Pemerolehan Kosa Kata Pada Bahasa Kedua
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana
perumusan maksud, melahirkan perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan
kegiatan sesama manusia, .mengatur berbagai aktivitas kemasyarakatan,
merencanakan dan mengarahkan rnasa depan kita. Bahasa sebagai alat komunikasi
diperoleh manusia sejak lahir sampai usia sekolah, yang dikenal dengan istilah
pemerolehan bahasa.
Pemerolehan
bahasa merupakan satu
proses perkembangan bahasa
manusia. Lazimnya
pemerolehan bahasa pertama
dikaitkan dengan perkembangan bahasa
pada siswa manakala pemerolehan bahasa kedua bertumpu kepada perkembangan bahasa orang
dewasa ( Language Acquisition: On-line ).
Perkembangan bahasa pada siswa
pula bermaksud pemerolehan bahasa ibu. Namun terdapat juga pandangan lain yang
mengatakan bahawa terdapat dua proses yang
terlibat dalam pemerolehan
bahasa dalam kalangan
siswa yaitu pemerolehan bahasa
dan pembelajaran bahasa.
Dua faktor utama
yang sering dikaitkan dengan
pemerolehan bahasa ialah
faktor nurture dan faktor
nature . Namun para pengkaji
bahasa dan linguistik
tidak menolak kepentingan
tentang pengaruh
faktor-faktor seperti biologi
dan persekitaran. Kajian-kajian telah dijalankan untuk melihat sama ada
manusia memang sudah dilengkapi
dengan alat biologi untuk kebolehan berbahasa
seperti yang didakwa oleh ahli linguistik Noam Chomsky
dan Lenneberg ataupun
pemerolehan berbahasa ialah
hasil daripada pemerolehan
kognisi umum dan interaksi manusia dengan persekitarannya.
Chomsky yang kutip oleh Subyakto-Nababan1 mengatakan
bahwa setiap manusia mernpunyai apa yang dinamakan falcuties of the mind, yakni
semacam kapling-kapling intelektual dalam benak atau otak mereka dan salah
satunya dijatahkan untuk pemakaian dan pemerolehan bahasa. Seorang yang normal
akan memperoleh bahasa ibu dalam waktu singkat. Hai ini bukan karena anak
memperoleh rangsangan saja, lalu si anak mengadakan respon, tetapi karena
setiap anak yang iahir telah dilengkapi dengan seperangkat peralatan yang
memperoleh bahasa ibu. Alat ini disebut dengan Language Acquisition Device
(LAD) atau lebih dikenal dengan nama piranti pemerolehan bahasa.
Perkembangan pemerolehan bahasa anak dimulai dari
perkembangan komperehensi; perkembangan fonologi; perkembangan sintaksis;
perkembangan morfologi; perkembangan kosakata (Goodluck 1996). Berdasarkan
pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa ruang lingkup dalam penelitian
pemerolehan bahasa anak adalah tahap perkembangan komprehensi; perkembangan
fonologi; perkembangan sintaksis; perkembangan morfologi; perkembangan
kosakata. Salah satu wujud dari pemerolehan bahasa adalah kosa kata. Kosa kata
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aspek-aspek bahasa lainnya,
seperti fonem, system gramatika, system penulisan,lafal dan pembetulan istilah.
Dari sisi pembelajaran bahasa, penguasaan kosa kata
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan penguasaan terhadap system
bunyi. Gramatika, ejaa, lafal dan pembentukan istilah. Penguasaan kosa kata
bukanlah hal yang sekaligus dating, melainkan berkembang dan tumbuh secara
perlahan-lahan sejak seseorang sadar akan dunia lingkungannya, berkembang
sampai menjadi orang dewasa. dan akhirnya berhenti setelah orang itu tidak
menyadari lingkungannya kembali. Penguasan
kosa kata pada usia sekolah sangatlah penting dan merupakan modal untuk proses penguasaan pada tingkat selanjutnya. Kata merupakan permulaan dalam menciptakan
kalimat. Dan kalimat itu sendiri adalah bahasa. Dengan kata lain kata merupakan
piranti yang dapat digunakan untuk membicarakan segala sesuatu yang berkaitan
dengan lingkungan manusia, dan aktivitas orang-orang yang ada disekitar
lingkungan tersebut. Semakin bertambah usia anak, akan semakin banyak
penguasaan atas kosa kata yang mereka pelajari. Hal tersebut juga akan terjadi
pada siswa yang berbeda kelas. Antara siswa yang berbeda tingkatan akan
mengalami perbedaan-perbedaan dalalm jumlah penguasan kosa kata.
Pemerolehan Bahasa
Pengetian pemerolehan bahasa adalah proses pemahaman
dan penghasilan
bahasa pada
manusia melalui beberapa tahap, mulai dari meraba sampai kefasihan penuh.
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses yang digunakan
oleh kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin bertambah
rumit, ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin
sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dia memilih,
berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang paling baik
serta yang paling sederhana dari bahasa tersebut (Kiparsky 1968: 194). Pemerolehan
bahasa merupakan suatu proses yang dilakukan oleh anak-anak dalam menguji
hipotesis-hipotesis yang dibuatnya berdasarkan masukan dari lingkungannya mulai
dari memahami makna, struktur bahasa, sampai dengan memproduksi bahasa
tersebut.
Ada dua konsepsi tradisional tentang
belajar bahasa kedua yang relevan dengan pembahasan ciri-ciri siswa.
1. anak-anak adalah siswa bahasa kedua yang lebih baik
daripada orang dewasa.
2. ada hal yang disebut ‘kepandaian’ khusus atau
‘bakat’ untuk belajar bahasa kedua, dimana tidak semua orang mempunyai tingkat
yang sama, istilah umumnya “aptitude”. Hamied (1987:81).
Dengan
adanya dua konsepsi ini maka diasumsikan berdasarkan pengalaman perorangan
bahwa perbedaan dalam keberhasilan belajar bahasa kedua sebagian besarnya dapat
dijelaskan dengan dasar perbedaan dalam usia dan bakat.
Pada
tahun 1950-an tatkala penelitian ilmiah mengenai ciri-ciri siswa dalam belajar
bahasa kedua dimulai, segera menjadi jelas bahwa seperangkat ciri-ciri siswa
merupakan penyebab keberhasilan atau kegagalan relatif dari belajar bahasa
kedua. (Hamied, 1987:81). Kita akan membatasi pembicaraan pada pertimbangan
lain yang telah diselidiki dengan lebih baik dan yang paling relevan.
Pembahasan kita hanya membicarakan pertimbangan neurologikal, kognitif, dan
afektif. (Brown, 2000:71).
2
Pendekatan Behavioristik
Kaum behaviorsis menyatakan, bahasa adalah
fundamental dari keseluruhan perilaku manusia, dan para psikolog behavioristik
berusaha menelitinya dalam kerangka itu dan berusaha merumuskan teori-teori
konsisten tentang PB1. Focus dari pendekatan ini adalah pada aspek-aspek yang
bisa ditangkap langsung dari perilaku linguistic respon yang bisa diamati
secara nyata. Jika respon tertentu dirangsang berulang-ulang maka ia akan
menjadi kebiasaan atau terkondisikan. Maka anak menghasilkan respon linguistic
memang hasil dari terkondisikan. Salah satu karya yang mendukung pendekatan ini
adala karya dari B.F skinner yaitu operant conditioning. Teori ini adalah usaha
pengkondisian untuk membuat manusia memberikan tanggapan, atau operant (berupa
kalimat atau ujaran) secara spontan. (Brown, 2007:28).
Skinner, pelopor kaum behaviorisme menyatakan bahwa
a) anak terlahir dengan potensi belajar yang bersifat umum yang merupakan bagian
dari bawaan lahir, b) belajar (termasuk belajar bahasa) semata-mata muncul melalui
pengaruh lingkungan yang membentuk perilaku individual, c) perilaku (termasuk
perilaku bahasa) dibentuk melalui penguatan tanggapan yang muncul karena
rangsangan tertentu, dan pembentukan perilaku yang rumit seperti perilaku
bahasa terdapat pilihan progresif atau penyempitan tanggapan yang penguatannya
positif. Kaum behaviorisme berpandangan bahwa orang tua, teman bermain, guru-guru
yang berada di sekitarnya turut membantu memberikan rangsangan kepada anak
untuk memperoleh bahasanya. Kemampuan anak dalam mengembangkan bahasanya itu
berbeda-beda dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak benar
kemampuan berbahasa anak itu sudah menjadi bawaan lahir sebagaimana yang
dikemukakan oleh kaum nativisme.
3
Pandangan Nativisme
Menurut
pandangan nativisme ini setiap anak secara bawaan mempunyai kemampuan untuk
memahami suatu bahasa. Dengan adanya kemampuan bawaan ini, seorang anak bisa
dengan sendirinya mengkonstruksi ujaran berdasarkan pemahaman yang mereka dapat
dari lingkungan sekitar mereka. Meskipun seorang anak yang normal tidak pernah
sekolah formal, anak tersebut masih bisa berbahasa, dan berkomunikasi dengan
manusia lain. Hal ini didukung dengan pendapat Chomsky, bahwa anak sejak lahir
sudah dibekali bekali perangkat untuk memperoleh bahasa, yang biasa disebut dengan
LAD (language Acquisition Device) atau perangkat pemerolehan bahasa. LAD
mempunyai fungsi antara lain:
- Kemampuan membedakan bunyi wicara dari bunyi-bunyi lain di lingkungan sekitar.
- Kemampuan menata data linguistic ke dalam berbagai kelas yang bisa disempurnakan kemudian.
- Pengetahuan bahwa hanya dengan system linguistic tertentu yang bisa digunakan dan yang lain tidak.
- Kemampuan untuk terus mengevaluasi system linguistic yang berkembang untuk membangun kemungkinan system paling sederhana berdasarkan masukan linguistic yang tersedia.
Aliran
ini sangat bertolak belakang dengan aliran pada behaviorisme yaitu stimulus
respon. Pada aliran Stimulus respon sangat terbatas dalam menjelaskan
kreativitas yang terdapat dalm bahasa anak. Aliran nativis ini juga berkembang
kearah aliran generative. Karena diyakini pada anak-anak dapat memanfaatkan
kemampuan bawaannya untuk menghasilkan jumlah ujaran yang memungkinkan tak
terhingga. Namun aliran nativis ini mendapat gugatan dari beberapa aliran, yang
dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Eksplorasi struktur linguistic yang tak terlihat, tak teramati, dan tersembunyi yang berkembang dalam diri anak-anak.
- Rancang bangun sejumlah perlengkapan tata bahasa universal dimana kita bisa memahami lebih baik cara pemerolehan bahasa dan karakter bahasa-bahasa manusia pada umumnya.
- Deskripsi sistematis tentang kemampuan linguistic anak ditentukan oleh kaidah sebagai koneksi yang bedasarkan pada pengalaman.
4
Prosedur Pengajaran Bahasa Kedua Berdasarkan
Pemerolehan Bahasa Pertama
Berdasarkan Brown (2007:28), ada beberapa
pertimbangan dalam mengajarkan bahasa kedua pada siswa yang sebenarnya ada
kaitannya dengan bahasa pertama siswa, yaitu
a. Dalam
pengajaran bahasa kita harus terus-menerus berlatih.
b. Pembelajaran bahasa adalah masalah peniruan
c. Pertama, kita mengenak bunyi, lalu kata-kata dan
kemudian kalimat.
d. Dalam perkembangan seorang anak, pertama ia
mendengar, kemudian ia berkata-kata, pemahaman selalu mendahului pembicaraan.
e. Hal yang dilakukan pembelajar bahasa adalah
mendengar dan berbicara, dan membaca, menulis merupakan tahap yang lebih lanjut
dari proses penguasaan bahasa.
f. Kita tidak perlu menggunakan penerjemah saat
mempelajari suatu bahasa.
g. Seorang pembelajar bahasa menggunakan bahasa begitu
saja, dalam artian ia tidak belajar tata bahasa baku, tidak perlu mengenal apa
itu kata kerja atau kata benda, akan tetapi pembelajar atau siswa bisa
berbahasa dengan sempurna.
5
Pertimbangan Neurobiologis
Untuk mengukur seberapa tinggi pemerolehan bahasa
seseorang, maka harus kita kaji adalah masalah kemampuan otak dari para
pembelajar bahasa, untuk menemukan jawabannya (Brown, 2007:62). Semakin tua
usia manusia, maka semakin matang kemampuan otaknya. Otak dibagi menjadi 2
belahan, sisi kiri dan sisi kanan. Fungsi-fungsi bahasa dan urusan logis ditempatkan
pada sisi sebelah kiri dan untuk urusan emisional dan social serta kreativitas
terdapat pada urusan sebelah kanan.
Penfield dan Roberts (1959) ahli neurologi yang
berargumentasi bahwa kemampuan anak lebih besar untuk belajar bahasa dapat
dijelaskan dengan plastisitas yang lebih besar dari otak anak tersebut.
Plastisitas otak ditemukan berkurang manakala usia bertambah. (Hamied:82).
Menurut Panfield dan Roberts (1959) menampilkan bukti bahwa anak-anak mempunyai
kapasitas menonjol untuk mempelajari kembali keterampilan bahasa setelah
kecelakaan atau penyakit yang merusak bidang ujaran dalam hemisfer serebral
dominan biasanya hemisfer sebelah kiri.
Orang dewasa biasanya tidak mampu memperoleh kembali
ujaran normal. Terdapat banyak kasus anak-anak yang karena memperoleh luka
dalam bidang ujaran, mengalihkan fungsi bahasanya ke hemisfer sebelahnya lagi.
Kasus orang dewasa yang melakukan hal itu jarang terjadi. Diargumentasikan
bahwa alasan untuk hal tersebut adalah hilangnya plastisitas otak.
Dalam kesimpulannya, Penfield dan Roberts menarik
rekomendasi untuk pengajaran bahasa asing dari observasi ini, yaitu bahwa waktu
untuk memulai apa yang mungkin disebut persekolahan umur dalam bahasa kedua,
sesuai dengan tuntutan psikologi otak, adalah antara umur 4 sampai 10 tahun.
Akan tetapi Hipotesis Periode Kritis (HPK) biasanya
dikaitkan dengan Lennberg (1967). Lennberg berargumentasi bahwa belajar alamiah
dapat terjadi hanya selama periode kritis, secara kasarnya antara usia 2 tahun
sampai masa pubertas. Sebelum usia 2 tahun, belajar bahasa tidak mungkin
terjadi karena kekurangdewasaan otak. Sedangkan setelah masa pubertas
lateralisasi fungsi hemisfer dominan telah selesai, yang mengakibatkan
hilangnya plastisitas serebral yang diperlukan untuk belajar bahasa alamiah.
Adalah periode yang secara biologis tertentu inilah yang bertanggungjawab atas
kenyataan bahwa setelah masa pubertas, bahasa harus diajarkan dan dipelajari
melalui usaha sadar dan keras, dan bahwa aksen asing tidak dapat diatasi dengan
mudah setelah masa pubertas.
6
Pertimbangan Kognitif
Kognitif manusia berkembangan pesat pada usia 16
tahun pertama dan tidak secepat itu setelahnya. Jean Piaget dalam Brown (2007:
70) merangkum jalannya perkembangan intelektual pada seseorang anak melalui
beberapa tahap:
a. Tahap Sensori Motor (kelahiran sampai umut 2 tahun).
b. Tahap praoperasional (umur 2 sampai 7 tahun)
c. Tahap Operasional konkret (umur 7 sampai 11 tahun)
d. Tahap Operasional Formal (umur 11 sampai 16 tahun)
Dari
beberapa tahap tersebut seorang manusia yang berumur 1 sampai 16 tahun
mempunyai kemampuan pemerolehan yang cukup pesat dibandingkan dengan orang
dewasa. Meskipun anak tidak tidak menyadari pada tahun-tahun tersebut telah
mengalami perkembangan kebahasaan. Secara umum pada usia anak-anak memperoleh
bahasa dengan cara informal beda dengan orang dewasa yang mampu menguasai
bahasa kalau dengan cara formal. Hal ini terkait dengan faktor kemampuan otak.
Pada usia tersebut seorang anak pada dasarnya tidak mengetahui kalau dia sedang
memperoleh sebuah bahasa. Meskipun tak memahami nilai-niai dan pandangan social
yang dilekatkan pada sebuah bahasa atau lainnya.
7
Pertimbangan Afektif
Manusia adalah makhluk social. Jantung semua
pikiran, perasaan, dan tindakan adalah emosi. Emosi sangat mempengaruhi
seberapa tinggi kepintaran kita. Maka logis kiranya jika kita melihat wilayah
afektif untuk menemukan jawaban yang memadai atas masalah perbendaan mendasar
atas perbedaan bahasa 1 dan bahasa 2 (Brown, 2007:73).
Dalam perkembangan manusia, egolah yang sangat
berperan terutama untuk pemerolehan bahasa, identitas diri dan usaha mengetahui
siapa dirinya. Pada masa anak-anak, mereka akan menjadi sadar akan diri mereka,
terdapat rasa risau dalam pencarian mereka untuk memahami dan merumuskan
identitas diri. Menjelas remaja, akan tumbuh kesadaran untuk serta pembentukan
pribadi yang unik dan bediri sendiri.
Pada usia kritis untuk pemeroleha bahasa, ego,
emosi, perkembangan fisik dan kognitif berjalan berdampingan. Sehingga sering
terjadi konflik afektif yang harus disadari ketika berupaya untuk mempelajari
bahasa kedua. Anak dan orang dewasa
tentunya terdapat perbedaan afektif ketika mempelajari bahasa kedua. Alexander
Guiora (1972) mengusulkan tentang ego bahasa (Language Ego) untuk menjelaskan
identitas seseorang yang mengembangkan bahasa yang digunakan. Untuk orang-orang
yang memiliki satu bahasa, ego bahasa meliputi interaksi pada bahasa ibu dan
perkembangan ego. Guiora menyatakan bahwa ego bahasa dapat menjelaskan
kesulitan pembelajaran bahasa kedua pada
orang dewasa. Pemerolehan sebuah ego bahasa baru adalah sebuah usaha yang besar
tidak hanya bagi remaja tapi juga orang dewasa yang telah tumbuh rasa aman dan
nyaman pada identitas mereka dan yang memiliki inhibitasi yang bertindak
sebagai perlindungan dan perlindungan bagi ego mereka. Membuat langkah pada
sebuah identitas baru bukanlah hal yang mudah, hal ini bisa berhasil hanya
ketika sebuah pengumpulan ego yang memperkuat untuk mengatasi inhibitasi. Hal
ini memungkinkan bahwa seorang pembelajar bahasa yang berhasil adalah seseorang
yang mampu menjembatani celah-celah afektif.
Sikap negatif dapat mempengaruhi keberhasilan dalam
mempelajari bahasa. Anak-anak yang kognitifnya tidak dibangun atau dikembangkan
dengan baik untuk memiliki sikap, mungkin tidak seberapa berpengaruh daripada
orang dewasa. Pada anak-anak usia sekolah mulai memperoleh beberapa sikap
terhadap jenis-jenis dan stereotipe orang lain. Sikap ini sebagian besar
diajarkan secara sadar atau tidak sadar oleh orang tua, orang-orang dewasa, dan
teman sepermainannya. Pembelajaran sikap-sikap negatif terhadap orang-orang
yang memakai bahasa kedua atau terhadap bahasa kedua itu sendiri telah
ditunjukkan untuk mempengaruhi keberhasilan pembelajaran bahasa pada
orang-orang di usia sekolah keatas.
Tekanan dari kawan sebaya yang dihadapi anak-anak
dalam pembelajaran bahasa, berbeda dengan yang dihadapi oleh orang dewasa.
Anak-anak biasanya mempunyai paksaan yang kuat untuk menyesuaikan. Mereka
diberitahu dalam kata-kata, pemikiran-pemikiran, dan tindakan-tindakan bahwa mereka
seharusnya ”seperti anak-anak yang lainnya”. Seperti tekanan dari kawan sebaya
terhadap bahasa. Orang dewasa juga mengalami tekanan dari kawan sebaya, namun
dalam bentuk yang berbeda, orang-orang dewasa cenderung lebih menoleransi
perbedaan linguistik daripada anak-anak, oleh karena itu kesalahan-kesalahan
dalam ucapan lebih mudah dimaafkan. Jika orang-orang dewasa mampu memahami
seorang penutur bahasa kedua, mereka akan memberikan imbalan balik kognitif dan
afektif dengan positif, sebuah tingkatan toleransi yang mungkin mendorong
beberapa pembelajar dewasa untuk ”lulus.”
8
Pertimbangan Lingusitik
Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan
dalam pemerolehan bahasa kedua terkait dengan bidang linguist sebagai topic
utama dalam SLA.
a.
Bilingualisme
Meskipun kita
menyebutnya pemerolehan bahasa pertama dan kedua. Pada dasarnya, pembelajar
bahasa akan mempelajari 2 bahasa itu secara bersama-sama. Kunci keberhasilan
mempelajari kedua bahasa tersebut adaah kemampuan membedakan konteks
masing-masing bahasa (Brown, 2007:77). Kemampuan untuk menguasai bahasa lebih
dari satu disebut dengan bilingual/dwibahawan. Kejadian yang sering dialami
oleh dwibahasawan adalah campur kode, yaitu tindakan memasukkan kata, frasa
atau yang lebih panjang lagi pada sebuah bahasa ke bahasa lain. Hal ini terjadi
ketika berkomunikasi dengan sesama bilingual.
b.
Interferensi
antara bahasa pertama dan kedua
Tidak menutup
kemungkinan seorang yang menggunakan bahasa kedua, akan sewaktu-waktu
menggunakan kata dari bahasa pertama jika apa yang mau dikatakan dengan bahasa
kedua tidak dimengerti. Perilaku ini sering terjadi apa anak-anak dan dewasa.
bedanya, anak-anak cenderung tidak menyadari dan bahkan tidak menampakkan
adanya interferansi bahasa pertama. Sedangkan untuk orang dewasa yang sangat
sering terjadi disebabkan karena jarang antara kedua pemerolehan antara bahasa
pertama dan bahasa kedua cukup jauh. Dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa
pertama bisa dijadikan jembatan untuk proses interferensi dari bahas pertama ke
bahasa kedua.
9
Macam-Macam Bentuk Kata
Menurut Tarigan (1986), ada beberapa bentuk kata,
dalam bahasa Indonesia, antara lain:
a.
Kata Kerja
Kata kerja
adalah segala kata yang dipakai sebagai perintah, baik dapat maupun tidak dapat
digabung dengan imbuhan atau afiks.
Macam-macam kata
kerja
·
Kata kerja yang
dibentuk dari kata kerja asli.
·
Kata kerja yang
dibentuk dari kata benda.
·
Kata kerja yang
dibentuk dari kata keadaan
·
Kata kerja yang
dibentuk dari kata bilangan
·
Kata kerja yang
dibentuk dari kata ganti orang
b.
Kata Benda
Kata benda
adalah segala kata yang dipakai untuk mendeskripsikan objek yang dapat diindra.
Macam-macambentukan
kata benda
·
Kata benda yang
dibentuk dari kata benda asli
·
Kata benda yang
dibentuk dari kata kerja
·
Kata benda yang
dibentuk dari kata keadaan
·
Kata benda yang
dibentuk dari kata bilangan
·
Kata benda yang
dibentuk dari kata ganti orang
·
Kata benda yang
dibentuk dari kata kepunyaan
c.
Kata Keadaan
Kata keadaan
adalah segala kata yang bisa menggambarkan suatu situasi/keadaan yang dialami
oleh objek.
Macam-macam
bentuk kata keadaan.
·
Kata keadaan
yang dibentuk dari kata keadaan asli
·
Kata keadaan
yang dibentuk dari kata benda
d.
Kata bilangan
Kata bilangan
adalah kata yang digunakan untuk menyatakan jumlah.
Macam-macam
bentuk kata bilangan
·
Kata bilangan
yang dibentuk dari kata bilangan asli
·
Kata bilangan
yang dibentuk dari kata benda
·
Kata bilangan
yang dibentuk dari kata kerja
e.
Kata Konversi
Kata konversi
adalah kata-kata yang terbentuk dari proses penambahan suatu afisk.
Macam-macam
bentuk kata konversi
·
Kata konversi
yang dibentuk dari kata kerja
·
Kata konversi
yang dibentuk dari kata benda
·
Kata konversi
yang dibentuk dari kata keadaan
·
Kata konversi
yang dibentuk dari kata ganti orang
·
Kata konversi
yang dibentuk dari kata bilangan
Daftar Pustaka
Brown,
Douglas. 2008. Prinsip dan Pembelajaran
Bahasa. Jakarta: Person Education.
Ellis,
Rod. 1994. The Study of Sekond Language
Acquistion. New York: Oxfor University Press.
Language
Acquisition. (On-line). Available: http://earthrenewal.org/second
language.htm
Language
Acquisition. (On-line). Available: http://www.ecs.soton.ac.uk/~harnad/
Papers/Py104/pinker.langacq.html
Language
acquisition. (On-line). Available: http://en.wikipedia.org/wiki/
Languageacquisition
No comments:
Post a Comment