HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Menurut
Dimyati dan Mujiono (1994;31) Belajar merupakan hal yang kompleks. Kekompleksan
belajar tersebut dapat dipandang dari dua subyek, yaitu dari siswa dan dari
guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami
proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru, proses belajar
tersebut tampak tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Siswa adalah
penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Sedangkan menurut
Syahid (2003;48) Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan. Begitu pentingnya arti belajar, sehingga sebagian besar upaya riset
dan eksperimen dalam dunia pembelajaran diarahkan pada tercapainya pemahaman
yang lebig luas dan mendalam terhadap hakekat belajar.
Dalam
belajar, siswa akan mengalami proses perubahan tingkah laku baik itu perubahan
kognitif, afektif maupun psikomotorik. Slameto (2003;2) mengemukakan ” belajar
merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Perubahan yang
terjadi dalam hal ini banyak sekali, dan tentunya tidak setiap perubahan dalam
diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Seorang guru mengetahui
dari pengalaman bahwa kehadiran siswa dalam kelas, belum berarti siswa sedang
belajar, selama siswa tidak melibatkan diri, dia tidak akan belajar. Agar
terjadi kegiatan belajar, dituntut orang melibatkan diri dan harus ada
interaksi aktif.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar menurut Slameto (2003;2) banyak jenisnya, tetapi
dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
a.
Faktor
intern
Faktor
intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Ada tiga
faktor intern yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
b.
Faktor ekstern
Faktor
ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern yang
berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu, faktor
keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Menurut
Setyosari (2001;9) pembelajaran merupakan suatu usaha manusia yang dilakukan
dengan tujuan untuk membantu memfasilitasi belajar orang lain. Dalam setiap
komponen tentunya ada unsur saling bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu.
Peristiwa pembelajaran dalam suatu bidang studi atau mata pelajaran memiliki
berbagai bentuk. Bentuk-bentuk itu berupa proses-proses yang bersifat langsung
dalam kelas dan juga tidak langsung. Pada dasarnya pengertian tentang peristiwa
pembelajaran merupakan serangkaian komunikasi yang dilakukan kepada si
belajar/siswa.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah
proses usaha yang dilakukan oleh individu dalam konteks memahami suatu hal
serta memperoleh keterampilan nilai dan sikap untuk mencapai sebuah peubahan
tingkah laku dalam diri individu
tersebut yang terkaitdengan interaksi lingkungan. Meskipun demikian,
tidak semua perubahan yang terjadi dalam diri individu dapat dikatakan sebagai
proses belajar, perlu di garis bawahi bahwa kondisi belajar adalah ketika
individu terlibat atau melibatkan diri secara sadar dan secara emosional dengan
proses belajar sehingga terjadi peubahan pandangan, pemahaman maupun tingkah
laku dalam diri individu tersebut. Jadi ketika suatu perubahan terjadi pada
diri individu secara tidak sadar, perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
hasil dari proses belajar.
Beberapa Teknik Pembelajaran Aktif
Ada banyak teknik
pembelajaran aktif dari mulai yang sederhana (yang tidak memerlukan persiapan
lama dan rumit serta dapat dilaksanakan relatif dengan mudah), sampai dengan
yang rumit (yang memerlukan persiapan lama dan pelaksanaan cukup rumit).
Beberapa jenis teknik
pembelajaran tersebut antara lain adalah:
a.
Think-Pair-Share
Dengan
cara ini siswa diberi pertanyaan atau soal untuk dipikirkan sendiri kurang
lebih 2-5 menit (think), kemudian
siswa diminta untuk
mendiskusikan jawaban atau pendapatnya dengan
teman yang duduk di
sebelahnya (pair). Setelah itu pengajar dapat menunjuk satu atau lebih
siswa untuk menyampaikan pendapatnya atas pertanyaan atau soal itu bagi seluruh
kelas (share). Teknik ini dapat dilakukan setelah menyelesaikan pembahasan satu
topik, misalkan setelah 10-20 menit
pembelajaran biasa. Setelah selesai
kemudian dilanjutkan dengan membahas topik berikutnya untuk kemudian dilakukan
cara ini kembali setelah topik tersebut selesai dijelaskan.
b.
Student-led
Review Session
Jika
teknik ini digunakan, peran guru
diberikan kepada siswa. Guru hanya
bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator. Teknik ini misalkan dapat
digunakan pada sesi review terhadap materi. Pada bagian pertama
daripembelajaran kelompok-kelompok kecil siswa diminta untuk mediskusikan
hal-hal yang dianggap belum dipahami
dari materi tersebut dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa yang
lain menjawabnya. Kegiatan kelompok dapat juga dilakukan dalam
bentuk salah satu siswa dalam kelompok tersebut memberikan ilustrasi bagaimana
suatu rumus atau metode digunakan.
Kemudian pada bagian kedua kegiatan ini dilakukan untuk seluruh kelas.
Proses ini dipimpin oleh siswa dan guru lebih
berperan untuk mengklarifikasi hal-hal yang
menjadi bahasan dalam
proses pembelajaran tersebut.
c.
Student
Debate
Diskusi
dalam bentuk debat dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat mungkin
kontroversial sehingga akan
terjadi pendapat-pendapat yang berbeda
dari siswa. Dalam mengemukakan
pendapat siswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang kuat yang
bersumber pada materi-materi kelas.
Guru harus dapat
mengarahkan debat ini pada inti materi pembelajaran yang ingin dicapai
pemahamannya.
d.
Exam
questions writing
Untuk
mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi tidak hanya diperoleh dengan
memberikan ujian atau tes. Meminta setiap siswa untuk membuat soal ujian atau
tes yang baik dapat meningkatkan
kemampuan siswa mencerna materi yang telah diberikan sebelumnya. Guru secara langsung bisa membahas dan member
komentar atas beberapa soal yang dibuat
oleh siswa di depan kelas
dan/atau memberikan umpan balik kemudian.
e.
Class
Research Symposium
Cara
pembelajaran aktif jenis ini bisa diberikan untuk sebuah tugas perancangan
kelas yang cukup besar. Tugas kelas ini
diberikan mungkin pada awal pembelajaran dan siswa mengerjakannya dalam waktu
yang cukup panjang termasuk kemungkinan
untuk mengumpulkan data atau melakukan
pengukuran-pengukuran.
f.
Analyze
Case Studies
Pembelajaran
ini dilaksanakan dengan cara guru memberikan suatu studi kasus yang dapat
diberikan sebelum atau pada saat pembelajaran. Selama proses
pembelajaran, kasus ini
dibahas setelah terlebih
dahulu siswa mempelajarinya. Sebagai
contoh dapat diberikan
suatu studi kasus
yang ternyata gagal atau salah, kemudian siswa diminta untuk membahas
apa kesalahannya, mengapa
sampai terjadi dan
bagaimana seharusnya perbaikan dilakukan.
g.
Colalaborative
Learning
Dibentuk
kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa yang dapat bersifat tetap sepanjang
semester atau bersifat jangka pendek untuk satu pertemuan. Untuk setiap
kelompok dibentuk ketua kelompok dan penulis. Kelompok diberikan tugas untuk
dibahas bersama dimana seringkali tugas ini berupa pekerjaan rumah yang
diberikan sebelum pelajaran dimulai. Tugas yang diberikan kemudian harus
diselesaikan bisa dalam bentuk laporan maupun catatan singkat.
COLLABORATIVE
LEARNING
Pembelajaran
kolaboratif memudahkan para siswa belajar dan bekerja bersama, saling
menyumbangkan pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar
secara kelompok maupun individu. Inti pembelajaran kolaboratif adalah bahwa
para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Antar anggota kelompok saling
belajar dan membelajarkan untuk mencapai tujuan bersama. Keberhasilan kelompok
adalah keberhasilan individu dan demikian pula sebaliknya.
Demikianlah
dalam pembelajaran kolaboratif diciptakan lingkungan sosial yang kondusif untuk
terlaksananya interaksi yang memadukan segenap kemauan dan kemampuan belajar
siswa. Lingkungan yang dibentuk berupa kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari empat atau lima siswa pada setiap kelas dengan anggota-anggota kelompok
yang sedapat mungkin tidak bersifat homogen. Artinya, anggota-anggota suatu
kelompok diupayakan terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan, siswa yang
relatif aktif dan yang kurang aktif, siswa yang relatif pintar dan yang kurang
pintar. Dengan komposisi sedemikian itu dapat diharapkan terlaksananya peran
tutor beserta tutee antar teman dalam setiap kelompok.
Resta
dan Daphne (Dalam Isjoni 1996;48) mendefinisikan pembelajaran kolaborasi
sebagai sebuah kelompok yang bekerja bersama-sama untuk tujuan yang telah
ditetapkan. Pendapat hampir sama dikemukakan Johnson, Johnson dan Smith (Dalam
Isjoni 1991;14) yang mengatakan pembelajaran kolaboratif adalah suatu aktifitas
pembelajaran dimana siswa terlibat dalam kerja tim untuk mencapai tujuan umum
yang ditetapkan. Dalam aktifitas pembelajaran tersebut terdapat elemen-elemen
yang merupakan ciri pokok pembelajaran kolaborasi, meliputi: adanya saling
ketergantungan yang positif, akuntabilitas individual, memajukan interaksi
tatap muka, penggunaan ketrampilan kolaborasi yang sesuai dan adanya proses
kelompok.
Menurut
Gokhale (1995 Dalam Isjoni;28) pembelajaran kolaboratif merujuk pada sebuah
metode pembelajaran di mana si belajar dari berbagai tingkat kemampuan saling
bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pengertian
Gokhale, masing-masing si belajar mempunyai tanggung jawab pribadi dan sosial.
Keberhasilan si belajar dianggap sebagai keberhasilan si belajar yang lain. Si
belajar bisa membantu si belajar yang lain untuk meraih kesuksesan.
Pembelajaran kolaborasi memberikan kesempatan kepada si belajar untuk terlibat
dalam diskusi, bertanggungjawab terhadap pembelajarannya sendiri dan menjadi
pemikir yang kritis.
Pembelajaran
kolaboratif memiliki ciri-ciri yaitu struktur tujuan, tugas dan penghargaannya
bersifat kolaboratif yang berbeda dengan pembelajaran yang bersifat
individualistik dan kompetitif. Terdapat empat karakteristik umum dalam
pembelajaran kolaboratif, meliputi:
a.
pengetahuan bersama antar guru dan si belajar
b.
kewenangan bersama antara guru dan si belajar
c.
guru sebagai mediator
d.
pengelompokkan si belajar secara heterogen.
Menurut
Johnsons (Dalam Isjoni 1974;31) sekurang-kurangnya terdapat lima unsur dasar
agar dalam suatu kelompok terjadi pembelajaran kolaboratif, yaitu:
a.
Saling ketergantungan positif
Dalam
pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung secara positif
dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab: (1)
menguasai bahan pelajaran; dan (2) memastikan bahwa semua anggota kelompoknya
pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak
sukses.
b.
Interaksi langsung antarsiswa
Hasil
belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa
yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan
dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.
c.
Pertanggungajawaban individu
Agar
dalam suatu kelompok siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama
lain, setiap siswa dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok
bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar
kelompok.
d.
Keterampilan berkolaborasi
Keterampilan
sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai
keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang
dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses
belajar kolaboratif.
e.
Keefektifan proses kelompok
Siswa
memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana
yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat
keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.
DAFTAR PUSTAKA
Isjoni, kooperatif
learning efektifitas pembelajaran kelompok,(Bandung: jln geger kalong hilir,2010)
Setyosari,
Punaji. 2001. Rancangan Pembelajaran: Teori dan Praktek. Malang: Elang
Emas.
Slameto, Belajar
dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.
13.
Slameto, Belajar
dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003), h. 2.
No comments:
Post a Comment