Sunday, May 29, 2016

Unsur Instrinsik Cerpen PASAR MALAM, PEREMPUAN TUA, DAN SEPASANG SEPATU” KARYA ADI TOHA (Makalah)



ANALISIS UNSUR INSTRINSIK (Alur, Tokoh dan Latar) CERPEN
“PASAR MALAM, PEREMPUAN TUA, DAN SEPASANG SEPATU”
KARYA ADI TOHA

           
ALUR
      Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab-akibat. Bagian-bagian alur tersebut tidaklah seragam. Kadang-kadang susunannya itu langsung pada penyelesaian lalu kembali pada bagian pengenalan. Ada pula yang diawali dengan pengungkapan peristiwa, lalu  pengenalan, penyelesaian peristiwa, dan puncak konflik. Tidak sedikit pula cerita yang alurnya berbelit-belit dan penuh kejutan, juga kadang-kadang sederhana.
          Susunan alur dalam sebuah prosa fiksi secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu awal tengah dan akhir. Bagian awal berisi informasi penting yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diceritakan pada tahap berikutnya. Pada tahap ini biasanya berisi pengenalan latar, tokoh, penciptaan suasana, dan lain-lain. Bagian tengah menyajikan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada bagian sebelummnya. Konflik bisa secara internal (terjadi dalam tokoh sendiri/ konflik batin) dan bisa juga secara eksternal (pertentangan antar tokoh). Bagian akhir merupakan tahap peleraian, kesudahan cerita dan jawaban dari seluruh pertanyaan yang muncul pada bagian sebelummnya.
       Berdasarkan pernyataan di atas pada cerpen yang di gunakan, setelah diidentifikasi susunan alur awal, tengah dan akhir dapat dijelaskan sebagai berikut.
a)         Alur bagian awal
Ini bukan kisah tentang seorang perempuan tua yang menjual sepasa sepatu di pasar malam, juga bukan kisa tentang seorang perempuan tua yang membeli sepatu di pasar malam. Bukan pula kisah tentang seorang perempuan tua yang memakai sepasang sepatu untuk pergi ke pasar malam. Ini kisah tentang pasar malam, perempuan tua dan sepasang sepatu.

Seorang perempuan tua, bahkan terlalu tua tengah duduk beralas Koran bekas di dekat pintu masuk sebuah pasar malam di sebuah lapangan di daerah K di sebuah kota kecil P di kawasan ibu kota. Tubuhnya kurus kering hanya tulang dengan selapis daging. Rambutnya sepenuhnya memutih. Di depannya sebuah mangkuk dari plastic yang tampak di dalamnya dua buah uang koin seratusan. Kedua kakinya diluruskan di sisi jalan, selembar kain batik yang sudah using membelit baju kebayanya yang sudah lusuh, sebagian ia tutupkan di atas kakinya untuk berjalan dalam kedinginan malam. Bukanlah manusia ketika melihatnya tanpa rasa iba.

          Cuplikan cerpen di atas merupakan bagian awal dari alur yang dibangun oleh pengarang. Pada bagian awal cerpen tersebut mendeskripsikan pengenalan tokoh utama yang seorang perempuan tua. Tidak hanya itu pada alur bagian awal tersebut juga mendeskripsikan tentang latar yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat yang teridentifikasi antara lain di sebuah daerah K di sebuah kota P di kawasan ibukota, dilapangan, di pasar malam. Latar waktu berupa malam hari yang biasanya diadakan pasar malam kebanyakan sedangkan latar suasana pada bagian alur awal ini menceritakan ada seorang pengemis tua berupa perempuan yang mengemis di depan pintu masuk pasar malam. yang berupa pasar malam.

b)         Alur bagian tengah
“Biasa lah, Pak, musim pasar malam, banyak pengemis jalanan yang menyerbu kemari mencari penghasilan,” celoteh penjual es krim. “Kasis saja seratus rupia-an, mereka pasti akan pergi.”
“Bukan itu masalahnya, Mas. Saya bisa saja langsung member mereka uang, satu orang seribu pun saya mampu. Tapi, kalau saya terus-terusan berbaik hati memberi mereka uang, mereka ini akan ketergantungan. Mereka akan terus-terusan minta-minta. Kalau tidak ke saya , ya ke orang lain. Mereke akan malam bekerja. Apalagi mereka masih anak-anak, kalau terus-terusan jadi pengemis, bagaimana nanti nasi generasi muda kita. Ini salah orang tuanya Mas. Masa anak-anak dibiarkan ngemis. Hus-hus sana pergi.”
Ketiga anak itu tidak peduli, mereka tetap tidak beranjak dari tempatnya. Telapak tangannya masih mengadah meminta
“Sudahlah, Pak. Kasih saja mereka lima ratus bertiga, mereka pasti langsung pergi,” lanjut penjual es krim lagi.

        Dari penggalan cerpen di atas, mendeskripsikan adanya konflik antar tokoh. Konflik tersebut terjadi secara eksternal yaitu antara tokoh anak kecil, seorang bapak dengan penjual es krim. Penggalan cerpen tersebut dapat didentifikaskan sebagai alur bagian tengah karena terdapat konflik yang terjadi dan konflik tersebut sudah mulai terjadi pada bagian sebelumnya.

c)         Alur bagian akhir
Malam semakin meninggi, satu persatu orang berkeliaran keluar terutama anak-anak kecil atau ibu-ibu, bapak-bapak dan keluarga yang membawa anak-anak kecil. Anak-anak muda mengambil waktunya. Di pojok-pojok di remang-remang. Bercumbu, bercengkerama dengan lawan jenis. Bapak-bapak berkemeja batik safari telah ada di belakang kemudi mobilnya. Anak perempuannya duduk di sampingnya, memegang bungkusan kotak besar. Ia sudah tidak sabar ingin segera mencoba benda yang ada di dalamnya. Sepasang sepatu baru , harganya dua ratus ribu. Bapaknya baru saja membelikannya.

          Penggalan cerpen di atas dapat diidentifikasikan sebagai alur bagian akhir. Penggalan cerpen tersebut mendeskripsikan adanya tahap peleraian dan kesudahan cerita. Tahap itu ditandai oleh adanya konflik yang mulai mereda dan adanya penyelesaian dari konflik yang terjadi sebelumnya. Alur bagian akhir pada cerpen ini mendeskripsikan latar suasanya yang semakin larut malam dan ditandai dengan kepulangan dari para pengunjung pasar malam. Tahap akhir juga ditandai dengan jawaban atas konflik yang terjadi dengan menjelaskan bahwa seoranng bapak berbaju safari yang pulang dengan anaknya, serta terjawablah sepatu yang dimaksudkan oleh cerpen tersebut.

            Jenis alur dapat dibedakan bersarkan susunannya, yaitu alur lurus, alur balik dan alur campuran. Pada cerpen yang dianalisis menggunakan alur campuran. Dikatakan alur campuran  karena alur yang dipakai dalam cerpen tersebut merupakan gabungan alur maju dan alur mudur. Berikut penggalan cerita yang telah diidentifkasi.

Ini bukan kisah tentang seorang perempuan tua yang menjual sepasa sepatu di pasar malam, juga bukan kisa tentang seorang perempuan tua yang membeli sepatu di pasar malam. Bukan pula kisah tentang seorang perempuan tua yang memakai sepasang sepatu untuk pergi ke pasar malam. Ini kisah tentang pasar malam, perempuan tua dan sepasang sepatu.
Seorang perempuan tua, bahkan terlalu tua tengah duduk beralas Koran bekas di dekat pintu masuk sebuah pasar malam di sebuah lapangan di daerah K di sebuah kota kecil P di kawasan ibu kota. Tubuhnya kurus kering hanya tulang dengan selapis daging. Rambutnya sepenuhnya memutih. Di depannya sebuah mangkuk dari plastic yang tampak di dalamnya dua buah uang koin seratusan. Kedua kakinya diluruskan di sisi jalan, selembar kain batik yang sudah using membelit baju kebayanya yang sudah lusuh, sebagian ia tutupkan di atas kakinya untuk berjalan dalam kedinginan malam. Bukanlah manusia ketika melihatnya tanpa rasa iba.

        Pada konflik berikutnya, menceritakan bahwa perempuan tua tersebut merasa telah keluar jadi dunia, serta merasa tidak pantas lagi untuk menikmati kesenangan dunia. Berikut penggalan ceritanya.
Perempuan tua itu memandangi keramaian yang kini tak lagi menjadi miliknya, bahkan ia pun kini sudah tidak ladi menjadi bagian dari dunia. Langkah-langkah waktu telah mengusirnya untuk tidak dapat lagi berkawan dengan dunia dan keramaiannya.

        Selanjutnya diceritakan adanya alur balik pada cerpen tersebut. Alur tesebut ditandai dengan cerita si perempua yang berusaha mencerita masa kecil dengan semua konfliknya. Alur balik tersembut dimulai dengan cerita si perempuan tua kembali ke masa lalu menjadi seorang gadis kecil. Berikut penggalan cerita yang menandai adanya alur mundur.
Seorang gadis kecil berlari memecah kerumunan orang di pasar malam. Tak dipedulikannya orang-orang yang tenagh bersedak-desakan melihat aneka permainan. Ia menerobos setiap celah yang ada di antara tubuh-tubuh yang bahkan tak merasakan adanya tubuh seorang gadis kecil melewatinya……
“Mas, aku dapat uang tadi ada bapak-bapak yang baik hati mau ngasih aku lima ratus,” gadis kecil itu menunjukkan uang yang dia genggam di tangannya. Bapak-bapak baik hati katanya. Ia tidak tahu, apakah bapak itu benar-benar baik hati mau member ataukan karena rasa iba ataukah karena ia tak ingin kedapat oleh karena orang-orang di sekitarnya menolah uluran tangan meminta seorang gadis di dekat pintu masuk pasar malam itu.
…. Ketiga anak itu berlarian menuju seorang bapak-bapak yang tengah Mewari es krim kepada anaknya. Gadis kecil itu mengikuti , lima langkah berjarak.

          Beberapa penggalan cerita cerpen tersebut menunjukkan adanya alur campuran yang dipakai. Di awali dari cerita seorang perempuan tua yang mengemis di sebuah pasar malam dan kemudian menceritakan masa kecilnya yang sudah miskin dan merasa senang sewaktu ada bapak-bapak yang mengasi uang kepadanya. Ternyata kebiasaan mengemis itu timbul dari sejak kecil sampai dia tua.

TOKOH
Tokoh merupakan individu atau karakter yang diciptakan pengarang yang berfungsi untuk mendukung peristiwa sehingga mampu menjalin suatu cerita. Tokoh dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan.
Tokoh sentral dapat dibedakan menjadi:
a)         tokoh protagonis: tokoh yang memiliki sifat posisif dan disenangi pembaca.
b)         tokoh antagonis: tokoh yang memiliki sifat negative dan kurang disenangi pembaca,
c)         Tokoh tritagonis: tokoh yang fungsinya penengah jika ada konflik antara tokoh protagonist dan antagonis.
Tokoh bawahan tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral. Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a)         tokoh adalan: tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonis ataupun antagonis),
b)         tokoh tambahan: tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita,
c)         tokoh lataran: tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.

Pada cerpen yang dianalisis terdapat beberapa tokoh yang diciptakan oleh pengarang untuk menjalankan cerita cerpen tersebut. Semua tokoh yang diciptakan mempunyai jenis yang berbeda sesuai penokohan yang rencanakan pengarang. Berikut analisis tokoh dalam cerpen tersebut.
Tokoh sentral
a)         Tokoh protagonis
(1)        Si perempuan tua: berwatak pendiam, malas, pasrah.
(2)        Si gadis kecil: berwatak periang, pantang menyerah, jujur.
b)         Tokoh antagonis
Bapak-bapak: berwatak dermawan, tegas, idealis, penyayang dan pemarah.
c)         Tritagonis
Penjual es krim: simpatik, ramah, peduli sesama.
Tokoh bawahan
a)         Tokoh andalan: teman laki-laki si gadis kecil
b)         Tokoh tambahan: anak perempuan bapak-bapak
c)         Tokoh lataran: para pengunjung pasr malam.

            Penokohan atau perwatakan adalah watak atau karakter dari para tokoh dalam cerita. Adapun jenis penggambaran watak tokoh dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu:
a)         Metode analitik, yaitu pemaparan secara langsung watak atau karakter para tokoh dalam cerita, seperti: penyayang, penyabar, keras kepala, baik hati, dan lain sebagainya.
b)         Metode dramatik, yaitu metode penokohan yang digunakan pencerita dengan membiarkan para tokohnya untuk menyatakan diri sendiri melewati kata-kata dan perbuatan mereka sendiri. Misalnya lewat dialog, jalan pikiran tokoh, perasaan tokoh, perbuatan, sikap tokoh, dan lain sebagainya.
c)         Metode kontekstual, yaitu cara menyatakan watak tokoh melalui konteks verbal yang mengelilinginya. Jelasnya, melukiskan watak tokoh dengan jalan memberikan lingkungan di sekitarnya, misalnya: kamarnya, rumahnya, tempat kerjanya atau tempat di mana tokoh berada.

          Analisis penokohan pada cerpen tersebut akan mendekripsikan tokoh sentral saja. Analisis tersebut dimaksudkan karena tokoh sentral merupakan tokoh yang tokoh utama yang menjadi pelaku utama dan menjadi sorotan sepanjang cerita. Berikut analisis terdapat tokoh sentral.
a)         Tokoh protagonis
Tokoh protagonis yang diperankan oleh si perempuan tua dan gadis kecil, oleh pengarang penokohannya dibetuk dengan teknik dramatik dan kontektual. Berikut penggalan cerita yang mendeskripsikan tokoh protagonis serta teknik penokohannya.
Seorang perempuan tua, bahkan terlalu tua tengah duduk beralas Koran bekas di dekat pintu masuk sebuah pasar malam di sebuah lapangan di daerah K di sebuah kota kecil P di kawasan ibu kota. Tubuhnya kurus kering hanya tulang dengan selapis daging. Rambutnya sepenuhnya memutih. Di depannya sebuah mangkuk dari plastic yang tampak di dalamnya dua buah uang koin seratusan. Kedua kakinya diluruskan di sisi jalan, selembar kain batik yang sudah using membelit baju kebayanya yang sudah lusuh, sebagian ia tutupkan di atas kakinya untuk berjalan dalam kedinginan malam. Bukanlah manusia ketika melihatnya tanpa rasa iba….

        Seorang gadis kecil berlari memecah kerumunan orang di pasar malam. Tak dipedulikannya orang-orang yang tenagh bersedak-desakan melihat aneka permainan. Ia menerobos setiap celah yang ada di antara tubuh-tubuh yang bahkan tak merasakan adanya tubuh seorang gadis kecil melewatinya……

“Mas, aku dapat uang tadi ada bapak-bapak yang baik hati mau ngasih aku lima ratus,” gadis kecil itu menunjukkan uang yang dia genggam di tangannya. Bapak-bapak baik hati katanya. Ia tidak tahu, apakah bapak itu benar-benar baik hati mau member ataukan karena rasa iba ataukah karena ia tak ingin kedapat oleh karena orang-orang di sekitarnya menolah uluran tangan meminta seorang gadis di dekat pintu masuk pasar malam itu….
…. Ketiga anak itu berlarian menuju seorang bapak-bapak yang tengah Mewari es krim kepada anaknya. Gadis kecil itu mengikuti , lima langkah berjarak.

           Tokoh protagonis oleh pengarah diwujudkan dengan teknik dramatik, yaitu dengan kata-kata mereka dan perbuatan mereka sendiri, hal tersebut ada dalam penggalan cerita yang telah dikutip di atas. Selain itu penokohan tokoh protagonis oleh pengarang juga diwujudkan dengan teknik kontekstual. Pada penggalan cerita di atas, dideskripsikan dengan pakaian yang dipakainya, tempat dia mengemis.

b)         Tokoh antagonis
        Tokoh antagonis yang diperankan oleh bapak-bapak, oleh pengarang penokohannya dibetuk dengan teknik dramatik dan kontektual. Berikut penggalan cerita yang mendeskripsikan tokoh antagonis serta teknik penokohannya.
Seorang bapak, memakai kemeja batik safari. Kumisnya menjadi penanda bahwa ia seorang priyayi, atau setidaknya seorang anggota polisi, postur tubuhnya tegap , tetapi perutnya sedikit buncit. Kedua tangannya dimasukkan kedua celana kain warna abu-abu, sandalnya sandal kulit berwarna hitam bermerek mahal…..
“Bukan itu masalahnya, Mas. Saya bisa saja langsung member mereka uang, satu orang seribu pun saya mampu. Tapi, kalau saya terus-terusan berbaik hati member mereka uang, mereka ini akan ketergantungan. Mereka akan terus-terusan minta-minta. Kalau tidak ke saya , ya ke orang lain. Mereke akan malam bekerja. Apalagi mereka masih anak-anak, kalau terus-terusan jadi pengemis, bagaimana nanti nasi generasi muda kita. Ini salah orang tuanya Mas. Masa anak-anak dibiarkan ngemis. Hus-hus sana pergi.”…..

           Tokoh antagonis pada penggalan cerita di atas, oleh pengarang di wujudkan dengan teknik kontekstual yaitu dengan cara berpakaian, keadaan fisiknya. Selain itu penokohannya juga dibentuk dengan teknik dramatik. Hal tersebut dideskripsikan lewat dialog, jalan pikirannya serta sikap tokoh seperti pada penggalan cerita di atas.

c)         Tokoh tritagonis.
        Tokoh tritagonis yang diperankan oleh penjual es krim, oleh pengarang penokohannya dibetuk dengan teknik dramatik. Berikut penggalan cerita yang mendeskripsikan tokoh tritagonis serta teknik penokohannya.
“Biasa lah, Pak, musim pasar malam, banyak pengemis jalanan yang menyerbu kemari mencari penghasilan,” celoteh penjual es krim. “Kasis saja seratus rupia-an, mereka pasti akan pergi.”…
“Sudahlah, Pak. Kasih saja mereka lima ratus bertiga, mereka pasti langsung pergi,” lanjut penjual es krim lagi….

         Tokoh tritagonis, pada cerita cerpen yang digunakan menggunakan teknik penokohan dramatik. Pada penggalan cerita di atas, tokoh tritagonis di wujudkan lewat dialog antar  tokoh serta perasaan tokoh terhadap tokoh lain.


c.         Latar
          Latar adalah seluruh keterangan mengenai tempat, waktu, serta suasana yang ada dalam cerita. Latar tempat terdiri atas tempat yang dikenal, tempat tidak dikenal, dan tempat yang hanya ada dalam khayalan. Latar waktu ada yang menunjukkan waktu dengan jelas, namun ada pula yang tidak dapat diketahui secarapasti. Cara kerja pengarang untuk membangun cerita bukan hanya melalui penokohan dan perwatakan, melainkan pula dapat melalui sudut pandang.
           Menurut Abrams (1981:175) latar adalah tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dalam cerita dapat diklasifikasikan menjadi : 1) latar tempat, yaitu lata yang merupakan lokasi tempat terjadinya peristiwa cerita, baik itu nama kota, jalan, gedung, rumah, dan lain-lain; 2) latar waktu, yaitu latar yang berhubungan dangan saat terjadinya peristiwa cerita, apakah berupa penanggalan penyebutan peristiwa sejarah, penggambaran situasi malam, pagi, siang, sore, dan lain-lain; dan 3) latar sosial, yaitu keadaan yang berupa adat istiadat, budaya, nilai-nilai/norma, dan sejenisnya yang ada di tempat peristiwa cerita.
Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa jenis latar yang dipakai dalam cerpen yang digunakan. Latar tersebut adalah alur latar, tempat dan sosial. Masing-masing analisis latar, dijelaskan sebagai berikut.
a)         Latar tempat
Berikut ini penggalan cerita yang mendeskripsikan adanya latar tempat yang digunakan oleh pengarang.
Seorang perempuan tua, bahkan terlalu tua tengah duduk beralas Koran bekas di dekat pintu masuk sebuah pasar malam di sebuah lapangan di daerah K di sebuah kota kecil P di kawasan ibu kota. Tubuhnya kurus kering hanya tulang dengan selapis daging. Rambutnya sepenuhnya memutih. Di depannya sebuah mangkuk dari plastic yang tampak di dalamnya dua buah uang koin seratusan. Kedua kakinya diluruskan di sisi jalan, selembar kain batik yang sudah using membelit baju kebayanya yang sudah lusuh, sebagian ia tutupkan di atas kakinya untuk berjalan dalam kedinginan malam. Bukanlah manusia ketika melihatnya tanpa rasa iba….
….
Malam semakin meninggi, satu persatu orang berkeliaran keluar terutama anak-anak kecil atau ibu-ibu, bapak-bapak dan keluarga yang membawa anak-anak kecil. Anak-anak muda mengambil waktunya. Di pojok-pojok di remang-remang. Bercumbu, bercengkerama dengan lawan jenis. Bapak-bapak berkemeja batik safari telah ada di belakang kemudi mobilnya. Anak perempuannya duduk di sampingnya, memegang bungkusan kotak besar. Ia sudah tidak sabar ingin segera mencoba benda yang ada di dalamnya. Sepasang sepatu baru , harganya dua ratus ribu. Bapaknya baru saja membelikannya.

          Penggalan cerita di atas mendeskripsikan ada beberapa latar tempat yang digunakan oleh pengarang. Latar tempat itu adalan sebuah pasar malam, lapangan, daerah K di sebuah kota kecil P di kawasan ibu kota serta belakang kemudi mobil.

b)         Latar waktu
Berikut ini penggalan cerita yang mendeskripsikan adanya latar waktu yang digunakan oleh pengarang.
Seorang perempuan tua, bahkan terlalu tua tengah duduk beralas Koran bekas di dekat pintu masuk sebuah pasar malam di sebuah lapangan di daerah K di sebuah kota kecil P di kawasan ibu kota. Tubuhnya kurus kering hanya tulang dengan selapis daging. Rambutnya sepenuhnya memutih. Di depannya sebuah mangkuk dari plastic yang tampak di dalamnya dua buah uang koin seratusan. Kedua kakinya diluruskan di sisi jalan, selembar kain batik yang sudah using membelit baju kebayanya yang sudah lusuh, sebagian ia tutupkan di atas kakinya untuk berjalan dalam kedinginan malam. Bukanlah manusia ketika melihatnya tanpa rasa iba….
….
Malam semakin meninggi, satu persatu orang berkeliaran keluar terutama anak-anak kecil atau ibu-ibu, bapak-bapak dan keluarga yang membawa anak-anak kecil….

Penggalan cerita di atas mendeskripsikan ada beberapa latar waktu yang digunakan oleh pengarang. Latar tempat itu adalah malam hari, dan larut malam.

c)         Latar sosial
Berikut ini penggalan cerita yang mendeskripsikan adanya latar sosial yang digunakan oleh pengarang.
Seorang perempuan tua, bahkan terlalu tua tengah duduk beralas Koran bekas di dekat pintu masuk sebuah pasar malam di sebuah lapangan di daerah K di sebuah kota kecil P di kawasan ibu kota. Tubuhnya kurus kering hanya tulang dengan selapis daging. Rambutnya sepenuhnya memutih. Di depannya sebuah mangkuk dari plastic yang tampak di dalamnya dua buah uang koin seratusan. Kedua kakinya diluruskan di sisi jalan, selembar kain batik yang sudah using membelit baju kebayanya yang sudah lusuh, sebagian ia tutupkan di atas kakinya untuk berjalan dalam kedinginan malam. Bukanlah manusia ketika melihatnya tanpa rasa iba…
..“Biasa lah, Pak, musim pasar malam, banyak pengemis jalanan yang menyerbu kemari mencari penghasilan,” celoteh penjual es krim. “Kasis saja seratus rupia-an, mereka pasti akan pergi.”..
…Seorang bapak, memakai kemeja batik safari. Kumisnya menjadi penanda bahwa ia seorang priyayi, atau setidaknya seorang anggota polisi, postur tubuhnya tegap , tetapi perutnya sedikit buncit. Kedua tangannya dimasukkan kedua celana kain warna abu-abu, sandalnya sandal kulit berwarna hitam bermerek mahal…..

             Penggalan cerita di atas mendeskripsikan ada beberapa latar sosial yang digunakan oleh pengarang. Latar sosial itu adalah suasana di pasar malam dengan semua aktifitasnya, kehidupan perempuan tua sebagai pengemis, penjual es krim dan sikap orang yang kaya kepada orang miskin.

No comments:

Post a Comment