Saturday, May 28, 2016

Kajian Pembelajaran dan Metode Colaborative Learning

HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN



Menurut Dimyati dan Mujiono (1994;31) Belajar merupakan hal yang kompleks. Kekompleksan belajar tersebut dapat dipandang dari dua subyek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Sedangkan menurut Syahid (2003;48) Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Begitu pentingnya arti belajar, sehingga sebagian besar upaya riset dan eksperimen dalam dunia pembelajaran diarahkan pada tercapainya pemahaman yang lebig luas dan mendalam terhadap hakekat belajar.
Dalam belajar, siswa akan mengalami proses perubahan tingkah laku baik itu perubahan kognitif, afektif maupun psikomotorik. Slameto (2003;2) mengemukakan ” belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Perubahan yang terjadi dalam hal ini banyak sekali, dan tentunya tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Seorang guru mengetahui dari pengalaman bahwa kehadiran siswa dalam kelas, belum berarti siswa sedang belajar, selama siswa tidak melibatkan diri, dia tidak akan belajar. Agar terjadi kegiatan belajar, dituntut orang melibatkan diri dan harus ada interaksi aktif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menurut Slameto (2003;2) banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
a.                  Faktor  intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Ada tiga faktor intern yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
b.                  Faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu, faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Menurut Setyosari (2001;9) pembelajaran merupakan suatu usaha manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu memfasilitasi belajar orang lain. Dalam setiap komponen tentunya ada unsur saling bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Peristiwa pembelajaran dalam suatu bidang studi atau mata pelajaran memiliki berbagai bentuk. Bentuk-bentuk itu berupa proses-proses yang bersifat langsung dalam kelas dan juga tidak langsung. Pada dasarnya pengertian tentang peristiwa pembelajaran merupakan serangkaian komunikasi yang dilakukan kepada si belajar/siswa.
            Berdasarkan uraian diatas, maka  dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan oleh individu dalam konteks memahami suatu hal serta memperoleh keterampilan nilai dan sikap untuk mencapai sebuah peubahan tingkah laku dalam diri individu  tersebut yang terkaitdengan interaksi lingkungan. Meskipun demikian, tidak semua perubahan yang terjadi dalam diri individu dapat dikatakan sebagai proses belajar, perlu di garis bawahi bahwa kondisi belajar adalah ketika individu terlibat atau melibatkan diri secara sadar dan secara emosional dengan proses belajar sehingga terjadi peubahan pandangan, pemahaman maupun tingkah laku dalam diri individu tersebut. Jadi ketika suatu perubahan terjadi pada diri individu secara tidak sadar, perubahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari proses belajar.


Beberapa Teknik Pembelajaran Aktif
Ada banyak teknik pembelajaran aktif dari mulai yang sederhana (yang tidak memerlukan persiapan lama dan rumit serta dapat dilaksanakan relatif dengan mudah), sampai dengan yang rumit (yang memerlukan persiapan lama dan pelaksanaan cukup rumit).
Beberapa jenis teknik pembelajaran tersebut antara lain adalah:
a.                  Think-Pair-Share
Dengan cara ini siswa diberi pertanyaan atau soal untuk dipikirkan sendiri kurang lebih 2-5  menit (think),  kemudian  siswa  diminta  untuk  mendiskusikan  jawaban  atau pendapatnya  dengan  teman yang  duduk  di  sebelahnya (pair).  Setelah  itu pengajar dapat menunjuk satu atau lebih siswa untuk menyampaikan pendapatnya atas pertanyaan atau soal itu bagi seluruh kelas (share). Teknik ini dapat dilakukan setelah menyelesaikan pembahasan satu topik, misalkan setelah 10-20  menit pembelajaran biasa.  Setelah selesai kemudian dilanjutkan dengan membahas topik berikutnya untuk kemudian dilakukan cara ini kembali setelah topik tersebut selesai dijelaskan.
b.                  Student-led Review Session
Jika teknik ini digunakan,  peran guru diberikan kepada siswa. Guru   hanya bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator. Teknik ini misalkan dapat digunakan pada sesi review terhadap materi. Pada bagian pertama daripembelajaran kelompok-kelompok kecil siswa diminta untuk mediskusikan hal-hal yang  dianggap belum dipahami dari materi tersebut dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa yang lain  menjawabnya.  Kegiatan kelompok dapat juga dilakukan dalam bentuk salah satu siswa dalam kelompok tersebut memberikan ilustrasi bagaimana suatu rumus atau metode digunakan.  Kemudian pada bagian kedua kegiatan ini dilakukan untuk seluruh kelas. Proses ini dipimpin oleh siswa dan guru lebih  berperan  untuk  mengklarifikasi  hal-hal yang  menjadi  bahasan  dalam  proses pembelajaran tersebut.
c.                  Student Debate
Diskusi dalam bentuk debat dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat mungkin kontroversial  sehingga  akan  terjadi  pendapat-pendapat yang  berbeda  dari  siswa. Dalam mengemukakan pendapat siswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang  kuat yang  bersumber pada materi-materi kelas.  Guru   harus  dapat  mengarahkan debat ini pada inti materi pembelajaran yang ingin dicapai pemahamannya.
d.                  Exam questions writing
Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai materi tidak hanya diperoleh dengan memberikan ujian atau tes. Meminta setiap siswa untuk membuat soal ujian atau tes yang  baik dapat meningkatkan kemampuan siswa mencerna materi yang telah diberikan sebelumnya. Guru  secara langsung bisa membahas dan member komentar atas beberapa soal yang  dibuat oleh siswa di  depan  kelas  dan/atau memberikan umpan balik kemudian.
e.                  Class Research Symposium
Cara pembelajaran aktif jenis ini bisa diberikan untuk sebuah tugas perancangan kelas yang  cukup besar. Tugas kelas ini diberikan mungkin pada awal pembelajaran dan siswa mengerjakannya dalam waktu yang  cukup panjang termasuk kemungkinan untuk mengumpulkan data  atau melakukan pengukuran-pengukuran.
f.                   Analyze Case Studies
Pembelajaran ini dilaksanakan dengan cara guru memberikan suatu studi kasus yang dapat diberikan sebelum atau pada saat pembelajaran. Selama  proses  pembelajaran,  kasus  ini  dibahas  setelah  terlebih  dahulu  siswa mempelajarinya.  Sebagai  contoh  dapat  diberikan  suatu  studi  kasus  yang ternyata gagal atau salah, kemudian siswa diminta untuk membahas apa  kesalahannya,  mengapa  sampai  terjadi  dan  bagaimana  seharusnya  perbaikan dilakukan.
g.                  Colalaborative Learning
Dibentuk kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa yang dapat bersifat tetap sepanjang semester atau bersifat jangka pendek untuk satu pertemuan. Untuk setiap kelompok dibentuk ketua kelompok dan penulis. Kelompok diberikan tugas untuk dibahas bersama dimana seringkali tugas ini berupa pekerjaan rumah yang diberikan sebelum pelajaran dimulai. Tugas yang diberikan kemudian harus diselesaikan bisa dalam bentuk laporan maupun catatan singkat.

 


COLLABORATIVE LEARNING
Pembelajaran kolaboratif memudahkan para siswa belajar dan bekerja bersama, saling menyumbangkan pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara kelompok maupun individu. Inti pembelajaran kolaboratif adalah bahwa para siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Antar anggota kelompok saling belajar dan membelajarkan untuk mencapai tujuan bersama. Keberhasilan kelompok adalah keberhasilan individu dan demikian pula sebaliknya.
Demikianlah dalam pembelajaran kolaboratif diciptakan lingkungan sosial yang kondusif untuk terlaksananya interaksi yang memadukan segenap kemauan dan kemampuan belajar siswa. Lingkungan yang dibentuk berupa kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima siswa pada setiap kelas dengan anggota-anggota kelompok yang sedapat mungkin tidak bersifat homogen. Artinya, anggota-anggota suatu kelompok diupayakan terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan, siswa yang relatif aktif dan yang kurang aktif, siswa yang relatif pintar dan yang kurang pintar. Dengan komposisi sedemikian itu dapat diharapkan terlaksananya peran tutor beserta tutee antar teman dalam setiap kelompok.
Resta dan Daphne (Dalam Isjoni 1996;48) mendefinisikan pembelajaran kolaborasi sebagai sebuah kelompok yang bekerja bersama-sama untuk tujuan yang telah ditetapkan. Pendapat hampir sama dikemukakan Johnson, Johnson dan Smith (Dalam Isjoni 1991;14) yang mengatakan pembelajaran kolaboratif adalah suatu aktifitas pembelajaran dimana siswa terlibat dalam kerja tim untuk mencapai tujuan umum yang ditetapkan. Dalam aktifitas pembelajaran tersebut terdapat elemen-elemen yang merupakan ciri pokok pembelajaran kolaborasi, meliputi: adanya saling ketergantungan yang positif, akuntabilitas individual, memajukan interaksi tatap muka, penggunaan ketrampilan kolaborasi yang sesuai dan adanya proses kelompok.
Menurut Gokhale (1995 Dalam Isjoni;28) pembelajaran kolaboratif merujuk pada sebuah metode pembelajaran di mana si belajar dari berbagai tingkat kemampuan saling bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pengertian Gokhale, masing-masing si belajar mempunyai tanggung jawab pribadi dan sosial. Keberhasilan si belajar dianggap sebagai keberhasilan si belajar yang lain. Si belajar bisa membantu si belajar yang lain untuk meraih kesuksesan. Pembelajaran kolaborasi memberikan kesempatan kepada si belajar untuk terlibat dalam diskusi, bertanggungjawab terhadap pembelajarannya sendiri dan menjadi pemikir yang kritis.
Pembelajaran kolaboratif memiliki ciri-ciri yaitu struktur tujuan, tugas dan penghargaannya bersifat kolaboratif yang berbeda dengan pembelajaran yang bersifat individualistik dan kompetitif. Terdapat empat karakteristik umum dalam pembelajaran kolaboratif, meliputi:
a.      pengetahuan bersama antar guru dan si belajar
b.      kewenangan bersama antara guru dan si belajar
c.       guru sebagai mediator
d.      pengelompokkan si belajar secara heterogen.

Menurut Johnsons (Dalam Isjoni 1974;31) sekurang-kurangnya terdapat lima unsur dasar agar dalam suatu kelompok terjadi pembelajaran kolaboratif, yaitu:
a.      Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab: (1) menguasai bahan pelajaran; dan (2) memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses.
b.      Interaksi langsung antarsiswa
Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.
c.       Pertanggungajawaban individu
Agar dalam suatu kelompok siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap siswa dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok.
d.      Keterampilan berkolaborasi
Keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar kolaboratif.
e.      Keefektifan proses kelompok
Siswa memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.
DAFTAR PUSTAKA

Isjoni, kooperatif learning efektifitas pembelajaran kelompok,(Bandung: jln geger kalong hilir,2010)
Setyosari, Punaji. 2001. Rancangan Pembelajaran: Teori dan Praktek. Malang: Elang Emas.

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 13.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta, 2003), h. 2.

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta,1999), h. 9.

No comments:

Post a Comment