Tuesday, May 24, 2016

Hakikat Stilistika


Pengertian Stilistika

Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum sebagaimana akan dibicarakan secara lebih luas pada bagian berikut adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal (Ratna, 2013: 3). Dalam hubungannya dengan kedua istilah di atas perlu disebutkan istilah lain yang seolah-olah kurang memperoleh perhatian tetapi sesungguhnya dalam proses analisis memegang peranan besar, yaitu majas. Majas diterjemahkan dari kata trope (Yunani), figure of speech (Inggris), berarti persamaan atau kiasan. Jenis majas sangat banyak, seperti: hiperbola, paradoks, sarkasme, inversi, dan sebagainya. Tetapi, pada umumnya dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: majas penegasan, perbandingan, pertentangan, dan majas sindiran. Majas inilah yang paling banyak dikenal, baik dalam masyarakat pada umumnya maupun dalam bidang pendidikan, sejak Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Umum dan Perguruan Tinggi. Dengan penjelasan di atas, maka majas pada dasarnya berfungsi sebagai penunjang gaya bahasa.
Istilah lain yang mungkin muncul dalam kaitannya dengan gaya bahasa, di antaranya: seni bahasa, estetika bahasa, kualitas bahasa, ragam bahasa, gejala bahasa, dan rasa bahasa. Dua istilah pertama memiliki pengertian yang hampir sama, bahasa dalam kaitannya dengan ciri-ciri keindahan sehingga identik dengan gaya bahasa itu sendiri. Kualitas bahasa lebih banyak berkaitan dengan nilai penggunaan bahasa secara umum, termasuk ilmu pengetahuan. Ragam bahasa adalah jenis, genre, dikategorikan menurut medium (lisan dan tulisan), topik yang dibicarakan (ilmiah dan ilmiah populer), pembicara (halus dan kasar), semangat (regional dan nasional).
Gejala bahasa dalam pengertian sempit menyangkut perubahan (penghilangan, pertukaran) dalam sebuah kata, seperti: sinkope, apokope, dan metatesis. Pada pengertian luas gejala bahasa menyangkut berbagai bentuk perubahan bahasa baik lisan maupun tulisan. Gejala bahasa yang paling khas dengan demikian adalah gaya bahasa itu sendiri, termasuk majas. Rasa bahasa adalah perasaan yang timbul sesudah menggunakan, mendengarkan suatu ragam bahasa tertentu. Bahasa tidak semata-mata mewakili makna harfiah, makna denotatif, tetapi juga sebagai akibat konteks sosial.
Gaya merupakan salah satu cabang ilmu tertua dalam bidang kritik sastra. Menurut Fowler (dalam Ratna, 2013: 4) makna-makna yang diberikan sangat kontroversial, relevansinya menimbulkan banyak perdebatan. Gaya terkandung dalam semua teks, bukan bahasa tertentu, bukan semata-mata teks sastra. Gaya adalah ciri-ciri, standar bahasa, gaya adalah cara ekspresi. Meskipun demikian, pada umumnya gaya dianggap sebagai sebuah istilah khusus, semata-mata dibicarakan dan dengan demikian dimanfaatkan dalam bidang tertentu, bidang akademis, yaitu bahasa dan sastra. Dengan pertimbangan bahwa gaya menyangkut masalah penggunaan bahasa secara khusus, maka sastralah, dalam hubungan ini karya sastranya yang dianggap sebagai sumber data utamanya. Perkembangan terakhir dalam sastra juga menunjukkan bahwa gaya hanya dibatasi dalam kaitannya dengan analisis puisi. Alasannya, di antara genre-genre karya sastra, puisilah yang dianggap sebagai memiliki penggunaan bahasa paling khas. 
Menurut Murry (dalam Ratna, 2013: 6) semua gaya dalam hubungan ini gaya karya sastra, khususnya karya sastra yang berhasil adalah artifisial, diciptakan dengan disengaja. Gaya dengan demikian adalah kualitas bahasa, merupakan ekspresi langsung pikiran dan perasaan. Tanpa adanya proses hubungan yang harmonis antara kedua gejala tersebut, maka gaya bahasa tidak ada. Dalam aktivitas kreatif komunikasi antara pikiran dan perasaan diproduksi secara terus menerus sejak awal hingga akhir cerita, sehingga keseluruhan karya dapat dianggap sebagai memiliki gaya bahasa. Perbedaannya, ciri-ciri perasaan dominan dalam puisi, sebaliknya, pikiran dominan dalam prosa. Kalimat ‘Kamu ini bodoh’ jelas hanya menampilkan kualitas pikiran, sebagai kalimat baku dengan ciri denotatif. Dengan adanya peranan perasaan maka kebodohan diasosiasikan dengan benda lain, dalam hubungan ini binatang, khususnya kerbau. Seorang anak yang bodoh, secara konotatif pada gilirannya dinyatakan dengan kalimat ‘Kamu ini kerbau.’

            Definisi sangat diperlukan dalam kaitannya dengan suatu objek tertentu. Setelah pendapat beberapa ahli, Sukada (dalam Ratna, 2013: 12) mendefinisikan gaya bahasa dalam sejumlah butir pernyataan (a) gaya bahasa adalah bahasa itu sendiri, (b) yang dipilih berdasarkan struktur tertentu, (c) digunakan dengan cara yang wajar, (d) tetapi tetap memiliki ciri personal, (e) sehingga tetap memiliki ciri-ciri personal, (f) sebab lahir dari diri pribadi penulisnya, diungkapkan dengan kejujuran, (g) disusun secara sengaja agar menimbulkan efek tertentu dalam diri pembaca, dan (h) isinya adalah persatuan antara keindahan dan kebenaran




      Penilaian gaya bahasa perbandingan dalam puisi karya siswa berdasarkan empat kriteria sebagai berikut.
a.       Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan dan apabila kata yang berlebihan itu dihilangkan, maknanya tetap utuh.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan namun apabila kata yang berlebihan itu dihilangkan, maknanya akan berubah.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan namun kata yang berlebihan itu tidak dapat dihilangkan.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan kata-kata secara berlebihan atau tidak menggunakan gaya bahasa pleonasme.


Tautologi
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan dan kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan namun kata yang berlebihan itu mengandung perulangan dari sebuah kata yang sama.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan namun kata yang berlebihan itu tidak mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan kata-kata secara berlebihan atau tidak menggunakan gaya bahasa tautologi.
b.      Perifrasis
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan dan kata berlebihan tersebut dapat diganti dengan satu kata saja.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan kata-kata secara berlebihan namun kata berlebihan tersebut tidak dapat diganti dengan satu kata saja.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan kata-kata sesuai yang dibutuhkan atau tidak berlebihan.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan kata-kata secara berlebihan atau tidak menggunakan gaya bahasa perifrasis.

c.       Antisipasi
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan satu atau beberapa kata sebelum gagasan yang sebenarnya terjadi.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan satu atau beberapa kata setelah gagasan yang sebenarnya terjadi.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan satu atau beberapa kata sebelum dan setelah gagasan yang sebenarnya terjadi.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan satu atau beberapa kata sebelum gagasan yang sebenarnya terjadi.
d.      Koreksi atau Epanortosis
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila dapat menegaskan sesuatu, kemudian memeriksa dan memperbaiki yang salah.
2)      Siswa dikatakan baik apabila dapat menegaskan sesuatu, kemudian memeriksa tetapi tidak dapat memperbaiki yang salah.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila dapat menegaskan sesuatu namun tidak memeriksa dan tidak memperbaiki yang salah.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak dapat menegaskan sesuatu atau tidak menggunakan gaya bahasa koreksi.
Penilaian gaya bahasa pertentangan dalam puisi karya siswa berdasarkan empat kriteria sebagai berikut.
a.       Zeugma dan Silepsis
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila terdapat gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
2)      Siswa dikatakan baik apabila terdapat gabungan gramatikal dua buah kata tetapi mengandung ciri-ciri semantik yang sama.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila terdapat gabungan gramatikal dua buah kata tetapi tidak mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak terdapat gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
b.      Paradoks
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan kata-kata yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan kata-kata yang mengandung pertentangan yang nyata tetapi tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan kata-kata yang tidak mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan kata-kata yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.
c.       Anastrof atau Inversi
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan kata-kata dengan perubahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan kata-kata sesuai urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan kata-kata tetapi tidak dengan perubahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan kata-kata dengan perubahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
d.      Histeron Proteron
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan kata-kata yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan kata-kata yang sesuai dengan sesuatu yang logis.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan kata-kata namun bukan merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan kata-kata yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis.
Penilaian gaya bahasa pertautan dalam puisi karya siswa berdasarkan empat kriteria sebagai berikut.
a.       Eponim
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan kata-kata yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan kata-kata yang mengandung nama seseorang tetapi tidak dapat dihubungkan dengan sifat tertentu.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan kata-kata yang tidak  mengandung nama seseorang tetapi dapat dihubungkan dengan sifat tertentu.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan kata-kata yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu.
b.      Epitet
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan frase deskriptif yang menggantikan nama suatu benda atau seseorang.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan frase deskriptif tetapi tidak menggantikan nama suatu benda atau seseorang.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan frase deskriptif untuk menjelaskan suatu hal.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan frase deskriptif yang menggantikan nama suatu benda atau seseorang.
c.       Antonomasia
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan gelar resmi atau jabatan tetapi bukan sebagai pengganti nama diri.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan gelar resmi atau jabatan hanya untuk suatu hal.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
d.      Gradasi
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila mengandung suatu rangkaian atau urutan kata yang secara sintaksis mempunyai ciri semantik yang diulang-ulang.
2)      Siswa dikatakan baik apabila mengandung suatu rangkaian atau urutan kata yang mempunyai ciri semantik yang diulang-ulang namun bukan secara sintaksis.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila secara sintaksis mengandung suatu rangkaian atau urutan kata tetapi bukan berupa ciri semantik yang diulang-ulang.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak mengandung urutan kata yang secara sintaksis mempunyai ciri semantik yang diulang-ulang.
Penilaian gaya bahasa perulangan dalam puisi karya siswa berdasarkan empat kriteria sebagai berikut.
a.       Asonansi
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi tetapi tidak berwujud perulangan vokal yang sama.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila hanya menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi saja.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal yang sama.

b.      Antanaklasis
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila mengandung perulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda.
2)      Siswa dikatakan baik apabila mengandung perulangan kata yang sama dengan makna yang sama.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila mengandung perulangan kata yang berbeda dengan makna yang berbeda.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak mengandung perulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda.
c.       Epistrofa
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila terdapat perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.
2)      Siswa dikatakan baik apabila terdapat perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat tetapi tidak berurutan.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila terdapat perulangan kata atau frase pada awal baris atau kalimat berurutan.
4)      Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak terdapat perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan.
d.      Epanalepsis
1)      Siswa dikatakan sangat baik apabila menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa atau kalimat menjadi terakhir.
2)      Siswa dikatakan baik apabila menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa atau kalimat tetapi bukan berada di akhir baris atau kalimat.
3)      Siswa dikatakan cukup baik apabila menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi tetapi bukan berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa atau kalimat menjadi terakhir.
Siswa dikatakan kurang baik apabila tidak menggunakan sejenis gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari baris, klausa atau kalimat menjadi terakhir.

Pengertian Gaya Bahasa


             Para pembaca dan para penulis yang unggul benar-benar memanfaatkan gaya bahasa untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka. Sarana retorik klasik ini telah dipergunakan oleh novelis Romawi Cicero dan Suetonius yang memakai figura dalam pengertian ‘bayangan, gambaran, sindiran, kiasan.’
            Menurut Dale (dalam Tarigan, 1985: 5) gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.
Menurut Wariner (dalam Tarigan, 1985: 5) gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja.
Gaya bahasa adalah alat tertentu yang menggunakan bahasa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarang sehingga pembaca atau penikmat dapat tertarik atau terpukau atasnya (Hayati dan Muslich, Tanpa tahun: 6). Apabila gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang telah menghasilkan “daya” tertentu kepada pembacanya, berarti gaya bahasa yang digunakan telah mencapai “plastis bahasa”. Karya sastra yang plastis bahasanya tinggi akan disenangi pembaca, sebab gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan yang terdapat di dalamnya terasa hidup, segar, dan berjiwa.
            Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani rhetor yang berarti orator atau ahli pidato. Pada masa Yunani kuno retorik memang merupakan bagian penting dari suatu pendidikan dan oleh karena itu aneka ragam gaya bahasa sangat penting dan harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang telah memberi nama bagi aneka seni persuasi ini.
            Secara singkat dapat dikatakan bahwa “gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).” Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 1984: 113).
            Gaya bahasa dan kosakata mempunyai hubungan erat, hubungan timbal balik. Kian kaya kosakata seseorang, kian beragam pulalah gaya bahasa yang dipakainya. Peningkatan pemakaian gaya bahasa jelas turut memperkaya kosakata pemakainya. Itulah sebabnya maka dalam pengajaran bahasa, pengajaran gaya bahasa merupakan teknik penting untuk mengembangkan kosakata para siswa.
 
         Gaya bahasa dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Lain penulis lain pula klasifikasi yang dibuatnya. Tarigan telah memperbincangkan jenis-jenis gaya bahasa dengan sangat terperinci yaitu sebagai berikut.
a.       Gaya bahasa perbandingan
b.      Gaya bahasa pertentangan
c.       Gaya bahasa pertautan
d.      Gaya bahasa perulangan



 
Daftar Pustaka


Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.



Wellek, Rene & Warren, Austin. 1977. Teori Kesusastraan. Terjemahan oleh Melani Budianta. 1989. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Widdowson, H. G. 1975. Stilistika dan Pengajaran Sastra. Terjemahan oleh Sudijah. 1997. Surabaya: Airlangga University Press.










No comments:

Post a Comment