Monday, May 23, 2016

Pengertian Novel dan unsur ekstrinsiknya.


HAKIKAT NOVEL Bag 2

Pengertian Novel

          Kata novel berasal dari bahasa Italia novella, bahasa Jerman novelle, dan bahasa inggris novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris inilah yang kemudian masuk ke Indonesia. Novel merupakan karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia berisi model kehidupan yang diidealkan dan dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain sebagainya. Manfaat yang didapat adalah memberikan pengalaman, pengganti kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan.

Unsur Pembangun Novel
          Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas , di samping unsur formal bahasa, masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam unsur tersebut secara tradisional dapat dikelompokan menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak benar-benar pilah (Nurgiyantoro, 1995: 23). Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui unsur-unsur, dimana unsur-unsur tersebut menjadi penguat serta membuat cerita didalamnya menjadi hidup dan berwujud. Unsur pembangun tersebut dibedakan menjadi dua, unsur intrinsik meliputi tema, penokohan dan perwatakan, sudut pandang, alur, latar, gaya bahasa, dan amanat. Sedangkan  unsur ekstrinsiknya adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung turut mempengaruhi bangunan karya sastra.

Unsur Ekstrinsik
         Unsur ekstrinsik  adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting (Nurgiyantoro, 1995: 24).
                Peneliti tertarik untuk mengkaji unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi, unsur ekstrinsik yang dikaji  adalah nilai-nilai pendidikan, dikarenakan unsur ekstrinsik yang paling dominan yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi adalah tentang semangat juang anak-anak muda dalam menggapai mimpinya. 

1. Nilai
                Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu objektif, sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif. Menurut aliran Idialisme, nilai itu objektif, ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di dunia ini tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia. Hanya saja manusia tidak atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme (Herimanto & Winarno, 2006:127).
                Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan manusia. Nilai merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia, tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tetapi dampaknya dapat dirasakan oleh manusia tersebut. Nilai merupakan sesuatu yang normatif, maksudnya nilai mengandung harapan, cita-cita, suatu keharuan sehingga nilai memilki sifat ideal.
                Nilai berarti sifat-sifat atau hal-hal yang penting , berguana bagi kemanusiaan, dan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya, Sumantri mengatakan bahwa nilai tampak pada ciri individu dan masyarakat yang relatif stabil karena itu berkaitan dengan sifat kepribadian dan pencirian budaya (dalam Yuliawati,dkk. 2012:84). Melaui proses pendidikan maka manusia akan lebih mudah untuk menyadari dan memahami berbagai niali-nilai, serta menempatkan secara intergral dalam keseluruhan dalam hidup mereka.
                Suhardan & Suharto (dalam Yuliawati,dkk. 2012:84) mengemukakan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai upaya terorganisasi, terencana, dan sistematis untuk mentransmisikan kebudayaan dalam arti luas (ilmu pengetahuan, sikap moral, nilai-nilai hidup dan kehidupan serta keterampilan) dari suatu generasi ke generasi lain. Pada mulanya karya sastra memang untuk dinikmati keindahannya, bukan untuk dipahami, akan tetapi, mengingat bahwa karya sastra juga merupakan suatu produk budaya, maka persoalannya menjadi lain. Karya sastra berkembang sesuai dengan kearifan zaman sehingga lama-kelamaan sastra pun berkembang fungsinya. Karya sastra senantiasa menawarkan nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu memberikan pencerahan kepada manusia dalam memahami kehidupan. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Oleh karena itu, karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif dan bijaksana (Yuliawati.dkk. 2012:84-85).

2 Pendidikan
Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni pendidikan adalah uasaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Langeveld (dalam Soemanto dan Soetopo. 1982: 9-10) “pendidikan diartikan sebagai pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang masih memerlukannya. Pendidikan berlangsung dalam suatu pergaulan antara pendidik dan anak didik. Pendidik adalah orang dewasa yang berusaha memberikan pengaruh, perlindungan dan pertolongan yang tertuju kepada pendewasaan anak didiknya. Tugas pendidik ialah membantu/menolong anak didik agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri atas tanggung jawabnya sendiri. Pertolongan tersebut bersifat rohani, karena berupa bimbingan terhadap fungsi-fungsi rohani anak didik, misalnya akal, ingatan dan emosi anak”.
            Menurut Langefeld (dalam Fattah, Nanang. 2002: 13) mengemukakan ”ilmu pendidikan dipandang sebagai ilmu teoritis dan ilmu praktis yang memepelajari proses pembentukan kepribadian manusia yang dirancang secara sistematis dalam proses interaksi antara pendidikan dengan peserta didik, baik di dalam maupun di luar sekolah”.
            Dari pernyataan di atas dapat dikemukakan bahwa proses pendidikan merupakan kombinasi atau perpaduan antara konsep teoritis dan konsep praktis guna mencapai kepribadian yang matang melalui proses interaksi pembelajaran antara pendidikan dan yang dididik yang dirancang secara sistematis.
            Berdasarkan uraian di atas penulis berasumsi sebagai berikut. Motivasi pendidikan sangat diperlukan oleh siswa sebagai inspirasi dalam belajar, sehingga siswa dapat melanjutkan pendidikan dan disamping itu motivasi pendidikan juga berfungsi sabagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi.

3  Religius
Perilaku religius merupakan perilaku yang dekat dengan hal-hal spiritual. Perilaku religius merupakan usaha manusia dalam mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya. Religiositas merupakan sikap batin seseorang berhadapan dengan realitas kehidupan luar dirinya misalnya hidup, mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan sebaginya. Sebagai orang yang bertuhan kekuatan itu diyakini sebagai kekuatan Tuhan. Kekuatan tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan hidup seseorang apabila ia mampu menemukan maknanya. Orang mampu menemukannya apabila ia berani merenung dan merefleksikannya. Melalui refleksi pengalaman hidup memungkinkan seseorang menyadari memahami, dan menerima keterbatasan dirinya sehingga terbangun rasa syukur kepada Tuhan sang pemberi hidup, hormat kepada sesama dan lingkungan alam.Untuk dapat menumbuhkan nilai-nilai religius seperti ini tidaklah mudah.

4 Moral
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata moers ini mempunyai sinonim mos, moris, manner, mores, atau manners, morals. Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti ahlak (bahasa Arab) atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup.
Dari beberapa pendapat di atas, istilah moral dapat disamakan dengan istilah etika, etik, akhlak, kesusilaan, dan budi pekerti. Dalam hubungannya dengan nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Tidak semua nilai adalah nilai moral,. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia (human) tentang hal baik buruk (Herimanto & Winarno, 2006: 129).

5 Sosial
Sosial adalah suatu kelompok manusia yang diantara para anggotanya terjadi komunikasi, pertalian dan akhirnya saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Masyarakat yang berbeda akan memiliki peraturan-peraturan kelas sosial yang berbeda juga. Pengertian kelas sosial secara luas adalah lapisan orang-orang yang memiliki kedudukan sama dalam batas-batas sosial. Kelas sosial mengacu pada keadaan masyarakat yang berbeda dari masyarakat lain, dalam hal nilai, kegiatan, kekayaan, dan etika pergaulan mereka. Kelas sosial tersebut ditempatkan oleh stratifikasi sosial yang sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas yang sesuai pula.

6 Budaya
                Kebudayaan diambil dari kata dasar budaya, kebudayaan dalam bahasa Inggrisnya adalah culture berasal dari bahasa Latin "Colere" yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, kemudian berkembanglah pengertian kultur sebagai "segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Para ahli mendefinisikan culture atau kebudayaan dengan redaksi yang berbeda-beda; di atanraanya Antropolog Inggris yang benama Ruth mendefinisikan culture ibarat bak milik orang bersama-sama". Kultur adalah suatu cara berpikir dan bertindak, suatu pengetahuan kelompok dan kebiasaan. Tradisinya, dokumen, dan tulisan. gagasan dan aturan bersamanya. Bukan individu tunggal, maupun suatu kelompok, maupun suatu keseluruhan masyarakat. Kebiasaan pakaian, tentang diet, tentang rutinitas sehari-hari yang detil dan tak terbilang tentang kehidupan yang nampak memerlukan cerminan untuk suatu pembersihan identitas budaya. E.B. Taylor juga seorang Antropolog Inggris mendefinisikan culture sebagai " The complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any ather capabilities and habits acquired by man as member of society" Kebuadayaan sebagai sifat kompleks, banyak seluk-beluknya dan meruppakan totalitas yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, dan lain-lain.



Daftar Pustaka


Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada  University Press.

                            1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hermanto, dan Winarno. 2006. Ilmu Sosial Dan Budaya. Jakarta: Bumi Angkasa.
Husnan, Ema. Dkk. 1987. Apresiasi Sastra Indoesia. Bandung: Angkasa.
Kusuma, Dion. 2012. Nilai Motivasi Pendidikan dalam Novel Endersor 

 

No comments:

Post a Comment