Saturday, May 28, 2016

Macam-Macam Gaya Bahasa

GAYA BAHASA


Bentuk gaya bahasa berupa unsur bahasa secara keseluruhan yang dipilih secara tepat dan bijaksana, sedangkan secara khusus wujud gaya bahasa dapat berupa kata atau kalimat yang lebih ditekankan untuk menimbulkan efek artistik dan maksud tertentu. Dijelaskan oleh Yenni dan Peters (dalam Husniah, 1997:15-16) wujud gaya bahasa dapat berupa struktur kalimat yang merupakan kalimat pendek, pertanyaan retoris, kalimat panjang, paralelisme, keseimbangan, antitesis, kalimat yang dipenggal, kalimat berkala, kalimat inversi, jenis-jenis repetisi yang divariasikan  dan jenis-jenis lain yang menghubungkan konstruksi yang dapat menimbulkan surprise, menggugah emosi dan menimbulkan daya tarik.
Adapun menurut Marsoedi (1983:32) mengklasifikasikan wujud gaya bahasa menjadi tiga kategori yaitu: (1) kategori kata, yang meliputi kosakata sederhana atau kompleks, formal atau sehari-hari, umum atau khusus, kata yang bermakna konotatif atau denotatif, dialek atau register (kata secara umum), kata benda, kata sifat dan kata keterangan, (2) kategori kalimat yang meliputi tipe-tipe kalimat kerja atau tipe frase yang lain dan (3) kategori majas yang meliputi kata tugas, kata ganti atau kata ganti milik yang berfungsi bagi penulis.
Menurut Tarigan (1986:6) dilihat dari segi bentuknya macam-macam gaya bahasa dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu gaya bahasa (a) perbandingan, (b) gaya bahasa pertentangan, (c) gaya bahasa pertautan, dan (d) gaya bahasa perulangan.


Gaya Bahasa Perbandingan
Perumpamaan
Gaya bahasa perumpamaan adalah gaya bahasa yang berupa perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan tetapi sengaja dianggap sama (Tarigan, 1986:9-10). Gaya bahasa perumpamaan disebut juga simile, berasal dari bahasa latin ang bermakna seperti. Itulah sebabnya maka sering pula kata perumpamaan disamakan dengan persamaan. Persamaan atau simile ini merupakan perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, laksana, ibarat dan sebagainya (Keraf, 2000:138).
            Contoh: Seperti air dengan minyak
Kata air dan minyak dalam gaya bahasa di atas merupakan dua benda yang berbeda sifat, tapi dianggap sama.

Metafora   
Gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung atau secara implisit (Tarigan,1986:15). Jadi gaya bahasa metafora ini tanpa ditandai dengan adanya kata seperti, laksana, ibarat, sebagai, umpama dan sebagainya seperti pada gaya bahasa perumpamaan. Pendapat Tarigan hamppir sama dengan pendapat Badudu tentang pengertian metafora yaitu gaya bahaas yang membandingkan suatu benda dengan benda yang lain, tetapi mempunyai sifat sama (Badudu,1984:70)  
            Contoh: Dia anak emas pamanku
Contoh tersebut dianggap sebagai metafora sebab istilah anak emas merupakan dua hal yang berbeda namun telah dianggap satu kesatuan. Anak emas dapat diartikan sebagai anak kesayangan.

Personifikasi     
Gaya bahasa personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau abarang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi merupakan suatu benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia (Keraf,2000:140). Disamping itu, Tarigan (1986:17) berpendapat bahwa personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan siaft-sifat insani kepada  barang yang tidaak bernyawa dan ide yang abstrak.
Contoh: Mentari mencubit wajahku   
            Contoh tersebut menempatkan mentari (sebagai kata benda) seolah-olah hidup (bernyawa) dan mampu mencubit.

Depersonifikasi
Gaya bahasa depersonifikasi merupakan gaya bahasa yang berupa pembendaan manusia atau insani. Gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau, andai dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan (Tarigan,1986:21).
            Contoh: Andai kamu langit, dia tanah
Contoh tersebut dianggap sebagai majas depersonifikasi, sebab manusia diandaikan seperti langit dan tanah (kata benda). 

Alegori
Gaya bahsa alegori merupakan cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang merupakan mtafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan (Tarigan,1986: 24). Menurut Keraf (2000:140) alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Dengan demikian, alegori merupakan gaya bahasa yang menggunakan simbol-simbol atau lambang.
            Contoh: Cintanya yang suci kini diterpa badai dahsyat.
Contoh tersebut menunjukkan adanya alegori sebab, kata badai merupakan simbol kesulitan atau kesukaran.

Antitesis   
Menurut Tarigan (1986:27) secara almiah, antitesis berarti lawan yang tepat atau pertentangan yang benar-benar. Oleh karena itu, antitesis merupakan gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim (kata-kata yang mengandung makna bertentangan). Sedangkan menurut Keraf (2000:126) gaya bahasa antitesis merupakan gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat yang berimbang 
Contoh: Dia bergembira atas kegagalanku.
Contoh tersebut merupakan antitesis sebab, ketika terjadi kegagalan justru kegembiraan yang diunjukkan. Berkaitan dengan itu, tampak sekali adanya pertentangan kedua hal tersebut di atas.

Pleonasme    
Gaya bahasa pleonasme adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan (Keraf,2000:133). Sedangkan menurut Tarigan (1986:29) mengatakan bahwa pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir. Dengan kata lain pleonasme adalah pemborosan kata.
            Contoh : Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
Contoh tersebut merupakan gaya bahasa pleonasme karena pemborosan kata atau ada kata yang mubazir pada kata sendiri.

Tautologi    
Gaya bahasa tautologi yaitu kata berlebihan untuk mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya (Keraf,2000:134). Pendapat Keraf hampir sama dengan pendapat Badudu tentang tautologi yaitu gaya bahasa penegasan dengan mengulang beberapa kali sepatah kata dalam sebuah kalimat (Badudu,1984:80). Sedangkan menurut Tarigan mengatakan bahwa tautologi adalah kata yang berlebihan pada dasar dan mengandung perulangan kata yang lain (Tarigan,1986:29). Dengan demikian  tautologi adalah perulangan kata yang tidak perlu.
Contoh : Disuruh aku bersabar, bersabar dan sekali lagi bersabar, tetapi aku tidak tahan lagi.
Contoh tersebut terjadi pemborosan kata. Hal itu terlihat pada kata  bersabar yang diulang terus menerus yang sebenarnya tidak perlu.

Perifrasis
Menurut Tarigan (1986:31) perifrasis adalah gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Berbeda dengan Badudu (1984:76) yang mengartikan bahwa perifraasis adalah gaya bahasa penguraian. Dengan demikian perifrasis adalah gaya bahasa yang mengggunakan kata lebih banyak, tetapi tidak dibutuhkan serta bersifat uraian.
Contoh: Saya menerima segala saran, petunjuk, petuah yang sangat berharga dari pak lurah.
Contoh tersebut merupakan perifrasis, sebab kalimat di atas kurang memegang efektifitas bahasa. Hal ini berakibat terhadap bentukan kalimat yang tidak efektif misalnya kata saran, petunjuk, petuah dapat diganti dengan kata nasihat.   


Antisipasi atau Prolepsis
Menurut Tarigan (1986:33) antisipasi berasal dari bahasa Latin yaitu anticipatio yaitu mendahului atau penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi. Sedangkan menurut Keraf mengatakan bahwa gaya bahasa antisipasi atau prolepsis adalah semacam gaya bahasa dimana orang mempergunakan lebih kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi (Keraf,2000:134) .
Contoh: Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari bapak Bupati.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa prolepsis, sebab minggu depan kami akan memperoleh hadiah dari bapak Bupati menimbulkan kesan mendahului sesuatu yang masih akan terjadi. 

Koreksio atau Epanortosis
Koreksio atau epanortosis adalah gaya bahasa yang brewujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memeperbaiki mana-mana yang salah (Tarigan,1986:34).
Contoh: Kami telah tiga kali mengunjungi elinoor ke Yogya, ah bukan, sudah lima kali.
Kalimat tersebut mengandung majas koreksio atau epanortosis karena telah terjadi perbaikan kata yaitu tiga kali  menjadi lima kali.

 


Gaya Bahasa Pertentangan
Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukuran atau sifatnya, dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya (Tarigan,1986:55). Hal ini didukung oleh penggunaan kata-kata, frase atau kalimat. Pendapat di atas diperkuat oleh Badudu (1984:75) yang menyatakan bahwa hiperbola adalah sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat daripada kata semula. Oleh karena itu hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihkan atau membesar-besarkan agar memiliki kesan hebat dan mempengaruhi.
Contoh : Saya terkejut setengah mati, mendengar berita penangkapan
buronan itu.
            Kalimat tersebut mengandung hiperbola, karena kata terkejut setengah mati terkesan sangat berlebihan. Sebenarnya kata itu bisa diganti dengan kata sangat terkejut.


Litotes
Tarigan (1986:58) menjelaskan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misalnya untuk merendahkan diri. Litotes juga dapat berarti gaya bahaasa yang mempergunakan kata yang berlawanan artinya dengan yang dimaksud, dengan tujuan merendahklan diri (Badudu, 1984: 74). Dengan demikian dapat diketahui bahwa litotes adalah merupakan gaya bahsa yang pernyataannya dikecil-kecilkan dengan tujuan untuk merendahkan diri.
Contoh : Singgahlah sebentar ke gubuk kami
Kata gubuk dalam kalimat tersebut mengesankan rasa merendahkan diri, padahal rumah yang ditempatinya bagaikan istana.

Ironi
Ironi merupakan majas atau gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok (Tarigan, 1986: 61). Selain itu, Badudu (1984:77) menyatakan bahwa ironi adalah salah satu gaya bahasa sindiran yaitu mengatakan sebaliknya dari yang sebenarnya. Tujuan gaya bahasa ironi adalah menyindir orang, misalnya ang besar dikatakan kecil, yang buruk dikatakan bagus. Dengan demikian gaya bahasa ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan makna bertentangan atau sebaliknya dari yang sebenarnya denga tujuan menyindir.
            Contoh : Saya percaya benar padamu, tak pernah janjimu kau tepati.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa ironi, sebab meskipun janji tidak ditepati, seolah tetap mempercayainya. Disinilah letak nilai sindiran pada contoh di atas.

Oksimoron             
Gaya bahasa oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan (Keraf, 2000: 136). Menurut Tarigan (1986:63) oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama.
Contoh: Olah raga mendaki gunung memang menarik hati, walaupun sangat berbahaya.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa oksimoron, sebab meskipun berbahaya tetap menarik hati.

Paranomasia    
Paranomasia adalah gaya bahsa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi berbeda arti (Tarigan,1986:64). Dengan kata lain paranomasia adalah majas yang menggunakan kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda.
Contoh: Oh adinda sayang akan kutanam bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa paranomasia, sebab terdapat penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi berbeda artinya seperti bunga tanjung dan pantai tanjung hati. Bunga tanjung merupakan nama bunga, sedangkan pantai tanjung hati merupakan isi hati.

Paralipsis 
Paralipsis adalah gaya bahasa yang meupakan suatu formula dan dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri (Tarigan,1986:66). Dengan kata lain paralipsis adalah gaya bahasa yang digunakan seseorang untuk mengungkapkan makna tersirat, sehingga oarng tersebut seolah tidak mengatakannya.
Contoh: Pak guru sering memuji anak itu, yang saya maksud justru memarahinya.
Kalimat tersebut mengandung majas paralepsis, sebab kata memuji dalam kalimat di atas sebenarnya berarti memarahi. Kata memarahi adalah makna tersirat dari kata memuji.     

Zeugma dan Silepsis        
Zeugma dan silepsis adalah gaya bahasa yang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada hakikatnya hanya sebuah saja dan mempunyai hubungan dengan kata yang pertama. Namun, antara zeugma dan silepsis masih ada perbedaan. Perbedaan tersebut adalah dalam zeugma terdapat gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan (Tarigan,1986:68).  
            Contoh Zeugma : anak itu memang rajin dan malas di sekolah
                        Silepsis  : wanita itu kehilangan harta dan kehorkmatannya
Kalimat tersebut termasuk zeugma dan silepsis, sebab kata rajin dan malas memiliki hubungan pertentangan. Sedangkan kata harta dan kehormatan juga saling terkait, sebab kedua kata mencerminkan kedudukan.  

Satire
Satire diturunkan dari kata satura berarti talam yang berisi penuh buah-buahan. Satire merupakan gaya bahsa yang menertawakan atau menolak sesuatu (Tarigan,1986:70). Dengan demikian penekanan majas satire adalah penertawaan dan penolakan.
            Contoh: Kau menghilang dalam mercedesmu
                          Tinggal debu dan aku
Contoh tersebut termasuk majas satire, sebab ada unsur kekecewaan serta penolakan terhadap cinta. Kecewa sebab yang dicintainya telah menghilang jauh dari hadapan dirinya.  

Inuendo
            Gaya bahasa inuendo adalah menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati (Tarigan,1986:73). Sedangkan Keraf (2000:144) menjelaskan gaya bahassa inuendo sebagai semacam sindiran dengan mengecilkan kenyatan yang sebenarnya.
Contoh: Pamannya menjadi orang kaya baru karena sedikit mengkomersialisasikan jabatannya.
            Contoh tersebut termasuk gaya bahasa inuendo, sebab kata mengkomersialisasikan merupakan segala sesuatu yang dinilai dengan uang.

Antifrasis
            Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya (Tariga,1986:75).
            Contoh: Mari kita sambut  kedatangan sang Raja (maksudnya si jongos)
            Contoh tersebut merupakan antifrasis sebab, kata Raja yang sesungguhnya digunakan untuk menyebut orang berposisi, namun dalam kalimat di atas digunakan untuk menyebut si jongos (pembantu).

Paradoks
            Menurut Soedjito (1992:10) paradoks adalah majas yang berupa pertentangan dua objek yang berbeda. Disamping itu, paradoks adalah suatu pernyataan yang diartika selalu berakhir dengan pertentangan (Tarigan,1986:77). Dengan demikian, dalam gaya bahasa ini yang terlihat seolah-olah adalah pertentangannya.
            Contoh : Aku kesepian ditengah keramaian
            Kata kesepian dan keramaian dalam contoh tersebut merupakan sebuah kata yang menggambarkan mempertentangkan makna.

Klimaks
            Kata klimaks berasal dari bahasa yunani yaitu climax yang berarti tangga. Klimaks adalah jenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan (Tarigan,1986:78). Pendapat tersebut ditegaskan pula oleh Soedjito (1992:121) yang mengemukakan bahwa klimaks adalah majas yang berupa urutan gagasan yang berjenjang naik, makin meningkat intensitasnya. Oleh karena itu, klimaks merupakan gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang semakin lama semakin memuncak (naik).
Contoh : Dari kecil sampai dewasa, malah sampai setua ini engkau belajar tak juga pandai-pandainya.
            Contoh tersebut termasuk majas klimaks karena kalimat tersebut dimulai dari tingkat yang terendah sampai tingkat paling tinggi.    

Antiklimaks
            Antiklimaks adalah kebalikan gaya bahasa klimaks, sebagai gaya bahasa, antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut kegagasan yang kurang penting (Tarigan,1986:79).
Contoh: Dia memang raja uang di daerah ini, seorang budak hawa nafsu dan keserakahan.
            Contoh tersebut termasuk majas antiklimaks, sebab kalimatnya mengacu pada gagasan dari yang terpenting berturut-turut kegagasan yang kurang penting, yaitu pada kata raja uang, hawa nafsu dan keserakahan.

Apostrof
            Gaya bahasa apostrof adalah gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada yang tidak hadir (Keraf, 2000: 231). Sedangkan Tarigan (1986: 83) secara khalamiah mengartikannya seperti berikut ini. Apostrof berarti penghilangan. Jadi gaya bahasa apostrof adalah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanah dari yang hadir kepada yang tidak hadir. 
Contoh: Wahai roh-roh nenek moyang yang berada di negeri atas, tengah dan bawah, lindungilah warga desaku ini.
            Contoh tersebut merupakan apostrof sebab menunjukkan kesan adanya roh yang tidak hadir saat dibutuhkan.

Anastrof atau inversi
Keraf menjelaskan gaya bahasa anastrof atau inversi sebagai semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf,2000:130). Demikian pula menurut Tarigan (1986:84) anastrof atau inversi diartikan sebagai semacama gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.
            Contoh: Diceraikanlah istrinya tanpa setahu sanak saudaranya.
Contoh tersebut termasuk majas anastrof atau inversi sebab, terdapat pembalikan kata yaitu pada kata istrinya diletakkan sebelum diceraikannya.

Apovasis atau Preterisio
            Apovasis atau preterisio merupakan gaya bahasa yang dipergunakan penulis, pengarang atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi kelihatan menyangkal (Tarigan,1986: 86).
Contoh: Saya tidak rela mengungkapkan dalam peertemuan ini, bahwa bapak telah bermain serong dengan wanita itu.
            Kalimat tersebut mengandung majas apovasis, sebab bapak telah bermain serong dengan wanita itu merupakan sebuah penegasan yang diimplisitkan melalui sangkalan yaitu saya tidak rela mengungkapkan dalam pertemua ini.

Histeron Proteron
Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau sesuatu yang wajar (Tarigan,1986:87).
Contoh: Pidato yang berapi-api itu keluar dari mulut orang yang berbicara terbata-bata.
            Kalimat tersebut mengandung majas histeron proteron karrena pidato yang berapi-api biasanya keluar dari orang yang lancar berbicara, namun dalam kalimat itu keluar dari orang yang berbicara terbata-bata.  

Hipalase
Hipalase adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan alamiah antara dua komponen gagasan (Tarigan,1986:89).
Contoh: Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah.
Kalimat tersebut termasuk majas hipalase sebab, yang gelisah dalam kalimat itu bukan bantal, melainkan dia.

Sinisme
Menurut Tarigan (1986:91) sinisme merupakan gaya bahasa yang berupa sindiran berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Dengan demikian sinisme hampir sama dengan ironi, tetapi sifatnya lebih kasar.
            Contoh: Aku menaiki sebuah kendaraan yang resah.
Contoh tersebut termasuk majas sinisme karena kata resah untuk mengiringi kendaraan dimaksudkan untuk menyindir bahwa kendaraan tersebut sudah tidak layak jalan.

Sarkasme
Gaya bahasa sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Sarkasme adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir (Karaf,2000:143). Tarigan, menjelaskan bahwa kata sarkasme berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti merobek-robek daging seperti anjing, bicaradengan kepahitan atau menggigit bibir karena marah (Tarigan,1986:92). Oleh karena itu, ciri utama gaya bahasa sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti hati dan kurang enak didengar.
            Contoh: Cara dudukmu menghina kami
Kalimat tersebut mengandung sarkasme, terdapat kesan amarah yang terletak pada kata menghina kami.

 


Gaya Bahasa Pertautan
Metonimia
Metonimia berasal dari Yunani yaitu meta  berarti bertukar dan onym berarti nama. Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang atau hal lain sebagai penggantinya (Tarigan,1986:123). Sementara Keraf (2000:142) mengatakan bahwa metonimia merupakan gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Contoh: Siswa di kelas kami senang membaca S.T Alisyahbana.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa metonimia, sebab S.T Alisyahbana dalam kalimat, sebenarnya mengacu pada karyanya bukan orangnya. 

Sinekdoke
Sinekdoke berasal dari bahasa Yunani synekdechesthai berarti menyediakan atau memberikan sesuatu kepada apa yang baru disebutkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka sinekdoke merupaka gaya bahasa yang menyatakan sebagian untuk menggantikan keseluruhan (Tarigan,1986:124).
Contoh: Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp 1000,00.
Contoh tersebut termasuk majas sinekdoke karena pada kata kepala sebenarnya kata pengganti kata orang karena nama keseluruhan untuk menyatakan sebagian.

Alusi
Gaya bahasa alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat atau peristiwa (Keraf,1986:141). Sementara Tarigan (1986: 128) mengatakan alusi adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan peranggapan adanya pengetahuan yang dimilki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan pera pembaca untuk menangkap pengacuan itu.
            Contoh: Saya ngeri membayangkan kembali peristiwa Westerling di Sulawesi Selatan.
Contoh tersebut termasuk majas alusi, sebab kata peristiwa Westerling mengingatkan kembali pada peristiwa di Sulawesi Selatan.   

Eufemisme
Eufemisme berasal dari bahasa Yunani yaitu euphemizein berarti berbicra dengan kata-kata yang jelas dan wajar. Jaadi singkatnya eufemisme adalah pandai berbicara. Tarigan mengatakan bahwa gaya bahasa eufemisme merupakan gaya bahasa yang menggunakan ungkapan lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap kasar, merugikan atau tidak menyenangkan (Tarigan,1986:129). Menurut Badudu (1984:75) menyatakan bahawa eufemisme merupakan gaya bahasa yang menggunakan sepatah dua kata untuk mengganti maksud lain supaya terdengar lebih sopan menghindar diri dari yang dianggap tabu. Oleh karen itu, eufemisme adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata halus agar terdengar enak dan tidak menyinggung perasaan.
Contoh : Ayahnya sudak tidak ada di tengah-tengah mereka (mati)
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa eufemisme, sebab kata tidak ada di tengah-tengah mereka merupakan ungkapan untuk memperhalus meninggal dunia.

Eponim
Eponim merupakan gaya bahasa yang mengandung nama seseorang dan dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama ittu dipakai untuk menyatakan sifat itu (Tarigan,1986:129).
Contoh : Dewi Sri merestui petani desa tahun ini.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa eponim, sebab Dewi Sri adalah nama seseorang yang berarti kesuburan.

Epitet
Epitet merupakan gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khas seseorang atau suatu hal (Tarigan,1986:130).
Contoh : Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini, menyongsong mentari pagi.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa epitet, sebab lonceng pagi sebenarnya mengacu pada ayam jantan bukan lonceng sebenarnya.

Antonomasia
Gaya bahasa antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri (Tarigan,1986:132).
Contoh : Pangeran menandatangani surat penghargaan tersebut.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa antonomasia, sebab dalam kalimat tersebut terdapat kata pangeran (jabatan) sebagai pengganti nama orang tersebut.

Erotesis
Erotesis adalah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato yang bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam atau penekanan yang wajar dan sama sekali tidak menuntut jawaban (Tarigan,1986:134).
            Contoh : Apakah wajar bila kesalahan dan kegagalan itu ditimpakan semuanya pada guru?
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa erotesis, sebab dalam kalimat tersebut terdapat kata pertanyaan apakah untuk membuat sebuah penekanan keadaan.

Paralelisme
Menurut Tarigan, (1986:136) paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai ksejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase yang menduduki fungsi sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh : Baik kaum pria dan wanita mempunyain hak dan kewajiban sama secara hukum.
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa paralelisme, sebab terdapat pemakain kata-kata yang sejajar menduduki fungsi sama yaitu kaum wanita dan kaum pria yang berfungsi sebagai subjek. 

Elipsis
Gaya bahasa elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdsarkan tata bahasa. Dengan kata lain elipsis adalah penghilangan salah satu unsur penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap (Tarigan,1986:138). Sedangkan menurut Keraf, (2000:132) gaya bahasa elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.
Contoh : Mereka ke  Jakarta minggu lalu
Kalimat tersebut mengandung majas elipsi, sebab terjadi penghilangan kata dalam kalimat tersebut. Kata yang dihilangkan adalah pergi. Kalimat tersebut juga bisa menjadi mereka pergi ke Jakarta minggu lalu.

Gradasi
Menurut Tarigan, (1986:140) gradasi adlah gaa bahasa yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata istilah yang secara sintaksis bersamaan mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan diantara paling sedikit satu ciri diulang-ulang dengan perubahan yang bersifat kuantitatif.
            Contoh: Kau mempersembahkan cintaku padamu, cinta yang bersih dan suci, murni tanpa noda, hidup yang berpedoman pada Tuhan; Tuhan pencipta alam semesta.
Kalimat tersebut mengandung majas gradasi, sebab kata bersih dan suci murni tanpa noda serta Tuhan; Tuhan pencipta alam semesta merupakan perulangan kata yang memiliki makna sama.

Asindeton
Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan yang dimampatkan, beberapa kata, frase atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan oleh keberadaan kata sambung (Tarigan,1986:142).
Contoh : ayah, ibu, anak merupakan inti keluarga
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa asindeton, sebab di dalamnya tidak menggunakan tanda penghubung.

Polisindeton
Polisindeton adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Dalam beberapa kata, frase atau klausa duhubungkan kata sambung (Tarigan,1986:143).
Contoh : harga padi dan jagung akhir-akhir ini sangat menggembirakan para petani.
Kalimat tersebut mengandung majas polisindeton, sebab di dalamnya digunakan kata penghubung dan.

 


Gaya Bahasa Perulangan
Aliterasi
Gaya bahasa alietrasi merupakan gaya bahasa yang berwuud pengulangan konsonan yang sama (Keraf,2000:130). Sedangkan Tarigan, (1986:181) mengatakan bahwa gaya bahasa aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan pemakaian kata-kata permulaannya sama bunyinya.
Contoh: Dara damba daku
Kalimat tersebut termasuk gaya bahasa aliterasi ,sebab telah terjadi perulangan konsonan [d], yaitu dara, damba, daku.

Asonansi
Menurut Tarigan, (1986:182) asonansi adalah majas repetisi yang berwujud perulangan vokal sama. Majas asonansi biasanya dipakai untuk memberikan penkanan dan untuk mencapai keindahan.
Contoh: Tiada siaga tiada biasa
Kalimat tersebut termasuk majas asonansi, sebab telah terjadi perulangan bunyi vokal yang sama secara berturut yaitu [i,a].

Antanaklasis
Antanaklasis adalah  gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda (Tarigan,1986:185).
            Contoh: Buah pikiran orang tua itu menjadi buah cakap orang kampung kami.
Kalimat tersebut mengandung majas antanaklasis, sebab terdapat perulangan kata buah pada buah pikiran dan buah pada buah cakap. Kata buah pada buah pikiran berarti ide, sedangkan kata buah pada buah cakap berarti pembicaraan. Jadi  kedua kata yang diulang tersebut bisa bermakna berbeda.

Kiasmus
Gaya bahasa kiasmus adalah gaya bahasa yang berisi perulangan dan sekaligus merupakan inversi hubungan antara satu kata dalam satu kalimat (Tarigan,1986:187).
Contoh: Dia menyalahkan yang benar tapi membenarkan yang salah
Kalimat tersebut mengandung majas kiasmus, sebab terdapat perulangan kata benar pada menyalahkan yang benar, tetapi membenarkan yang salah. Perulangan kata tersebut menimbulkan makna terbalik antara benar yang pertama dan benar pada kata yang kedua. 

Epizeukis
            Epizeukis merupakan gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung yaitu kata yang ditekankan atau yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut (Tarigan,1986:188).
            Contoh: Anak-nakaku semua, kalian harus rajin belajar, rajin belajar, ya rajin belajar, agar kalian lulus dalam ujian tahun depan.
Kalimat tersebut termsuk majas epizeukis, sebab kata rajin belajar dalam contoh tersebut diulang beberapa kali untuk menekankan sesuatu yang penting pada kata rajin belajar.

Tautotes
Tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repetisi atas sebuah kata yang diulang dalam sebuah konstruksi (Tarigan,1986:190).
            Contoh: Kau adalah aku, aku adalah kau, kau dan aku adalah padu
            Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa tautotes, sebab terdapat perulangan kata kau dan aku tetapi dalam susunan yang berbeda.

Anafora
Anafora adalah gaya bahasa repetisi ang berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat (Tarigan,1986:192)
Contoh: Tanpa iman yang teguh engkau akan mudah terperosok ke dalam jurang kenistaan.
            Tanpa iman yang teguh engkau mudah tergoda wanita cantik  di sekelilingmu.
            Tanpa iman yang teguh engkau akan tergoda oleh uang dan harta.
            Tanpa iman yang teguh engkau tidak akan tentram hatimu.
Kalimat tersebut mengandung majas anafora, sebab terdapat perulangan kata  tanpa iman yang teguh engkau pada setiap kalimatnya.

Epistrofa
Epistrofa adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata atau frase pada akhir baris atau kalimat berurutan (Tarigan,1986:194).
            Contoh: Kemarin adalah hari ini
                                Besok adalah hari ini
                                Hidup adalah hari ini     
Contoh tersebut termasuk gaya bahasa epistrofa karena telah terjadi perulangan diakhir baris pada kata hari ini.

Simploke
Simploke adalah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut (Tarigan,1986:188).
Contoh: Kau katakan aku sampah masyarakat. Aku katakan biarlah
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa simploke, sebab terdapat  perulangan katakan dan aku.

Mesodiplosis
Gaya bahasa mesodiplosis merupakan sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan (Tarigan,1986:199).
Contoh: Anak merindukan orang tua
             Orang tua merindukan anak
Kalimat tersebut mengandung majas mesodiplosis, sebab terdapat perulangan kata merindukan di tengah-tengah kalimat.

Epanalepsis
Epanalepsis adalah semacam gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama dari baris, kalimat menjadi terakhir (Tarigan,1986:200).
Conto: Saya akan berusaha mencapai cita-cita saya
Kalimat tersebut mengandung majas epanalepsis, sebab terdapat perulangan kata saya yang terletak di awal dan kata saya di akhir.

Anadiplosis
Anadiplosis adalah gaya bahasa repetisi dimana kata terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frase pertama dari klausa atau kalimat berikutnya (Tarigan,1986:203).
Contoh: Dalam raga ada darah
                    Dalam darah ada tenaga
                    Dalam tenaga ada daya
Kalimat tersebut mengandung gaya bahasa anadiplosis, sebab terdapat perulangan kata terakhir yaitu pada kata darah menjadi kalimat berikutnya, begitu pula pada kata tenaga menjadi kalimat berikutnya pula.



FUNGSI DAN MAKNA GAYA BAHASA

Richards (dalam Aminuddin,1987:110-111) mengatakan bahwa unsur-unsur yang berkaitan dengan unsur psikologis pengarang dalam upaya telaah makna perlu juga diperhatikan karena simbol. Bukan hanya referensial karena memiliki fungsi memaparkan yang ingin dipaparkan pengarang, tetapi juga memiliki fungsi emotif  karena juga memiliki suasana serta sikap personal pengarang. Selain fungsi emotif  dalam sastra atau puisi juga terdapat fungsi sosial yang berhubungan dengan sosial bermasyarakat, fungsi edukatif  yang berhubungan dengan pendidikan dan pengetahuan, serta fungsi religi yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan.
Stimuli dan responsi berkaitan dengan penampilan bentuk kebahasaan yang digunakan dalam teks sebagai unsur yang mampu memberikan rangsangan dan menimbulkan adanya respon pembacanya. Dalam merespon, kehidupan batiniah pembaca bukan hanya berkaitan dengan upaya pemahaman terhadap bentuk, melainkan pada isi yang dikandungnya dan bukan hanya pada struktur kebahasaan, melainkan juga pada struktur makna (Pradopo,1993:17).
Sedangkan menurut Waluyo (1987:103-105) bahwa kata-kata dalam puisi tidak tunduk pada aturan logis pada sebuah kalimat, namun tunduk kepada ritme lirik puisi. Hal ini disebabkan karena kesatuan kata-kata itu bukanlah kalimat akan tetapi lirik-lirik puisi itu. Kata-kata tidak terikat oleh struktur kalimat dan lebih terikat pada lirik-lirik puisi. Dalam lirik-lirik puisi yang lebih pendek, kesatuan kata atau kata-kata yang mandiri membentuk makna puisi.
Dengan demikian makna suatu gaya bahasa dengan keinginan yang ada dalam diri Penulis, diawali dengan penyesuaian keinginan penulis dengan makna gaya bahasa yang ditulisnya, walaupun dalam kenyataanya kadangkala bisa pula pembacanya menafsirkan lain. Bisa jadi istilah “matahari” diartikan sebagai satu-satunya sinar yang ada di dunia, tapi bisa pula merupakan suatu benda alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk bumi, dan sebagainya. Pengertian terakhir dikembangkan lagi sehingga sebutan seorang pria untuk gadisnya, ”kau adalah matahariku” yang bermakna sebagai seseorang yang sangat berharga.

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Pradopo, Rachmad Djoko. 1993. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru Algensindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Gaya Bahasa Indonesia. Bandung. Angkasa.
Marsoedi, I.L. 1983. Pengantar Memahami Hakikat Bahasa. Malang: FKSS IKIP.
Agustina, Leonie dan Abdul, Chaer. 1995. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ibrahim, Abdul Syukur. 2001. Pengantar Sosiolinguistik. Malang: UM.

1 comment:

  1. Keraf kok tidak dimasukkan dalam daftar pustaka, padahal disebut di pembahasan

    ReplyDelete