Sunday, June 5, 2016

Contoh Cerpen "Dengarkan Bisikanku Ibu"



Dengarkan Bisikanku Ibu

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKYo_egRKLMTRM7gVVbZIg6nfY0eLesKPBGQge2W8cevicFJW7xzRaYSMkGmXfbAgGUYrmmViuJvA_GEgLTKHNk3B1Uptz0pyNZRE9EK9jAvwXBM2AXyvFJ4sTTcpuT6h-1rwKGHcMeaI/s640/ibu-nenek-tua.jpg


            Naluriku sebagai seorang anak meski sudah tergolong usia dewasa, tergerak perasaan dan pikiran ini kepada sosok yang pernah akrab dengan masa kecilku. Mungkin bagi orang lain tidak menjadi masalah, tapi tidak bagiku. Karena itu, tak terasa air mataku menetes, saat mendengar alunan lagu tentang Ibu. Sosok yang sangat kurindukan keberadaannya. Sosok yang selalu berada dalam ingatan dan ingin ku rasakan sentuhan lembut tangannya.
            Sudah beberapa tahun terakhir Aku dan temanku memang tinggal jauh dari keluarga dalam rangka studi. Ada masa-masa dimana Aku dan temanku bertemu, berbagi rasa suka dan duka. Obrolan kami tanpa sadar kembali mengungkit peran seorang Ibu dalam kehidupan kami. Ada yang sempat membuatku tertegun, ketika mendengar sahabatku bercerita tentang kerinduan pada Ibunya di tanah air. Ku lihat air matanya pun menetes mengingat kerinduan itu. Dia bercerita tentang betapa mengagumkan Ibunya saat beliau membuatkan makanan kesukaannya yang lezat. Kebanggaan itu didukung dengan status Ibunya sebagai seorang peneliti dengan karir yang sangat cemerlang di salah satu instansi pemerintah. Namun meskipun Ibunya sibuk, beliau masih menyempatkan diri untuk selalu memeluk tubuh sahabatku saat dia akan memejamkan mata. Ketika beliau sibuk menyiapkan pakaian yang pantas saat sahabatku hendak pergi ke sekolah adalah bagian lain yang tidak pernah dia lupakan. Sahabatku pun selalu meminta nasehat Ibunya saat dia tengah di rundung masalah. Bagi sahabatku, Ibu adalah sosok wanita yang pantas menjadi idola.
            Sedangkan bagiku, Ibu adalah sosok yang tidak pernah kurasakan kehadirannya. Saat Aku kedinginan dan ketakutan, Aku hanya mampu berdiam di kamar dan memeluk tubuhku sendirian. Bahkan saat ku terima undangan khusus yang diberikan sekolah saat penerimaan rapor, Aku tidak tahu siapakah yang harus ku minta untuk datang. Aku hanya terdiam saat itu tanpa tahu apa yang hendak kulakukan. Saat Aku merasa sedih, Aku tidak tahu harus menceritakannya pada siapa. Lagi–lagi Aku hanya bisa menuliskan untaian kalimat yang melukiskan perasaanku di laptop. 
            Aku selalu berusaha untuk menahan rasa kerinduan ini pada Ibuku. Rasa rindu itu semakin membara terasa saat ku harus menuntut ilmu di Perguruan Tinggi. Entah sudah berapa cara yang ku coba tuk memahami pekerjaan Ibuku tercinta. Tapi Allah mungkin belum menakdirkan pertemuan kami berdua. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan Ibuku sebagai seorang hamba Allah, mungkin Ibuku bukanlah seorang yang istimewa seperti Ibu sahabatku. Beliau hanyalah seorang wanita biasa yang bahkan tidak bisa membaca dan menulis karena memang tidak pernah mengenyam pendidikan. Beliau adalah seorang wanita yang harus menjalani lika-liku kehidupan dengan begitu kerasnya. Beliau juga harus berjuang mengais rezeki untuk sesuap nasi bagi anaknya.
            Sejak kecil hingga 21 tahun kini, Aku hanya bisa menatap teduh wajah Ibuku beberapa kali. Saat itu Ibu masih memakaikan seragam sekolah TK ku dan juga masih menyisir rambutku. Tapi tiba-tiba dengan alasan yang tidak ku mengerti saat itu, Ibu meninggalkanku.  Aku menangis sambil memegangi kedua kakinya dan memohon agar tidak meninggalkanku. Tapi Ibu menepiskan kedua tanganku dan berlalu meninggalkan diriku yang masih kecil tanpa menoleh lagi ke arahku. Sementara Ayahku pun juga meninggalkanku sendirian. Beliau memilih menikmati hidupnya dengan seorang istri baru tanpa berusaha mengerti betapa saat itu aku sangat membutuhkannya.




http://ayobuka.com/wp-content/uploads/2015/01/kasih-ibu-11.jpg





            Setelah kepergian Ibu, Akhirnya hanya sosok Kakek dan Neneklah yang bersamaku, mengusap air mata serta menemani tidurku. Masa kecil kulalui tanpa kasih sayang dari seorang Ibu. Saat kutanya pada Kakek tentang Ibu, beliau selalu memintaku untuk senantiasa bersabar dan mendoakan Ibuku.
Suatu hari saat Aku pulang dari sekolah, kulihat sosok wanita yang tengah mengendong seorang anak kecil. Wanita itu terlihat kurus dengan pakaian sederhana dan tidak kulihat goresan kosmetik sedikitpun di wajahnya. Namun kulit wajahnya masih memancarkan sisa kecantikan masa lalunya. Kulihat tangannya hanya memegang sehelai selendang lusuh yang sebagian dibelitkan ke tubuh mungil di dekapannya. Tiba- tiba sosok wanita yang terlihat asing di mataku itu memeluk tubuhku. Sebagai anak kecil yang kurang mengerti akan bagaimana harus menyikapi suasana ini, Aku cuma tertegun diam tanpa bisa berkata apa-apa. Aku kemudian berlari mendekati Kakekku yang segera merengkuhku dalam pelukannya. Saat itu kulihat air mata menetes di wajah Kakekku yang segera kuhapus dengan tangan kecilku. Kakek kemudian berkata padaku, "Nak, jangan takut… dialah Ibumu yang selama ini selalu kau tanyakan. Ayoo… beri salam dan cium ke dua tangannya agar hidupmu selalu bahagia." Tapi aku tetap tak mampu menggerakkan tubuhku menghampirinya. Aku hanya tetap terdiam dalam pelukan Kakekku sambil memandang wajah sosok wanita itu yang juga tengah memandangku sambil meneteskan air mata yang mengalir deras di kedua pipinya.
            Suatu hari ketika memasuki Perguruan Tinggi di tahun pertama, Ibu datang kembali menemuiku. Saat itu Kakekku pun telah tiada dan hanya Nenek seorang bersamaku. Ibu terlihat amat kurus dan masih tetap mengenakan pakaian yang begitu sederhana tanpa polesan lipstik di bibirnya. Kulihat wajah beliau yang kusam seperti menangung banyak masalah kehidupan. Beliau terlihat lebih tua daripada sebelumnya. Saat itu Ibu menangis memelukku sambil memberikan sepasang baju bermotif bunga kecil warna biru muda yang hanya dibungkus dengan plastik putih. Beliau berkata : "Maafkan Ibu nak, karena hanya baju ini yang bisa Ibu berikan padamu," ucap Ibuku sambil berkaca- kaca. Aku tidak mampu menggerakkan bibirku saat menerima sepasang baju pemberian Ibu. Aku hanya bisa meneteskan air mata sambil ku usap air mata ibuku. Beliau kemudian bercerita tentang apa yang telah dilakukannya padaku sambil terus memeluk erat tubuh mungilku. 
            Ya, Ibuku ternyata bekerja sebagai petugas kebersihan di jalan raya. Beliau membawa kedua adik tiriku yang masih kecil untuk ikut, hanya untuk sekedar mencukupi kehidupan mereka di Ibu Kota. Saat kutanyakan tentang sosok Ayah dari Adik tiriku, beliau hanya bisa meneteskan air mata sambil mengatakan bahwa laki-laki itu telah meninggalkannya dan Ibuku tidak pernah tahu di mana keberadaannya saat ini. Aku berulang kali memeluk beliau dan mengusap air mata yang menetes di kedua pipi beliau. Aku merasa hatiku kian teriris pedih saat kuajak beliau untuk menunaikan shalat. Beliau menggeleng sedih dan mengatakan bahwa beliau tidak bisa menunaikan shalat. Aku merasakan suatu goresan pisau tajam tengah menusuk hatiku saat Ibu terbata-bata melafalkan beberapa bacaan shalat mengikutiku. Aku menyadari, hidup ini terkadang memang keras. Aku dibesarkan dalam lingkungan keluarga tanpa sosok Ibu yang bagi kebanyakan mungkin telah banyak memberikan bahan pelajaran kewanitaan menyongsong kehidupan di masa mendatang. Aku kadang merindukan yang demikian. Entah itu soal jahit menjahit, memasak, arisan, pengajian, hingga dongeng sebelum tidur, dari seorang ibu terhadap anak perempuannya. 

 http://artidarimimpi.com/wp-content/uploads/2015/12/arti-mimpi-ibu.jpg


            Setelah seminggu lamanya, Ibu kembali pergi meninggalkanku. Yaa.. saat itu nenek masih belum bisa menerima kehadiran Ibuku kembali di tengah kebersamaan kami. Wajah nenek selalu memancarkan ketidaksenangan dan tak henti-hentinya melontarkan perkataan memarahi dan mengusir Ibuku. Saat itu sambil menangis Ibuku berlari meninggalkan rumahku tanpa sempat memberikan pesan apapun. Setelah kejadian itu, tak pernah kudengar lagi kabar tentang Ibuku. Aku telah berusaha menemukannya dengan menyusuri berbagai gang kecil di daerah terpencil Ibu Kota, namun hingga detik ini Aku tidak pernah menemukan Ibuku. 
            Saat ini Aku senantiasa bertanya pada hatiku, apakah Ibuku masih bekerja di jalan raya? Apakah Ibuku tengah menggeluti perihnya kehidupan di tengah kemiskinan ini, padahal anak perempuannya jauh lebih baik kondisinya? Ada rasa berdosa yang tidak dapat ku cari penyebabnya. Kalau harus mengingat sepotong baju yang pernah diberikan kepadaku waktu itu, rindu ini sulit untuk dikemukakan dengan kata-kata. Terkadang aku membayangkan, andai saja Aku diberi kesempatan mengenakan baju bagus pada tubuh Ibuku sebagai hadiah kecil sang anak terhadap beliau, betapa bahagianya hati ini.
            Yaa Allah...Dzat Yang Maha Menguasai segala sesuatu, bukanlah sesuatu hal yang sulit bagi Engkau duhai Allah untuk pertemukan hamba dengan Ibu hamba. Duhai Allah, kumohon sampaikan rasa kangen hamba kepada Ibunda, kumohon bisikkan ke dalam hati Ibunda bahwa hamba sangat merindukannya.








Lampiran Identitas

Nama                           : Siti Komariyah
Tempat, tanggal lahir     : Jember, 07 Mei 1994
NIM                            : 1210221106
Prodi, Fakultas            : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

No comments:

Post a Comment