Dengarkan Bisikanku Ibu
Naluriku sebagai seorang anak meski
sudah tergolong usia dewasa, tergerak perasaan dan pikiran ini kepada sosok
yang pernah akrab dengan masa kecilku. Mungkin bagi orang lain tidak menjadi
masalah, tapi tidak bagiku. Karena itu, tak terasa air mataku menetes, saat mendengar
alunan lagu tentang Ibu. Sosok yang sangat kurindukan keberadaannya. Sosok yang
selalu berada dalam ingatan dan ingin ku rasakan sentuhan lembut tangannya.
Sudah beberapa tahun terakhir Aku
dan temanku memang tinggal jauh dari keluarga dalam rangka studi. Ada masa-masa
dimana Aku dan temanku bertemu, berbagi rasa suka dan duka. Obrolan kami tanpa
sadar kembali mengungkit peran seorang Ibu dalam kehidupan kami. Ada yang
sempat membuatku tertegun, ketika mendengar sahabatku bercerita tentang
kerinduan pada Ibunya di tanah air. Ku lihat air matanya pun menetes mengingat
kerinduan itu. Dia bercerita tentang betapa mengagumkan Ibunya saat beliau
membuatkan makanan kesukaannya yang lezat. Kebanggaan itu didukung dengan
status Ibunya sebagai seorang peneliti dengan karir yang sangat cemerlang di
salah satu instansi pemerintah. Namun meskipun Ibunya sibuk, beliau masih
menyempatkan diri untuk selalu memeluk tubuh sahabatku saat dia akan memejamkan
mata. Ketika beliau sibuk menyiapkan pakaian yang pantas saat sahabatku hendak
pergi ke sekolah adalah bagian lain yang tidak pernah dia lupakan. Sahabatku
pun selalu meminta nasehat Ibunya saat dia tengah di rundung masalah. Bagi
sahabatku, Ibu adalah sosok wanita yang pantas menjadi idola.
Sedangkan bagiku, Ibu adalah sosok
yang tidak pernah kurasakan kehadirannya. Saat Aku kedinginan dan ketakutan, Aku
hanya mampu berdiam di kamar dan memeluk tubuhku sendirian. Bahkan saat ku
terima undangan khusus yang diberikan sekolah saat penerimaan rapor, Aku tidak
tahu siapakah yang harus ku minta untuk datang. Aku hanya terdiam saat itu
tanpa tahu apa yang hendak kulakukan. Saat Aku merasa sedih, Aku tidak tahu
harus menceritakannya pada siapa. Lagi–lagi Aku hanya bisa menuliskan untaian
kalimat yang melukiskan perasaanku di laptop.
Aku selalu berusaha untuk menahan
rasa kerinduan ini pada Ibuku. Rasa rindu itu semakin membara terasa saat ku
harus menuntut ilmu di Perguruan Tinggi. Entah sudah berapa cara yang ku coba
tuk memahami pekerjaan Ibuku tercinta. Tapi Allah mungkin belum menakdirkan
pertemuan kami berdua. Terlepas dari kekurangan dan kelebihan Ibuku sebagai
seorang hamba Allah, mungkin Ibuku bukanlah seorang yang istimewa seperti Ibu
sahabatku. Beliau hanyalah seorang wanita biasa yang bahkan tidak bisa membaca
dan menulis karena memang tidak pernah mengenyam pendidikan. Beliau adalah
seorang wanita yang harus menjalani lika-liku kehidupan dengan begitu kerasnya.
Beliau juga harus berjuang mengais rezeki untuk sesuap nasi bagi anaknya.
Sejak kecil hingga 21 tahun kini, Aku
hanya bisa menatap teduh wajah Ibuku beberapa kali. Saat itu Ibu masih
memakaikan seragam sekolah TK ku dan juga masih menyisir rambutku. Tapi tiba-tiba
dengan alasan yang tidak ku mengerti saat itu, Ibu meninggalkanku. Aku
menangis sambil memegangi kedua kakinya dan memohon agar tidak meninggalkanku.
Tapi Ibu menepiskan kedua tanganku dan berlalu meninggalkan diriku yang masih
kecil tanpa menoleh lagi ke arahku. Sementara Ayahku pun juga meninggalkanku
sendirian. Beliau memilih menikmati hidupnya dengan seorang istri baru tanpa
berusaha mengerti betapa saat itu aku sangat membutuhkannya.
Setelah kepergian Ibu, Akhirnya
hanya sosok Kakek dan Neneklah yang bersamaku, mengusap air mata serta menemani
tidurku. Masa kecil kulalui tanpa kasih sayang dari seorang Ibu. Saat kutanya
pada Kakek tentang Ibu, beliau selalu memintaku untuk senantiasa bersabar dan
mendoakan Ibuku.
Suatu
hari saat Aku pulang dari sekolah, kulihat sosok wanita yang tengah mengendong
seorang anak kecil. Wanita itu terlihat kurus dengan pakaian sederhana dan
tidak kulihat goresan kosmetik sedikitpun di wajahnya. Namun kulit wajahnya
masih memancarkan sisa kecantikan masa lalunya. Kulihat tangannya hanya
memegang sehelai selendang lusuh yang sebagian dibelitkan ke tubuh mungil di
dekapannya. Tiba- tiba sosok wanita yang terlihat asing di mataku itu
memeluk tubuhku. Sebagai anak kecil yang kurang mengerti akan bagaimana harus
menyikapi suasana ini, Aku cuma tertegun diam tanpa bisa berkata apa-apa. Aku
kemudian berlari mendekati Kakekku yang segera merengkuhku dalam pelukannya.
Saat itu kulihat air mata menetes di wajah Kakekku yang segera kuhapus dengan
tangan kecilku. Kakek kemudian berkata padaku, "Nak, jangan takut… dialah
Ibumu yang selama ini selalu kau tanyakan. Ayoo… beri salam dan cium ke dua
tangannya agar hidupmu selalu bahagia." Tapi aku tetap tak mampu
menggerakkan tubuhku menghampirinya. Aku hanya tetap terdiam dalam pelukan Kakekku
sambil memandang wajah sosok wanita itu yang juga tengah memandangku sambil
meneteskan air mata yang mengalir deras di kedua pipinya.
Suatu hari ketika memasuki Perguruan
Tinggi di tahun pertama, Ibu datang kembali menemuiku. Saat itu Kakekku pun
telah tiada dan hanya Nenek seorang bersamaku. Ibu terlihat amat kurus dan
masih tetap mengenakan pakaian yang begitu sederhana tanpa polesan lipstik di
bibirnya. Kulihat wajah beliau yang kusam seperti menangung banyak masalah
kehidupan. Beliau terlihat lebih tua daripada sebelumnya. Saat itu Ibu menangis
memelukku sambil memberikan sepasang baju bermotif bunga kecil warna biru muda
yang hanya dibungkus dengan plastik putih. Beliau berkata : "Maafkan Ibu
nak, karena hanya baju ini yang bisa Ibu berikan padamu," ucap Ibuku sambil
berkaca- kaca. Aku tidak mampu menggerakkan bibirku saat menerima sepasang baju
pemberian Ibu. Aku hanya bisa meneteskan air mata sambil ku usap air mata
ibuku. Beliau kemudian bercerita tentang apa yang telah dilakukannya padaku
sambil terus memeluk erat tubuh mungilku.
Ya, Ibuku ternyata bekerja sebagai
petugas kebersihan di jalan raya. Beliau membawa kedua adik tiriku yang masih
kecil untuk ikut, hanya untuk sekedar mencukupi kehidupan mereka di Ibu Kota.
Saat kutanyakan tentang sosok Ayah dari Adik tiriku, beliau hanya bisa
meneteskan air mata sambil mengatakan bahwa laki-laki itu telah meninggalkannya
dan Ibuku tidak pernah tahu di mana keberadaannya saat ini. Aku berulang
kali memeluk beliau dan mengusap air mata yang menetes di kedua pipi beliau. Aku
merasa hatiku kian teriris pedih saat kuajak beliau untuk menunaikan shalat.
Beliau menggeleng sedih dan mengatakan bahwa beliau tidak bisa menunaikan
shalat. Aku merasakan suatu goresan pisau tajam tengah menusuk hatiku saat Ibu
terbata-bata melafalkan beberapa bacaan shalat mengikutiku. Aku menyadari,
hidup ini terkadang memang keras. Aku dibesarkan dalam lingkungan keluarga
tanpa sosok Ibu yang bagi kebanyakan mungkin telah banyak memberikan bahan
pelajaran kewanitaan menyongsong kehidupan di masa mendatang. Aku kadang
merindukan yang demikian. Entah itu soal jahit menjahit, memasak, arisan,
pengajian, hingga dongeng sebelum tidur, dari seorang ibu terhadap anak
perempuannya.
Setelah seminggu lamanya, Ibu
kembali pergi meninggalkanku. Yaa.. saat itu nenek masih belum bisa menerima
kehadiran Ibuku kembali di tengah kebersamaan kami. Wajah nenek selalu
memancarkan ketidaksenangan dan tak henti-hentinya melontarkan perkataan
memarahi dan mengusir Ibuku. Saat itu sambil menangis Ibuku berlari meninggalkan
rumahku tanpa sempat memberikan pesan apapun. Setelah kejadian itu, tak
pernah kudengar lagi kabar tentang Ibuku. Aku telah berusaha menemukannya
dengan menyusuri berbagai gang kecil di daerah terpencil Ibu Kota, namun hingga
detik ini Aku tidak pernah menemukan Ibuku.
Saat ini Aku senantiasa bertanya
pada hatiku, apakah Ibuku masih bekerja di jalan raya? Apakah Ibuku tengah
menggeluti perihnya kehidupan di tengah kemiskinan ini, padahal anak
perempuannya jauh lebih baik kondisinya? Ada rasa berdosa yang tidak dapat ku
cari penyebabnya. Kalau harus mengingat sepotong baju yang pernah diberikan
kepadaku waktu itu, rindu ini sulit untuk dikemukakan dengan kata-kata.
Terkadang aku membayangkan, andai saja Aku diberi kesempatan mengenakan baju
bagus pada tubuh Ibuku sebagai hadiah kecil sang anak terhadap beliau, betapa
bahagianya hati ini.
Yaa Allah...Dzat Yang Maha Menguasai
segala sesuatu, bukanlah sesuatu hal yang sulit bagi Engkau duhai Allah untuk
pertemukan hamba dengan Ibu hamba. Duhai Allah, kumohon sampaikan rasa kangen
hamba kepada Ibunda, kumohon bisikkan ke dalam hati Ibunda bahwa hamba
sangat merindukannya.
Lampiran
Identitas
Nama : Siti Komariyah
Tempat, tanggal lahir : Jember, 07 Mei 1994
NIM : 1210221106
Prodi,
Fakultas : Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
No comments:
Post a Comment