan nilai-nilai religius seperti
ini tidaklah mudah.
4 Moral
Moral
berasal dari bahasa Latin mores yang
berarti adat kebiasaan. Kata moers
ini mempunyai sinonim mos, moris, manner,
mores, atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti
ahlak (bahasa Arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin
atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam
hidup.
Dari
beberapa pendapat di atas, istilah moral dapat disamakan dengan istilah etika,
etik, akhlak, kesusilaan, dan budi pekerti. Dalam hubungannya dengan nilai,
moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Tidak semua nilai adalah
nilai moral,. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia (human) tentang hal
baik buruk (Herimanto & Winarno, 2006: 129).
5 Sosial
Sosial adalah suatu kelompok
manusia yang diantara para anggotanya terjadi komunikasi, pertalian dan akhirnya
saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Masyarakat yang berbeda akan
memiliki peraturan-peraturan kelas sosial yang berbeda juga. Pengertian kelas
sosial secara luas adalah lapisan orang-orang yang memiliki kedudukan sama
dalam batas-batas sosial. Kelas sosial mengacu pada keadaan masyarakat yang
berbeda dari masyarakat lain, dalam hal nilai, kegiatan, kekayaan, dan etika
pergaulan mereka. Kelas sosial tersebut ditempatkan oleh stratifikasi sosial
yang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas
yang sesuai pula.
6 Budaya
Kebudayaan
diambil dari kata dasar budaya, kebudayaan dalam bahasa Inggrisnya adalah
culture berasal dari bahasa Latin "Colere" yang berarti mengolah,
mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, kemudian berkembanglah pengertian
kultur sebagai "segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam. Para ahli mendefinisikan culture atau kebudayaan dengan redaksi
yang berbeda-beda; di atanraanya Antropolog Inggris yang benama Ruth
mendefinisikan culture ibarat bak milik orang bersama-sama". Kultur adalah
suatu cara berpikir dan bertindak, suatu pengetahuan kelompok dan kebiasaan.
Tradisinya, dokumen, dan tulisan. gagasan dan aturan bersamanya. Bukan individu
tunggal, maupun suatu kelompok, maupun suatu keseluruhan masyarakat. Kebiasaan
pakaian, tentang diet, tentang rutinitas sehari-hari yang detil dan tak
terbilang tentang kehidupan yang nampak memerlukan cerminan untuk suatu
pembersihan identitas budaya. E.B. Taylor juga seorang Antropolog Inggris
mendefinisikan culture sebagai " The
complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and
any ather capabilities and habits acquired by man as member of society"
Kebuadayaan sebagai sifat kompleks,
banyak seluk-beluknya dan meruppakan totalitas yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hokum, dan lain-lain.
Daftar Pustaka
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
1995. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hermanto, dan Winarno. 2006. Ilmu Sosial Dan Budaya. Jakarta: Bumi
Angkasa.
Husnan, Ema. Dkk. 1987. Apresiasi Sastra Indoesia. Bandung:
Angkasa.
Kusuma, Dion. 2012. Nilai Motivasi Pendidikan dalam
Novel Endersor
No comments:
Post a Comment